Setelah selesai makan, ibu Aulia, Sisilia Puruna, duduk bersama suaminya, Jaden Lionel di sofa ruang tamu.Sisilia menelepon ahli kecantikan keluarga untuk menjalani perawatan kulit, sementara Jaden membaca koran keuangan terbaru.Ada banyak pelayan yang bekerja di rumah yang besar itu.Malam itu, hujan gerimis turun. Bunyi tetesan air yang mengenai atap menambah kemarakan dalam rumah yang tenang.Di tengah bunyi tetesan hujan, terdengarlah ketukan di pintu. Pelayan yang sedang mengelap meja pun segera meletakkan kain lap dan menuju pintu.Begitu tirai pintu dibuka, tampaklah Aulia yang basah kuyup berdiri di luar pintu kaca. Aulia menatap ibunya yang berada di dalam dengan mata berkaca-kaca.Setelah anak-anak mereka tumbuh besar, mereka semua pindah sehingga Sisilia hanya tinggal berdua dengan Jaden. Biasanya Jefri dan Aulia akan pulang untuk makan malam, tapi selalu memberi tahu kedua orang tua mereka dulu.Sisilia dan Jaden terkejut melihat Aulia muncul di luar pintu selarut ini, ap
Jaden dan Sisilia sontak menatap Aulia dengan kaget, sepertinya mereka juga baru mengetahui masa lalu Artha. "Kami nggak tahu soal itu ....""Ya, kalian nggak tahu apa-apa, jadi kalian merasa paling benar sendiri! Kalian bahkan nggak bertanya padaku dan langsung mengambil keputusan buatku!"Aulia berkata dengan sedih, "Kalian tahu nggak gara-gara kalian aku jadi kehilangan orang yang paling mencintaiku!"Sisilia merasa sangat sedih melihat wajah Aulia yang berlinang air mata. "Maafkan Ibu, Aulia, ini semua salah Ibu ...."Sisilia meraih tangan Aulia yang gemetar kedinginan, lalu mengusap-usapnya untuk menghangatkan putrinya sambil menjelaskan,"Ibu sudah salah paham, Ibu pikir Artha memang bukan pria baik-baik. Itu sebabnya Ibu berusaha memisahkan kalian saat Ibu tahu kalian pacaran. Tapi, setelah beberapa kali berhadapan langsung dengannya, Ibu merasa dia nggak seperti itu. Ibu menyadari bahwa Ibu mungkin salah paham terhadapnya, jadi Ibu mengizinkannya mendekatimu lagi. Ibu pikir ...
Sisilia ketakutan sekali melihat putrinya yang tampak kesetanan. Dia segera memeluk Aulia, lalu mengelus-elus punggung Aulia menghiburnya."Aulia, ini salah Ibu. Jangan menakuti Ibu begini, oke?"Aulia yang sedang bersandar di bahu ibunya pun menangis setelah tertawa."Kalian sudah nyaris menghancurkan separuh pertama hidupku, jadi tolong mulai sekarang jangan ikut campur lagi dalam urusanku."Aulia mendorong Sisilia menjauh dengan lemah, lalu mundur selangkah dengan terhuyung sebelum akhirnya berbalik badan dan berjalan menuruni tangga koridor.Seorang pria berdiri di belokan sambil menatap Aulia dengan sedih.Ujung hidung Aulia terasa perih saat melihat tatapan iba Jefri, tapi dia menahan tangisannya."Kak, tolong jangan melakukan kesalahan seperti yang kubuat."Wajah tampan Jefri terlihat berkecamuk. Dia berjalan mendekati Aulia di tengah hujan."Aulia, kamu dan Artha masih punya kesempatan. Dia nggak pernah berhenti mencintaimu."Aulia tersenyum lebar, tapi terkesan begitu pilu dan
Jantung Sisilia sontak berdebar dengan kencang, dia masih ingat saat waktu itu memukuli dan memaki artha. Sisilia akhirnya berdiri di luar pintu dan tidak berani masuk seolah-olah takut Artha akan balas dendam kepadanya."Aku ke sini untuk meminta maaf kepadamu."Sisilia menyerahkan barang-barang mahal itu kepada Artha."Aku benar-benar minta maaf, aku nggak tahu nenekmu meninggal karena aku."Artha tidak mengambil satu barang pun, dia hanya balas menatap Sisilia dengan acuh tak acuh.Karena Artha hanya diam, Sisilia pun jadi merasa agak kikuk. Dia meletakkan barang-barang itu di pintu masuk.Setelah bangkit berdiri lagi dan menatap Artha, sorot tatapannya tampak gelisah dan bersalah."Aulia habis bertengkar denganku kemarin malam. Kelihatannya dia masih peduli padamu. Gimana kalau kalian ....""Nyonya Sisilia."Artha menyelanya."Dia bertengkar denganmu karena dia merasa bersalah pada nenekku, bukan karena dia masih mencintaiku. Kami berdua ...."Artha pun terdiam dan menarik napas da
Dalam foto itu, terlihat seorang wanita asing yang sedang menggendong seorang anak yang kelihatannya baru berusia sekitar satu tahun.Sara tidak mengenal sosok dalam foto itu, jadi dia pikir ada yang salah kirim.Namun, begitu wajah Sandy muncul di foto-foto bawah, Sara pun sontak tertegun.Apa-apaan ini?Sara langsung mengernyit dan hendak bertanya kepada Sandy, tetapi tiba-tiba dia membaca sebuah pesan."Wanita ini mantan pacarnya Sandy, Janice. Mereka punya anak."Sandy ... memiliki mantan pacar dan seorang anak?Di tengah keterkejutan Sara, nomor yang tidak dikenal itu juga mengirimkan rekaman lainnya ....Sara menatap rekaman itu selama beberapa saat, lalu mengkliknya dengan jarinya yang gemetar.Suara Sandy pun terdengar. "Kenapa Ibu masih curiga dengannya? Bukannya dia bisa menjawab semua pertanyaan Ibu?"Nela menjawab dengan nada menghina, "Coba saja lihat penampilannya, gimana seksi dan menawannya dia berjalan. Mana mungkin wanita seseksi dan sememikat itu benar-benar bersih?
Sara meletakkan gelasnya dengan sangat tenang, lalu menengadah menatap Sandy yang duduk di seberangnya."Sebelum minum, apa aku boleh bertanya tiga hal kepada Kak Sandy?""Ya?"Sandy juga meletakkan gelas anggurnya dan menatap Sara."Tiga hal apa?"Sara mengeluarkan ponselnya, lalu memutar rekaman itu.Begitu mendengar kata pertama, ekspresi Sandy mendadak menjadi serius."Sara, kamu merekam ini?"Apa Sara mengaktifkan fungsi perekaman di ponselnya setelah pergi ke kamar mandi?Jika memang ya, itu berarti cara pikir Sara tidak sesederhana kelihatannya.Sara tidak menyangka reaksi pertama Sandy adalah mencurigainya dan bukannya menyadari kesalahannya.Dia tersenyum dan alisnya yang cerah dan terangkat tampak berlumuran kabut, membuatnya tampak begitu kabur dan gelap."Aku nggak tahu orang baik mana yang merekam ini buatku, tapi aku sangat berterima kasih padanya karena sudah memberitahuku apa pendapatmu dan orang tuamu tentangku."Sandy pun mencoba menggenggam tangan Sara dengan gelisah
Sara langsung bertanya tanpa menunggu jawaban Sandy,"Apa kamu pikir mentang-mentang aku ini yatim piatu, jadi aku nggak berdaya dan mudah ditindas? Masalah keduanya adalah kamu membiarkan ibumu menindasku."Sandy sama sekali tidak berpikir begitu. Baginya, tidak peduli seberapa besar rasa sukanya pada seorang wanita, tetap saja posisi ibunya tidak mungkin tergantikan."Kamu dengar sendiri dari rekaman itu kalau aku menegur ibuku.""Ya."Sara balas tersenyum kecil."Tapi, kamu selalu membelaku setelah semua itu terjadi. Ini sama seperti waktu teman-temanmu bergosip buruk tentangku. Waktu itu alasanmu kamu nggak fokus mendengarkan mereka karena lagi sibuk memikirkan hal lain."Sandy mengernyit dan hendak menjelaskan, tetapi Sara mengangkat tangannya lagi dan menyelanya,"Itu kali pertama aku bertemu dengan orang tuamu, tapi sedari awal kamu sudah membiarkan ibumu menekanku. Itu berarti kamu sebenarnya sepakat dengan pandangan ibumu terhadapku."Sama seperti Nela, Sandy juga menganggap S
Sara mengulurkan tangannya dan menatap Sandy dengan tenang."Aku bukannya mempermasalahkan kamu yang nggak ngomong, tapi yang kupermasalahkan adalah kamu yang nggak jujur padaku."Sandy sama seperti mantan suaminya, pintar sekali berpura-pura. Namun, Sandy lebih hebat daripada Denis, cara mainnya lebih bersih dan rapi. Sara saja tidak akan percaya jika bukan karena foto dan rekaman yang dikirimkan oleh nomor yang tidak dikenal ini.Sara juga jadi menyadari betapa keras kepalanya dia, dia benar-benar hanya menilai dari luar. Walaupun dia mudah tertipu oleh penampilan pria, untungnya dia bisa segera memutuskan untuk pergi begitu mengetahui sifat asli pria itu."Kak Sandy, kamu harus tanggung jawab dengan mantan pacarmu. Kalian sudah punya anak. Lagian, ibumu juga nggak suka padaku dan kamu hanya kecewa karena dulu gagal mendapatkanku. Kamu merasa nggak rela itu bukan karena kamu benar-benar menyukaiku. Lebih baik hubungan kita sampai di sini saja."Sara memperlakukan Sandy dengan sangat