Agatha turun dari ranjangnya pada tengah malam setelah memastikan Ivan sudah tertidur pulas di tempat tidurnya, nafasnya yang dalam dan teratur. Agatha merasa lega melihat bahwa suaminya tidur lelap tanpa kecurigaan apapun. Di sebelah tempat tidur, bayi mereka, Alvi, juga tertidur nyenyak.Agatha dengan perlahan-lahan memeriksa bayi mereka, memastikan bahwa Alvi dalam keadaan baik dan aman. Setelah meyakinkan diri bahwa semuanya baik-baik saja, dia merasa lega dan kembali melihat ke arah Ivan. Dia tahu bahwa dia harus tetap waspada dan memastikan segala sesuatunya tetap berjalan lancar. Setelah memastikan bahwa semuanya baik di kamar tidur, Agatha mengambil napas dalam-dalam dan melangkah keluar dengan hati-hati. Dia menutup pintu kamar dengan lembut, kemudian menuju kamar tamu tempat Rafka berada.Saat dia membuka pintu kamar tamu dengan hati-hati, cahaya lembut dari koridor menerangi ruangan tersebut. Agatha melangkah masuk dengan langkah perlahan, tak ingin mengganggu tidur Rafka.
Agatha berhasil keluar dari kamar tamu dengan hati yang berdegup kencang. Dia melihat Ivan yang berdiri di koridor, memegang gelas berisi air. Tatapannya tertuju pada Agatha dengan tatapan bingung, dan Agatha dengan cepat berusaha menyembunyikan keterkejutannya. Dia ingin terlihat seolah-olah dia sedang berjalan santai dan biasa saja. “Kamu ngapain di sana?” tanya Ivan dengan suara serak khas bangun tidur.Agatha berusaha menjaga wajahnya agar tidak terlihat cemas. Dia tersenyum dan menjawab dengan suara santai, “Tadi aku juga baru ambil minum, terus aku sadar cincin aku ketinggalan di kamar waktu bersih-bersih tadi siang.” Ivan mengerutkan keningnya, tetapi kemudian tampaknya merasa sedikit lega. “Untung aja cincinnya nggak hilang.”Agatha merasa sedikit lega bahwa Ivan tidak tampak mencurigakan lebih lanjut. Dia mengangguk setuju dengan ekspresi yang berusaha nampak tenang.“Iya, aku takut banget kalau sampai hilang cincinnya.” Agatha menatap Rafka dengan senyuman yang terus meng
Setelah Ivan dan Ayra pergi, Agatha kembali ke dapur dengan tekad untuk menyiapkan bubur untuk Rafka. Dengan hati-hati, Agatha memasak bubur dengan bahan-bahan yang lembut dan bergizi. Setelah bubur selesai dimasak, Agatha mengisi mangkuk dengan porsi yang pas sebelum membawanya masuk ke dalam kamar tamu.Agatha meletakkan bubur di samping nakas lalu keluar dan kembali menggendong Alvi sambil membawa makanan untuk bayinya itu.Rafka masih terbaring di tempat tidur, wajahnya terlihat lebih pucat dari sebelumnya. Ketika Agatha masuk, matanya langsung terbuka dan menatap setiap gerak-gerik wanita itu.Agatha meletakkan mangkok makanan Alvi lalu membantu Rafka duduk dengan hati-hati, meletakkan bantal di belakang punggungnya untuk memberikan dukungan. Dia memberikan sendok pertama bubur pada Rafk
Situasi di ruangan itu tiba-tiba berubah menjadi lebih intens dan penuh dengan emosi yang membara. Setelah Agatha tanpa sadar menampar Rafka, pria itu terlihat marah dan terkejut oleh tindakan itu. Namun, tanpa memberikan penjelasan atau berkata apa-apa, Rafka tiba-tiba menarik Agatha mendekat dengan kasar, dan dengan tiba-tiba menciumnya dengan penuh gairah dan marah.Agatha merasa kebingungan dan kaget oleh tindakan ini. Dia ingin mendorong Rafka menjauh, tetapi tubuhnya terasa seolah tidak mau mendengarkan perintahnya. Dia merasa ciuman itu begitu mendalam dan penuh dengan perasaan bercampur aduk.Namun, setelah beberapa saat, emosi yang membara dalam diri Agatha memuncak. Dia merasa marah atas situasi yang semakin rumit dan membingungkan. Tanpa ragu, dia membalas ciuman Rafka dengan amarah yang sama, mencoba untuk mengungkapkan semua perasaannya yang rumit.Ciuman mereka penuh dengan kebingungan dan emosi yang bercampur aduk. Ada amarah, penyesalan, ketidakpastian, dan keinginan y
Agatha merasa hatinya berdebar kencang saat dia menjemput Ayra dari sekolah. Namun, ketika wali kelas memberitahunya bahwa Ayra sudah dijemput beberapa menit yang lalu, rasa panik seketika melanda ketika wali kelas Ayra mengatakan kalau orang yang menjemput Ayra adalah dirinya. Agatha masih ingat ekspresi wali kelas Ayra yang tampak terkejut melihat dirinya. Ponsel Rafka yang ada di dalam tasnya tiba-tiba bergetar, menarik perhatian Agatha. Saat dia melihat pesan masuk dari Rafka, dia merasa campuran antara rasa lega dan kebingungan. Pesan itu mengatakan bahwa Ayra aman dan Agatha tidak perlu khawatir.Dalam keadaan panik, Agatha segera menghubungi nomor yang tertera dalam pesan tersebut. Dia mendengar nada dering sebelum akhirnya suara Rafka menjawab panggilan itu."Rafka, kenapa kamu bawa Ayra tanpa kasih tahu aku?" ucap Agatha dengan suara yang penuh dengan kekhawatiran dan kekesalan.“Kamu tenang aja, aku nggak mungkin melukai anak aku sendiri. Ayra aman dan aku cuma mau menghabi
Tepat saat suasana semakin tegang, ponsel Agatha bergetar di sakunya. Hatinya berdebar kencang, dan ia merasa panik sejenak saat melihat nama suaminya tertera di layar ponselnya. Dia khawatir Ivan akan menanyakan tentang keberadaannya atau situasi lain yang akan membuatnya sulit menjawab. Setelah mendengar suara Ivan di seberang sambungan, rasa paniknya mulai mereda."Halo, sayang," suara Ivan terdengar lembut di seberang sambungan telepon. "Maaf aku akan pulang agak terlambat hari ini. Ada beberapa urusan mendadak di rumah sakit."“Oke, nggak apa-apa, Sayang. Hati-hati nanti di jalan.” Agatha meletakkan ponselnya dengan perasaan lega. “Aku pikir kamu nggak akan bisa terus menyembunyikan ini, Agatha. Kamu harus cerita semuanya sama suami kamu. Dia berhak tahu.” Adiva menatap Agatha dengan pandangan yang sulit untuk dijelaskan.Agatha mendengarkan kata-kata Adiva dengan perasaan campuran. Dia tahu bahwa Adiva mungkin benar, bahwa menyembunyikan sesuatu dari suaminya bukanlah solusi ja
Beberapa minggu berlalu setelah Agatha membuka diri kepada Ivan tentang kunjungannya ke rumah Ibunya. Kini hubungan mereka semakin dekat dan kuat. Agatha juga sudah memperkenalkan Riana kepada Ivan. Mereka juga berencana untuk mengadakan acara keluarga. Akhirnya, hari yang dinantikan tiba. Agatha, Ivan, dan anak-anak mereka bersiap untuk mengunjungi rumah Riana. Saat Agatha, Ivan, Alvi, dan Ayra memasuki rumah Rania, mereka disambut dengan senyuman dan pelukan hangat dari ibu Agatha. Rania tampak senang bisa bertemu dengan cucunya, dan Ivan disambut dengan tangan terbuka. Mereka semua duduk bersama di ruang keluarga, berbicara dan berbagi cerita. Agatha merasa hangat melihat Ibunya dan suaminya bisa berbicara dengan nyaman. Di tengah-tengah acara, tiba-tiba suasana berubah. Ketika pintu terbuka, Agatha merasa terkejut saat Rafka muncul di ambang pintu bersama dengan Bella. Tiba-tiba kehadiran Rafka dan Bella membelah ruangan menjadi dua, memisahkan atmosfer hangat yang baru saj
Rafka menyeringai lalu mengangkat dagu Agatha. Ia menangkap wajah Agatha dengan kasar, membuatnya merasa rentan dan terkepung. Dia merasakan sentuhan yang tajam dan tidak terduga saat Rafka menciumnya dengan marah dan kasar. Walaupun Agatha berusaha mendorong Rafka untuk melepaskan cengkramannya, dia merasa kekuatannya kalah oleh intensitas emosi pria itu. Jari-jari Rafka meremas pipinya dengan keras, memberikan pesan bahwa dia sedang mengambil kendali atas situasi ini. Agatha mencoba untuk melepaskan diri, tetapi cengkaman Rafka semakin kuat dan tak terelakkan. Saat ciuman Rafka semakin dalam dan menuntut, Agatha merasakan dirinya hampir kehilangan kendali atas emosinya. Bibir mereka menyatu dalam keintiman yang tak terduga, dan perasaan yang bercampur aduk merambat dalam diri Agatha. Dia merasakan napas Rafka di bibirnya, mengirimkan getaran aneh ke seluruh tubuhnya. Tangan Rafka turun dan mencengkeram lengan Agatha dengan erat, menciptakan rasa sakit yang menyatu dengan gairah dan