Tubuh Agatha semakin menegang saat melihat Ayra berlari menuju pintu mengikuti Ivan untuk melihat siapa tamu yang datang. Otak Agatha pun seakan membeku, pikirannya terlalu fokus menebak-nebak bagaimana Rafka bisa sampai ke rumahnya dan Ivan atau mungkinkah Rafka sudah mengetahui yang sebenarnya. Agatha segera menggelengkan kepalanya mencoba menepis pikiran itu, yang ingin ia lakukan sekarang hanyalah membawa Ayra pergi dari sana. Namun, Agatha menjadi panik ketika mendengar Ivan menyuruh Rafka untuk masuk. Agatha menghembuskan nafas lega begitu mendengar Rafka menolak ajakan Ivan dan pamit pergi. Beberapa saat kemudian, Ayra masuk dengan senyuman di wajahnya sambil membawa tiga paper bag di tangannya. “Siapa yang datang, Mas?” tanya Agatha dengan memasang wajah pura-pura tidak tahu saat melihat Ivan menutup pintu dan berjalan di belakang Ayra. “Rafka yang kemarin aku ceritakan, ternyata dia tinggal nggak jauh dari sini,” kata Ivan membuat Agatha terkejut.“Terus dia ngapain datan
Hari berikutnya, Ayra sedang bermain bola karet bercorak semangka di taman dekat rumahnya ditemani oleh Agatha yang tengah menyuapi Alvi. Di sekitar mereka, ada juga sekelompok anak kecil lainnya yang dengan riang gembira berlarian kesana kemari.“Jangan jauh-jauh lempar bolanya, Sayang!” teriak Agatha dari tempatnya ketika melihat bola yang Ayra lempar beberapa kali hampir keluar ke tepi jalan. “Iya, Ma,” sahut Ayra dari kejauhan. Sementara Agatha hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya melihat Ayra yang sangat aktif bermain. Saat langit mulai gelap, Agatha memanggil Ayra dengan penuh kasih dan mengajaknya untuk pulang ke rumah. Perjalanan dari taman ke rumah tidak terlalu jauh. Agatha berjalan santai sambil mendorong stroller, dan terdengar suara riang Alvi yang tengah asyik mengoceh, diselingi tawa-tawa kecil ketika Ayra berusaha menghiburnya. Agatha hanya tersenyum melihat anak-anaknya hingga tanpa terasa mereka sudah sampai di seberang jalan rumahnya. Agatha melihat jal
Rafka berdiri di depan cermin sambil menatap wajahnya. Ia kembali mengingat pertemuannya dengan Ayra, wajah gadis kecil itu seperti tidak dapat hilang dengan mudah dari pikirannya. Selama beberapa tahun ini Rafka menjadi orang yang tidak berperasaan dan tidak mempedulikan apapun. Namun, setelah melihat gadis kecil itu hampir saja terluka di hadapannya membuat tubuhnya gemetar. Ia sangat takut membayangkan jika sampai terjadi sesuatu kepadanya. Dengan nafas memburu, Rafka melampiaskan amarahnya dengan melayangkan pukulan pada kaca besar di hadapannya. Sejak pertemuannya terakhirnya dengan wanita itu, ia merasa terguncang. Amarah dalam dirinya terlalu besar untuk dapat diekspresikan. Pikiran tentang bagaimana Agatha meninggalkannya dan mengatakan bahwa wanita itu telah menggugurkan calon anak mereka masih sangat membekas di ingatannya.Hal yang juga menakutkan bagi Rafka adalah alasan amarahnya yang mendalam dan berapi-api saat melihat wajah Agatha yang tersenyum bahagia memandang pr
Kata-kata Rafka masih terus terngiang-ngiang di telinga dan pikiran Agatha. Ia kesulitan untuk memejamkan matanya malam ini.“Kamu kenapa, Sayang?” tanya Ivan sambil berbaring menghadap istrinya.“Nggak apa-apa, cuma ingat film horor yang baru aku tonton tadi, jadinya susah tidur,” jawab Agatha yang sepenuhnya berbohong berharap Ivan tidak menyadari kecemasannya. “Lagian kamu nggak suka horor kenapa masih ditonton?”“Habisnya aku penasaran,” jawab Agatha singkat. “Yaudah sini.” Ivan merentangkan tangannya lalu mendekap tubuh Agatha dan mengelus punggungnya dengan lembut.“Kayak gini sampai aku tidur ya,” gumam Agatha sambil mempererat pelukannya dan menghirup dalam-dalam harum tubuh suaminya.Usapan tangan Ivan di punggungnya membuat Agatha larut dalam tidurnya. Namun, Agatha terbangun saat tengah malam karena mimpi yang baru saja ia alami. Agatha menengok ke arah Ivan yang sudah tertidur lelap, ia turun dari tempat tidur perlahan karena tidak ingin membangunkan suaminya. Agatha ke
Dalam ruang tunggu rumah sakit, suasana tegang terasa semakin intens ketika kekhawatiran Agatha mencampuri perasaan marah yang mulai memuncak di dalam hatinya. Dia tak bisa menghindari untuk menyalahkan Rafka atas kejadian mengerikan ini. Banyak pertanyaan dalam benaknya. Mengapa Rafka bisa ada di sana dan apa yang sebenarnya terjadi dengan Ayra.“Apa yang sudah kamu lakukan sama Ayra?” Agatha bertanya dengan nada tajam, pandangan matanya menatap Rafka dengan penuh kebingungan dan kekhawatiran. Sementara Rafka hanya terdiam saat Agatha terus memukul dadanya. Ia dapat menangkap nada marah dan kecurigaan di dalam suara Agatha.“Apa yang terjadi sama Ayra sebenarnya? dan kenapa kamu bisa ada di sana?” Agatha terus bertanya dan melampiaskan amarahnya pada Rafka. “Sayang udah!” Ivan berusaha menarik tubuh Agatha agar menjauh dari Rafka. “Sekarang bukan saat yang tepat untuk menyalahkan orang lain. Saat ini kita harus fokus sama kondisi Ayra,” ujar Ivan sambil mendekap tubuh istrinya.Aga
Keesokan harinya, suasana di ruang perawatan Ayra masih tegang saat Rafka tiba di rumah sakit. Ia menyambut senyum kecil Ayra dengan hati yang campur aduk, senang melihat putrinya sadar, tetapi juga masih penuh dengan amarah dan kekecewaan terhadap Agatha.Rafka berdiri di samping tempat tidur Ayra, mencoba menahan emosi yang mendalam. Pandangannya bergantian antara Ayra dan Agatha, dan tampaknya dia ingin mengucapkan sesuatu, tetapi kata-kata itu tak kunjung keluar.Ketika Rafka masuk ke kamar Ayra, senyum sumringah langsung muncul di wajah Ayra saat dia melihat Rafka. “Om Rafka!” serunya dengan suara lemah namun penuh kebahagiaan.Rafka mendekat dan memeluk Ayra dengan lembut. Rasanya hati Rafka hampir meleleh saat dia merasakan kehangatan tubuh kecil putrinya yang dia rindukan selama ini. Dia terkejut dan bahagia melihat Ayra mulai membaik.Sementara itu, Agatha yang juga berada di kamar, berdiri disisi tempat tidur dengan pandangan yang sulit diartikan. Perasaannya masih penuh deng
Setelah beberapa hari berada di rumah sakit dan menjalani pemulihan, Ayra akhirnya diperbolehkan pulang ke rumah. Agatha merasa campur aduk saat mendapatkan kabar tersebut. Kegembiraan karena putrinya sudah pulih dan dapat kembali bersama, tetapi juga ketegangan karena dia tahu bahwa pertemuan dengan Rafka akan menjadi momen yang menentukan. Ketika Ayra akhirnya tiba di rumah, dia melihat wajah ceria putrinya yang tak sabar untuk bermain dan tertawa lagi. Namun, dalam hatinya ada ketakutan dan kecemasan tentang bagaimana dia akan memberitahu Ayra bahwa Rafka adalah ayah kandungnya. Selama beberapa hari setelah Ayra kembali ke rumah Agatha selalu merasa khawatir kalau saja Rafka tiba-tiba datang. Ia merasa belum bisa menjelaskan kepada pria itu jika ia masih belum menemukan cara dan waktu yang tepat untuk memberitahu Ayra. Beberapa menit kemudian, terdengar suara bel saat Agatha baru saja selesai memotong buah dan memberikannya kepada Ayra yang tengah asyik menonton kartun kesukaann
Agatha turun dari ranjangnya pada tengah malam setelah memastikan Ivan sudah tertidur pulas di tempat tidurnya, nafasnya yang dalam dan teratur. Agatha merasa lega melihat bahwa suaminya tidur lelap tanpa kecurigaan apapun. Di sebelah tempat tidur, bayi mereka, Alvi, juga tertidur nyenyak.Agatha dengan perlahan-lahan memeriksa bayi mereka, memastikan bahwa Alvi dalam keadaan baik dan aman. Setelah meyakinkan diri bahwa semuanya baik-baik saja, dia merasa lega dan kembali melihat ke arah Ivan. Dia tahu bahwa dia harus tetap waspada dan memastikan segala sesuatunya tetap berjalan lancar. Setelah memastikan bahwa semuanya baik di kamar tidur, Agatha mengambil napas dalam-dalam dan melangkah keluar dengan hati-hati. Dia menutup pintu kamar dengan lembut, kemudian menuju kamar tamu tempat Rafka berada.Saat dia membuka pintu kamar tamu dengan hati-hati, cahaya lembut dari koridor menerangi ruangan tersebut. Agatha melangkah masuk dengan langkah perlahan, tak ingin mengganggu tidur Rafka.