Rafka berdiri di depan cermin sambil menatap wajahnya. Ia kembali mengingat pertemuannya dengan Ayra, wajah gadis kecil itu seperti tidak dapat hilang dengan mudah dari pikirannya. Selama beberapa tahun ini Rafka menjadi orang yang tidak berperasaan dan tidak mempedulikan apapun. Namun, setelah melihat gadis kecil itu hampir saja terluka di hadapannya membuat tubuhnya gemetar. Ia sangat takut membayangkan jika sampai terjadi sesuatu kepadanya. Dengan nafas memburu, Rafka melampiaskan amarahnya dengan melayangkan pukulan pada kaca besar di hadapannya. Sejak pertemuannya terakhirnya dengan wanita itu, ia merasa terguncang. Amarah dalam dirinya terlalu besar untuk dapat diekspresikan. Pikiran tentang bagaimana Agatha meninggalkannya dan mengatakan bahwa wanita itu telah menggugurkan calon anak mereka masih sangat membekas di ingatannya.Hal yang juga menakutkan bagi Rafka adalah alasan amarahnya yang mendalam dan berapi-api saat melihat wajah Agatha yang tersenyum bahagia memandang pr
Kata-kata Rafka masih terus terngiang-ngiang di telinga dan pikiran Agatha. Ia kesulitan untuk memejamkan matanya malam ini.“Kamu kenapa, Sayang?” tanya Ivan sambil berbaring menghadap istrinya.“Nggak apa-apa, cuma ingat film horor yang baru aku tonton tadi, jadinya susah tidur,” jawab Agatha yang sepenuhnya berbohong berharap Ivan tidak menyadari kecemasannya. “Lagian kamu nggak suka horor kenapa masih ditonton?”“Habisnya aku penasaran,” jawab Agatha singkat. “Yaudah sini.” Ivan merentangkan tangannya lalu mendekap tubuh Agatha dan mengelus punggungnya dengan lembut.“Kayak gini sampai aku tidur ya,” gumam Agatha sambil mempererat pelukannya dan menghirup dalam-dalam harum tubuh suaminya.Usapan tangan Ivan di punggungnya membuat Agatha larut dalam tidurnya. Namun, Agatha terbangun saat tengah malam karena mimpi yang baru saja ia alami. Agatha menengok ke arah Ivan yang sudah tertidur lelap, ia turun dari tempat tidur perlahan karena tidak ingin membangunkan suaminya. Agatha ke
Dalam ruang tunggu rumah sakit, suasana tegang terasa semakin intens ketika kekhawatiran Agatha mencampuri perasaan marah yang mulai memuncak di dalam hatinya. Dia tak bisa menghindari untuk menyalahkan Rafka atas kejadian mengerikan ini. Banyak pertanyaan dalam benaknya. Mengapa Rafka bisa ada di sana dan apa yang sebenarnya terjadi dengan Ayra.“Apa yang sudah kamu lakukan sama Ayra?” Agatha bertanya dengan nada tajam, pandangan matanya menatap Rafka dengan penuh kebingungan dan kekhawatiran. Sementara Rafka hanya terdiam saat Agatha terus memukul dadanya. Ia dapat menangkap nada marah dan kecurigaan di dalam suara Agatha.“Apa yang terjadi sama Ayra sebenarnya? dan kenapa kamu bisa ada di sana?” Agatha terus bertanya dan melampiaskan amarahnya pada Rafka. “Sayang udah!” Ivan berusaha menarik tubuh Agatha agar menjauh dari Rafka. “Sekarang bukan saat yang tepat untuk menyalahkan orang lain. Saat ini kita harus fokus sama kondisi Ayra,” ujar Ivan sambil mendekap tubuh istrinya.Aga
Keesokan harinya, suasana di ruang perawatan Ayra masih tegang saat Rafka tiba di rumah sakit. Ia menyambut senyum kecil Ayra dengan hati yang campur aduk, senang melihat putrinya sadar, tetapi juga masih penuh dengan amarah dan kekecewaan terhadap Agatha.Rafka berdiri di samping tempat tidur Ayra, mencoba menahan emosi yang mendalam. Pandangannya bergantian antara Ayra dan Agatha, dan tampaknya dia ingin mengucapkan sesuatu, tetapi kata-kata itu tak kunjung keluar.Ketika Rafka masuk ke kamar Ayra, senyum sumringah langsung muncul di wajah Ayra saat dia melihat Rafka. “Om Rafka!” serunya dengan suara lemah namun penuh kebahagiaan.Rafka mendekat dan memeluk Ayra dengan lembut. Rasanya hati Rafka hampir meleleh saat dia merasakan kehangatan tubuh kecil putrinya yang dia rindukan selama ini. Dia terkejut dan bahagia melihat Ayra mulai membaik.Sementara itu, Agatha yang juga berada di kamar, berdiri disisi tempat tidur dengan pandangan yang sulit diartikan. Perasaannya masih penuh deng
Setelah beberapa hari berada di rumah sakit dan menjalani pemulihan, Ayra akhirnya diperbolehkan pulang ke rumah. Agatha merasa campur aduk saat mendapatkan kabar tersebut. Kegembiraan karena putrinya sudah pulih dan dapat kembali bersama, tetapi juga ketegangan karena dia tahu bahwa pertemuan dengan Rafka akan menjadi momen yang menentukan. Ketika Ayra akhirnya tiba di rumah, dia melihat wajah ceria putrinya yang tak sabar untuk bermain dan tertawa lagi. Namun, dalam hatinya ada ketakutan dan kecemasan tentang bagaimana dia akan memberitahu Ayra bahwa Rafka adalah ayah kandungnya. Selama beberapa hari setelah Ayra kembali ke rumah Agatha selalu merasa khawatir kalau saja Rafka tiba-tiba datang. Ia merasa belum bisa menjelaskan kepada pria itu jika ia masih belum menemukan cara dan waktu yang tepat untuk memberitahu Ayra. Beberapa menit kemudian, terdengar suara bel saat Agatha baru saja selesai memotong buah dan memberikannya kepada Ayra yang tengah asyik menonton kartun kesukaann
Agatha turun dari ranjangnya pada tengah malam setelah memastikan Ivan sudah tertidur pulas di tempat tidurnya, nafasnya yang dalam dan teratur. Agatha merasa lega melihat bahwa suaminya tidur lelap tanpa kecurigaan apapun. Di sebelah tempat tidur, bayi mereka, Alvi, juga tertidur nyenyak.Agatha dengan perlahan-lahan memeriksa bayi mereka, memastikan bahwa Alvi dalam keadaan baik dan aman. Setelah meyakinkan diri bahwa semuanya baik-baik saja, dia merasa lega dan kembali melihat ke arah Ivan. Dia tahu bahwa dia harus tetap waspada dan memastikan segala sesuatunya tetap berjalan lancar. Setelah memastikan bahwa semuanya baik di kamar tidur, Agatha mengambil napas dalam-dalam dan melangkah keluar dengan hati-hati. Dia menutup pintu kamar dengan lembut, kemudian menuju kamar tamu tempat Rafka berada.Saat dia membuka pintu kamar tamu dengan hati-hati, cahaya lembut dari koridor menerangi ruangan tersebut. Agatha melangkah masuk dengan langkah perlahan, tak ingin mengganggu tidur Rafka.
Agatha berhasil keluar dari kamar tamu dengan hati yang berdegup kencang. Dia melihat Ivan yang berdiri di koridor, memegang gelas berisi air. Tatapannya tertuju pada Agatha dengan tatapan bingung, dan Agatha dengan cepat berusaha menyembunyikan keterkejutannya. Dia ingin terlihat seolah-olah dia sedang berjalan santai dan biasa saja. “Kamu ngapain di sana?” tanya Ivan dengan suara serak khas bangun tidur.Agatha berusaha menjaga wajahnya agar tidak terlihat cemas. Dia tersenyum dan menjawab dengan suara santai, “Tadi aku juga baru ambil minum, terus aku sadar cincin aku ketinggalan di kamar waktu bersih-bersih tadi siang.” Ivan mengerutkan keningnya, tetapi kemudian tampaknya merasa sedikit lega. “Untung aja cincinnya nggak hilang.”Agatha merasa sedikit lega bahwa Ivan tidak tampak mencurigakan lebih lanjut. Dia mengangguk setuju dengan ekspresi yang berusaha nampak tenang.“Iya, aku takut banget kalau sampai hilang cincinnya.” Agatha menatap Rafka dengan senyuman yang terus meng
Setelah Ivan dan Ayra pergi, Agatha kembali ke dapur dengan tekad untuk menyiapkan bubur untuk Rafka. Dengan hati-hati, Agatha memasak bubur dengan bahan-bahan yang lembut dan bergizi. Setelah bubur selesai dimasak, Agatha mengisi mangkuk dengan porsi yang pas sebelum membawanya masuk ke dalam kamar tamu.Agatha meletakkan bubur di samping nakas lalu keluar dan kembali menggendong Alvi sambil membawa makanan untuk bayinya itu.Rafka masih terbaring di tempat tidur, wajahnya terlihat lebih pucat dari sebelumnya. Ketika Agatha masuk, matanya langsung terbuka dan menatap setiap gerak-gerik wanita itu.Agatha meletakkan mangkok makanan Alvi lalu membantu Rafka duduk dengan hati-hati, meletakkan bantal di belakang punggungnya untuk memberikan dukungan. Dia memberikan sendok pertama bubur pada Rafk
Rafka menatapnya dengan mata penuh air mata. Tangannya yang besar dan kuat menggenggam tangan Agatha dengan lembut. "Aku mencintai kamu. Aku selalu mencintai kamu, dan aku akan terus mencintai kamu, Tha."Agatha merasa hatinya hangat mendengar kata-kata itu. Meskipun dalam kondisi yang rapuh, cinta mereka tetap mengalir begitu kuat di antara mereka. Agatha menatap mata Rafka dengan pandangan lembut, bibirnya terangkat dalam senyuman yang penuh makna. "Aku juga mencintai kamu, Rafka."Tangan mereka saling berpegangan erat, menyampaikan dukungan, cinta, dan perasaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Agatha merasakan kehangatan dalam genggaman tangan Rafka, seolah-olah itu adalah tali yang mengikat hati mereka.Agatha merasakan rasa sakit yang semakin memburuk. Dia tahu bahwa waktu mereka sangatlah terbatas. Dengan suara yang lemah, ia berbicara lagi, kali ini dengan serius, "Rafka, kamu harus kuat."Rafka menatap Agatha dengan rasa takut yang tidak tersembunyi. "Apa yang kamu bic
Beberapa hari berlalu, kondisi Agatha tetap kritis. Rafka terus menghabiskan waktu di rumah sakit, bergantian menjaga bayi perempuannya dan mengunjungi Agatha. Dia merasa seolah hidupnya berada dalam titik balik yang kritis. Perasaannya bercampur antara rasa harapan dan kegelisahan yang tak terbayangkan.Selama berhari-hari ini, Rafka terus menjaga putrinya dengan penuh kecintaan dan tekad. Dia bersama keluarganya dan keluarga Agatha bergantian menjaga Agatha, berdoa dan berharap agar wanita itu segera pulih dan bisa bersama mereka lagi.Ruang perawatan Agatha juga menjadi tempat di mana para keluarga mereka bergantian menjaga. Karina dan Ravindra, yang penuh kehangatan, seringkali mengambil giliran menjaga Agatha ketika Rafka perlu beristirahat sejenak. Adiva juga ada di sana, membantu dengan segala hal yang dibutuhkan. Meskipun situasinya tidak mudah, atmosfer di dalam ruangan itu penuh dengan kasih sayang dan semangat perjuangan.Ketika hari beranjak malam, Rafka masih terjaga, mem
Rafka berusaha untuk tenang dan kuat di hadapan Ayra. Gadis kecil itu masih belum paham betapa seriusnya situasi ini, dan Rafka ingin melindungi perasaannya. Dia menundukkan badan untuk berada pada tingkat mata Ayra ketika gadis kecil itu menatapnya dengan mata penuh pertanyaan. "Papa, apa yang terjadi sama Mama?" tanyanya dengan nada khawatir.Rafka membungkukkan tubuhnya untuk berada sejajar dengan Ayra. Dia menyeka air mata yang hampir jatuh dari mata kecil Ayra dengan lembut, mencoba memberikan senyum lembut. "Ayra, Mama sedang sakit dan sedang dirawat oleh dokter. Papa dan semua orang sedang berusaha yang terbaik untuk membantu Mama."Ayra menggigit bibirnya, terlihat cemas. "Mama akan baik-baik saja, kan, Papa?" tanyanya dengan penuh harapan.Rafka mengecup kening Ayra lembut. "Kita berdoa bersama-sama, sayang. Mama sangat kuat dan Mama juga ingin cepat kembali bersama kita."Tak lama kemudian, semua keluarga berdatangan ke rumah sakit. Karina dan Ravindra datang dengan wajah pe
Agatha terus menjalani rawat inap di rumah sakit, dipantau dengan ketat oleh para dokter dan perawat. Setiap detik waktu terasa berharga bagi Rafka dan semua orang yang peduli dengan Agatha. Rafka duduk di samping tempat tidur Agatha, matanya tidak pernah lepas dari wanita yang sedang berjuang ini. Dia merasakan ketidakpastian yang semakin mendalam, kekhawatiran yang tak terkendali.Agatha terbaring lemah di tempat tidurnya, wajahnya pucat dan matanya terlihat letih. Pendarahan yang dialaminya telah membuat kondisinya semakin memburuk. Meskipun Agatha mencoba menjaga semangatnya, tetapi tubuhnya semakin tak mampu mempertahankan. Rafka merasa frustasi karena merasa tidak bisa melakukan apa-apa untuk membantu Agatha. Dia ingin sekali bisa menghapus semua rasa sakit yang Agatha rasakan, namun dia tahu dia hanya bisa berdoa dan berharap yang terbaik.Rafka menggenggam tangan Agatha dengan erat, merasakan getaran kelemahan dalam genggaman itu. Dia merasa hatinya teriris melihat Agatha yang
Di dalam ruang perawatan yang hening, mata Agatha perlahan terbuka dan tatapannya memandang wajah lelah Rafka. Luka lebam di pipi pria itu memperoleh perhatiannya, dan segera Agatha mengeluarkan pertanyaan khawatir dari bibirnya. "Wajah kamu kenapa?"Namun, jawaban yang ia terima bukanlah tentang luka lebam itu. Rafka hanya menatapnya dengan ekspresi yang rumit, seolah ada banyak hal yang ingin ia sampaikan, tetapi dia kesulitan menemukan kata-kata yang tepat. Agatha bisa merasakan kecemasan yang menghantui Rafka, dan ia tahu bahwa saat ini mereka harus menghadapi kenyataan bersama."Bagaimana kondisimu?" tanya Rafka, suaranya lembut namun penuh dengan kekhawatiran. Agatha terpancar kekaguman dalam tatapannya saat melihat perasaan Rafka yang terangkum dalam raut wajahnya.Agatha mencoba tersenyum lemah, meskipun rasa sakit dan kebingungannya masih menghantui. "Aku baik-baik saja," jawabnya pelan.Namun, perhatian Rafka beralih dari kesehatannya sendiri dan dengan penuh kekhawatiran ia
Dalam keheningan ruang perawatan, setelah berbicara dengan Agatha, Ivan merasa seolah dia tenggelam dalam gelombang perasaan yang tak tertahankan. Dia berusaha memproses semua yang telah terjadi, memahami pilihan-pilihan yang sulit yang telah dibuat oleh Agatha, dan merasa terhempas oleh kemungkinan terburuk yang dapat terjadi pada wanita itu dan bayi yang dikandungnya.Namun, pandangannya tiba-tiba terganggu oleh sosok yang mendekat dari kejauhan. Rafka, dengan wajah yang penuh kekhawatiran, berjalan menuju Ivan dengan langkah tergesa-gesa. Ivan bisa merasakan adanya ketegangan di udara saat Rafka semakin mendekat. Tatapan mereka bertemu dalam keheningan yang berat.Tak lama setelah Rafka berada di depan Ivan, pria itu seolah melepaskan semua ketegangan yang ada dalam dirinya. Ia langsung mencengkeram kerah baju Ivan dengan kasar, menggeramkan pertanyaan yang memancar dari dalam hatinya. "Apa yang kamu lakukan kali ini?"Ivan menatap tajam Rafka, mencoba membaca perasaan yang ada di
Ivan berdiri di samping tempat tidur Agatha, pandangannya tetap terfokus pada wanita yang terbaring di sana. Hatinya terasa berkecamuk, sulit untuk mengurai perasaan yang datang menghujam. Ia melihat Agatha, seorang wanita yang pernah menjadi bagian penting dalam hidupnya, sekarang tengah mengalami hal yang begitu serius. Dia merasa bingung, marah, dan khawatir dalam waktu yang bersamaan.Dokter yang berbicara dengannya tampak serius dan penuh perhatian. Ivan mencoba untuk tetap tenang dan mendengarkan penjelasan dokter dengan seksama. Dokter menjelaskan bahwa masalah yang Agatha alami adalah plasenta previa, di mana plasenta berada di dekat atau menutupi rahim bagian bawah. Kondisi ini bisa berisiko tinggi, terutama ketika mendekati waktu persalinan.Ivan merasakan jantungnya berdetak lebih cepat saat mendengar bahwa kondisi ini berbahaya bagi Agatha dan bayinya. Dia merasa tidak ingin kehilangan Agatha, terlebih lagi dengan keadaan yang semakin rumit setelah semua yang terjadi. Namu
Setelah meninggalkan rumah Karina dan Ravindra, Agatha merasa perasaannya masih dalam keadaan campur aduk. Namun, dia tahu bahwa ada satu hal lagi yang harus dia lakukan. Dia pergi ke rumah Ivan untuk menemui Adiva dan Alvi. Sesampainya di sana, dia melihat Adiva dan Alvi sedang bermain dengan penuh kebahagiaan.Agatha tersenyum melihat pemandangan itu. Alvi, bayi yang dulunya begitu tenang berada dipelukannya, kini sudah tumbuh menjadi anak yang sehat dan ceria. Dia sudah mulai berjalan dan berbicara, dan Agatha bisa melihat betapa Adiva merawatnya dengan penuh cinta.Agatha merasa bahagia melihat keakraban antara Adiva dan Alvi. Melihat Alvi tumbuh sehat dan bahagia membuat hatinya hangat."Adiva," panggil Agatha dengan suara lembut. Adiva menoleh dan tersenyum melihat Agatha. Mereka bertatap mata, dan Agatha bisa merasakan campuran antara rasa bersalah dan rasa terima kasih di dalam hatinya.Alvi melihat Agatha, dan meskipun dia masih kecil, wajahnya sudah penuh dengan keceriaan. "
Beberapa minggu kemudian, setelah Rafka berangkat bekerja dan Ayra pergi ke sekolah, Agatha memutuskan untuk mengunjungi rumah ibunya. Sudah lama sejak terakhir kali dia menghabiskan waktu dengan Riana, dan Agatha merasa butuh pelukan dan nasihat ibunya. Begitu Agatha memasuki rumah, aroma kue hangat langsung menyambutnya. Ibu Agatha, Riana, dengan senyum hangatnya, sudah menanti di ruang tamu.Sesampainya di rumah, Agatha disambut dengan senyuman hangat oleh Riana. Wanita itu terlihat begitu bahagia melihat putrinya. Mereka duduk di ruang tamu yang nyaman, dikelilingi oleh bunga-bunga dan foto-foto keluarga di dinding.Agatha menghabiskan waktu berjam-jam bersama ibunya. Agatha mulai bercerita tentang kesehariannya, tentang bagaimana dia mencoba untuk memperbaiki hubungannya dengan Rafka dan Ayra. Dia bercerita tentang momen-momen kebersamaan yang berhasil mereka ciptakan, meskipun rasa bersalah masih menghantuinya. Agatha juga menceritakan tentang kehamilannya yang semakin membesar,