Setelah Rafka berangkat kerja tak lama Agatha kembali tertidur. Sejak hamil Agatha merasakan tubuhnya cepat lelah dan sering mengantuk. Entah karena bawaan bayi atau memang kebiasaannya saja yang jarang bangun pagi. Tetapi kedua alasan tersebut seperti saling melengkapi.Selesai mencuci wajahnya Agatha melangkah keluar menuju dapur dan tidak menemukan siapa pun di sana. Ia hanya menemukan sebuah note di depan kulkas. ‘Jangan lupa makan, Div. Tadi Ibu sudah buatkan makanan kesukaan kamu, nanti kalau kamu sudah bangun tinggal dihangatkan.’Agatha tersenyum membaca pesan yang Riana tinggalkan untuknya. Agatha langsung membuka kulkas dan menemukan beberapa wadah makanan. Agatha mengambilnya lalu bergegas memanaskan makanan tersebut.Sepuluh menit kemudian Agatha menikmati makanannya dengan perasaan senang karena masakan buatan Riana sangat enak. Ketika tengah sibuk menghabisi sisa makanan di piringnya Agatha mendengar suara ketukan pintu. Dengan waspada Agatha berjalan ke arah pintu, ia
Setelah pembicaraannya dengan Adisti berakhir Agatha memutuskan pergi menemui Rafka di kantornya sambil membawakan makan siang. Sebelumnya Agatha telah menghubungi David untuk mengetahui jadwal Rafka. Agatha juga menyuruh David merahasiakan kedatangannya.“Semoga dia bisa jaga rahasia,” gumam Agatha setelah membaca pesannya dengan David.Saat Agatha melangkah keluar rumah ia melihat mobil berwarna hitam telah terparkir sempurna di hadapannya. Tak lama seorang pria dengan setelan hitam turun dan membukakan pintu untuknya.Agatha mundur beberapa langkah, ia masih merasa trauma dengan insiden saat malam pertunangan Rafka.Agatha segera mengeluarkan ponselnya dari dalam tas selempang berwarna biru miliknya saat ia mendapatkan pesan masuk dari David.David: Saya telah mengirim seseorang untuk menjemput karena Tuan Rafka pasti tidak mengizinkan untuk pergi sendiri. Saya tidak ingin mengambil resiko jika sesuatu terjadi.Agatha: Oke, saya paham. Tapi, apa benar kan orang-orang ini yang kamu
Setelah selesai makan siang Agatha membereskan wadah makanan yang tadi dibawanya dan menyusunnya dengan rapi. Agatha bersiap untuk pergi saat merasakan tangan Rafka melingkar di perutnya dan hembusan napas yang terasa di ceruk lehernya. “Rasanya aku nggak mau membiarkan kamu pergi,” gumam Rafka.“Nanti juga kan kita ketemu di rumah,” ujar Agatha. lalu membalik tubuhnya sehingga menghadap ke arah Rafka.“Mungkin aku akan pulang larut malam,” ucap Rafka lalu mendekatkan bibirnya di atas bibir Agatha dan menciumnya untuk beberapa saat lalu menarik diri agar tidak melakukan hal yang lebih dari itu..“Kalau gitu aku akan tunggu kamu semalam apa pun,” ujar Agatha kemudian.“Jangan! Kamu istirahat aja meskipun aku belum pulang,” balas Rafka sambil membelai wajah Agatha sementara gadis itu membalasnya hanya dengan anggukan kepala.Agatha maju beberapa langkah lalu mencengkram kemeja milik Rafka dan sedikit menariknya, ia mendongakkan wajahnya menghadap Rafka lalu melingkarkan tangannya dan m
Setelah keluar dari ruangan Rafka, Agatha diam berdiri di depan pintu mencoba mendengar percakapan mereka sampai David datang menemuinya sehingga membuatnya terkejut. Agatha memberi isyarat dengan tangannya agar David tetap diam, Agatha memilih untuk pergi dan masuk ke dalam lift yang langsung diikuti oleh David. Setelah sampai di lantai dasar Agatha keluar terlebih dahulu. “Saya mau ke toilet sebentar. Nanti akan saya hubungi kalau sudah selesai” ujar Agatha.“Baik, saya akan menunggu di sini,” balas David.Saat berjalan menuju toilet Agatha melihat sosok pria yang sangat familiar untuknya. Agatha baru akan memanggilnya tetapi ia urungkan saat pria itu tampak berbicara dengan seorang perempuan yang sangat mirip dengannya.“Jonathan dan Adiva, apa yang sedang mereka lakukan? Apa Jo mengira Adiva itu aku?” gumam Agatha yang bertanya pada dirinya sendiri..Tak lama, ia melihat mereka masuk ke dalam mobil. Agatha bergegas mengikuti mereka dan masuk ke dalam taksi.“Tolong ikuti mobil d
Rafka memijat pelipisnya setelah Kiara keluar dari ruangannya. Beberapa saat kemudian David masuk ke dalam ruangannya dan memberi tahu bahwa Agatha telah pergi. “Saat menyadari dia pergi dengan taksi, kami telah mengikutinya,” pungkas David.“Apa masih ada yang ingin kamu sampaikan?” tanya Rafka pada David.David menaruh sebuah berkas ke atas meja kerja Rafka. “Ada perusahaan asing yang menawarkan investasi. Sepertinya ini akan menguntungkan jika kita bekerja sama dengan mereka,” ujar David. “Baik, saya akan memeriksanya nanti. Untuk hari ini tolong undur jadwal saya ke hari lain,” perintah Rafka.“Siap, apakah anda baik-baik saja?” tanya David dengan nada khawatir karena baru pertama kali melihat atasannya yang selama ini sangat bekerja keras pada pekerjaannya memintanya untuk mengundurkan jadwal.“Saya baik-baik saja,” balas Rafka yang dibalas dengan anggukan kepala oleh David.“Baik, kalau begitu saya permisi,” pamit David.Setelah David keluar, Rafka memeriksa ponselnya lalu men
Rafka menarik tangan Agatha lalu membawanya masuk ke dalam mobil. Tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulut Rafka setelah mobilnya meninggalkan gedung itu. Sementara Agatha hanya menundukkan kepalanya tanpa berani melihat Rafka. Sebenarnya Agatha terdiam karena tidak tahu harus menjelaskan apa tentang bagaimana ia bertemu dengan Jonathan di sana.Tak lama ponsel Agatha berdering, Gadis itu mengernyitkan dahinya ketika melihat nomor tidak dikenal yang ada di layar ponselnya. Agatha menerima panggilan itu dengan ekspresi terkejut. Agatha menoleh ke arah Rafka yang masih fokus dengan jalanan di depannya.“Papa kamu menyuruh kita menemuinya … atau dia bilang kalau kamu nggak mau dia sendiri yang akan menemui kita ke rumah Ibu,” pungkas Agatha membuat raut wajah Rafka seketika berubah sementara tangannya mencengkram setir dengan kuat begitupun rahang wajahnya yang mulai mengeras.Rafka langsung memutar balik kendaraannya dan memutuskan datang ke rumah Ravindra tanpa membalas ucapa
“Baiklah, Papa akan merestui pernikahan kalian … asalkan dengan satu syarat.” Ravindra menatap ke arah mereka dengan tatapan tajamnya.Semua orang berbalik dan menatap ke arah Ravindra dengan tatapan penuh tanya. “Papa tidak akan mengganggu hubungan kalian berdua asalkan kalian bisa memberikan penerus untuk keluarga ini,” sambung Ravindra membuat semua yang ada di sana menatap tak percaya selain Agatha yang tidak terkejut mendengar ucapan Ravindra.“Cukup, Pa. Rafka nggak mau mendengar apa pun lagi, dengan anak atau tanpa anak kita akan tetap bersama,” balas Rafka dengan tangannya yang menggenggam telapak tangan Agatha lebih erat.“Kalau begitu kita lihat saja nanti, sampai mati pun Papa tidak akan pernah merestui hubungan ini,” geram Ravindra dengan tangan mengepal.“Mas kamu ini bicara apa sih? Sebagai orang tua harusnya kamu malu!” seru Karina dengan kesal kepada Ravindra.“Soal itu Papa tidak perlu khawatir … karena penerus itu akan segera datang. Papa tidak akan memiliki alasan
Rafka menatap kotak di hadapannya dengan perasaan yang tidak menentu, ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa di hadapan Agatha.“Sejak kapan kamu tahu kalau kamu hamil?” tanya Rafka sambil menatap mata Agatha.“Sejak dokter Adrian periksa aku di rumah,” jawab Agatha.“Kenapa kamu baru bilang sekarang dan menyembunyikan hal sebesar ini sama aku?” tanya Rafka dengan frustasi.“Maaf, soal itu aku sama sekali nggak ada niatan untuk menyembunyikan kehamilan aku,” balas Agatha.Rafka tidak membalas ucapan Agatha, kini ia sibuk dengan ponselnya dan langsung menghubungi dokter Adrian. Rafka melakukan panggilan selama beberapa menit lalu kembali menemui Agatha.“Kita harus ke dokter sekarang!” perintah Rafka dengan wajah serius.“Untuk apa? Kemarin kan aku sudah periksa dan nggak ada masalah,” ujar Agatha.“Tetap saja aku mau memastikan sendiri,” balas Rafka lalu menarik tangan Agatha.“Apa dia nggak senang? atau dia curiga?” tanya Agatha dalam hatinya.“Kamu baik-baik aja?” tanya Rafka keti
Rafka menatapnya dengan mata penuh air mata. Tangannya yang besar dan kuat menggenggam tangan Agatha dengan lembut. "Aku mencintai kamu. Aku selalu mencintai kamu, dan aku akan terus mencintai kamu, Tha."Agatha merasa hatinya hangat mendengar kata-kata itu. Meskipun dalam kondisi yang rapuh, cinta mereka tetap mengalir begitu kuat di antara mereka. Agatha menatap mata Rafka dengan pandangan lembut, bibirnya terangkat dalam senyuman yang penuh makna. "Aku juga mencintai kamu, Rafka."Tangan mereka saling berpegangan erat, menyampaikan dukungan, cinta, dan perasaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Agatha merasakan kehangatan dalam genggaman tangan Rafka, seolah-olah itu adalah tali yang mengikat hati mereka.Agatha merasakan rasa sakit yang semakin memburuk. Dia tahu bahwa waktu mereka sangatlah terbatas. Dengan suara yang lemah, ia berbicara lagi, kali ini dengan serius, "Rafka, kamu harus kuat."Rafka menatap Agatha dengan rasa takut yang tidak tersembunyi. "Apa yang kamu bic
Beberapa hari berlalu, kondisi Agatha tetap kritis. Rafka terus menghabiskan waktu di rumah sakit, bergantian menjaga bayi perempuannya dan mengunjungi Agatha. Dia merasa seolah hidupnya berada dalam titik balik yang kritis. Perasaannya bercampur antara rasa harapan dan kegelisahan yang tak terbayangkan.Selama berhari-hari ini, Rafka terus menjaga putrinya dengan penuh kecintaan dan tekad. Dia bersama keluarganya dan keluarga Agatha bergantian menjaga Agatha, berdoa dan berharap agar wanita itu segera pulih dan bisa bersama mereka lagi.Ruang perawatan Agatha juga menjadi tempat di mana para keluarga mereka bergantian menjaga. Karina dan Ravindra, yang penuh kehangatan, seringkali mengambil giliran menjaga Agatha ketika Rafka perlu beristirahat sejenak. Adiva juga ada di sana, membantu dengan segala hal yang dibutuhkan. Meskipun situasinya tidak mudah, atmosfer di dalam ruangan itu penuh dengan kasih sayang dan semangat perjuangan.Ketika hari beranjak malam, Rafka masih terjaga, mem
Rafka berusaha untuk tenang dan kuat di hadapan Ayra. Gadis kecil itu masih belum paham betapa seriusnya situasi ini, dan Rafka ingin melindungi perasaannya. Dia menundukkan badan untuk berada pada tingkat mata Ayra ketika gadis kecil itu menatapnya dengan mata penuh pertanyaan. "Papa, apa yang terjadi sama Mama?" tanyanya dengan nada khawatir.Rafka membungkukkan tubuhnya untuk berada sejajar dengan Ayra. Dia menyeka air mata yang hampir jatuh dari mata kecil Ayra dengan lembut, mencoba memberikan senyum lembut. "Ayra, Mama sedang sakit dan sedang dirawat oleh dokter. Papa dan semua orang sedang berusaha yang terbaik untuk membantu Mama."Ayra menggigit bibirnya, terlihat cemas. "Mama akan baik-baik saja, kan, Papa?" tanyanya dengan penuh harapan.Rafka mengecup kening Ayra lembut. "Kita berdoa bersama-sama, sayang. Mama sangat kuat dan Mama juga ingin cepat kembali bersama kita."Tak lama kemudian, semua keluarga berdatangan ke rumah sakit. Karina dan Ravindra datang dengan wajah pe
Agatha terus menjalani rawat inap di rumah sakit, dipantau dengan ketat oleh para dokter dan perawat. Setiap detik waktu terasa berharga bagi Rafka dan semua orang yang peduli dengan Agatha. Rafka duduk di samping tempat tidur Agatha, matanya tidak pernah lepas dari wanita yang sedang berjuang ini. Dia merasakan ketidakpastian yang semakin mendalam, kekhawatiran yang tak terkendali.Agatha terbaring lemah di tempat tidurnya, wajahnya pucat dan matanya terlihat letih. Pendarahan yang dialaminya telah membuat kondisinya semakin memburuk. Meskipun Agatha mencoba menjaga semangatnya, tetapi tubuhnya semakin tak mampu mempertahankan. Rafka merasa frustasi karena merasa tidak bisa melakukan apa-apa untuk membantu Agatha. Dia ingin sekali bisa menghapus semua rasa sakit yang Agatha rasakan, namun dia tahu dia hanya bisa berdoa dan berharap yang terbaik.Rafka menggenggam tangan Agatha dengan erat, merasakan getaran kelemahan dalam genggaman itu. Dia merasa hatinya teriris melihat Agatha yang
Di dalam ruang perawatan yang hening, mata Agatha perlahan terbuka dan tatapannya memandang wajah lelah Rafka. Luka lebam di pipi pria itu memperoleh perhatiannya, dan segera Agatha mengeluarkan pertanyaan khawatir dari bibirnya. "Wajah kamu kenapa?"Namun, jawaban yang ia terima bukanlah tentang luka lebam itu. Rafka hanya menatapnya dengan ekspresi yang rumit, seolah ada banyak hal yang ingin ia sampaikan, tetapi dia kesulitan menemukan kata-kata yang tepat. Agatha bisa merasakan kecemasan yang menghantui Rafka, dan ia tahu bahwa saat ini mereka harus menghadapi kenyataan bersama."Bagaimana kondisimu?" tanya Rafka, suaranya lembut namun penuh dengan kekhawatiran. Agatha terpancar kekaguman dalam tatapannya saat melihat perasaan Rafka yang terangkum dalam raut wajahnya.Agatha mencoba tersenyum lemah, meskipun rasa sakit dan kebingungannya masih menghantui. "Aku baik-baik saja," jawabnya pelan.Namun, perhatian Rafka beralih dari kesehatannya sendiri dan dengan penuh kekhawatiran ia
Dalam keheningan ruang perawatan, setelah berbicara dengan Agatha, Ivan merasa seolah dia tenggelam dalam gelombang perasaan yang tak tertahankan. Dia berusaha memproses semua yang telah terjadi, memahami pilihan-pilihan yang sulit yang telah dibuat oleh Agatha, dan merasa terhempas oleh kemungkinan terburuk yang dapat terjadi pada wanita itu dan bayi yang dikandungnya.Namun, pandangannya tiba-tiba terganggu oleh sosok yang mendekat dari kejauhan. Rafka, dengan wajah yang penuh kekhawatiran, berjalan menuju Ivan dengan langkah tergesa-gesa. Ivan bisa merasakan adanya ketegangan di udara saat Rafka semakin mendekat. Tatapan mereka bertemu dalam keheningan yang berat.Tak lama setelah Rafka berada di depan Ivan, pria itu seolah melepaskan semua ketegangan yang ada dalam dirinya. Ia langsung mencengkeram kerah baju Ivan dengan kasar, menggeramkan pertanyaan yang memancar dari dalam hatinya. "Apa yang kamu lakukan kali ini?"Ivan menatap tajam Rafka, mencoba membaca perasaan yang ada di
Ivan berdiri di samping tempat tidur Agatha, pandangannya tetap terfokus pada wanita yang terbaring di sana. Hatinya terasa berkecamuk, sulit untuk mengurai perasaan yang datang menghujam. Ia melihat Agatha, seorang wanita yang pernah menjadi bagian penting dalam hidupnya, sekarang tengah mengalami hal yang begitu serius. Dia merasa bingung, marah, dan khawatir dalam waktu yang bersamaan.Dokter yang berbicara dengannya tampak serius dan penuh perhatian. Ivan mencoba untuk tetap tenang dan mendengarkan penjelasan dokter dengan seksama. Dokter menjelaskan bahwa masalah yang Agatha alami adalah plasenta previa, di mana plasenta berada di dekat atau menutupi rahim bagian bawah. Kondisi ini bisa berisiko tinggi, terutama ketika mendekati waktu persalinan.Ivan merasakan jantungnya berdetak lebih cepat saat mendengar bahwa kondisi ini berbahaya bagi Agatha dan bayinya. Dia merasa tidak ingin kehilangan Agatha, terlebih lagi dengan keadaan yang semakin rumit setelah semua yang terjadi. Namu
Setelah meninggalkan rumah Karina dan Ravindra, Agatha merasa perasaannya masih dalam keadaan campur aduk. Namun, dia tahu bahwa ada satu hal lagi yang harus dia lakukan. Dia pergi ke rumah Ivan untuk menemui Adiva dan Alvi. Sesampainya di sana, dia melihat Adiva dan Alvi sedang bermain dengan penuh kebahagiaan.Agatha tersenyum melihat pemandangan itu. Alvi, bayi yang dulunya begitu tenang berada dipelukannya, kini sudah tumbuh menjadi anak yang sehat dan ceria. Dia sudah mulai berjalan dan berbicara, dan Agatha bisa melihat betapa Adiva merawatnya dengan penuh cinta.Agatha merasa bahagia melihat keakraban antara Adiva dan Alvi. Melihat Alvi tumbuh sehat dan bahagia membuat hatinya hangat."Adiva," panggil Agatha dengan suara lembut. Adiva menoleh dan tersenyum melihat Agatha. Mereka bertatap mata, dan Agatha bisa merasakan campuran antara rasa bersalah dan rasa terima kasih di dalam hatinya.Alvi melihat Agatha, dan meskipun dia masih kecil, wajahnya sudah penuh dengan keceriaan. "
Beberapa minggu kemudian, setelah Rafka berangkat bekerja dan Ayra pergi ke sekolah, Agatha memutuskan untuk mengunjungi rumah ibunya. Sudah lama sejak terakhir kali dia menghabiskan waktu dengan Riana, dan Agatha merasa butuh pelukan dan nasihat ibunya. Begitu Agatha memasuki rumah, aroma kue hangat langsung menyambutnya. Ibu Agatha, Riana, dengan senyum hangatnya, sudah menanti di ruang tamu.Sesampainya di rumah, Agatha disambut dengan senyuman hangat oleh Riana. Wanita itu terlihat begitu bahagia melihat putrinya. Mereka duduk di ruang tamu yang nyaman, dikelilingi oleh bunga-bunga dan foto-foto keluarga di dinding.Agatha menghabiskan waktu berjam-jam bersama ibunya. Agatha mulai bercerita tentang kesehariannya, tentang bagaimana dia mencoba untuk memperbaiki hubungannya dengan Rafka dan Ayra. Dia bercerita tentang momen-momen kebersamaan yang berhasil mereka ciptakan, meskipun rasa bersalah masih menghantuinya. Agatha juga menceritakan tentang kehamilannya yang semakin membesar,