Rafka menatap kotak di hadapannya dengan perasaan yang tidak menentu, ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa di hadapan Agatha.“Sejak kapan kamu tahu kalau kamu hamil?” tanya Rafka sambil menatap mata Agatha.“Sejak dokter Adrian periksa aku di rumah,” jawab Agatha.“Kenapa kamu baru bilang sekarang dan menyembunyikan hal sebesar ini sama aku?” tanya Rafka dengan frustasi.“Maaf, soal itu aku sama sekali nggak ada niatan untuk menyembunyikan kehamilan aku,” balas Agatha.Rafka tidak membalas ucapan Agatha, kini ia sibuk dengan ponselnya dan langsung menghubungi dokter Adrian. Rafka melakukan panggilan selama beberapa menit lalu kembali menemui Agatha.“Kita harus ke dokter sekarang!” perintah Rafka dengan wajah serius.“Untuk apa? Kemarin kan aku sudah periksa dan nggak ada masalah,” ujar Agatha.“Tetap saja aku mau memastikan sendiri,” balas Rafka lalu menarik tangan Agatha.“Apa dia nggak senang? atau dia curiga?” tanya Agatha dalam hatinya.“Kamu baik-baik aja?” tanya Rafka keti
Setelah mengantar Agatha kembali ke rumah Rafka memutuskan untuk kembali ke kantor. Saat ini pikirannya dipenuhi hal tentang Adiva. Rafka memijat kepalanya saat ingatannya kembali pada peristiwa beberapa tahun lalu ketika ia membawa Adiva ke salah satu rumah sakit di London ketika gadis itu mengalami pendarahan yang cukup berat. Rafka kembali mengingat saat dirinya menemani Adiva di masa terpuruknya ketika dokter menyarankan bahwa Rahim Adiva harus diangkat. Setelah menjalani operasi Adiva menjadi tidak banyak bicara dan terlihat seperti telah kehilangan semangat dalam dirinya. Sejak saat itu Rafka berjanji bahwa tidak peduli apa pun yang terjadi ia akan tetap berada di samping gadis itu meskipun itu berarti ia tidak akan pernah merasakan menjadi seorang ayah.Lamunan Rafka buyar ketika David mengetuk pintu dan melangkah masuk ke dalam ruangannya“Saya sudah memeriksa dan menemukan Adiva memiliki seorang saudara kembar bernama Agatha Rajendra. Saat ini mereka telah menetap di Ameri
Setelah pulang dari rumah sakit hari itu Agatha merasakan dan menyadari perubahan sikap Rafka padanya. Ia berpikir Rafka marah kepadanya karena persoalan di rumah Ravindra. Setiap hari Agatha menelponnya tetapi tidak pernah ada jawaban, beberapa kali dia datang ke kantor dan tidak menemukan Rafka di sana.Agatha merasa tidak tahu apa yang harus ia lakukan dan memutuskan untuk menghubungi Adisti yang kini berada di kamarnya. “Aku hamil dan aku sama sekali nggak tahu apa yang harus aku lakukan,” pungkas Agatha dengan tatapan kosong dan matanya yang terlihat sembab karena menangis.“Apa Rafka tahu soal ini?” tanya Adisti yang langsung dibalas dengan anggukan oleh Agatha.“Aku rasa Rafka sudah mengetahui semuanya termasuk siapa aku,” ujar Agatha.“Aku nggak tahu apa yang pernah terjadi. Aku rasa dia menghindar setelah dia tahu kalau aku hamil,” lanjut Agatha dengan terisak sementara Adisti mengusap punggungnya dengan lembut berusaha menenangkan.“Tenang, Tha. Setahuku Kak Rafka adalah o
Beberapa jam sebelum Agatha pergi menemui Rafka di kantornya ia mendapat panggilan telepon dari Ravindra yang memintanya untuk bertemu dan mengobrol bersama. Agatha pun menyetujuinya kemudian seorang supir datang untuk menjemputnya.Agatha mulai melangkah masuk ke dalam rumah yang ia datangi beberapa hari lalu. Agatha merasa sedikit cemas karena kesan pertamanya pada rumah itu tidak terlalu baik.Seorang pelayan datang untuk mengantarnya menuju ruang kerja Ravindra. “Silahkan, Nyonya. Tuan besar sudah menunggu di dalam,” ucap pelayan tersebut sebelum meninggalkannyaAgatha mengetuk pintu lalu masuk ke dalam ruangan itu. Di dalam ia langsung menemukan Ravindra yang sudah menunggunya sedang duduk di sofa. “Silahkan duduk!” Ravindra mempersilahkan Agatha sambil tersenyum dengan hangat.“I-iya Om … maksudnya Papa,” balas Agatha dengan tersenyum canggung lalu duduk di hadapan Ravindra. Ia menjadi gugup karena tidak menyangka Ravindra akan menyambutnya dengan hangat seperti ini.“Panggil
Agatha pergi setelah menemui Rafka, tanpa ia sadari air mata sudah membasahi pipinya. Agatha segera mengusapnya dengan kasar lalu menghubungi Ravindra. “Saya memutuskan untuk pergi,” ujar Agatha sambil berusaha menahan suara tangisnya.“Apa kamu yakin dengan keputusan ini?” tanya Ravindra memastikan.“Saya yakin, saya hanya ingin menjauh dan tidak ingin bertemu dia lagi,” ucap Agatha lalu menutup mulutnya.“Kamu pikir bisa pergi begitu saja?” Agatha merasa terkejut saat tiba-tiba Rafka merampas ponselnya dan melemparnya begitu saja lalu mencengkram tangannya.“Jangan pikir kamu bisa menjauh dari aku,” bisik Rafka lalu menarik tubuh Agatha mendekat ke arahnya.“Lepas! aku mohon!” pinta Agatha dengan terisak.“Jangan menangis, rasanya aku adalah pria paling jahat karena membiarkan istri aku menangis,” ujar rafka lalu mencium pipi Agatha sementara gadis itu terpaku di tempatnya ketika mendengar Rafka mengucapkan kata istri.“Maaf atas ucapan aku tadi, maaf juga karena aku terlalu sibuk b
Adiva melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruang kerja Rafka sambil membawa beberapa dokumen di tangannya. Adiva berdiri tepat di depan meja kerja Rafka membuat pria itu menghentikan kegiatannya lalu menatap Adiva yang berada di hadapannya. Setelah pembicaraannya dengan Agatha kemarin Adiva berencana untuk mengakhiri hubungan rumah tangganya dengan Rafka.“Aku pikir kita akan bertemu dua puluh menit lagi,” ujar Rafka sambil melihat jam di tangannya sementara Adiva masih terdiam di tempatnya dan menatap Rafka cukup lama.“Apa ada sesuatu di muka aku?” tanya Rafka membuyarkan lamunan Adiva.“Aku mau kita bercerai, Kak. Tolong tanda tangani surat-surat ini!”seru Adiva sambil menaruh dokumen yang dibawanya ke hadapan Rafka.Rafka menatap dokumen itu dengan menyipitkan matanya. Dia langsung menyadari bahwa perempuan di depannya bukan Agatha melainkan Adiva.“Akhirnya aku bisa melihat kamu lagi setelah pesta pertunangan itu,” ucap Rafka sambil tersenyum.“Apa ini yang langsung kamu berikan
Agatha keluar dengan langkah gontai sambil terus berusaha menahan air matanya yang hampir tak terbendung, ia merasa kekuatan lututnya melemah dan hampir jatuh saat sebuah tangan melingkar di pinggangnya.“Kamu pikir bisa pergi begitu saja setelah melakukan semuanya?” bisik Rafka tepat di telinga Agatha membuat jantungnya berdetak lebih cepat karena jarak di antara mereka yang terlalu dekat hingga Agatha dapat merasakan hembusan napas Rafka di bagian belakang lehernya.“Apa yang kamu mau?” tanya Agatha dengan berusaha mengumpulkan kekuatannya dan menyingkirkan tangan Rafka tetapi cengkraman tangannya semakin kuat.“Aku mau kamu mempertanggungjawabkan apa yang sudah kamu lakukan,” balas Rafka lalu menarik tangan Agatha dan membawanya menuju kamar mandi.“Apa yang kamu lakukan?” tanya Agatha saat Rafka mengangkat tubuh Agatha ke atas wastafel sementara kedua tangan Rafka berada di samping paha Agatha.“Aku rasa kita perlu tempat untuk bicara,” balas Rafka sambil menyeringai dan memainka
Seminggu kemudian setelah acara pembukaan cabang perusahaan Rajendra Group di Jakarta selesai Agatha menghampiri Adiva di kantornya. Di sana ia juga menemukan Rafka dan Jonathan tengah berdiri berhadapan.“Selamat atas pembukaan cabang ini,” ujar Agatha sambil bertepuk tangan dan berjalan melewati semua orang yang ada di sana.“Aku pikir kamu akan muncul sebagai Agatha Rajendra,” lanjut Agatha sambil melirik ke arah Adiva sekilas sementara gadis itu hanya terdiam di tempatnya.Selama beberapa saat suasana menjadi hening sampai tiba-tiba saja seorang pria paruh baya memasuki ruangan kantor dengan setelan jas berwarna hitam. Pria itu berjalan dengan aura dinginnya.“Papa!” seru Adiva dan Agatha secara bersamaan dengan mata melebar.Agatha menatap Darren sambil tersenyum lalu berlari ke arah pria itu dan langsung memeluknya.“Agatha kangen banget sama Papa,” ucap Agatha.“Papa bangga sekali dengan apa yang sudah kamu lakukan,” ujar Darren membuat Agatha tersenyum dan semakin erat memeluk