Rafka memijat pelipisnya setelah Kiara keluar dari ruangannya. Beberapa saat kemudian David masuk ke dalam ruangannya dan memberi tahu bahwa Agatha telah pergi. “Saat menyadari dia pergi dengan taksi, kami telah mengikutinya,” pungkas David.“Apa masih ada yang ingin kamu sampaikan?” tanya Rafka pada David.David menaruh sebuah berkas ke atas meja kerja Rafka. “Ada perusahaan asing yang menawarkan investasi. Sepertinya ini akan menguntungkan jika kita bekerja sama dengan mereka,” ujar David. “Baik, saya akan memeriksanya nanti. Untuk hari ini tolong undur jadwal saya ke hari lain,” perintah Rafka.“Siap, apakah anda baik-baik saja?” tanya David dengan nada khawatir karena baru pertama kali melihat atasannya yang selama ini sangat bekerja keras pada pekerjaannya memintanya untuk mengundurkan jadwal.“Saya baik-baik saja,” balas Rafka yang dibalas dengan anggukan kepala oleh David.“Baik, kalau begitu saya permisi,” pamit David.Setelah David keluar, Rafka memeriksa ponselnya lalu men
Rafka menarik tangan Agatha lalu membawanya masuk ke dalam mobil. Tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulut Rafka setelah mobilnya meninggalkan gedung itu. Sementara Agatha hanya menundukkan kepalanya tanpa berani melihat Rafka. Sebenarnya Agatha terdiam karena tidak tahu harus menjelaskan apa tentang bagaimana ia bertemu dengan Jonathan di sana.Tak lama ponsel Agatha berdering, Gadis itu mengernyitkan dahinya ketika melihat nomor tidak dikenal yang ada di layar ponselnya. Agatha menerima panggilan itu dengan ekspresi terkejut. Agatha menoleh ke arah Rafka yang masih fokus dengan jalanan di depannya.“Papa kamu menyuruh kita menemuinya … atau dia bilang kalau kamu nggak mau dia sendiri yang akan menemui kita ke rumah Ibu,” pungkas Agatha membuat raut wajah Rafka seketika berubah sementara tangannya mencengkram setir dengan kuat begitupun rahang wajahnya yang mulai mengeras.Rafka langsung memutar balik kendaraannya dan memutuskan datang ke rumah Ravindra tanpa membalas ucapa
“Baiklah, Papa akan merestui pernikahan kalian … asalkan dengan satu syarat.” Ravindra menatap ke arah mereka dengan tatapan tajamnya.Semua orang berbalik dan menatap ke arah Ravindra dengan tatapan penuh tanya. “Papa tidak akan mengganggu hubungan kalian berdua asalkan kalian bisa memberikan penerus untuk keluarga ini,” sambung Ravindra membuat semua yang ada di sana menatap tak percaya selain Agatha yang tidak terkejut mendengar ucapan Ravindra.“Cukup, Pa. Rafka nggak mau mendengar apa pun lagi, dengan anak atau tanpa anak kita akan tetap bersama,” balas Rafka dengan tangannya yang menggenggam telapak tangan Agatha lebih erat.“Kalau begitu kita lihat saja nanti, sampai mati pun Papa tidak akan pernah merestui hubungan ini,” geram Ravindra dengan tangan mengepal.“Mas kamu ini bicara apa sih? Sebagai orang tua harusnya kamu malu!” seru Karina dengan kesal kepada Ravindra.“Soal itu Papa tidak perlu khawatir … karena penerus itu akan segera datang. Papa tidak akan memiliki alasan
Rafka menatap kotak di hadapannya dengan perasaan yang tidak menentu, ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa di hadapan Agatha.“Sejak kapan kamu tahu kalau kamu hamil?” tanya Rafka sambil menatap mata Agatha.“Sejak dokter Adrian periksa aku di rumah,” jawab Agatha.“Kenapa kamu baru bilang sekarang dan menyembunyikan hal sebesar ini sama aku?” tanya Rafka dengan frustasi.“Maaf, soal itu aku sama sekali nggak ada niatan untuk menyembunyikan kehamilan aku,” balas Agatha.Rafka tidak membalas ucapan Agatha, kini ia sibuk dengan ponselnya dan langsung menghubungi dokter Adrian. Rafka melakukan panggilan selama beberapa menit lalu kembali menemui Agatha.“Kita harus ke dokter sekarang!” perintah Rafka dengan wajah serius.“Untuk apa? Kemarin kan aku sudah periksa dan nggak ada masalah,” ujar Agatha.“Tetap saja aku mau memastikan sendiri,” balas Rafka lalu menarik tangan Agatha.“Apa dia nggak senang? atau dia curiga?” tanya Agatha dalam hatinya.“Kamu baik-baik aja?” tanya Rafka keti
Setelah mengantar Agatha kembali ke rumah Rafka memutuskan untuk kembali ke kantor. Saat ini pikirannya dipenuhi hal tentang Adiva. Rafka memijat kepalanya saat ingatannya kembali pada peristiwa beberapa tahun lalu ketika ia membawa Adiva ke salah satu rumah sakit di London ketika gadis itu mengalami pendarahan yang cukup berat. Rafka kembali mengingat saat dirinya menemani Adiva di masa terpuruknya ketika dokter menyarankan bahwa Rahim Adiva harus diangkat. Setelah menjalani operasi Adiva menjadi tidak banyak bicara dan terlihat seperti telah kehilangan semangat dalam dirinya. Sejak saat itu Rafka berjanji bahwa tidak peduli apa pun yang terjadi ia akan tetap berada di samping gadis itu meskipun itu berarti ia tidak akan pernah merasakan menjadi seorang ayah.Lamunan Rafka buyar ketika David mengetuk pintu dan melangkah masuk ke dalam ruangannya“Saya sudah memeriksa dan menemukan Adiva memiliki seorang saudara kembar bernama Agatha Rajendra. Saat ini mereka telah menetap di Ameri
Setelah pulang dari rumah sakit hari itu Agatha merasakan dan menyadari perubahan sikap Rafka padanya. Ia berpikir Rafka marah kepadanya karena persoalan di rumah Ravindra. Setiap hari Agatha menelponnya tetapi tidak pernah ada jawaban, beberapa kali dia datang ke kantor dan tidak menemukan Rafka di sana.Agatha merasa tidak tahu apa yang harus ia lakukan dan memutuskan untuk menghubungi Adisti yang kini berada di kamarnya. “Aku hamil dan aku sama sekali nggak tahu apa yang harus aku lakukan,” pungkas Agatha dengan tatapan kosong dan matanya yang terlihat sembab karena menangis.“Apa Rafka tahu soal ini?” tanya Adisti yang langsung dibalas dengan anggukan oleh Agatha.“Aku rasa Rafka sudah mengetahui semuanya termasuk siapa aku,” ujar Agatha.“Aku nggak tahu apa yang pernah terjadi. Aku rasa dia menghindar setelah dia tahu kalau aku hamil,” lanjut Agatha dengan terisak sementara Adisti mengusap punggungnya dengan lembut berusaha menenangkan.“Tenang, Tha. Setahuku Kak Rafka adalah o
Beberapa jam sebelum Agatha pergi menemui Rafka di kantornya ia mendapat panggilan telepon dari Ravindra yang memintanya untuk bertemu dan mengobrol bersama. Agatha pun menyetujuinya kemudian seorang supir datang untuk menjemputnya.Agatha mulai melangkah masuk ke dalam rumah yang ia datangi beberapa hari lalu. Agatha merasa sedikit cemas karena kesan pertamanya pada rumah itu tidak terlalu baik.Seorang pelayan datang untuk mengantarnya menuju ruang kerja Ravindra. “Silahkan, Nyonya. Tuan besar sudah menunggu di dalam,” ucap pelayan tersebut sebelum meninggalkannyaAgatha mengetuk pintu lalu masuk ke dalam ruangan itu. Di dalam ia langsung menemukan Ravindra yang sudah menunggunya sedang duduk di sofa. “Silahkan duduk!” Ravindra mempersilahkan Agatha sambil tersenyum dengan hangat.“I-iya Om … maksudnya Papa,” balas Agatha dengan tersenyum canggung lalu duduk di hadapan Ravindra. Ia menjadi gugup karena tidak menyangka Ravindra akan menyambutnya dengan hangat seperti ini.“Panggil
Agatha pergi setelah menemui Rafka, tanpa ia sadari air mata sudah membasahi pipinya. Agatha segera mengusapnya dengan kasar lalu menghubungi Ravindra. “Saya memutuskan untuk pergi,” ujar Agatha sambil berusaha menahan suara tangisnya.“Apa kamu yakin dengan keputusan ini?” tanya Ravindra memastikan.“Saya yakin, saya hanya ingin menjauh dan tidak ingin bertemu dia lagi,” ucap Agatha lalu menutup mulutnya.“Kamu pikir bisa pergi begitu saja?” Agatha merasa terkejut saat tiba-tiba Rafka merampas ponselnya dan melemparnya begitu saja lalu mencengkram tangannya.“Jangan pikir kamu bisa menjauh dari aku,” bisik Rafka lalu menarik tubuh Agatha mendekat ke arahnya.“Lepas! aku mohon!” pinta Agatha dengan terisak.“Jangan menangis, rasanya aku adalah pria paling jahat karena membiarkan istri aku menangis,” ujar rafka lalu mencium pipi Agatha sementara gadis itu terpaku di tempatnya ketika mendengar Rafka mengucapkan kata istri.“Maaf atas ucapan aku tadi, maaf juga karena aku terlalu sibuk b