Setelah selesai makan siang Agatha membereskan wadah makanan yang tadi dibawanya dan menyusunnya dengan rapi. Agatha bersiap untuk pergi saat merasakan tangan Rafka melingkar di perutnya dan hembusan napas yang terasa di ceruk lehernya. “Rasanya aku nggak mau membiarkan kamu pergi,” gumam Rafka.“Nanti juga kan kita ketemu di rumah,” ujar Agatha. lalu membalik tubuhnya sehingga menghadap ke arah Rafka.“Mungkin aku akan pulang larut malam,” ucap Rafka lalu mendekatkan bibirnya di atas bibir Agatha dan menciumnya untuk beberapa saat lalu menarik diri agar tidak melakukan hal yang lebih dari itu..“Kalau gitu aku akan tunggu kamu semalam apa pun,” ujar Agatha kemudian.“Jangan! Kamu istirahat aja meskipun aku belum pulang,” balas Rafka sambil membelai wajah Agatha sementara gadis itu membalasnya hanya dengan anggukan kepala.Agatha maju beberapa langkah lalu mencengkram kemeja milik Rafka dan sedikit menariknya, ia mendongakkan wajahnya menghadap Rafka lalu melingkarkan tangannya dan m
Setelah keluar dari ruangan Rafka, Agatha diam berdiri di depan pintu mencoba mendengar percakapan mereka sampai David datang menemuinya sehingga membuatnya terkejut. Agatha memberi isyarat dengan tangannya agar David tetap diam, Agatha memilih untuk pergi dan masuk ke dalam lift yang langsung diikuti oleh David. Setelah sampai di lantai dasar Agatha keluar terlebih dahulu. “Saya mau ke toilet sebentar. Nanti akan saya hubungi kalau sudah selesai” ujar Agatha.“Baik, saya akan menunggu di sini,” balas David.Saat berjalan menuju toilet Agatha melihat sosok pria yang sangat familiar untuknya. Agatha baru akan memanggilnya tetapi ia urungkan saat pria itu tampak berbicara dengan seorang perempuan yang sangat mirip dengannya.“Jonathan dan Adiva, apa yang sedang mereka lakukan? Apa Jo mengira Adiva itu aku?” gumam Agatha yang bertanya pada dirinya sendiri..Tak lama, ia melihat mereka masuk ke dalam mobil. Agatha bergegas mengikuti mereka dan masuk ke dalam taksi.“Tolong ikuti mobil d
Rafka memijat pelipisnya setelah Kiara keluar dari ruangannya. Beberapa saat kemudian David masuk ke dalam ruangannya dan memberi tahu bahwa Agatha telah pergi. “Saat menyadari dia pergi dengan taksi, kami telah mengikutinya,” pungkas David.“Apa masih ada yang ingin kamu sampaikan?” tanya Rafka pada David.David menaruh sebuah berkas ke atas meja kerja Rafka. “Ada perusahaan asing yang menawarkan investasi. Sepertinya ini akan menguntungkan jika kita bekerja sama dengan mereka,” ujar David. “Baik, saya akan memeriksanya nanti. Untuk hari ini tolong undur jadwal saya ke hari lain,” perintah Rafka.“Siap, apakah anda baik-baik saja?” tanya David dengan nada khawatir karena baru pertama kali melihat atasannya yang selama ini sangat bekerja keras pada pekerjaannya memintanya untuk mengundurkan jadwal.“Saya baik-baik saja,” balas Rafka yang dibalas dengan anggukan kepala oleh David.“Baik, kalau begitu saya permisi,” pamit David.Setelah David keluar, Rafka memeriksa ponselnya lalu men
Rafka menarik tangan Agatha lalu membawanya masuk ke dalam mobil. Tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulut Rafka setelah mobilnya meninggalkan gedung itu. Sementara Agatha hanya menundukkan kepalanya tanpa berani melihat Rafka. Sebenarnya Agatha terdiam karena tidak tahu harus menjelaskan apa tentang bagaimana ia bertemu dengan Jonathan di sana.Tak lama ponsel Agatha berdering, Gadis itu mengernyitkan dahinya ketika melihat nomor tidak dikenal yang ada di layar ponselnya. Agatha menerima panggilan itu dengan ekspresi terkejut. Agatha menoleh ke arah Rafka yang masih fokus dengan jalanan di depannya.“Papa kamu menyuruh kita menemuinya … atau dia bilang kalau kamu nggak mau dia sendiri yang akan menemui kita ke rumah Ibu,” pungkas Agatha membuat raut wajah Rafka seketika berubah sementara tangannya mencengkram setir dengan kuat begitupun rahang wajahnya yang mulai mengeras.Rafka langsung memutar balik kendaraannya dan memutuskan datang ke rumah Ravindra tanpa membalas ucapa
“Baiklah, Papa akan merestui pernikahan kalian … asalkan dengan satu syarat.” Ravindra menatap ke arah mereka dengan tatapan tajamnya.Semua orang berbalik dan menatap ke arah Ravindra dengan tatapan penuh tanya. “Papa tidak akan mengganggu hubungan kalian berdua asalkan kalian bisa memberikan penerus untuk keluarga ini,” sambung Ravindra membuat semua yang ada di sana menatap tak percaya selain Agatha yang tidak terkejut mendengar ucapan Ravindra.“Cukup, Pa. Rafka nggak mau mendengar apa pun lagi, dengan anak atau tanpa anak kita akan tetap bersama,” balas Rafka dengan tangannya yang menggenggam telapak tangan Agatha lebih erat.“Kalau begitu kita lihat saja nanti, sampai mati pun Papa tidak akan pernah merestui hubungan ini,” geram Ravindra dengan tangan mengepal.“Mas kamu ini bicara apa sih? Sebagai orang tua harusnya kamu malu!” seru Karina dengan kesal kepada Ravindra.“Soal itu Papa tidak perlu khawatir … karena penerus itu akan segera datang. Papa tidak akan memiliki alasan
Rafka menatap kotak di hadapannya dengan perasaan yang tidak menentu, ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa di hadapan Agatha.“Sejak kapan kamu tahu kalau kamu hamil?” tanya Rafka sambil menatap mata Agatha.“Sejak dokter Adrian periksa aku di rumah,” jawab Agatha.“Kenapa kamu baru bilang sekarang dan menyembunyikan hal sebesar ini sama aku?” tanya Rafka dengan frustasi.“Maaf, soal itu aku sama sekali nggak ada niatan untuk menyembunyikan kehamilan aku,” balas Agatha.Rafka tidak membalas ucapan Agatha, kini ia sibuk dengan ponselnya dan langsung menghubungi dokter Adrian. Rafka melakukan panggilan selama beberapa menit lalu kembali menemui Agatha.“Kita harus ke dokter sekarang!” perintah Rafka dengan wajah serius.“Untuk apa? Kemarin kan aku sudah periksa dan nggak ada masalah,” ujar Agatha.“Tetap saja aku mau memastikan sendiri,” balas Rafka lalu menarik tangan Agatha.“Apa dia nggak senang? atau dia curiga?” tanya Agatha dalam hatinya.“Kamu baik-baik aja?” tanya Rafka keti
Setelah mengantar Agatha kembali ke rumah Rafka memutuskan untuk kembali ke kantor. Saat ini pikirannya dipenuhi hal tentang Adiva. Rafka memijat kepalanya saat ingatannya kembali pada peristiwa beberapa tahun lalu ketika ia membawa Adiva ke salah satu rumah sakit di London ketika gadis itu mengalami pendarahan yang cukup berat. Rafka kembali mengingat saat dirinya menemani Adiva di masa terpuruknya ketika dokter menyarankan bahwa Rahim Adiva harus diangkat. Setelah menjalani operasi Adiva menjadi tidak banyak bicara dan terlihat seperti telah kehilangan semangat dalam dirinya. Sejak saat itu Rafka berjanji bahwa tidak peduli apa pun yang terjadi ia akan tetap berada di samping gadis itu meskipun itu berarti ia tidak akan pernah merasakan menjadi seorang ayah.Lamunan Rafka buyar ketika David mengetuk pintu dan melangkah masuk ke dalam ruangannya“Saya sudah memeriksa dan menemukan Adiva memiliki seorang saudara kembar bernama Agatha Rajendra. Saat ini mereka telah menetap di Ameri
Setelah pulang dari rumah sakit hari itu Agatha merasakan dan menyadari perubahan sikap Rafka padanya. Ia berpikir Rafka marah kepadanya karena persoalan di rumah Ravindra. Setiap hari Agatha menelponnya tetapi tidak pernah ada jawaban, beberapa kali dia datang ke kantor dan tidak menemukan Rafka di sana.Agatha merasa tidak tahu apa yang harus ia lakukan dan memutuskan untuk menghubungi Adisti yang kini berada di kamarnya. “Aku hamil dan aku sama sekali nggak tahu apa yang harus aku lakukan,” pungkas Agatha dengan tatapan kosong dan matanya yang terlihat sembab karena menangis.“Apa Rafka tahu soal ini?” tanya Adisti yang langsung dibalas dengan anggukan oleh Agatha.“Aku rasa Rafka sudah mengetahui semuanya termasuk siapa aku,” ujar Agatha.“Aku nggak tahu apa yang pernah terjadi. Aku rasa dia menghindar setelah dia tahu kalau aku hamil,” lanjut Agatha dengan terisak sementara Adisti mengusap punggungnya dengan lembut berusaha menenangkan.“Tenang, Tha. Setahuku Kak Rafka adalah o