Karina dengan hati-hati mendekati Rafka, berusaha menciptakan suasana yang lebih nyaman di antara mereka. Dia ingin mengatasi ketegangan yang terasa begitu kentara di ruangan itu. Dengan hati-hati, dia mengambil kursi dan duduk di samping tempat tidur Rafka. Matanya penuh dengan kelembutan dan perhatian saat dia memandang putranya."Bagaimana keadaan kamu, Raf? Bagaimana perasaan kamu sekarang?" tanya Karina dengan nada perhatian.“Sudah lebih baik, Ma. Mama jangan khawatir,” ujar Rafka.“Sebenarnya apa yang terjadi, Ma? Kenapa Rafka bisa ada di sini?” tanya Rafka dengan bingung, sambil berusaha mengingat apa yang telah dia alami.“Kamu mengalami kecelakaan, Raf. Hari ini kamu baru aja sadar.” “Kecelakaan?” Rafka memandang Karina dengan ekspresi tidak percaya. Karina mengangguk dengan pengertian. Dia mencoba merangkul perasaan Rafka, memberikan waktu dan ruang untuk dia mengingat kembali apa yang telah terjadi.“Sudah berapa lama Rafka di sini, Ma?” tanya Rafka lagi, mencoba mencari
Agatha masih terdiam di depan ruangan Rafka, pandangannya kosong seolah tenggelam dalam kerumitan pikirannya. Dia merasakan hiruk-pikuk emosi yang sulit diurai. Tak lama kemudian, langkah kaki lembut mendekatinya, dan Adiva duduk dengan lembut di sampingnya. Dia merasa kekhawatiran Agatha dan berusaha memberikan dukungan."Apa yang lagi kamu pikirkan, Tha?" tanya Adiva dengan lembut, mencoba membuka percakapan.Agatha menoleh kepada Adiva, raut wajahnya mencerminkan kebingungan dan kegelisahan. Agatha menatap Adiva dengan mata penuh pertanyaan, tak lama kemudian dia menghela nafas dan menjawab, "Aku bingung, Div. Aku nggak tahu apa yang harus aku lakukan. Bagaimana aku harus menghadapi Rafka dan Ivan nantinya?"Adiva menatap Agatha dengan pandangan penuh pengertian. “Aku pikir yang terpenting sekarang adalah kejujuran, Tha. Kamu harus bicara sama Rafka, kasih tahu dia apa yang telah terjadi selama lima tahun terakhir. Dan terhadap Ivan, kamu juga harus bicara terbuka. kalau cinta dan
Waktu terus berlalu di rumah sakit. Setelah beberapa minggu perawatan intensif, Rafka akhirnya dinyatakan cukup stabil untuk diizinkan pulang. Raut wajahnya yang lelah dan penuh dengan bekas luka semakin membaik, meskipun perjalanan pemulihan masih panjang. Setiap hari, Rafka menjalani berbagai terapi dan latihan fisik untuk membantu mengembalikan kondisinya.Hari yang ditunggu-tunggu tiba, hari kepulangan Rafka. Ketika hari yang dinanti-nanti itu tiba, Agatha dan Ayra telah bersiap di apartemen yang dulu pernah menjadi tempat tinggal Rafka dan Agatha. Dinding-dinding apartemen itu mungkin menyimpan banyak kenangan, baik yang indah maupun yang pahit. Agatha telah memutuskan untuk memainkan peran sebagai istri Rafka dalam upaya untuk membantu pemulihannya.Ayra melihat sekeliling dengan tatapan penuh rasa ingin tahu. "Mama, kenapa kita tinggal di sini?"Agatha tersenyum lembut pada Ayra, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Kita tinggal di sini karena Papamu sakit, sayang. Dia butuh
Sementara di tempat yang lain, Adiva akhirnya mengambil langkah penting untuk membantu Agatha. Setelah berdiskusi dengan Agatha, Adiva memutuskan untuk berpura-pura menjadi Agatha dan tinggal bersama Ivan dan Alvi, dengan harapan agar Agatha bisa lebih fokus menjaga dan mendukung Rafka sampai ingatan pria itu kembali.Agatha memberikan instruksi kepada Adiva tentang semua informasi dan kebutuhan yang berkaitan dengan Ivan dan Alvi. Ia berbicara dengan jelas tentang rutinitas, makanan favorit Ivan, kebiasaan Alvi, dan hal-hal lain yang perlu diketahui Adiva. Adiva memperhatikan semua petunjuk Agatha dengan seksama, berusaha untuk tidak menimbulkan kecurigaan.Adiva berusaha menyesuaikan diri di hari pertamanya menjadi ‘Agatha’. Seperti halnya yang ia lakukan hari ini. Setelah memandikan Alvi, Adiva bergegas menuju dapur. Dia sudah menyiapkan bahan-bahan untuk memasak makan malam. Dengan berbekal informasi yang Agatha berikan tentang kebiasaan dan kebutuhan keluarga ini, Adiva merasa t
Malam harinya tiba, dan setelah Ayra tertidur, Agatha kembali ke kamarnya. Jantungnya berdetak kencang saat menyadari Rafka sedang menantinya di atas tempat tidur. Ketika melihatnya, Agatha merasakan getaran campur aduk dalam hatinya — kegembiraan, gugup, dan rindu yang begitu mendalam. Dia tidak menyangka bahwa mereka akan berdua dalam satu ruangan lagi setelah sekian lama.Gugup melanda, Agatha memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Dia ingin menenangkan dirinya sejenak sebelum menghadapi Rafka. Ketika air hangat mengalir melalui tubuhnya, dia merenungkan tentang segala yang telah terjadi. Perasaannya yang rumit tentang Rafka dan situasi yang mereka alami selama ini mengacaukan pikirannya.Ketika dia merasa cukup tenang dan hendak keluar dari kamar mandi, tiba-tiba pintu terbuka perlahan dan memperlihatkan siluet Rafka. Agatha terkejut, dan refleksnya segera menutup tubuhnya dengan kedua tangannya. Kecemasan yang tidak terkira memenuhi pikirannya saat dia berusaha memahami situasi
Waktu berlalu begitu cepat, membawa perubahan dalam kehidupan Agatha, Rafka, dan Ayra. Meskipun perlahan ingatan Rafka belum juga kembali, kondisinya telah membaik secara fisik dan semakin stabil. Agatha terus menjalani rutinitas harian bersama Rafka dan Ayra, menciptakan momen-momen bahagia dalam setiap langkah kecil yang mereka ambil. Pagi itu matahari terbit dengan lembut, menerangi kamar tidur yang penuh dengan hangat dan cinta. Cahaya matahari yang hangat memasuki jendela apartemen, memberikan semangat baru untuk memulai hari. Agatha bangun dengan senyuman di wajahnya, merasa syukur atas setiap pagi yang diberikan kepadanya. Dia meraih ponsel di meja samping tempat tidurnya dan melihat pesan singkat dari Adiva yang memberi kabar bahwa dia dan Alvi sudah siap di bawah untuk sarapan pagi.Agatha bangkit dari tempat tidur, mengenakan gaun tidurnya yang nyaman, dan berjalan ke kamar Ayra."Ayra, sayang, ayo bangun. Sudah waktunya untuk sekolah," panggil Agatha lembut. Dalam sekeja
Hari itu, suasana di rumah sakit terasa lebih cerah dengan cahaya matahari yang masuk melalui jendela. Pasien dan pengunjung berlalu-lalang, mengisi lorong-lorong dengan berbagai ekspresi dan perasaan. Ivan, dengan seragam putihnya yang khas, sedang berjalan menuju ruangan pasien. Dia berencana untuk mengecek beberapa berkas medis pasien sebelum memulai shiftnya.Saat ia berjalan melewati sebuah lorong, mata Ivan secara tidak sengaja tertuju pada sosok yang sangat dikenalnya. Bella tampak sedang berbicara dengan seorang perawat di dekat pintu. Ivan merasa sedikit terkejut, seolah-olah tak percaya bahwa dia melihatnya di sini.Dengan langkah ragu, Ivan mendekati Bella. Dia tidak menyangka akan bertemu dengan Bella di sini, di rumah sakit tempat dia bekerja. Sementara, Gadis itu menunjukkan ekspresi terkejut karena tidak menyangka akan bertemu kakak iparnya itu di sana. “Bella? Kamu sedang apa di sini? Kamu sakit?" tanyanya dengan suara ramah.Bella sedikit tergagap, seperti sedang ber
Selama satu minggu ini, Ivan mulai menghabiskan waktunya dengan menyibukkan diri. Setiap hari, dia memusatkan perhatiannya pada pekerjaannya, berusaha melupakan kekhawatiran pribadinya. Ivan terlihat sibuk di ruangannya di rumah sakit, fokus pada tumpukan berkas dan catatan medis di mejanya. Meskipun kepalanya penuh dengan pertanyaan yang menghantui, Ivan telah memutuskan untuk mengalihkan perhatiannya pada pekerjaannya. Setiap waktu yang tersedia, dia menghabiskannya di rumah sakit.Ivan mencoba untuk merangkul rutinitasnya yang lebih kompleks. Dia menghabiskan waktu di rumah sakit dengan tekun, berkonsentrasi pada diagnosa dan perawatan pasien. Dia berusaha melupakan kekhawatiran pribadinya dengan fokus pada tugas-tugas medisnya. Setiap kali keraguan mulai mengintainya, dia melawan dengan semangat yang lebih kuat.Namun, usaha untuk mengesampingkan kekhawatiran tidak selalu berhasil. Terkadang, saat malam datang dan kesepiannya merayap, Ivan merenung tentang segala kemungkinan yang