1
"Mas, kamu ngga berangkat kerja? Bukannya kemarin kamu keterima tahap interview ya?" Tanya seorang perempuan yang mengenakan pakaian setelan formal. Perempuan itu tidak lain adalah Arin, Katrina Mayden."Hah!" Sang suami yang bernama Erlan tersebut menghela napasnya dengan lelah."Mas gagal lagi! Padahal mas sudah berusaha semaksimal mungkin. Pasti ini ada kaitannya dengan penyakit mas!" Jelas Erlan dengan nada lesu."Mas ngga nyari lagi pekerjaan yang lain gitu?" Tanya Arin sambil mengernyitkan keningnya."Hah! Besok saja sepertinya Rin. Nyari pekerjaan yang sesuai dengan kondisi mas itu susah. Kalau mas ngambil pekerjaan yang sembarangan, takutnya kondisi mas semakin memburuk." Jawab Erlan dengan lagi-lagi menggunakan nada lesu."Kamu juga tahu sendiri, kesehatan mas itu tidak baik. Jangankan untuk mencari kerja, untuk menyentuh kamu saja mas tidak sanggup!" Sambung sang suaminya yang bernama Erlan, Erlan Tirtanio."Hah Baiklah, bagaimana kalau kita sembuhkan dulu penyakit mas? Agar mas bisa bebas mengerjakan apa saja tanpa perlu memperhatikan penyakit itu. Untuk biaya, mas jangan khawatir. Tabunganku sudah lebih dari cukup." Ucap Arin yang memberikan tawaran pada sang suami."Tidak usah Rin, mas ngga mau ngerepotin kamu!" Ucap Erlan untuk menolak tawaran sang istri."Ngga papa kok mas, untuk suami sendiri." Ucap Arin untuk meyakinkan Erlan."Tapi itu uang kamu, mas takut nantinya akan berhutang sama kamu." Jelas Erlan yang masih saja menghindar dari kata berobat."Ngga papa kok mas, semisal mas merasa berhutang sama aku, nanti mas bisa membayarnya ketika sudah mendapatkan pekerjaan yang layak. Jadi, nanti perasaan berhutang itu akan menghilang. Tenang saja, aku tidak akan menagihnya cepat-cepat kok!" Ucap Arin yang masih tengah berusaha untuk membujuk sang suami."An...Anu..." Belum sempat Erlan membalas, terdengar sebuah suara yang menginterupsi mereka dari daun pintu."Ngga ada bayar-bayar segala! Anak saya ngga punya hutang apa-apa sama kamu! Yang ada, kamu tuh yang punya hutang dengan anak saya! Sia-sia saya bayar mahar tapi belum ngasih anak saya keturunan!" Maki seorang perempuan paruh baya yang tidak lain adalah Puspa, ibu mertua Arin."Jangan-jangan kamu mandul!" Sambung Puspa dengan melayangkan tuduhan pada Arin.Melihat sang istri yang dipojokkan, Erlan malah menundukkan kepalanya, bukan membela."Sia-sia saya ngeluarin uang mahar!" Puspa mengulang makiannya."Belum saatnya Bu, sabar aja. Beri kami berdua waktu!" Pinta Arin dengan nada lembut."Alah! Waktu-waktu! Dari beberapa bulan yang lalu kamu jawabnya itu-itu aja! Saya bosan! Mending kamu suruh suamimu punya istri lagi sana! Biar saya segera punya cucu!" Ucap Puspa dengan nada marah."Tapi Bu!..." Ketika dirinya ingin menjelaskan yang sebenarnya, tidak sengaja Arin melihat Erlan yang menggeleng-gelengkan kepalanya, pertanda menyuruh Arin untuk jangan melawan ucapan sang ibu."Tapi apa? Tapi anak saya yang mandul gitu!" Tanya Puspa tidak terima."Mana mungkin anak saya mandul! Tidak ada dalam sejarah kalau keluarga saya ada yang mandul! Itu mah alasan kamu saja!" Jelas Puspa lagi dengan nada yang tidak enak didengar."Ah iya Bu..." Jawab Arin dengan pasrah. Dirinya tidak bisa berbuat terlalu banyak untuk saat ini."Iya-iya! Padahal kamu itu be go! Kalau sampai seminggu ini kamu ngga hamil, maka kamu harus mengembalikan uang mahar yang telah saya berikan!" Ucap Puspa dengan nada menjengkelkan."Tapi Bu...." Ketika dirinya ingin membela diri, lagi-lagi ucapan Arin dipotong."Ngga ada tapi-tapian! Pokoknya, kalau seminggu kamu ngga hamil, maka kamu harus mengembalikan uang mahar! Kemudian, ketika satu bulan setelah kamu juga tidak kunjung hamil, maka kamu harus mengizinkan anak saya, Erlan untuk menikah lagi! Titik!" Ucap Puspa yang tidak menerima bantahan.Melihat sang menantu yang tidak berkutik lagi, Puspa pun tersenyum senang. Kemudian dirinya meninggalkan mereka berdua di ruang tamu yang merangkap menjadi ruang keluarga itu."Mas gimana ini? Kamu mau ya berobat!" Pinta Arin dengan nada memelas."Ngga bisa Rin, mas takut ngerepotin kamu. Nanti mas akan berobat kalau mas udah dapat kerjaan." Tawar Erlan dengan nada lembut."Hah baiklah! Kalau begitu, aku pergi ke perusahaan dulu ya!" Arin pun berpamitan pada Erlan sambil meraih tangan Erlan untuk di civm."Yaudah, mas anterin kedepan ya!" Ucap Erlan sambil mengusap kepala Arin.Akhirnya sepasang suami istri itu pun pergi melangkahkan kakinya menuju depan rumah. Tanpa menghiraukan keberadaan Puspa yang entah sekarang berada di bagian rumah Arin yang mana.Namun, begitu mereka sampai di depan rumah. Sebuah mobil tiba-tiba masuk ke pekarangan rumah Arin.Tidak lama pintu mobil pun terbuka, keluarlah seorang perempuan dengan menggunakan pakaian yang terlihat glamor, dia Selva. Sahabat dekat Arin sejak bangku kuliah."Loh Selva? Tumben kamu pagi-pagi kesini?" Tanya Arin dengan nada heran setelah mereka cipika-cipiki sebentar."Heheh... Gue gabut di rumah Rin. Sedangkan Altaf, tunangan gue susah diajak main. Dia lebih mementingkan tugas kantor daripada ceweknya!" Adu Selva dengan menggunakan nada lesu."Ya ngga papa, Altaf kerja kan nantinya untuk kepentingan rumah tangga kalian nanti. Belum lagi kamu ingin pesta pernikahan besar-besaran bukan?" Ucap Arin untuk menghibur sahabatnya itu, tidak lupa dia juga menyelipkan pertanyaan retoris dalam kalimatnya."Ekhmm... Itu, iya sih heheh.... Eh, ngomong-ngomong Lo mau kemana? Gue mau ngajak Lo hangout nih!" Selva bertanya balik agar Arin tidak membahas tentang tunangannya.Sebab, dirinya tidak ingin terkena masalah nantinya."Oh itu, aku mau ke perusahaan dulu. Biasa, ada oknum yang membuat masalah di perusahaan." Jawab Arin dengan nada lesu."Yah! Gagal dong kita hangout bareng!" Selva pun ikut berkata dengan nada lesu."Besok-besok aja gimana?" Tanya Arin agar Selva tidak merasa kecewa."Yaudah deh ngga papa! Lain kali aja!""Nah sip! Kalau begitu aku pergi dulu ya Sel! Mas!" Ucap Arin sambil melangkahkan kakinya menuju mobilnya yang terparkir di samping mobil Selva.Tidak lupa tangannya melambai-lambai pada suami dan sahabatnya yang masih berada di teras rumahnya.Akhirnya mobil Arin pun melaju meninggalkan pekarangan rumahnya. Arin sengaja tidak menggunakan jasa sopir, karena untuk saat ini dirinya belum memerlukan kehadiran sopir.Namun di tengah perjalan Arin teringat, bahwa dirinya tidak membawa map yang berwarna kuning. Padahal map itu adalah bukti-bukti yang telah dikumpulkan pegawainya untuk menjebloskan oknum itu ke ranah hukum."Sial! Bisa-bisanya ceroboh!" Ucap Arin dengan kesal."Ah iya, di rumah kan ada mas Erlan! Aku mintain bantuan dia untuk mengantarkannya kesini aja deh!" Sambung Arin.Dirinya pun menepikan mobilnya ke pinggir jalan sebentar, kemudian mengeluarkan handphone untuk menghubungi sang suami.Namun sayang, setelah panggilan ketiga pun Erlan tidak kunjung mengangkat telepon Arin.Akhirnya, mau tidak mau Arin pun memutar arah, untuk kembali ke rumahnya.Begitu dirinya sampai di depan rumah, Arin melihat bahwa mobil Selva masih berada di depan rumahnya.Arin pun mengernyitkan keningnya heran."Mungkin mereka ada masalah pekerjaan kali!" Ucap Arin dengan pelan untuk menebak kegiatan mereka didalam.Karena tidak jarang Erlan menemui Selva untuk bertanya mengenai lowongan pekerjaan. Lagipula, di rumah itu juga masih ada Puspa. Tidak mungkin mertua yang selalu merasa benar itu membiarkan anaknya berbuat tercela.Ketika Arin akan masuk ke dalam rumah, tiba-tiba seseorang membekap mulutnya dari belakang.2. Nana Ninu"Shut... diam!" Ucap orang yang membekap mulut Arin menggunakan sapu tangan.Hal itu terjadi karena Arin terus saja memberontak ingin dilepaskan."Saya ngga jahat kok!" Ucap orang yang membekap Arin lagi.Arin pun langsung memicingkan matanya untuk melihat orang yang membekap dirinya dari samping.Setelah melihat orang yang membekapnya, Arin langsung terdiam.Merasa orang yang dibekapnya sudah terdiam, laki-laki itu pun melepaskan bekapannya dan langsung menarik Arin ke samping rumah."Loh Altaf? Ngapain kamu bekap-bekap saya?" Tanya Arin dengan dahi mengkerut."Hah! Saya melakukan ini agar kamu tidak ketahuan!" Jawab Altaf dengan nada acuh."Ketahuan apa?" Tanya Arin tidak paham."Aku akan memberitahunya setelah berjanji kamu tidak akan menangis. Soalnya lihat perempuan nangis itu ribet!" Jawab Altaf."Iya baiklah, saya berjanji!" Ucap Arin yang sudah kepalang penasaran akan kejadian yang sedang terjadi.Karena, jarang-jarang Altaf yang super sibuk itu menyempatkan waktu
3. Kebusukan yang terbongkar"Mas! Kapan kamu nikahin aku sih!" Tanya Selva pada Erlan, dirinya tidak puas dengan jawaban yang dilontarkan oleh Puspa tadi."Iya nanti, kalau kamu udah hamil. Baru kita nikah. Lagian kalau kita nikah, bagaimana dengan nasib tunangan kamu?" Jawab Erlan dengan kembali bertanya pada akhir kalimatnya."Tunangan aku? Biarin aja dia. Lagian ya mas, dia itu hanya karyawan berpangkat rendah di perusahaannya dan dia itu kaku banget! Kalau ketemuan, aku berasa ngobrol sama pintu, ngga pernah ada tuh acara grepe-grepe. Asal mas tahu, aku bertunangan dengan Altaf itu untuk menyembunyikan hubungan kita, agar si Arin tidak curiga." Jelas Selva tanpa rasa bersalah."Seriusan dia belum pernah main sama kamu?" Tanya Erlan dengan nada tidak percaya."Ya seriusan mas, emangnya aku itu mas Erlan yang pernah main sama si Arin!" Sahut Selva dengan nada kesal."Lah kata siapa? Ututu... Tu... Jangan marah dong, asal kamu tahu, mas tidak pernah menyentuh Arin barang seinci pun.
4. Menjelaskan rencanaSiang Harinya Arin pulang ke rumah seperti biasa, dirinya berlagak tidak tahu apa-apa."Ma, mas Erlan kemana?" Tanya Arin pada Puspa yang sedang menonton TV di ruang keluarga."Ck!" Puspa berdecak kesal."Dia pergi ke rumah pamannya untuk mencari pekerjaan. Sesuai keinginan kamu, puas!" Jawab Puspa dengan nada sinis."Oh..." Sahut Arin sambil mengangguk-anggukkan kepalanya."Reaksi kamu hanya itu heh?" Tanya Puspa yang malah terlihat kesal sendiri."Lalu?" Tanya Arin sambil menaikkan sebelah alisnya."Ya gimana kek, tanya apa dia punya bekal apa engga nya gitu!" Jawab Puspa dengan masih mempertahankan nada sinisnya."Oh itu, aku udah Transfer mas Erlan uang jajan tiap bulannya kok, kalau kurang biasanya mas Erlan Suka bilang ma!" Ucap Arin dengan santai."Kamu ini benar-benar!" Ucap Puspa. Entah kenapa, ketika berbicara dengan Arin itu Puspa bawaannya selalu kesal.Arin pun mengedikkan bahunya, kemudian melangkahkan kakinya yang tertunda menuju kamarnya.Begitu
5. Mulai menjalankan rencanaSesuai rencana, pada sore harinya Arin pergi dari rumah mawar dengan menggunakan mobil yang biasa dirinya pakai.Dibelakangnya, sebuah Pajero hitam mengikutinya. Mobil itu tidak lain adalah mobil Altaf.Ketika merasa jalanan yang dilaluinya sudah sepi, Arin pun menghentikan mobilnya. Begitu juga dengan Altaf."Mau dipindahin sekarang Rin? Saya agak serem kalau harus semobil berdua dengan ma.yat." tanya Altaf sambil mengibas-ngibaskan jas yang dirinya pakai.Dirinya takut kalau arwah dari ma.yat yang dibawanya akan mengikuti dirinya."Ck!" Arin pun berdecak."Gitu aja takut!" Cibir Arin sambil berkacak pinggang."Ayo cepet, keluarin mayatnya. Keburu ada orang lihat." Pinta Arin kemudian.Altaf pun menganggukkan kepalanya, kemudian lantas mengeluarkan koper Arin yang sudah diisi ma.yat seorang perempuan seusia Arin."Perlu bantuan untuk menggotong?" Tanya Arin pada Altaf."Tidak perlu, saya bisa sendiri." Ucap Altaf sambil memasukkan koper itu ke deretan ked
6.Selva pun menganggukkan kepalanya, dirinya segera mengirim Altaf sebuah pesan yang berisi tentang pembatalan pertunangan mereka._"Ada apa?" Tanya Arin yang melihat Altaf termenung didepan daun pintu. Sebab Altaf akan pulang ke rumah utamanya."Dia memutuskan pertunangan, katanya ada orang yang mau menikahi dia lebih cepat daripada saya." Jawab Altaf sambil memasukkan kembali handphone miliknya ke dalam saku."Ya bagus dong, itu artinya kamu tidak harus bersusah payah membuat dia ilfeel taf." Ucap Arin sambil terkekeh."Ah iya taf jangan lupa, bukti pembatalan pertunangan itu kamu screenshot. Untuk berjaga-jaga ketika dia sudah tahu, siapa kamu sebenarnya." Sambung Arin dengan menampilkan ekspresi wajah yang serius.Arin mengira kalau Selva tidak tahu, bahwa Altaf memiliki perusahaan yang cukup besar. Karena kalau Selva tahu, mana mungkin mantan sahabatnya itu melepaskan mangsa sebesar ini dengan mudah."Tentu!" Ucap Altaf sambil menganggukkan kepalanya."Yaudah, hati-hati!" Ucap
7."Kenapa mas?" Tanya Selva yang melihat Erlan kembali dengan tangan kosong."Itu! Kok bisa-bisanya kartu ATM aku diblokir! Padahal kemarin baik-baik aja!" Jawab Erlan dengan kesal."Lah kok bisa?" Tanya Selva lagi dengan heran."Ya ngga tahu, mas juga heran. Harusnya ATM mas itu baik-baik saja, secara si Arin sudah meninggal!" Jelas Erlan dengan tetap mempertahankan nada kesalnya."Terus sekarang kita makan, bayarnya gimana mas?" Tanya Selva dengan sedikit panik."Emmm... Anu...." Erlan menggantung ucapannya sambil menggaruk belakang kepalanya, pertanda dirinya sedang salah tingkah.Selva menaikkan sebelah alisnya, dirinya menunggu kelanjutan perkataan Erlan."Anu?""Mas boleh minjem uang kamu dulu ngga? Sebentar kok! Nanti kalau kita sudah pulang, mas balikin deh janji! Kan mas dulu pernah transfer kamu untuk tabungan membeli mobil sayang!" Sambung Erlan dengan ragu-ragu."Lah kok mas!" Selva ingin membantah pada awalnya, namun dirinya tanpa sadar melirik pada kumpulan para pelayan
8.Terdengar suara bel berbunyi, Rina yang sedang memasukkan barang-barangnya kedalam koper kecil pun langsung menghentikan aktivitasnya."Sebentar!" Teriak Rina dari dalam rumah.Begitu dirinya membukakan pintu, Rina langsung menemukan keberadaan Altaf yang sedang bersedekap dada."Eh ternyata kamu Taf! Tunggu diluar aja, sebab kita akan langsung berangkat sekarang!" Ucap Rina. Kemudian dirinya membalikkan tubuhnya dan masuk kembali kedalam rumah.Tidak lama, Rina kembali kehadapan Altaf sambil menenteng sebuah koper kecil, pengeras suara berukuran mini, serta sebuah kantung kresek berwarna hitam."Ngapain bawa ini semua?" Tanya Altaf dengan heran."Untuk keperluan misi Taf." Jawab Rina sambil cengengesan."Eh, kamu punya anak buah yang bisa dipercaya tidak? Soalnya kalau pakai anak buah punya saya, saya khawatir rencana kita kedepannya akan bocor." Tanya Rina."Ada, sebentar!" Jawab Altaf sambil mengeluarkan handphone miliknya, kemudian mencoba menghubungi anak buahnya."Titik kumpu
9"Dasar kemasan sachet!" Gumam Altaf pelan."Apa?" Tanya Rina yang tidak mendengar dengan jelas apa yang dikatakan oleh Altaf."Ngga!" Jawab Altaf sambil menggelengkan kepalanya."Mana?" Altaf lanjut bertanya sambil menengadahkan tangannya pada Rina.Rina pun dengan senang hati memberikan speaker kecil itu pada Altaf."Nih!"Setelah menerima speaker itu, Altaf pun naik keatas kursi kecil yang Rina gunakan sebagai pijakan tadi."Tahan kursinya!" Titah Altaf.Rina pun menganggukkan kepalanya, kemudian menuruti titah Altaf.Namun, meskipun kursinya sudah Rina tahan, kursi itu ujungnya bergoyang-goyang juga karena Altaf tiba-tiba panik ketika melihat kecoa terbang.Hal itu terjadi kare Altaf selalu merasa geli ketika melihat kecoa.Alhasil Altaf menjadi oleng dan hampir saja terjatuh, untung saja Rina dengan sigap menangkap tubuh Altaf yang akan terjatuh.Tanpa sadar mereka berdua bertatapan.'Gila, kemasan sachet aja udah kuat begini, apalagi kemasan Hulk!' begitulah suara hati Altaf ke