Share

Chapter 4

Author: ann peonysue
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Sebuah mobil Mercedes Benz AMG G65 dengan dua pria tampan di dalamnya tengah menyusuri salah satu kawasan di pinggiran kota yang terkenal dengan suasana rimbun dan sejuknya. Matthew beberapa kali terpaku saat mereka melewati beberapa perumahan yang terlihat sangat rimbun, membuat pikiran seketika terasa lebih tenang dari sebelumnya.

Lebih mengejutkan saat Matthew melihat patung seekor hiu besar yang terlihat menyelam ke salah satu atap rumah bertingkat itu. “Hey kau terlihat seperti bocah polos yang kuculik dan tengah memperhatikan dunia luar” ucap Carl yang sesekali melirik Matthew karena focus menyetir.

“Apakah ada orang di dalam sana?” tanya Matthew penuh ingin tahu.

“Dimana?”

“Di rumah sana, yang ada patung hiu menerobos atap rumah itu. Apa ada orang di dalam sana?”

Astaga.

Carl merasa bodoh meladeni Matthew, “Mana ku tahu, kau pikir aku yang membuatnya?” balas Carl cuek. Matthew menatapnya sinis kemudian bergumam kecil “Santai saja aku hanya bertanya”. Oh sepertiya perkatan Carl sebelumnya tentang Matthew yang terlihat sepeti bocah polos itu benar. Lihat saja sekarang ia seperti tengah merajuk kepada Carl yang Carl sendiri terlihat tak memperdulikannya

Tak lama mereka tiba di salah satu rumah sakit yang ada di sana, lebih tepatnya di Headington.

John Radcliffe Hospital. Rumah sakit yang berlokasi tepat di Headley way, Headington, Oxford OX3 9DU, UK yang berjarak sekitar 4.1 mi atau memakan waktu sekitar 15 menit dari lokasi Carl dan Matthew sebelumnya, membuat Carl memilihnya untuk menjadi lokasi pertama yang mereka datangi.

Nampak begitu tentram dari luar. Hanya beberapa petugas medis yang keluar—mungkin untuk menghirup udara segar—atau sekedar mencicipi kopi yang di jual di sekiar sana. Adapula beberapa orang-orang dengan pakaian biasa bergantian keluar masuk kedalam rumah sakit dan beberapa dari mereka menenteng sebuah tas atau papper bag ukuran besar dengan beberapa bawaan di sana.

Carl dan Matthew keluar dari mobil dengan sangat gagah tanpa di buat-buat. Mereka sejenak menatap gedung rumah sakit yang tinggi menjulang di depan mereka. Carl mengeluarkan ponsel genggam dari saku celananya.

Ia terlihat menekan layar ponselnya lalu menempelkannya pada telinganya.

Usai berbicara dengan seseorang melalu ponsel genggammnya, Carl mengajak Matthew untuk melangkah masuk kedalam sana. Matthew yang sedari tadi masih di sibukkan melihat sekelilingnya tentang betapa bagusnya Headington itu akhirnya dengan sedikit terpaksa mengikuti Carl yang sudah melangkahkan kaki jenjangnya masuk ke dalam rumah sakit terlebih dahulu.

Dalam lift yang hanya terisi mereka berdua Matthew bertanya kepada Carl, “Kita akan menemui seseorang?” tebaknya tepat saat Carl menekan tombol dengan angka 3 disana.

“Yap, pamanku salah satu dokter di sini. Jadi kupikir mungkin dia bisa mengajak kita berkeliling sebentar. Kebetulan hari ini dia tak banyak kerjaan” jelas Carl.

Pintu lift terbuka dan Carl kembali melangkahkan kaki nya terlebih dahulu yang diikuti oleh Matthew di belakang. Rumah sakit ini terlihat begitu modis dan mewah dari luar dan hal itu juga berlaku saat berada di dalam.

Mereka berdua berjalan menyusuri koridor lantai 3 rumah sakit tersebut dan berbelok ke kiri tepat pada papan petunjuk yang menggantung bertuliskan “psikiater”.

“Pamanmu seorang psikiater?” tanya Matthew memastikan

“Hu’um” balas Carl.

Carl berhenti di sebuah pintu coklat —diikuti Matthew 3 langkah di belakangnya— yang terletak tepat di ujung koridor tersebut dengan papan nama di sampingnya bertuliskan ‘Shauun Dominic’. Carl mengetuk pelan pintu coklat itu dan mendapat sahutan dari dalam, lalu membukanya.

“Carl Hence!” sapa pria berusia 53 tahun itu. “Baiklah Nyonya Angie, kurasa sampai sini dulu pertemuan kita. Aku ada sedikit urusan dengan keponakanku, maaf” jelas dokter Shauun sembari menutup papan catatan medis milik wanita itu.

“Baiklah. Silakan masuk anak muda tampan. Aku permisi dulu” ucap wanita itu berpamitan dan melanjutkan jalannya.

Dokter Shauun menghampiri Carl dan Matthew yang masih berdiri di ambang pintu sana, "Itu pasien terakhirku untuk pagi ini" ucap Dokter Shauun. Tanpa mengulur waktu, mereka mulai berjalan melihat-lihat rumah sakit tersebut sembari mendengarkan informasi penting dari Dokter Shauun.

Informasi yang di berikan cukup jelas bagi mereka. Mengingat 15 tahun sudah dokter Shauun bekerja di rumah sakit tersebut. Sepertinya rumah sakit ini bisa di masukkan dalam list tempat koas mereka nanti.

 (.)

Tidak ada yang lebih menyenangkan bagi Carl ketika kau menikmati makanan yang enak, di tempan yang nyaman, harga yang aman dan pemandangan yang menyejukkan. Terlihat dari bagaimana ia menikmati setiap makanan yang masuk kedalam mulutnya dan mengunyahnya dengan sangat menghyati. Bahkan jika bisa ia akan menangis saking nikmatnya. Padahal mereka hanya makan di restaurant cepat saji yang sudah terkenal di seluruh penjuru dunia.

“Sungguh, aku merindukan makanan ini!!” ujar Carl. Ia kembali melanjutkan kegiatan menyantap makanannya sedang Matthew sudah lebih dahulu merasa kenyang hanya duduk menatap tabletnya sembari menunggu Carl.

“Kau terlihat seperti orang kelaparan saja” kata Matthew setelah melirik ke arah Carl sekilas

“Oh, aku merasa sedang diet 3 bulan terakhir ini karena terlalu sibuk mengurus skripsiku” eluhnya.

Tentu saja, Carl merasa ia taka da waktu unutk singgah menikmati makanannya. Mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi, pandangannya tak pernah lepas dari laptop dan buku-buku tebalnya. Ia bahkan lebih banyak menghabiskan waktu di perpustakaan, kampus dan rumahnya. Sesekali ia memilih menginap di apartement Matthew atau memilih memesan kopi di café agar bisa mendapatkan wifi gratis.

Matthew hanya menggeleng pelan lalu mematikan tabletnya dan melihat kejendela yang tepat berada di sampingnya.

“Aku baru menyadari Headington sebagus ini” ujarnya.

“Cukup mengejutkan jika kau mengatakan itu. Secara, mantanmu tinggal di daerah sini” balas Carl yang akhirnya telah menyelesaikan makan siangnya dengan porsi yang luar biasa.

Jika di pikir memang ada benarnya. Fleur kuliah di salah satu kampus ternama di Headington dan tinggal di apartemen yang terletak tak terlalu jauh dengan kampusnya. Namun ia tak begitu memperhatikkannya. Rutinitasnya di sini hanya sekedar, menjeput Fleur, mengantarnya ke kampus jika sempat begitupun dengan pulang. Selama 3 bulan berpacaran mereka belum pernah—atau lebih tepatnya hanya Matthew—menyempatkan waktu untuk sekedar berpergian santay bersama atau bahkan makan malam diluar bersama.

Oh baiklah, ia menjadi flashback secara tiba-tiba. Namun sungguh, ia berpikir tinggal di perumahan rimbun merupakan pikiran yang paling bagus. Kau akan merasa seperti healing setiap harinya saat pulang beraktivitas di luar bukan?

Matthew jadi kepikiran, kapan terakhir ia berpergian atau sekedar melakukan healing kecil untuk menghilangkan penatnya?

Masih setia bergelut dengan pikirannya, Carl tiba-tiba saja bersendawa dengan cukup keras sehingga membuat Matthew tersentak kaget dan orang-orang di sana memeperhatikan mereka.

“Oh tuhan apa yang kau lakukan?!” tegur Matthew.

Kelakuan.

Selalu saja ada hal aneh yang dilakukan Carl jika berada di sekitar Matthew. Oh bisakah Carl sedikit bersikap normal? Kini Matthew mati-matian menahan malu dan mencoba menyembunyikan wajahnya.

Sedang Carl hanya cengingisan sembari meminta maaf kepada yang lain dan juga kepada Matthew.

“Kau sudah selesai makan?” tanya Matthew dengan masih ada nada kesal di sana.

“Tentu, aku sangat mengantuk sekarang. Bagaimana kalau kau yang menyetir?”

Carl tersenyum menapilkan deretan giginya yang malah membuat Matthew ingin sekali menghajarnya. Ia lalu merampas kunci mobil Carl yang Carl letakkan di atas meja samping ponselnya dan beranjak keluar menuju mobil.

Benar-benar Carl Hence menyebalkan.

(.)

Pagi ini terlihat lebih cerah dari hari biasanya. Bukannya apa, akhir-akhir ini hujan turun secara tak teratur. Sudah 4 hari ini hujan turun mulai dari subuh hingga menjelang siang.

Namun itu menjadi sebuah keberuntungan bagi Lynelle. Gadis berusia 19 tahun itu tengah menyusuri jalan setapak dengan begitu riangnya. Ia merasa sedikit gugup dan geli yang tiba-tiba menyerang perutnya sedari tadi.

Oh, ada apa gerangan?

Ia tiba di sebuah toko dengan bangunan kuno namun tetap menarik. Hendak melangkah masuk kedalam namun terhenti akibat membaca tulisan ‘tutup’ yang terpajang di pintu kaca.

Tumben?

Apakah ia datang terlalu pagi? Lynelle mengecek jam kuno miliknya yang selalu ia bawa.

09.00 pagi.

Harusnya sudah buka, namun ini? Ada apa? Lynelle termenung di sana sembari bertanya-tanya

“Lynelle..” sapa seseorang di ujung sana.

Lynelle lalu menoleh dan mendapatkan seorang pria tinggi dengan senyuman yang di sukainya berdiri beberapa langkah darinya. Seperti biasa, pria tu selalu terlihat menawan dengan aura positifnya.

“Noah. Kau sedang libur?” tanyanya basa basi. Pria bernama Noah itu menghampiri Lynelle dengan senyum yang tak luntur dari wajahnya. “Hu’um. Untuk hari ini saja. Aku dan sekeluarga harus berpergian” balasnya.

Oh, dengan jarak sedekat ini Lynelle mencium aroma khas pria itu. Entah apa, tapi Lynelle menyukainya. Ia tak bisa menyembunyikan debaran yang sangat hebat pada jantungnya.

Oh aku ingin pingsan rasanya. Sekali lagi ia hanya mampu bergumam dalam hati.

“Apakah akan lama?” tanya Lynelle.

“Sepertinya, aku harus mengurus kepindahanku”

Pindah?!

Baru berjalan beberapa jam di hari ini namun suasana begitu mendadak berubah menjadi begitu mengejutkan untuknya. “Noah, kau akan pindah?”

Noah mengangguk mengiyakan.

“Aku akan melanjutkan studyku. Jadi ya, aku akan sangat jarang untuk datang ke sini. Kedepannya hanya Ayahku mungkin yang akan bekerja di toko, mungkin juga bersama ibuku, atau mungkin mencari karyawan lain? Entahlah”

Sedikit merasa lega saat tahu bahwa Noah tidak pindah sekeluarga. Namun tetap saja, Lynelle tak bisa membendung kesedihannya.

Rencananya ia ingin mengajak Noah ke pelabuhan sore ini untuk memberi kejutan dan lainnya. Namun sepertinya tidak lagi untuk saat ini. Ia lagi-lagi gagal.

“Ada apa Lynelle?” suara Noah membuyarkan lamunanya. Sepetinya dia memang harus menunggu lagi untuk waktu yang tepat. Dengan cepat ia menggeleng alih-alih menjawab pertanyaan Noah.

“Y-yasudah, hati-hati di jalan. Aku pulang dulu.”

Dengan sedikit tergesah Lynelle meninggalkan Noah yang menatapnya bingung. Sepertinya dia akan menangis saat tiba di rumah nanti. Tentunya. Pasti.

ann peonysue

halo semua!! selamat pagi? apa kabar kalian semua? tetap semangat ya menjalani aktivitas pagi ini. semoga hari ini berjalan lancardan menyenangkan untuk kita semua. terima kasih untuk kalian yang masih setia menunggu kelanjutan cerita aku!! tolong beri aku cinta dan semangat yaa! agar bisa menyelesaikan cerita ini dengan baik dan lancar! aku selalu meminta dukungan dari kalian semua!! havea nice day and stay health bestie~

| Like

Related chapters

  • PRISONER of HEAVEN   Chapter 5

    Lynelle Chloe. Gadis berdarah asia itu terlihat begitu ramah dan ceria setiap saatnya. Ia selalu mendapat pujian dari seluruh warga desa dan menjadi anak kesayangan Madam Altha. Namun siapa sangka, gadis itu telah melalui banyak hal yang begitu berat di usia nya yang masih sangat muda. Mulai menginjak tanah eropa di usia 8 tahu membuat Lynelle kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan baru yang benar-benar berbeda dari tempat ia sebelumnya. Lynelle kecil tinggal di sebuah rumah sederhana di desa hanya berdua bersama ibunya. Nuansa asing ini membuat Lynelle kecil lebih banyak menghabiskan waktu bersama sang ibu yang setiap harinya bekerja sebagai penjahit di desa tersebut. Itu sebabnya bakat merancang busana Lynelle merupakan turunan dari ibunya. “Lynelle..” suara lembut itu menyapa Lynelle kecil yang tengah duduk di sofa kecil tepat di depan sang ibu bersama dengan boneka di tangannya. “Iya bu?” jawab Lynelle kecil dengan suara menggemaska

  • PRISONER of HEAVEN   Chapter 6

    Waktu masih menunjukkan pukul 6 lewat seperempat namun Matthew sudah siap dari 20 menit yang lalu dengan kemeja navy dan celana kain hitam yang melekat sempurna di tubuh proposionalnya. Tak lupa dengan dasi bergaris yang berwarna sepadan dengan kemejanya yang sedari tadi ia pastikan melekat sempurna di antar kerah kemejanya. Sama halnya dengan pantofel hitam yang ia kenakan, di pastikan untuk tetap mengkilat di bawah sana. Acara kelulusannya akan di mulai setengah delapan namun ia telalu cepat mempersiapkan diri. Bahkan cermin panjang yang bersandar di samping tempat tidurnya sudah bosan melihatnya menampakkan pantulan dirinya untuk ke sekian kalinya. Yang benar saja. Ia terlalu antusias sampai-sampai ujung jemarinya seperti habis didiamkan dalam lemari pendingin cukup lama. Dan jangan lupakan, ia juga berulang kali merapalkan kembali sebuah pidato singkat yang sebenarnya sudah ia ulang-ulangi dari sehari sebelumnya. Sangat luar biasa persiap

  • PRISONER of HEAVEN   Chapter 7

    Hari ini sudah terhitung seminggu saat Lynelle memutuskan untuk membantu Tuan Ethan—ayah Noah—bekerja di toko roti mereka. Anggap saja ini sebagai usahanya selain bisa mendapat sedikit penghasilan, agar pikirannya tentang pria itu juga sedikit terbayarkan. Toko biasa di buka pukul 7 pagi tepat, namun Lynelle sengaja datang sejam lebih cepat untuk membantu Tuan Ethan bersama sang istri membersihkan toko serta mulai memanggang roti. “Oh akan ku usahakan datang lebih pagi lagi tuan Ethan” ucpanya. Ia lalu mengambil alih donat yang sudah matang dengan lumuran krim vanilla dan kacang almound di atasnya. “Kau sudah datang sejam lebih awal dari pada karyawan biasanya, itu sudah patut di ancungi jempol nona Lynelle, hahaha” tawa khas orangtuanya memenuhi seluruh dapur hingga ke luar. Lynelle tersenyum. Sedang isri tuan Ethan, nyonya Alda baru saja tiba di toko. Ia datang dengan bermacam belanjaan dan sangat banyak. “Ethan!! Eth—Oh Lynelle tolong bantu aku, sepertinya

  • PRISONER of HEAVEN   Chapter 8

    Sudah 2 bulan Matthew berada di Korea. Ia kira liburan kali ini akan berlangsung menyenangkan sesuai dengan keinginannya beberapa waktu lalu saat mengunjungi beberapa rumah sakit bersama Carl. Namun ternyata kenyataannya berbeda deNgan ekspetasinya. Sudah ada 2 minggu keadaan ayahnya naik turun. Entahlah, perasaan sebelum-sebelumnya Tuan Flint terlihat makin membaik. Buktinya, dokter bahkan mengizinkan sang ayah untuk bepergian selama 2 minggu di Jeju. Namun beberapa hari setelah itu, kondisinya mendadak menurun. Ia tengah menikmati semilir angin sejuk di sore hari sembari membaca novel dengan tenangnya. Pagi tadi ia menghadiri beberapa acara dan pertemuan penting untuk menggantikan sang ayah sama seperti akhir-akhir ini. Dugaan awalnya kegiatannya hari ini akan memakan waktu cukup lama, tapi ternyata tidak, sehingga ia gunakan untuk sedikit me time sebelum kembali ke rumah sakit untuk bergantian dengan sang ibu, Dwyne menjaga tuan Flint. Kesunyian i

  • PRISONER of HEAVEN   Chapter 9

    Kehidupan koas yang berjalan seminggu lebih ini terasa seakan-akan mereka tengah menjadi dokter sungguhan. Di saat orang-orang yang tengah terlelap di malam hari, mereka yang tengah berjaga shift malam harus tetap terjaga untuk mengamati para pasien. Tak jarang juga beberapa dari mareka yang mencuri-curi waktu untuk memejamkan mata barang semenit. Pukul 12 kurang 15 menit, Benneth tengah memasuki salah satu kamar pasien yang baru masuk sekitar 5 jam yang lalu. Pasien yang tengah menggunakan alat bantu pernapasan itu mendadak terserang sesak napas saat tengah membantu membersihkan gereja tua. Benneth dengan teliti memeriksa sang pasien dan mengecek Elektrokardiograf atau EKG yang sengaja di pasang kepada pasien. “Ah, Selamat malam dokter” seseorang yang baru masuk menyapa Benneth yang kini tengah memeriksa cairan infus pasien. Suara lembut itu membuatnya terjekut dan langsung berbalik takut-takut tidak ada seseorang di sana seperti kejadian-kejadian mistis yang sering

  • PRISONER of HEAVEN   Chapter 10

    Matthew berjalan dengan gontai memasuki apartementnya. Akhir-akhir ini lebih menghabiskan banyak wkatu di rumah sakit, bahkan sempat tak pulang selama 3 hari. Tanpa menyalakan lampu, ia berjalan dengan begitu lemas menuju kamar tidurnya. Sungguh yang ia inginkan saat ini adalah istirahat.Ia baru magang namun kesibukkan berasa ia sudah menjabat jadi dokter. Bagaimana jika ia menjadi dokter sungguhan? Apakah akan ada yang mau menjadi pendamping hidupnya jika ia sesibuk ini?Tunggu, apa saja yang baru ia pikirkan?Dengan sisa tenaga yang ada, ia berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya dengan air hangat. Sungguh jika bukan aktifitasnya di rumah sakit, ia lebih memilih tak akan mandi dan langsung tidur. Namun ia pulang dengan berbagai macam virus yang menempel di badannya, sebab itu ia perlu lekas mandi setelah itu bisa beristirahat.(.)“Madam, apakah aku bepergian cukup lama?” tanya Lynelle yang baru

  • PRISONER of HEAVEN   Chapter 11

    “.. Secara keseluruhan rumah sakit telah jauh lebih unggul mulai dari penyediaan kebutuhan medis, dokter spesialis, makanan untuk pasien, dan pelayanan walaupun masih kurang sekitar 20% sebab masih ada beberapkali terjadi kelalaian saat shift malam. Tapi tenang saja, rumah sakit tersebut memiliki progress yang selalu meningkat setiap saatnya.”Presentasi yang di bawakan oleh Matthew merupakan presentase trakhir dan menutup kegiatan presentasi kegiatan awal bulan untuk fakultas mereka. Para mahasiswa dan dosen fakultas mulai beranjak meninggalkan aula untuk melanjutkan kegiatan mereka.“Presentasi yang bagus dude,” ucap Benneth kepada Matthew. Matthew sendiri hanya menanggapinya dengan senyum.“Kapan kalian akan berangkat?” Tanya Carl kepada Benneth dan yang lainnya.“Tentu saja besok” ucap Natha.“Bersamaan?”“Tentulah bodoh, kau dan Matthew harus bersyukur, untung saja han

  • PRISONER of HEAVEN   Chapter 12

    The Plough Pub and Restauant yang berlokasi di The Green, Upper Wolvercote, Upper Wolvercote, Oxford OX2 8BD Inggris menjadi pilihan Fleur untuk makan malam sederhananya bersama Matthew. Setelah pertemuan mereka yang tanpa di sengaja beberapa waktu yang lalu membuat hubungan mereka makin hari makin membaik. Saat masih berada di rumah sakit, Matthew beberapa kali datang ke ruangan mereka, sekedar memeriksa ataupun hanya menjenguk. Kadang pula ia menawarkan diri untuk bergantian menjaga sang adik apabila Matthew kebetulan tak terlalu sibuk agar Fleur bisa beristirahat dan menyegarkan dirinya sejenak.Bahkan setelah keluar dari rumah sakit pun mereka masih kaling berhubungan melalui chat atau menelpon. Terkadang juga Matthew menemani Fleur untuk berbelanja ataupun mengantarnya ke sebuah tempat lalu melanjutkan perjalanannya ke rumah sakit.Jika di pikir Matthew dan dirinya terlihat seperti pasangan kekasih, mereka terlihat seperti tengah balikan dan kembali meraj

Latest chapter

  • PRISONER of HEAVEN   Epilog

    2 tahun kemudian...Rutinitas Lynelle kembali bertambah setelah menjadi istri dari seorang dokter dan pembisnis ternama, Matthew Flint, membuat dirinya sedikit lebih repot dari biasanya. Jam kecil di atas nakas masih menunjukkan pukul 5 pagi namun Lynelle harus memaksakan dirinya untuk bangun dan mulai menyibukkan dirinya.Dimulai dengan membereskan rumah, mencuci piring dan pakaian. Begitu jam menunjukkan pukul 6 pagi, Lynelle kembali ke kamar dan membangunkan Matthew untuk bersiap-siap berangkat kerja. Begitu Matthew sudah terbangun, Lynelle kembali menuju dapur untuk menyiapkan sarapan.Bertepatan saat sarapan sudah selesai, Matthew sudah siap dengan pakaian formalnya dan kembali sibuk dengan ponselnya untuk melihat jadwal hari ini.“Kau akan pulang malam lagi?” tanya Lynelle,“Heum”Heum?Lynelle melihat ke arah Matthew yang masih sibuk dengan ponselnya. “Aku harus menunggumu atau tida

  • PRISONER of HEAVEN   Ending ; Chapter 63

    Disinilah Lynelle yang duduk berhadapan dengan Belva yang tengah meneguk cola-nya dengan begitu anggun sedang Matthew tengah memesan makanan untuk dirinya dan Lynelle. Lynelle berusaha mengedalikan ekspresinya namun tak bisa di pungkiri jika sampai detik ini ia masih merasa kesal dengan kehadiran Belva.Cih, perjalanan yang memakan waktu cukup lama apanya? ini tak sampai 30 enit dari apartementku dan lagi, KENAPA HARUS ADA WANITA INI?! Seperti itulah jeritan isi hati Lynelle yang tak bisa ia suarakan.Belva yang tahu jika Lynelle akan memberinya tatapan tajam, bersikap enteng dan tetap memberikan senyum manisnya sekalipun Lynelle tetap tak merubah ekspresinya.“Kenapa kau ada disini?” ucap Lynelle pada akhirnya. Ia sudah tak bisa menahannya dan kalimat itu sudah berada di ujung lidahnya jadi seklaian saja ia keluarkan.Alih-alih langsung menjawab, Belva terlebih dahulu memakan kentang gorengnya dan menyuap 1 gigitan besar burger kedal

  • PRISONER of HEAVEN   Chapter 62

    Kedua insan itu saling menyalurkan kehangatan melalui dekapan erat mereka dan selimut tebal menutupi tubuh polos mereka tanpa sehelai benang pun. Lynelle mengelus pelan rambut hitam legam milik Matthew yang sudah mulai memanjang. Lynelle terkekeh begitu Matthew mengendus pada dadanya untuk mencari kehangatan.“Kau tidak akan bangun?” tanya Lynelle. Matthew hanya memberikan gumaman tidak sejelas lalu mengeratkan pelukannya.“Matthew, bolehkah aku bertanya?”Tak mendapatkan jawaban apapun dari Matthew, Lynelle kembali melanjutkan pertanyaannya. “Kemarin, saat makan siang dengan ibumu, beliau sempat berkata bahwa dia bukan ibu kandungmu” Lynelle menjilat bibirnya yang kering sembari memainkan rambut Matthew. Matthew sendiri pun masih tak berkomentar apapun membuatnya kembali berbicara, “Boleh aku tahu apa yang terjadi?”“Aku sepertinya belum tahu banyak tentangmu, jadi—““Mau ku cei

  • PRISONER of HEAVEN   Chapter 61

    Matt_ofLy, dimana?myloveLYsedang di belakang panggungnanti kuhubungi lagi“Wah, sepertinya acara peluncurannya sangat ramai sampai-sampai dia sesibuk itu” ucap Matthew sembari menatap ponselnya dengan chat terakhir dari Lynelle di sana.Ia lalu beralih ke menu kontak dan tanpa ragu mencoba menghubungi seseorang disana.“’Allo”“Halo bu, apakah acaranya sudah mulai?”“Eum sebentar lagi, ibu sedang menuju kesana. Ada apa sayangku?”Matthew mengulum senyumnya sebentar. Tiba-tiba saja ia merasa malu tanpa sebab padahal ia sudah membicaraka soal ini dengan Dwyne jauh-jauh hari.“Bu, ingatkan..”“Ahahaha, tentu saja. Kau seantusias itu?”Matthew mengangguk walaupun ia tahu Dwyne tak bisa melihat gerakannya, “Tentu saja. Ini hal yan

  • PRISONER of HEAVEN   Chapter 60

    Waktu sudah menunjukkan pukul 12.00 tengah malam dan Belva baru saja selesai dengan semua pekerjaanya. Rumah sakit sudah sepi pada jam seperti ini tentunya namun sebuah langkah sepatu membuat Belva membeku sejenak menatap pintu ruangannya yang tak tertutup menanti dengan was-was siapa yang berkeliaran di area ruangannya pada jam seperti ini.“Wajahmu tegang sekali” ucap seseorang yang berada di ambang pintu sana membuat Belva menghela napasnya yang sedari tadi ia tahan dengan lega.Jujur saja ia sedikit ketakutan karena banyak cerita-cerita mistis yang beredar akhir-akhir ini membuat bulu kuduknya merinding walaupun ia bisa terbilang sering pulang larut.“Ku pikir siapa, ternyata kau” balas Belva sembari sibuk membereskan barang-barangnya lalu menghampiri pria tersebut yang masih beridiri di posisi yang sama.“Kenapa kau masih ke sini?”“Kau bilang akan pulang lebih telat”“Kau benar-benar me

  • PRISONER of HEAVEN   Chapter 59

    “Ck!”Decihan itu terdengar untuk kesekian kalinya membuat Lynelle akhirnya menyerah dan menatap malas ke arah pria yang sudah menginjak usia kepala 3 di hadapannya. Menampilkan ekpresi cemberut sejak kemarin membuat Lynelle bertanya-tanya apakah pria itu tak lelah memasang ekpresi seperti itu?Bayangkan saja bagaimana lelahnya mengerucutkan bibir selama 2 hari berturut-turut.“Hah!”Lagi, pria itu membuat suara-suara yang di sengaja agar membuat Lynelle peka dan atensi Lynelle tertuju padanya.“Kau tak lelah seperti itu?”“Tak tahu”Jangan lupa dengan balasan yang sama selama 2 hari setiap di ajak berkomunikasi. Lynelle memijat pelipisnya, kelakuan Matthew benar-benar membuatnya pening sejak kejadian dimana ia menggunakan ponsel Carl untuk berkomunikasi sejenak dengan sahabat-sahabatnya sekedar saling berkenalan dan berujung Lynelle mendapat banyak gombalan membuat Matthew merajuk b

  • PRISONER of HEAVEN   Belong You ; Chapter 58

    “Lynelle..”“Kau tahu. Ia melakukan hal yang fatal sebab tak menerima kenyataan tersebut. Ia menculikku, melukaiku dengan begitu hebatnya sampai rasanya aku ingin mengutuk dunia setiap harinya. Aku ingin mengutuk langit yang terlihat cerah sedangkan aku kesulitan untuk bernapas bebas dalam penjara indah yang ia bangun”“Lynelle maafkan aku. Bukan seperti itu maksudku”“Lalu kau tahu yang paling lucu namun mampu membuatku merasa lebih mati dari sebelumnya saat ia melukaiku? Yaitu saat aku mencoba untuk menerima semua, berdamai dengan semua. Aku kehilangan janinku dan dia membuangku, memulangkanku setelah kejadian itu.” Lynelle memberikan senyum pahit di sela tangisannya, “Bukankah seperti ia sudah tak membutuhkanku lagi?” Matthew menggeleng dengan cepat. Hal itu sudah sangat melenceng, ia tak pernah berpikir untuk seperti itu. Matthew membawa tangan Lynelle pada bibirnya dan mengecupnya berkali-kali. “Jangan berpikir demikian Ly, sedikitpun aku tak pernah ber

  • PRISONER of HEAVEN   Chapter 57

    Matthew memarkirkan mobilnya tepat di seberang butik Lynelle dan menunggu di sana. Sudah setengah jam berlalu namun ia tak mendapatkan apapun di sana. Sosok Lynelle yang ia nanti menampakkan diri masih tak tertangkap netranya barang sekilas saja.Sepertinya ini sia-sia, pikirnya.Namun Matthew mencoba untuk menunggu lebih lama lagi hingga 1 jam lewat ia habiskan dia sana menunggu Lynelle yang masih tak kunjung nampak pada akhirnya membuatnya menyerah dan dengan sedikit lesu berisap untuk meninggalkan tempatnya.Akan tetapi, baru saja Matthew menyalakan mesin mobilnya, seorang wanita keluar yang Matthew kenal sebagai Lynelle, berjalan sedikit terburu-buru di ujung sana dan hendak menyebrangi jalan. Mengetahui itu, Matthew merasa deg-degan tanpa sebab dan sedikit menunduk untuk bersembunyi begitu Lynelle telah menyebrangi jalan untuk menuju café yang berada tak begitu jauh di tempat Matthew memarkirkan mobilnya.Matthew kembali menunggu cuku

  • PRISONER of HEAVEN   Chapter 56

    Selagi Lynelle berperang dengan batinnya, Carl beranjak sebentar dan kembali dengan sebucket besar bunga mawar biru yang lalu ia sodorkan kepada Lynelle. Lynelle menerima bunga tersebut dan menatap Carl yang kembali duduk di posisinya.“Selama ini setiap bucket bunga besar yang kau terima itu bukan dariku melainkan dari Matthew”Kali ini tenggorokan Lynelle terasa tercekik tatkala ia berusaha untuk tidak meneteskan airmata lagi. Namun setiap fakta yang Carl ucapkan membuatnya mengalah dan membiarkan tetes demi tetes airmata itu turun membasahi wajahnya yang berekspresi datar.“Mulai dari aku yang mengajakmu ke wahana bermain saat tahun baru, memberimu bucket bunga pertama di hari uang tahumu 2 tahun yang lalu, setahun yang lalu dan sekarang, mengajakmu berkencan setiap hari sabu dan minggu, hadiah natal yang salah satunya merupakan hadiah dari Matthew, bucket bunga untuk butikmu, bahkan butik milikmu sebenarnya saran dari Matthew. Semua itu, di

DMCA.com Protection Status