Lynelle Chloe. Gadis berdarah asia itu terlihat begitu ramah dan ceria setiap saatnya. Ia selalu mendapat pujian dari seluruh warga desa dan menjadi anak kesayangan Madam Altha. Namun siapa sangka, gadis itu telah melalui banyak hal yang begitu berat di usia nya yang masih sangat muda.
Mulai menginjak tanah eropa di usia 8 tahu membuat Lynelle kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan baru yang benar-benar berbeda dari tempat ia sebelumnya.
Lynelle kecil tinggal di sebuah rumah sederhana di desa hanya berdua bersama ibunya. Nuansa asing ini membuat Lynelle kecil lebih banyak menghabiskan waktu bersama sang ibu yang setiap harinya bekerja sebagai penjahit di desa tersebut.
Itu sebabnya bakat merancang busana Lynelle merupakan turunan dari ibunya.
“Lynelle..” suara lembut itu menyapa Lynelle kecil yang tengah duduk di sofa kecil tepat di depan sang ibu bersama dengan boneka di tangannya.
“Iya bu?” jawab Lynelle kecil dengan suara menggemaskannya.
“Lynelle tak ingin keluar bermain bersama yang lain?” tanya sang ibu.Wanita berusia hampir menginjak 35 tahun itu merasa tak enak hati sebab sang putri lebih banyak berdiam diri di rumah dari pada bermain bersama teman seumuranya. Bukan hanya sekali dua kali ia membujuk sang anak agar ikut bermain bersama teman-teman yang lain.
Hanya gelengan yang Lynelle berikan sebagai jawaban kepada sang ibu.
Wanita anggun itupun kembali menghela napas, ia menjeda pekerjaannya sejenak dan menghampiri Lynelle di sana. Ia lalu berlutut untuk mensejajarkan tinggi tubuhnya dengan Lynelle lalu mengusap pipi bulat menggemaskan putrinya.
"Mengapa Lynelle selalu menolak bermain bersama teman-teman yang lain?” tanyanya masih dengan nada yang lembut. Mata almond dengan bola mata berwarna kecoklatan milik Lynelle bergerak menatap sang ibu. Ada jeda beberapa saat di sana sebelum ia menjawab “Aku tak ingin meninggalkan ibu seperti ayah meninggalkan kita” ucapnya.
Anak kecil yang malang.
Ada rasa sesak yang mencengam di paru-paru wanita cantik itu.
Jangan seperti ini, kumohon. Ricaunya dalam hati.
“Sayang..”
“Bukankah ayah seperti itu makanya kita pindah kesini?”Oh anak ini terlalu kecil untuk mengutarakan hal seperti itu. Tidak boleh seperti ini, Lynelle tidak boleh kehilangan masanya hanya karena ego kedua orangtuanya. Wanita itu membawa tubuh kecil Lynelle kedalam pelukannya. Ia selalu berdoa, agar putri kesayangnya selalu merasa bahagia apapun yang terjadi.
Ia lalu merenggangkan pelukan itu dan kembali menatap putri kecilnya, “Sayang, dengarkan kata ibu. Lynelle tak pernah meninggalkan ibu, begitupun juga ibu, tak akan pernah meninggalkan Lynelle.” Tegasnya.
“Tak apa jika Lynelle pergi bermain bersama teman, ibu tak merasa kesepian. Itu wajar jika anak seusia Lyelle pergi bermain. Tak apa sayang sungguh, malah ibu senang, Lynelle mempunyai banyak teman. Itu artinya banyak yang sayang kepada Lyelle bukan?”
Kalimat itu ia ucapkan dengan pelan dan tenang agar gadis kecil itu mampu mencermatinya dengan baik. Meskipun Lynelle sendiri bukan tipikan anak yang sulit mengerti kalimat panjang yang disampaikan, namun tetap saja di usia seperti ini anak harus tetap di beri penjelasan secara simple dan ramah bukan?
Membuktikan penjelasan tadi, tak butuh lama bagi Lynelle untuk mencerna ucapan ibunya dan mengangguk paham.
Bersamaan dengan itu, Seorang wanita bertubuh agak besar masuk setelah mengetuk pintu terlebih dahulu.
“Ah, Madam Altha. Ada yang bisa aku bantu?” ucap ibu Lynelle sembari bangkit dari posisi sebelumnya.
“Kau masih saja memanggilku Madam, Luna” balas Madam Altha.
Luna, ialah nama dari ibu Lynelle. Sama seperti namanya, wanita itu memang secantik rembulan dan terlihat bagaikan anak muda yang baru berusia 25 lebih. namun faktanya ia adalah seorang janda dengan satu anak.
Luna terkekeh saat Madam Altha mengatakan seperti itu. Luna dan Madam Altha saling mengenal cukup lama. Awalnya Luna hanya memanggil Madam Altha tanpa embel-embel Madam ataupun suster. Namun seiring berjalannya waktu dan Madam Altha memutuskan untuk lebih memfokuskan dirinya kepada tuhan dan membantu masyarakat, Luna mulai memanggilnya dengan embel-embel tersebut.
“Baiklah, ada yang bisa ku bantu Altha?” tanya Luna sekali lagi.
“Hah, kau ini. Aku membawakan buah segar dari kebun seberang.”Madam altha memperlihatkan keranjang buah yang ia pegang sedari tadi.
“Ya ampun. Terima kasih. Duduklah sebentar, mari kita makan bersama” Ucap luna dan mengambil keranjang buah dari tangan Madam Altha lalu membawanya kedapur.
Sembari menunggu Luna yang sibuk di dapur, Madam Altha lalu beranjak untuk duduk di samping Lynelle yang kembali sibuk bersama boneka di tangannya. Gadis kecil itu sama pendiamnya seperti Luna. Terbukti, beberapa menit Madam Altha duduk di sana ia masih tak mengeluarkan suara juga.
Tapi madam altha sendiripun juga enggan menyapanya dan lebih tertarik memperhatikan Lynelle kecil.
“Kau menatapnya namun dia bertingkah seolah-olah kau tak ada” ucap Luna yang telah kembali dari dapur bersama dengan buah anggur dan apel yang sudah ia kelupas dan ditata rapih di atas piring lebar.
“Anakmu benar-benar sangat mirip denganmu.” Ucapnya.
“Hey Lynelle, apakah kau suka dengan bunga?” pertanyaa Madam Altha membuat Lynelle akhirnya menatapnya. Terlihat seperti tertarik akan hal itu dan langsung di benarkan kala ia mengangguk walaupun dengan gerakan pelan.
Senyum yang makin mengembang terukir di wajah Madam Altha. “Ingin ikut Madam menanam bunga bersama teman-teman yang lain?” ajaknya.
Namun gadis itu tak menjawab. Mungkin ia sedikit ragu. Lynelle lalu menatap Luna, mungkin masih mengkhawatirkan sang ibu. Luna mengelus pundak lynelle sembari berkata bahwa tak apa jika Lynelle mengiyakan ajakan Madam Altha.
Kembali memikirkan sebelum akhirnya mengiyakan ajakan Madam Altha.
Akhirnya.
Dengan perasaan gembira Luna segera membantu Lynelle bersiap-siap sebelum pergi. Dengan antusias yang sama, Madam Altha dengan setia menggang tangan mungil Lynelle kecil, berjalan menuju halaman belakang panti asuhan yang ada di desa tersebut. Terlihat sudah ada beberapa anak disana, bukan dari anak panti saja, namun anak-anak yang tinggal di desa pun ikut serta menanam di sana.
Awalnya Lynelle kecil agak canggung dan masih banyak diam. Namun seiring berjalanannya waktu ia akhirnya tumbuh menjadi pribadi baru yang selalu ceria dan membawa keceriaan setiap saat.
(.)
Hari sudah mulai beranjak gelap di luar sana. Namun ia masih memilih untuk tetap diam tak bergerak di atas kasur sembari memegang sebuah bingkai foto kecil di sana.
Ia menekuk lututnya hingga sejajar dengan dada dan memeluknya.
Ini belum seberapa namun ia tak bisa menanganinya. Bagaimana jika hal yang lebih menyakitkan terjadi? Ia lalu bersandar pada kepala ranjangnya dan membawa telapak tangannya menyentuh dadanya.
Sangat sesak.
Apakah ia menyerah saja? Namun ia telah menunggu selama ini, sia-sia saja jika menyerah bukan? Hah, sangat dilema.
Setelah beberapa saat memilih untuk merenung. Dengan sedikit semangat bergerak yang tersisa, ia menggerakkan tubuhnya turun dari ranjang dan mulai menyalakan lampu agar ruangan ini tidak ikut suram.
Sebenarnya ia sedang tidak dalam mood yang bagus unutk melakukan apapun. Tapi perutnya sudah berbunyi dari beberapa jam yang lalu, meronta-ronta ingin di isi dengan makanan. Dengan lunglai ia mulai berjalan ke dapur dan memasak seadanya.
Eum, sepertinya bukan seadanya. Ia membuat makanan dengan porsi banyak dan mengeluarkan bebebrapa cemilan di sana.
Oke baiklah, Lynelle sepertinya bukan tipe gadis yang jika patah hati makan nafsu makannya akan berkurang. Memang ia merasa malas melakukan apapun namun nafsu makannya mendadak naik saat mulai memasuki dapur tadi.
Apakah ini karena ia melewatkan makan siang?
Sepertinya, bisa jadi bukan?
(.)
Rasanya badan ini terasa remuk. Padahal kegiatannya hanya berkendara keluar, sesekali bergantian menyetir mobil. Tapi rasanya sangat melelahkan, apalagi untuk hari terakhir ini.
Ia dengan cepat melemparkan dirinya keranjang begitu tiba di apartement malam ini.
Rasanya mual.
Ia sampai mabuk perjalanan. Tak abis pikir Carl sampai ingin menulusuri yang rasanya sudah berada di ujung Negara Inggris. Gila. Terlalu antusias, bisa saja seluruh rumah sakit yang ada di Inggris di kunjungi olehnya.
Tujuan awalnya hanya mengecek malah jadi tour 7 hari 7 malam. Benar-benar.
Sepertinya besok ia akan memilih untuk tinggal di apartemennya. Kepalanya terasa begitu pening, ia bahkan sudah makan dan minum obat sebelum tiba di apartementnya namun pening di kepalanya belum juga redah.
Ia bahkan tak sanggup untuk berganti pakaian. Ia hanya melempar asal outernya dan kaos kakinya.
Dengan sisa tenaganya, ia memperbaiki posisi tidurnya dan langsung memejamkan mata. Hanya sekedar memejamkan, ia masih terjaga, belum masuk ke dalam mimpinya.
Pikirannya bergulir tentang hal-hal random seperti hal apa saja yang akan ia lakukan kedepannya, dan tentunya ia akan menjadi lebih sibuk. Menjadi seorang dokter tidaklah mudah, tentunya ada saat-saat yang dimana dalam keadaan apapun harus memenuhi panggilan darurat.
Ia kembali terpikirkan oleh perkataanya sendiri beberapa waktu yang lalu soal liburan. Apakah ia harus melakukan sedikit refreshing sebelum dirinya benar-benar sibuk nantinya?
Ide yang bagus. Tapi apa dia akan melakukannya sendiri? Maksudnya, tentu akan sedikit canggung jika berpergian tanpa teman. Bukan hal yang aneh sebenarnya, banyak beberapa orang yang melakukan itu. Hanya saja, dirinya lebih sering berpergian bersama kedua orang tuanya dulu. Namun sekarang ia lebih memilih menghabiskan waktu liburnya dengan berdiam diri di apartementnya
Dirinya memang tipikal anak yang baik dan tidak macam-macam.
Idaman semua orangtua bukan? Sepertinya orangtuanya pernah melakukan sebaikan yang luar biasa di zaman dahulu kala sehingga di berkati anak yang tak hanya tampan, melainkan cerdas, patuh, bekerja keras dan sangat mandiri. Sifatnya pun sangat ramah dan sederhana. Sungguh sempuna.
Namun tetap saja rasa was-was tentunya tetap ada sekalipun anak sesempurna dirinya tak mungkin melakukan hal-hal aneh, tetap saja dia manusia yang bisa melakukan hal yang salah bukan?
Pikiran random itu semakin lama membuat matanya terasa berat dan terpejam. Dengkuran halus mulai terdengar, tanda jika ia siap memasuki alam mimpinya.
Haloo semua!!! Apakabar? semoga kalian semua tetap sehat yaa!!! Selamat menjalankan aktivitas di hari ini, semoga hari ini berjalan dengan lancar yaa. Tetap semangattt yaww~~ xixix Terima kasih buat para pembaca yang masih setia membaca cerita aku... terima kasih atas segala support dan cinta kalian untuk cerita aku~ tetap berikan semangat dan cinta untuk aku dan cerita aku ya, agar aku bisa menyelesaikannya dengan baik~~ stay safe semua~ tetap jaga kesehatan yaw~~
Waktu masih menunjukkan pukul 6 lewat seperempat namun Matthew sudah siap dari 20 menit yang lalu dengan kemeja navy dan celana kain hitam yang melekat sempurna di tubuh proposionalnya. Tak lupa dengan dasi bergaris yang berwarna sepadan dengan kemejanya yang sedari tadi ia pastikan melekat sempurna di antar kerah kemejanya. Sama halnya dengan pantofel hitam yang ia kenakan, di pastikan untuk tetap mengkilat di bawah sana. Acara kelulusannya akan di mulai setengah delapan namun ia telalu cepat mempersiapkan diri. Bahkan cermin panjang yang bersandar di samping tempat tidurnya sudah bosan melihatnya menampakkan pantulan dirinya untuk ke sekian kalinya. Yang benar saja. Ia terlalu antusias sampai-sampai ujung jemarinya seperti habis didiamkan dalam lemari pendingin cukup lama. Dan jangan lupakan, ia juga berulang kali merapalkan kembali sebuah pidato singkat yang sebenarnya sudah ia ulang-ulangi dari sehari sebelumnya. Sangat luar biasa persiap
Hari ini sudah terhitung seminggu saat Lynelle memutuskan untuk membantu Tuan Ethan—ayah Noah—bekerja di toko roti mereka. Anggap saja ini sebagai usahanya selain bisa mendapat sedikit penghasilan, agar pikirannya tentang pria itu juga sedikit terbayarkan. Toko biasa di buka pukul 7 pagi tepat, namun Lynelle sengaja datang sejam lebih cepat untuk membantu Tuan Ethan bersama sang istri membersihkan toko serta mulai memanggang roti. “Oh akan ku usahakan datang lebih pagi lagi tuan Ethan” ucpanya. Ia lalu mengambil alih donat yang sudah matang dengan lumuran krim vanilla dan kacang almound di atasnya. “Kau sudah datang sejam lebih awal dari pada karyawan biasanya, itu sudah patut di ancungi jempol nona Lynelle, hahaha” tawa khas orangtuanya memenuhi seluruh dapur hingga ke luar. Lynelle tersenyum. Sedang isri tuan Ethan, nyonya Alda baru saja tiba di toko. Ia datang dengan bermacam belanjaan dan sangat banyak. “Ethan!! Eth—Oh Lynelle tolong bantu aku, sepertinya
Sudah 2 bulan Matthew berada di Korea. Ia kira liburan kali ini akan berlangsung menyenangkan sesuai dengan keinginannya beberapa waktu lalu saat mengunjungi beberapa rumah sakit bersama Carl. Namun ternyata kenyataannya berbeda deNgan ekspetasinya. Sudah ada 2 minggu keadaan ayahnya naik turun. Entahlah, perasaan sebelum-sebelumnya Tuan Flint terlihat makin membaik. Buktinya, dokter bahkan mengizinkan sang ayah untuk bepergian selama 2 minggu di Jeju. Namun beberapa hari setelah itu, kondisinya mendadak menurun. Ia tengah menikmati semilir angin sejuk di sore hari sembari membaca novel dengan tenangnya. Pagi tadi ia menghadiri beberapa acara dan pertemuan penting untuk menggantikan sang ayah sama seperti akhir-akhir ini. Dugaan awalnya kegiatannya hari ini akan memakan waktu cukup lama, tapi ternyata tidak, sehingga ia gunakan untuk sedikit me time sebelum kembali ke rumah sakit untuk bergantian dengan sang ibu, Dwyne menjaga tuan Flint. Kesunyian i
Kehidupan koas yang berjalan seminggu lebih ini terasa seakan-akan mereka tengah menjadi dokter sungguhan. Di saat orang-orang yang tengah terlelap di malam hari, mereka yang tengah berjaga shift malam harus tetap terjaga untuk mengamati para pasien. Tak jarang juga beberapa dari mareka yang mencuri-curi waktu untuk memejamkan mata barang semenit. Pukul 12 kurang 15 menit, Benneth tengah memasuki salah satu kamar pasien yang baru masuk sekitar 5 jam yang lalu. Pasien yang tengah menggunakan alat bantu pernapasan itu mendadak terserang sesak napas saat tengah membantu membersihkan gereja tua. Benneth dengan teliti memeriksa sang pasien dan mengecek Elektrokardiograf atau EKG yang sengaja di pasang kepada pasien. “Ah, Selamat malam dokter” seseorang yang baru masuk menyapa Benneth yang kini tengah memeriksa cairan infus pasien. Suara lembut itu membuatnya terjekut dan langsung berbalik takut-takut tidak ada seseorang di sana seperti kejadian-kejadian mistis yang sering
Matthew berjalan dengan gontai memasuki apartementnya. Akhir-akhir ini lebih menghabiskan banyak wkatu di rumah sakit, bahkan sempat tak pulang selama 3 hari. Tanpa menyalakan lampu, ia berjalan dengan begitu lemas menuju kamar tidurnya. Sungguh yang ia inginkan saat ini adalah istirahat.Ia baru magang namun kesibukkan berasa ia sudah menjabat jadi dokter. Bagaimana jika ia menjadi dokter sungguhan? Apakah akan ada yang mau menjadi pendamping hidupnya jika ia sesibuk ini?Tunggu, apa saja yang baru ia pikirkan?Dengan sisa tenaga yang ada, ia berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya dengan air hangat. Sungguh jika bukan aktifitasnya di rumah sakit, ia lebih memilih tak akan mandi dan langsung tidur. Namun ia pulang dengan berbagai macam virus yang menempel di badannya, sebab itu ia perlu lekas mandi setelah itu bisa beristirahat.(.)“Madam, apakah aku bepergian cukup lama?” tanya Lynelle yang baru
“.. Secara keseluruhan rumah sakit telah jauh lebih unggul mulai dari penyediaan kebutuhan medis, dokter spesialis, makanan untuk pasien, dan pelayanan walaupun masih kurang sekitar 20% sebab masih ada beberapkali terjadi kelalaian saat shift malam. Tapi tenang saja, rumah sakit tersebut memiliki progress yang selalu meningkat setiap saatnya.”Presentasi yang di bawakan oleh Matthew merupakan presentase trakhir dan menutup kegiatan presentasi kegiatan awal bulan untuk fakultas mereka. Para mahasiswa dan dosen fakultas mulai beranjak meninggalkan aula untuk melanjutkan kegiatan mereka.“Presentasi yang bagus dude,” ucap Benneth kepada Matthew. Matthew sendiri hanya menanggapinya dengan senyum.“Kapan kalian akan berangkat?” Tanya Carl kepada Benneth dan yang lainnya.“Tentu saja besok” ucap Natha.“Bersamaan?”“Tentulah bodoh, kau dan Matthew harus bersyukur, untung saja han
The Plough Pub and Restauant yang berlokasi di The Green, Upper Wolvercote, Upper Wolvercote, Oxford OX2 8BD Inggris menjadi pilihan Fleur untuk makan malam sederhananya bersama Matthew. Setelah pertemuan mereka yang tanpa di sengaja beberapa waktu yang lalu membuat hubungan mereka makin hari makin membaik. Saat masih berada di rumah sakit, Matthew beberapa kali datang ke ruangan mereka, sekedar memeriksa ataupun hanya menjenguk. Kadang pula ia menawarkan diri untuk bergantian menjaga sang adik apabila Matthew kebetulan tak terlalu sibuk agar Fleur bisa beristirahat dan menyegarkan dirinya sejenak.Bahkan setelah keluar dari rumah sakit pun mereka masih kaling berhubungan melalui chat atau menelpon. Terkadang juga Matthew menemani Fleur untuk berbelanja ataupun mengantarnya ke sebuah tempat lalu melanjutkan perjalanannya ke rumah sakit.Jika di pikir Matthew dan dirinya terlihat seperti pasangan kekasih, mereka terlihat seperti tengah balikan dan kembali meraj
3 tahun kemudian… 4 staff UGD berlarian keluar sembari mendorong ranjang pasien. Di depan baru saja tiba sebuah mobil ambulan dengan seorang pasien yang tengah di tangani di belakang bersama perawat lainnya. Pintu belakang terbuka dan pesien segera di turunkan ke ranjang lalu kembali di bawa masuk ke dalam UGD untuk segera di tindak lanjuti. Bersamaan dengan itu seorang pria dengan seragam dokter dan stetoskop yang mengantung di lehernya menghampiri pasien tersebut. “Dokter, pasien di duga melakukan percobaan bunuh diri dengan mengkonsumsi obat secara berlebihan” ucap salah satu perawat wanita di sana. Pria itu dengan segera memeriksa tanda-tanda vital passion. “Obat apa saja yang di konsumsi?” tanya pria tersebut. Perawa itu lalu memberinya sebuah bungkusan berwarna biru dengan beberapa jenis obat yang tersisa hanya bungkusannya saja. “Kami sudah menghubungi pihak keluarga untuk mengabari keadaan pasien juga menanyakan
2 tahun kemudian...Rutinitas Lynelle kembali bertambah setelah menjadi istri dari seorang dokter dan pembisnis ternama, Matthew Flint, membuat dirinya sedikit lebih repot dari biasanya. Jam kecil di atas nakas masih menunjukkan pukul 5 pagi namun Lynelle harus memaksakan dirinya untuk bangun dan mulai menyibukkan dirinya.Dimulai dengan membereskan rumah, mencuci piring dan pakaian. Begitu jam menunjukkan pukul 6 pagi, Lynelle kembali ke kamar dan membangunkan Matthew untuk bersiap-siap berangkat kerja. Begitu Matthew sudah terbangun, Lynelle kembali menuju dapur untuk menyiapkan sarapan.Bertepatan saat sarapan sudah selesai, Matthew sudah siap dengan pakaian formalnya dan kembali sibuk dengan ponselnya untuk melihat jadwal hari ini.“Kau akan pulang malam lagi?” tanya Lynelle,“Heum”Heum?Lynelle melihat ke arah Matthew yang masih sibuk dengan ponselnya. “Aku harus menunggumu atau tida
Disinilah Lynelle yang duduk berhadapan dengan Belva yang tengah meneguk cola-nya dengan begitu anggun sedang Matthew tengah memesan makanan untuk dirinya dan Lynelle. Lynelle berusaha mengedalikan ekspresinya namun tak bisa di pungkiri jika sampai detik ini ia masih merasa kesal dengan kehadiran Belva.Cih, perjalanan yang memakan waktu cukup lama apanya? ini tak sampai 30 enit dari apartementku dan lagi, KENAPA HARUS ADA WANITA INI?! Seperti itulah jeritan isi hati Lynelle yang tak bisa ia suarakan.Belva yang tahu jika Lynelle akan memberinya tatapan tajam, bersikap enteng dan tetap memberikan senyum manisnya sekalipun Lynelle tetap tak merubah ekspresinya.“Kenapa kau ada disini?” ucap Lynelle pada akhirnya. Ia sudah tak bisa menahannya dan kalimat itu sudah berada di ujung lidahnya jadi seklaian saja ia keluarkan.Alih-alih langsung menjawab, Belva terlebih dahulu memakan kentang gorengnya dan menyuap 1 gigitan besar burger kedal
Kedua insan itu saling menyalurkan kehangatan melalui dekapan erat mereka dan selimut tebal menutupi tubuh polos mereka tanpa sehelai benang pun. Lynelle mengelus pelan rambut hitam legam milik Matthew yang sudah mulai memanjang. Lynelle terkekeh begitu Matthew mengendus pada dadanya untuk mencari kehangatan.“Kau tidak akan bangun?” tanya Lynelle. Matthew hanya memberikan gumaman tidak sejelas lalu mengeratkan pelukannya.“Matthew, bolehkah aku bertanya?”Tak mendapatkan jawaban apapun dari Matthew, Lynelle kembali melanjutkan pertanyaannya. “Kemarin, saat makan siang dengan ibumu, beliau sempat berkata bahwa dia bukan ibu kandungmu” Lynelle menjilat bibirnya yang kering sembari memainkan rambut Matthew. Matthew sendiri pun masih tak berkomentar apapun membuatnya kembali berbicara, “Boleh aku tahu apa yang terjadi?”“Aku sepertinya belum tahu banyak tentangmu, jadi—““Mau ku cei
Matt_ofLy, dimana?myloveLYsedang di belakang panggungnanti kuhubungi lagi“Wah, sepertinya acara peluncurannya sangat ramai sampai-sampai dia sesibuk itu” ucap Matthew sembari menatap ponselnya dengan chat terakhir dari Lynelle di sana.Ia lalu beralih ke menu kontak dan tanpa ragu mencoba menghubungi seseorang disana.“’Allo”“Halo bu, apakah acaranya sudah mulai?”“Eum sebentar lagi, ibu sedang menuju kesana. Ada apa sayangku?”Matthew mengulum senyumnya sebentar. Tiba-tiba saja ia merasa malu tanpa sebab padahal ia sudah membicaraka soal ini dengan Dwyne jauh-jauh hari.“Bu, ingatkan..”“Ahahaha, tentu saja. Kau seantusias itu?”Matthew mengangguk walaupun ia tahu Dwyne tak bisa melihat gerakannya, “Tentu saja. Ini hal yan
Waktu sudah menunjukkan pukul 12.00 tengah malam dan Belva baru saja selesai dengan semua pekerjaanya. Rumah sakit sudah sepi pada jam seperti ini tentunya namun sebuah langkah sepatu membuat Belva membeku sejenak menatap pintu ruangannya yang tak tertutup menanti dengan was-was siapa yang berkeliaran di area ruangannya pada jam seperti ini.“Wajahmu tegang sekali” ucap seseorang yang berada di ambang pintu sana membuat Belva menghela napasnya yang sedari tadi ia tahan dengan lega.Jujur saja ia sedikit ketakutan karena banyak cerita-cerita mistis yang beredar akhir-akhir ini membuat bulu kuduknya merinding walaupun ia bisa terbilang sering pulang larut.“Ku pikir siapa, ternyata kau” balas Belva sembari sibuk membereskan barang-barangnya lalu menghampiri pria tersebut yang masih beridiri di posisi yang sama.“Kenapa kau masih ke sini?”“Kau bilang akan pulang lebih telat”“Kau benar-benar me
“Ck!”Decihan itu terdengar untuk kesekian kalinya membuat Lynelle akhirnya menyerah dan menatap malas ke arah pria yang sudah menginjak usia kepala 3 di hadapannya. Menampilkan ekpresi cemberut sejak kemarin membuat Lynelle bertanya-tanya apakah pria itu tak lelah memasang ekpresi seperti itu?Bayangkan saja bagaimana lelahnya mengerucutkan bibir selama 2 hari berturut-turut.“Hah!”Lagi, pria itu membuat suara-suara yang di sengaja agar membuat Lynelle peka dan atensi Lynelle tertuju padanya.“Kau tak lelah seperti itu?”“Tak tahu”Jangan lupa dengan balasan yang sama selama 2 hari setiap di ajak berkomunikasi. Lynelle memijat pelipisnya, kelakuan Matthew benar-benar membuatnya pening sejak kejadian dimana ia menggunakan ponsel Carl untuk berkomunikasi sejenak dengan sahabat-sahabatnya sekedar saling berkenalan dan berujung Lynelle mendapat banyak gombalan membuat Matthew merajuk b
“Lynelle..”“Kau tahu. Ia melakukan hal yang fatal sebab tak menerima kenyataan tersebut. Ia menculikku, melukaiku dengan begitu hebatnya sampai rasanya aku ingin mengutuk dunia setiap harinya. Aku ingin mengutuk langit yang terlihat cerah sedangkan aku kesulitan untuk bernapas bebas dalam penjara indah yang ia bangun”“Lynelle maafkan aku. Bukan seperti itu maksudku”“Lalu kau tahu yang paling lucu namun mampu membuatku merasa lebih mati dari sebelumnya saat ia melukaiku? Yaitu saat aku mencoba untuk menerima semua, berdamai dengan semua. Aku kehilangan janinku dan dia membuangku, memulangkanku setelah kejadian itu.” Lynelle memberikan senyum pahit di sela tangisannya, “Bukankah seperti ia sudah tak membutuhkanku lagi?” Matthew menggeleng dengan cepat. Hal itu sudah sangat melenceng, ia tak pernah berpikir untuk seperti itu. Matthew membawa tangan Lynelle pada bibirnya dan mengecupnya berkali-kali. “Jangan berpikir demikian Ly, sedikitpun aku tak pernah ber
Matthew memarkirkan mobilnya tepat di seberang butik Lynelle dan menunggu di sana. Sudah setengah jam berlalu namun ia tak mendapatkan apapun di sana. Sosok Lynelle yang ia nanti menampakkan diri masih tak tertangkap netranya barang sekilas saja.Sepertinya ini sia-sia, pikirnya.Namun Matthew mencoba untuk menunggu lebih lama lagi hingga 1 jam lewat ia habiskan dia sana menunggu Lynelle yang masih tak kunjung nampak pada akhirnya membuatnya menyerah dan dengan sedikit lesu berisap untuk meninggalkan tempatnya.Akan tetapi, baru saja Matthew menyalakan mesin mobilnya, seorang wanita keluar yang Matthew kenal sebagai Lynelle, berjalan sedikit terburu-buru di ujung sana dan hendak menyebrangi jalan. Mengetahui itu, Matthew merasa deg-degan tanpa sebab dan sedikit menunduk untuk bersembunyi begitu Lynelle telah menyebrangi jalan untuk menuju café yang berada tak begitu jauh di tempat Matthew memarkirkan mobilnya.Matthew kembali menunggu cuku
Selagi Lynelle berperang dengan batinnya, Carl beranjak sebentar dan kembali dengan sebucket besar bunga mawar biru yang lalu ia sodorkan kepada Lynelle. Lynelle menerima bunga tersebut dan menatap Carl yang kembali duduk di posisinya.“Selama ini setiap bucket bunga besar yang kau terima itu bukan dariku melainkan dari Matthew”Kali ini tenggorokan Lynelle terasa tercekik tatkala ia berusaha untuk tidak meneteskan airmata lagi. Namun setiap fakta yang Carl ucapkan membuatnya mengalah dan membiarkan tetes demi tetes airmata itu turun membasahi wajahnya yang berekspresi datar.“Mulai dari aku yang mengajakmu ke wahana bermain saat tahun baru, memberimu bucket bunga pertama di hari uang tahumu 2 tahun yang lalu, setahun yang lalu dan sekarang, mengajakmu berkencan setiap hari sabu dan minggu, hadiah natal yang salah satunya merupakan hadiah dari Matthew, bucket bunga untuk butikmu, bahkan butik milikmu sebenarnya saran dari Matthew. Semua itu, di