"Heh, apa maksudmu?"tanya Sandi sambil ingin menonjok wajah Bang Adnan."Tidak, ada."jawab Bang Adnan santai."Sudahlah, Mas. Buang-buang energi saja ngadepin dia. Lagian kalau kamu tonjok wajahnya mau kayak apa lagi coba? Sudah jelek nantu tambah jelek,"ledek Wulan.Bukanya membalas Bang Adnan malah tersenyum-senyum."Eh, Puspa kamu juga datang.Tapi, pagi-pagi jadi tukang masak di sana."titah Bi Ning."Maaf, saya tak berminat."tolak Puspa mentah-mentah."Belagu kamu! Saudara macam apa yang tak mau membantu pernikahan saudaranya sendiri?" ujar Wulan sewot."Ranti, ajari anakmu itu! Sesama saudara harusnya saling bantu, jangan kayak begitu tingkahnya."ujar Bi Ning pada ibu.Ibu yang baru saja keluar dari rumah langsung di semprot omelan Bi Ning."Ya, terserah anakku Ning. Orang dianya gak mau masa harus di paksa,"jawab Ibu."Ya, haruslah kamu ibunya. Suruh anakmu itu bantu kami, kalau dia gak mau paksa. Masa sebagai orang tua kalah sama anak sendiri sih,"cibir Bi Ning."Menantu kamu 'k
"Loh, Mas Sandi mau kemana?" tanya Wulan.Semua orang langsung terdiam mendengar nada, dan ucapan Sandi. Pria yang tadi dengan sombongnya kelewatan memamerkan semua kekayaan serta menghina kami. Kini tunduk pada seorang Irpan.'Punya pelet Nih ipar gue'batinku terkekeh.Sandi yang akan segera pergi langsung di kejar oleh Wulan."Mas! Kamu mau kemana?"cegah Wulan saat Sandi akan memasuki mobilnya."Aku pulang dulu, nanti aku ke sini lagi. Aku lupa ada kerjaan yang belum aku bereskan di kantor,"ujarnya. Lalu tanpa perduli meninggalkan Wulan, dan Bi Ning yang masih meneriakinya."Kaya abis ngelihat macan ngamuk. Kok bisa dia kaya begitu?"tanyaku pada Irpan."Heh, sudah saya bilang Mbak. Jangan remehkan irpan aura saya iyang gahar sama orang jahat," ucap Irpan Sombong."Kenapa kamu keluar? Sudahku bilang sembunyikan saja di dalam," tiba-tiba Bang Adnan menyahut dengan nada marah.Bang Adnan nampak begitu emosi pada adiknya. Kenapa sih laki gue?"Lu udah gue bela, malah ngamuk. Aneh emang
"Ranti! Siapa orang tadi yang naik mobil itu?"tanya Bi Ning sambil menunjuk jarinya yang di kerumuni cacing gelamor.''Next level emang ini mak lampir,' batinku."Oh tadi itu irpan, adiknya Adnan."jawab ibu dengan tenang.Wajah Bi Ning, dan Wulan terkejut, mulut mereka tercengang mendengar Irpan yang mengendarai mobil mewah itu.Aku celingukan mumpung lagi kaya gitu, enak kalau di masukin sesuatu nih.'Lalat, di mana Lalat?'kekehku"Emang punya mobil dia? Gak percaya saya orang gak war*s kaya gitu, mana bisa beli mobil sebagus itu," ujar Bi Ning meremehkan."Benar, paling itu mobil rentalan. Ya ampun hidup sulit bergaya elit," cibir Wulan.Ibu terlihat jengah dengan mereka."Orang yang gak terlihat hartanya di anggapnya miskin. Orang yang punya mobil di anggapnya sok kaya. Ning kamu kayanya salah minum obat,?" tanya ibuku.Aku terkekeh kegelian. Ibu the best sedunia cara membalasnya gak kaleng-kaleng."Ngapain saya minum obat, saya orang sakit?" tanya Bi Ning."Siapa tahu. Kulihat mul
"Apa-apaan ini? Dekor, gaun pengantin. Ngapain Bang Adnan pesan- pesan kayak gini? Masa iya dia mau nikah lagi,' batinku bertanya-tanya.'Ini tidak boleh terjadi. Mana sanggup nanti aku di madu. Walaupun pernikahan ini tak ada cinta. Tapi, hatiku gak rela pokoknya titik segede kelapa!"Dek in--"Aku langsung mengambil ponselku tanpa menghiraukan Bang Adnan. Terlihat pria itu mengerutkan keningnya bingung, mungkin dia merasa aneh dengan sikapku.'Ah, bodo amat yang jelas sakit banget hati ini tak mau di madu.'"Dek kamu kenapa?" tanyanya."Gak apa-apa," jawabku."Dek, ada yang mau Abang sampaikan. Kita ngobrol bertiga sama ibu," pintanya.Aku memanggil ibu di kamarnya. Lalu kami berkumpul di ruang tamu."Ini ada apa?"tanya ibu kebingungan.Aku menggelengkan kepala saat ibu menatapku."Maaf jika saya menganggu waktu istirahat ibu. Dek, besok Abang di minta untuk pulang kerumah. Tadi irpan bilang penyakit ibuku kambuh lagi,"jelasnya.Aku tercekat mendengar apa yang di sampaikan Bang Adna
Aku menampar, dan menjambak rambut Wulan kuat. Lalu mendorong tubuhnya yang lebih besar dariku samapi wanita itu terjungkal ke belakang.Brugh!"S i a l a n!"teriaknya.Wulan langsung bangkit. Lalu bersiap menyerang ku balik.Aku yang akan menerima serangannya. Langsung memasang jurus kucing j a b l a y."Hayahhhh! Maju lu," tantangku.Wulan yang merasa tertantang lalu menjambak rambutku. Aku yang tidak mau kalah ikut mejambak rambut sampai beberapa helai rambut itu rontok."Argggggggg ..." teriaknya.Bi Ning yang menyadari anaknya babak belur olehku sigap mengeroyoki, dan membantu anaknya.Wanita paruh baya itu menarik tubuhku, dan mencoba melepaskan genggaman tangan ini. Supaya tanganku tidak menyakiti anaknya."Lepaskan putriku!" teriaknya sambil menendang b o k 0 n gku dengan kakinya.Aku yang kesakitan melepas tangan ini dari rambut, dan wajah Wulan. Entah kekuatan dari mana atau memang ini adalah amarahku yang selama ini terpedam. Aku segera bangkit, dan berlari menindih tubuh
Eh ibu Suketi, mau belanja apa?" ujarku. Aku tak menggubris pertanyaannya."Suketi? Kamu kira saya sinder bolong?" sengitnya."Emang! Lagian set*n kok muncul tengah bolong, gak takut sam matahari apa." jawabku."Puspa mulut kamu semakin lama semakin tajam," ucap Bu Dewi."Loh, bukannya ibu yang mulutnya lebih. Tiap hari itu di asah di mana tuh, Bu?" ledekku.Wajah Bu Dewi memerah. Wanita itu menatapku garang.Dari arah jauh rombongan ibu-ibu yang di pimpin oleh Bi Ning, dan Wulan sepertinya akan menuju kesini.Di sana Bi Ning seperti memperlihatkan sebuah gambar pada para ibu-ibu. Entah itu gambar apa."Wah, mewah banget pelaminan-nya si Wulan."puji Ibu-ibu."Acaranya di gedung hotel lagi." "Makanannya pasti enak, dan lezat, Bu Ning?"tanya mereka."Ya, jelas 'lah. Kami gak bakalan pesan makanan abal-abal. Kami pesan makanan yang bintang lima, kalian pasti gak akan kecewa nantinya," jawab Bi Ning sombong."Baru kali ini, di kampung kita ada yang hajatannya sampai nyewa gedung hotel.
"Benar itu, kalian dapat apa kalo mungut si buruk rup@ itu?"tanya Bu Dewi.Wanita paruh baya itu yang tadi tengah pokus melihat gambar dekorasi pelaminan Wulan. Kini menatap bingung ke arah koper Bang Adnan."Loh, mana suamimu?" tanya Bu Dewi bingung."Memang si b u r*k itu tadi di sini?" tanya Wulan pada Bu Dewi."Iya, tadi dia di samping si Puspa. Kenapa sekarang hanya ada kopernya saja?" yanya Bu Dewi padaku."Hah! Bawa koper? Suami jeleekmu mau pergi ninggalin kamu?" tanya Uwa Rosid."Tidak! Dia akan pulang hari ini, dan kembali lagi." Jawabku.Sedari tadi aku terus mengatur napas untuk menahan emosi karena perkataan mereka."Hahahaaa ... Duh kasihan banget nasib kamu, Pus. Sudah di jodohkan sama orang m i s k i n, jelekkk sekarang malah di tinggal suamimu." Ledek Bi Ning."S i * l banget emang nasib si Puspa," ucap Ibu Dewi."Udah di ambil ke per*wanannya malah di tinggal.""Sebentar lagi jadi janda dong, Neng Puspa." ledek Ibu-ibu yang lain."Eh, tapi ibu ibu. Sebelum kalian ke
"Bisa jadi Bu Ning malu ngakuin saudaranya yang modelnya kaya begini," ejek Bu Dewi.Semua ibu-ibu tertawa mengejek padaku."Bu, mau tanya boleh?" ujarku."Apa?" ujar mereka dengan wajah meremehkan."Kalo boleh tahu ibu-ibu ini, mau pada ngelenong dimana?"tanyaku sambil terkekeh.Raut wajah ibu-ibu yang tadi merasa menang langsung masam. Aku tertawa terbahak-bahak saat melihat wajah mereka misuh-misuh dengan dandanan seperti lenong."Heh Puspa, kami ini mau datang keacara pernikahan yang mewah. Mana ada yang ngelenong di sana" ucap Bu Dewi sengit."Abis itu muka merah-merah kaya abis di gebukin. Jadi saya pikir kalian pada mau ngelenong," ucapku."Assalamualaikum, selamat pagi Bu." tiba-tiba seorang pria berpakaian ala ala bodyguard datang ke rumahku."Waalaikumsalam, s-iang juga." ujarku, dan ibu yang lain terlihat tercengang atas ke hadiran kedua orang ini.'Ini dua orang mau ngapain kesini ya?' tanya batinku."Apa benar ini dengan Non, Puspa?" yanya mereka."Non?" sentak para ibu-