Eh ibu Suketi, mau belanja apa?" ujarku. Aku tak menggubris pertanyaannya."Suketi? Kamu kira saya sinder bolong?" sengitnya."Emang! Lagian set*n kok muncul tengah bolong, gak takut sam matahari apa." jawabku."Puspa mulut kamu semakin lama semakin tajam," ucap Bu Dewi."Loh, bukannya ibu yang mulutnya lebih. Tiap hari itu di asah di mana tuh, Bu?" ledekku.Wajah Bu Dewi memerah. Wanita itu menatapku garang.Dari arah jauh rombongan ibu-ibu yang di pimpin oleh Bi Ning, dan Wulan sepertinya akan menuju kesini.Di sana Bi Ning seperti memperlihatkan sebuah gambar pada para ibu-ibu. Entah itu gambar apa."Wah, mewah banget pelaminan-nya si Wulan."puji Ibu-ibu."Acaranya di gedung hotel lagi." "Makanannya pasti enak, dan lezat, Bu Ning?"tanya mereka."Ya, jelas 'lah. Kami gak bakalan pesan makanan abal-abal. Kami pesan makanan yang bintang lima, kalian pasti gak akan kecewa nantinya," jawab Bi Ning sombong."Baru kali ini, di kampung kita ada yang hajatannya sampai nyewa gedung hotel.
"Benar itu, kalian dapat apa kalo mungut si buruk rup@ itu?"tanya Bu Dewi.Wanita paruh baya itu yang tadi tengah pokus melihat gambar dekorasi pelaminan Wulan. Kini menatap bingung ke arah koper Bang Adnan."Loh, mana suamimu?" tanya Bu Dewi bingung."Memang si b u r*k itu tadi di sini?" tanya Wulan pada Bu Dewi."Iya, tadi dia di samping si Puspa. Kenapa sekarang hanya ada kopernya saja?" yanya Bu Dewi padaku."Hah! Bawa koper? Suami jeleekmu mau pergi ninggalin kamu?" tanya Uwa Rosid."Tidak! Dia akan pulang hari ini, dan kembali lagi." Jawabku.Sedari tadi aku terus mengatur napas untuk menahan emosi karena perkataan mereka."Hahahaaa ... Duh kasihan banget nasib kamu, Pus. Sudah di jodohkan sama orang m i s k i n, jelekkk sekarang malah di tinggal suamimu." Ledek Bi Ning."S i * l banget emang nasib si Puspa," ucap Ibu Dewi."Udah di ambil ke per*wanannya malah di tinggal.""Sebentar lagi jadi janda dong, Neng Puspa." ledek Ibu-ibu yang lain."Eh, tapi ibu ibu. Sebelum kalian ke
"Bisa jadi Bu Ning malu ngakuin saudaranya yang modelnya kaya begini," ejek Bu Dewi.Semua ibu-ibu tertawa mengejek padaku."Bu, mau tanya boleh?" ujarku."Apa?" ujar mereka dengan wajah meremehkan."Kalo boleh tahu ibu-ibu ini, mau pada ngelenong dimana?"tanyaku sambil terkekeh.Raut wajah ibu-ibu yang tadi merasa menang langsung masam. Aku tertawa terbahak-bahak saat melihat wajah mereka misuh-misuh dengan dandanan seperti lenong."Heh Puspa, kami ini mau datang keacara pernikahan yang mewah. Mana ada yang ngelenong di sana" ucap Bu Dewi sengit."Abis itu muka merah-merah kaya abis di gebukin. Jadi saya pikir kalian pada mau ngelenong," ucapku."Assalamualaikum, selamat pagi Bu." tiba-tiba seorang pria berpakaian ala ala bodyguard datang ke rumahku."Waalaikumsalam, s-iang juga." ujarku, dan ibu yang lain terlihat tercengang atas ke hadiran kedua orang ini.'Ini dua orang mau ngapain kesini ya?' tanya batinku."Apa benar ini dengan Non, Puspa?" yanya mereka."Non?" sentak para ibu-
Saat ini wajahku mungkin begitu merah karena malu, sama halnya seperti ibu."Penjaga! Tolong tendang mereka keluar dari sini," titah Bi Ning.Bi Ning yang merasa terganggu dengan ke hadiranku langsung menyuruh orang untuk mengusiriku. Aku di dorong, dan di tarik oleh pria itu hingga keseimbangan tubuhku yang kurang sehingga akan terjatuh. Namun, dengan cepat seseorang datang. Seorang pria tampan, menangkap tubuhku yang akan terjatuh dari belakang.Tatapan kami beradu, mata elang itu seperti pernah aku lihat. Tapi dimana."Siapa itu?!"tanya para tamu."I-tu bukankah Tuan Khaizan," bisik para tamu.Para tamu pun riuh, mereka bersorak memanggil nama Tuan Khaizan."Maaf aku terlambat," Ucap Pria itu."Siapa kamu?" tanyaku. Pria itu langsung melepaskan tubuhku, dan berjalan ke depan lalu mengambil pengeras suara di sana."Perkenalkan saya Adnan Khaizan, suami dari bidadari cantik bernama Puspasari." ujarnya, membuat semuanya terkejut sama seperti aku.Degh!Apa yang di katakan."Tuan K-k
Biarkan mereka masuk, Sandi. Aku masih punya kejutan untukmu, "ucap Bang Adnan dengan senyuman tipis di bibirnya.Wanita dengan perut buncit serta anak perempuan yang di gandengan tangganya itu masuk."Sulis, Susan! Kalian kenapa bisa kesini?" tanya Sandi. Ya, itu nama putri Sandi adalah Susan, itu singkatan dari Sulis dan Sandi."Aku yang membawa mereka ke sini!" ujar Bang Adnan sambil mengangkat dagunya."Jadi begini kelakuanmu selama ini. Pantas saja kamu betah di sini, dan tak mau pernah pulang untuk menengok perkembangan anak kita. Ternyata kamu di sini tengah bersenang-senang menggelar acara dengan wanita m u r * h a n ini," ujar Sulis menatap wajah suaminya."Tu-an." wajah Sandi pias. D ia menatap wajah Bang Adnan dengan melas."Sandi kamu tahu, Pria ini?" tanya Bang Adnan sambil memperlihatkan sebuah poto dirinya yang tengah menyamar.Sandi menggelengkan kepalanya tanda tak tahu siapa orang yang di dalam poto itu."Orang ini adalah aku!" Mata Sandi membulat lebar, jelas dia
"Emang kalau dalaman ayah di jual. Kita bakalan dapat uang yang banyak, Mah?" tanya Susan dengan polosnya."Pasti Sayang. kita nanti bisa beli rumah mobil, dan banyak mainan untukmu." jawab Sulis."Asikkkkkk! Beli mainan. Bapak ayo cepetan kalah Susan mau beli mainan banyak!" teriak gadis kecil itu.Aku menepuk jidatku kencang. ' Ini emaknya bukan sih? Kok ngajarin anak sadis bener.' "Kenapa kamu menikahi putri saya, jika kamu sudah punya istri dan anak, hah? Kamu mau mempermainkannya brengs*k!" sengit Uwa Rosid. Bi Ning yang sedari tadi diam saja ingin melerai perkelahian mereka. Karena di rasa wajah Sandi sudah penuh dengan darah, dan memar. Bi Ning takut jika menantunya itu mati karena ulah suaminya. Dia takut nanti Uwa Rosid akan di penjara, jika sampai membunuh pria yang sudah menipu mereka."Sudah, Pak. Jangan di pukul lagi nanti dia bisa mati, Bapak mau masuk penjara, enggakan?" ujar Bu Ning.Uwa Rosid langsung melepaskan, dan menenangkan dirinya."Sekarang saya minta kamu ta
Saya ada kejutan untukmu." ujar Bang Adnan."Kejutan? Kejutan apa, Tuan?" ucap Wulan mendayu- dayu.Aku langsung mencabbikkan bibirku saat Bang Adnan berucap sangat manis pada wanita lain. Dasar laki-laki semua sama.Bang Adnan memanggil beberapa bodyguardnya untuk maju. Dia mengeluarkan amplop coklat, lalu menyuruh mereka membagikan amplop itu pada semua tamu.Semua mendapatkan amplop yang entah isinya apa. Namun, raut wajah para tamu apalagi Uwa Rosid, Bi Ning dan Wulan begitu bahagia, karena mereka mendapatkan amplop paling tebal dari tamu-tamu yang lain."Apa semua sudah dapat?" tanya Bang Adnan dengan memakai pengeras suara."Sudah! ..." ucap Para tamu serempak."Dalam hitungan ketiga. Kalian bisa membuka amplop itu, Paham!" ujar Bang Adnan."Satu--," Bang Adnan sudah mulai menghitung, terlihat raut wajah para tamu tak sabaran ingin membuka amplop itu.'Ah mungkin isi amplop itu uang kali ya?' tanya Batinku."Dua---- Ti-ga! Buka amplopnya," Seru Bang Adnan.Semua orang tergesa me
"Biarkan saya memperkenalkan diri. Nama saya Adnan Khaizan, putra sulung dari ibu Arora dan Martin Khaizan." terang Bang Adnan.Mata kedua suami istri itu membulat terkejut, termasuk dengan Puspa dan ibunya."Pak.." lirih Bi Ning."Kenapa jadi seperti ini. Aku kira putri kita yang menikah dengan Sultan. Namun, kenyataannya si Puspa yang di nikahi Sultan asli Khaizan." Gumam Bi Ning pada suaminya."Iya, Bu." jawab Uwa Rosid lirih."Ku kira jadi Sultan, eh ternya cuma khayalan, Ha Ha Ha" tiba-tiba Irpan masuk.Bi Ning yang tak menerima kenyataan. Tuba-tiba juga darahnya tingginya naik. Bibirnya, dan tangganya jadi bengkok, dan struk.Uwa Rosid yang cemas, langsung menggendongnya lalu berlari keluar menuju rumah sakit.Sedangkan tamu dari desa, masih berpandangan-pandangan. Entah apa yang mereka harus lakukan saat ini."Baik semua, mari kita mulai kembali acaranya." ujar Bang Adnan pada para tamu."Silahkan di nikmati makanan yang tersaji," ujar Irpan."Bang, sukses nih kejutannya?" tany