"Maaf Kak aku gak sengaja, soalnya perutku sakit banget lagi semilang jadi gak sadar pegang tangan Kakak sekuat itu." Ujar Mega sambil."Lain kali jangan kayak gitu lagi," ketus Kang Satria. "Kang, udah aku gak apa-apa kok." ucapku lembut."Mega kalau kamu gak kuat di dalam aja," pintaku lembut sambil tersenyum untuk membalas sandiwara mereka.Mega mengangguk ,dan pergi dengan wajah masam.'Emang enak di marahin sama Ayang' ucap batinku."Ayo segera kita mulai acara akadnya." ujar Pak Penghulu."Mempelai wanita silahkan duduk, mendampingi mempelai pria untuk mengucapkan ijab kabul." perintah Pak Penghulu.Kang Satria mengulurkan tangannya untuk menuntunku, namun tidak aku hiraukan.Aku justru mengedarkan pandanganku menatap sekeliling sudut, mencari seseorang yang semalam mengusik pikiranku.'Dimana dia? Apa dia teramat kecewa, lalu mundur begitu saja sampai ia tidak datang?
"Saya--" ucap Irpan dengan suara lantang.Pria bertubuh tegap itu berjalan menghampiri Pak Ridwan.Semuanya terkejut dan langsung mengalihkan tatapan mereka pada Irpan."Apa maksudmu?" tanya Pak Ridwan pada Irpan."Maaf, Pak. Saya pria yang sudah menodai Putri Bapak," jawab Irpan jujur.Para tamu saling berpandangan-pandangan tak percaya, bagaimana ada pria yang berani mengakui perbuatannya di hadapan banyak orang."Kok berani banget ya? Ngaku di hadapan banyak orang," bisik Ibu-ibu."Ini nih baru yang namanya laki." "Pantes aja si Putri khilaf," celetuk salah satu ibu-ibu."Maksudnya Bu?""Ya siapa coba yang gak bakal nahan, melihat ketampanannya si Bambang yang aduw aduwww!" celetuk ibu-ibu heboh."Ho,oh wajahnya kaya opa-opa korea. Sarangheayo." Aku menggeleng-gelengkan kepalaku ternyata bukan para gadis muda saja yang kejang-kejang pas ngelihat wajah tampan bab
"Kenapa gak kuat nahan malu atau gak kuat sama amukan mereka?" tanyaku sambil tersenyum sinis pada Mega dan Kang Satria."Huuuhuu wajah tebal." "Ular bermuka dua!""Pria biad*b." seru para ibu-ibu dan Bapak-bapak yang ada di sini. Suasana semakin begitu gaduh dan ricuh, komentar para tamu terdengar sudah tak terkendali.Aku tersenyum getir melihat Mega menangis dan keluarga Kang Satria di kerumuni dengan sumpah sarapah dan lemparan batu serta sampah dari semua orang yang ada di sini."Teh sudah," ucap Irpan pria itu berusaha menenangkanku."Iya Kang," ucapku pada Irpan.Aku menarik nafas panjang dan tersenyum menatap wajah tampan Irpan, kenapa tiba-tiba aku merasa nyaman didekat pria ini."Putri yang sabar ya." ujar Rani, wanita itu keluar dari balik layar LED tadi lalu memeluk tubuhku berusaha menguatkanku menghadapi kenyataan ini."Tenang Bapak-bapak, ibu-ibu kita jangan main haki
"Loh, kenapa pada ngelihat saya kayak gitu?" tanya Irpan pada semua orang."Akang beneran pengen di nikahin sama Pak Kades? Akang bukan--" aku menatap wajah Irpan penuh selidik."Astaghfirullah, bukan itu Teh saya masih normal, sumpah Teh!" ujar Irpan dengan melas, ia langsung tahu arti tatapanku.Semua orang terkekeh melihat wajah prustasi Irpan, selain itu ekspresi wajah pria itu juga lucu dan mengemaskan saat semua orang menuduhnya sebagai gay."Akang ngomongnya gimana tadi coba?" tanyaku."Maksud saya, Pak Kades jadikan nikahin kita Teh, bukan saya minta dinikahin sama Pak Kades." jawab Irpan, membeberkan maksudnya agar aku dan semua orang tak salah paham."Oh begitu, saya kira kamu mau di nikahin sama saya." goda Pak Kades."Saya masih lempeng Pak!" ujar Irpan sambil mengerigidik."Kita tanya coba sama Neng Putri-nya, mau gak nikah sama kamu?" tanya Pak Kades padaku."Putri, apa kamu mau
"Neng Putri, makasih ini mahar es cendol sudah di bagi sama kami." sindir ibu-ibu pada Irpan.Mereka tertawa terbahak-bahak, saat tubuh Irpan menegang dengan wajah pucat menatapku.Niat hati ingin mengalihkan perhatian para warga, justru tanpa sadar pria itu membagikan mahar yang telah ia berikan padaku."T-eh maaf," ucapnya lirih."Enggak apa-apa Kang, justru saya senang akang mau bagi-bagi es cendol mahar nya secara gratis." sindirku balik."Teh, saya janji bakalan ganti es cendolnya dua kali lipat," ujar Irpan melas.Aku hanya mengangguk dan terkekeh geli melihat tingkahnya yang menggemaskan."Baru aja di tandai mau di jadiin calon suami, eh ternyata udah di embat sama sahabat sendiri." ucap Rani saat melihatku dan Irpan dengan tatapan sendu."Cowoknya yang ngejar-ngejar aku loh Ran, bukan aku." bantahku."Iya, yang bangga di kejar-kejar Akang cendol ganteng." goda Rani."Pesona seorang
"Kapan kamu mengetahui semuanya?" tanya Kang Satria saat semua tamu sudah membubarkan diri."Kenapa, terkejut ya Kang?" ucapku sambil tersenyum penuh kemenangan."Aku tanya, kapan kamu mengetahui semuanya?" tanya Kang Satria dengan nada tinggi."Hey! Siapa kau berani membentak istriku?" Irpan maju dan memegang kerah kemeja Satria, pria itu marah tak terima istrinya di bentak-bentak."Apa video yang aku tunjukan pada semua orang itu, belum bisa menjelaskan dari mana aku tahu semua itu?" ucapku."Kalian bermainan-main dengan orang yang salah, kalian terlalu ceroboh bermain di rumah ini." tambahku aku menatap sinis wajah Kang Satria dan Mega."Harusnya dari dulu saja aku bun*h kamu, wanita jal*ang!" ujar Mega."Duh takut banget sama si mulut bus*k," cibirku pad Mega."Kamuuu!" Tuding Mega ke arah wajahku."Oh ya Kang, kalau nanti malam gak ada tumbal untuk di serahin sama peliharaannya. Gimana tuh nas
"Aku gak bakalan percaya sama ucapan kamu, karena kamu hanya ingin menakutiku?" tanya Mega."Terserah! Lagian aku gak perduli lagi mau kamu di jadiin tumb*l atau enggak sama dia!" tunjukku pada wajah Kang Satria."Cukup! Kamu sebenernanya tak terima kan di ceraikan Kang Satria? Makanya kamu mencoba memfitnahnya dan meruksak rumah tangga kami. Cih dasar ficik, sebaiknya kamu pergi sebelum--" ucap Mega dengan nada tinggi."Aku juga mau pergi ke kamarku, tapi siapa yang cegah tadi suami kamu bukan?" ledekku, wajah Mega langsung memerah merasa cemburu."Jangan kege'eran jadi cewek, suamiku hanya bertanya bukan meminta rujuk," ujar Mega padaku."Ya, sudah kalau begitu. Aku juga gak mau lama-lama di sini, selamat ya menjadi tumbal pengganti." ucapku dengan memamerkan senyum kemenangan, yang membuat Mega semakin sebal."Diam kamu!" bentak Kang Satria."Emm, takut di bentak-bentak.Tapi, Kang, kayaknya peliharaan keluarga Ak
"Astaghfirullah, itu Kang Satria!" ucapku tak percaya, Kang Satria berubah menjadi manusia setengah ular."Mega cepat keluar dari kamar ini!" perintahku namun Mega seakan tak mempunyai tenaga.Bu Melda yang melihat anaknya ada di ujung kematian berteriak histeris, pasalnya Kang Satria sudah mau menjulurkan lidahnya ke arah Mega."Mega lari!" teriakku, aku tidak bisa membiarkannya."Kang saya mau masuk," ucapku pada Irpan."Jangan Teh, bahaya." larang Irpan sambil menggenggam tanganku."Putri kamu jangan gegabah," timpal Ayahku."Tapi, Yah. Dia bisa mati," ucapku, aku tak perduli lagi.Dengan sekuat tenaga aku mencoba melepaskan genggaman tangan Irpan, lalu berlari dan menarik tangan Mega untuk keluar."Mega, ayo keluar!" ajakku pada wanita hamil ini.Namun Mega tak bergeming, sedangkan Kang Satria yang dalam wujud setengah ular itu terlihat marah atas kehadiranku.Tangan Kang Satr