"Kapan kamu mengetahui semuanya?" tanya Kang Satria saat semua tamu sudah membubarkan diri."Kenapa, terkejut ya Kang?" ucapku sambil tersenyum penuh kemenangan."Aku tanya, kapan kamu mengetahui semuanya?" tanya Kang Satria dengan nada tinggi."Hey! Siapa kau berani membentak istriku?" Irpan maju dan memegang kerah kemeja Satria, pria itu marah tak terima istrinya di bentak-bentak."Apa video yang aku tunjukan pada semua orang itu, belum bisa menjelaskan dari mana aku tahu semua itu?" ucapku."Kalian bermainan-main dengan orang yang salah, kalian terlalu ceroboh bermain di rumah ini." tambahku aku menatap sinis wajah Kang Satria dan Mega."Harusnya dari dulu saja aku bun*h kamu, wanita jal*ang!" ujar Mega."Duh takut banget sama si mulut bus*k," cibirku pad Mega."Kamuuu!" Tuding Mega ke arah wajahku."Oh ya Kang, kalau nanti malam gak ada tumbal untuk di serahin sama peliharaannya. Gimana tuh nas
"Aku gak bakalan percaya sama ucapan kamu, karena kamu hanya ingin menakutiku?" tanya Mega."Terserah! Lagian aku gak perduli lagi mau kamu di jadiin tumb*l atau enggak sama dia!" tunjukku pada wajah Kang Satria."Cukup! Kamu sebenernanya tak terima kan di ceraikan Kang Satria? Makanya kamu mencoba memfitnahnya dan meruksak rumah tangga kami. Cih dasar ficik, sebaiknya kamu pergi sebelum--" ucap Mega dengan nada tinggi."Aku juga mau pergi ke kamarku, tapi siapa yang cegah tadi suami kamu bukan?" ledekku, wajah Mega langsung memerah merasa cemburu."Jangan kege'eran jadi cewek, suamiku hanya bertanya bukan meminta rujuk," ujar Mega padaku."Ya, sudah kalau begitu. Aku juga gak mau lama-lama di sini, selamat ya menjadi tumbal pengganti." ucapku dengan memamerkan senyum kemenangan, yang membuat Mega semakin sebal."Diam kamu!" bentak Kang Satria."Emm, takut di bentak-bentak.Tapi, Kang, kayaknya peliharaan keluarga Ak
"Astaghfirullah, itu Kang Satria!" ucapku tak percaya, Kang Satria berubah menjadi manusia setengah ular."Mega cepat keluar dari kamar ini!" perintahku namun Mega seakan tak mempunyai tenaga.Bu Melda yang melihat anaknya ada di ujung kematian berteriak histeris, pasalnya Kang Satria sudah mau menjulurkan lidahnya ke arah Mega."Mega lari!" teriakku, aku tidak bisa membiarkannya."Kang saya mau masuk," ucapku pada Irpan."Jangan Teh, bahaya." larang Irpan sambil menggenggam tanganku."Putri kamu jangan gegabah," timpal Ayahku."Tapi, Yah. Dia bisa mati," ucapku, aku tak perduli lagi.Dengan sekuat tenaga aku mencoba melepaskan genggaman tangan Irpan, lalu berlari dan menarik tangan Mega untuk keluar."Mega, ayo keluar!" ajakku pada wanita hamil ini.Namun Mega tak bergeming, sedangkan Kang Satria yang dalam wujud setengah ular itu terlihat marah atas kehadiranku.Tangan Kang Satr
"Bu Melda, apakah benar kalian sudah bersekutu dengan mereka?" tanya Pak ustadz Wahyu~ustadz yang lebih muda."Kalian tidak perlu tahu, lebih baik cepat tolong anak saya!" perintah Bu Melda pada kedua ustadz itu.Kedua ustadz yang mendengar ucapan Bu Melda hanya menggeleng kepalanya."Jangan mencoba menghalangiku untuk membawanya, karena mereka sudah terikat denganku!" ucap Kang Satria yang tengah berwujud siluman."Apa maksudnya mereka terikat denganmu?" tanya Ustad Wahyu."Dia dan satu lagi kawannya, yang selalu membantu Aksa untuk mencarikan budak untukku, dan sebagai imbalanya aku buat mereka lebih muda padahal umur mereka sudah ratusan tahun." ucap Kang Satria menunjuk Bu Melda.'A-apa ratusan tahun?' tanya batinku sambil menatap Bu Melda tak percaya."Bohong! Dasar iblis pendusta kau mau memgecohkan semua orang hah!" teriak Bu Melda tak terima."Baik aku akan kembalikan kau ke wujudmu yang semula. Ha
"Kemana kalian bawa wanita itu?" tanya Ayah saat kami baru masuk kedalam rumah."Mereka di bawa kerumah Pak Kades yang lama, Yah." jawabku."Cih! Seharusnya mereka itu di tempatkan di neraka saja," cibir Ayah."Yah tidak baik berbicara seperti itu," tegurku."Lagian ayah heran sama kamu, mereka itu sudah jahat sama kita dan kamu masih mau menolongnya," gerutu Ayah padaku, beliau saat ini benar-benar marah besar."Ayah, kita di ciptakan memiliki rasa empati dan kasih sayang, jika kita tidak menolongnya bukankah kita sama saja dengan mereka? Katamu mereka tak punya hati, bahkan mereka terbilang berhati iblis, lalu bagaimana dengan kita?" tanyaku padanya.Ayah hanya memalingkan wajahnya saat aku bertanya seperti itu."Tapi tetap saja mereka itu salah, dan apa kamu tidak berpikir? Bagaimana nanti jika ada korban selanjutnya?" tanya Ayah padaku."Kita doakan saja semoga mereka bertaubat dan tak mengulangi perbu
"Enggak ah, Akang nyebelin!" ucapku yang langsung menarik selimut tebal."Teteh ih," ucap irpan dengan wajah melasnya."Apa Kang?" tanyaku."Itu ih!" sahut yang membuatku tak mengerti."Si Akang kenapa sih? Belum minum obat?" tanyaku lagi padanya."Bilangin ke si bapak ah! Teteh gak mau layanin suami," ancamnya padaku."Dih! Aduan si Akang" cibirku."Yaudah ayo atuh Teh," ajaknya sambil menarik tanganku."Akang mau bawa saya kemana?" tanyaku."Gak kemana-mana cuma suruh berdiri aja," jawabnya yang membuatku bingung."Emangnya saya patung Kang?" ucapku sambil memasang wajah cemberut."Iya Teteh itu patung yang ada di dalam diri saya," ucap Irpan sambil menyentuh dadanya."Itu jantung Kang, bukan patung." laratku sambil terkekeh.Irpan~pria yang telah menjadi suamiku itu hanya menyengir kuda."Teh, saya sebenarnya gak percaya bisa nikah sama Teteh." ucap I
"Akang saya berangkat kerja dulu ya," ucapku saat aku sudah rapi, dan bersiap berkerja di pabrik garmen seperti biasa."Loh Teteh emang gak ngambil cuti nikah?" tanya Irpan."Enggak Kang, tadinya saya pikir ya nggak bakalan jadi nikah. Hehe," jawabku sambil mengggaruk kepala."Teteh ngarepin gak jadi nikah sama saya?" tanya Irpan sambil mencabbikan bibirnya."Ih kan tadinya bukan sama Akang nikahnya," jawabku."Maksudnya?" tanyanya lagi heran."Tadinya kan saya mau nikah sama iblis itu Kang, jadi saya pikir gak bakalan jadi nikah atau gak bakalan bertahan lama gitu." jawabku menjelaskan semuanya."Sekarang 'kan Teteh udah nikah, jadi bisa ambil cuti kan?" tanyanya."Tetep gak bisa Kang, soalnya saya belum bilang ke atasan." jawabku yang membuat raut wajahnya memelas."Ih Teteh gak ngertiin," ucapnya dengan tingkah anak kecil.Aku berusaha menahan tawaku saat melihat tingkah lucunya yang se
"Saudara?" tanya Ayahku pada Irpan."Iya Pak saudara kandung saya," jawab Irpan."Memang kapan dia akan datang?" tanya Ayahku."Nanti sorean mungkin datangnya, Pak." jawab Irpan, namun raut wajah Ayah terlihat tengah kebingungan."Kenapa Pak?" tanya Irpan."Saya bingung, kalau saudara kamu mau nginep di sini, mau tidur dimana? Tahu sendiri kan kamar di rumah ini hanya ada dua," ucap Ayah menjelaskan kebingungannya."Ah gampang itu mah Pak, saudara saya, malah sudah terbiasa tidur nemplok di dinding," ucap Irpan."Kayak tokek dong Kang," sahutku sambil tertawa."Bukan Teh, tapi kaya cicak,"ujar Irpan sambil tertawa terbahak-bahak."Astaghfirullah, udah jam delapan," ucapku kaget saat melihat jarum jam di pergelangan tanganku."Mau kemana Teh? Kan saya udah bilang jangan kerja hari ini," perintah Irpan padaku dengan gaya suami galak."Dengerin tuh kata Pak suami," kekeh Ayah.
Dulu ia selalu menyakiti wanita yang begitu tulus dan menghormatinya, ia bahkan tak memikirkan perasaan wanita itu saat meminta sang putranya menikah lagi.'Ya aku pantas untuk mendapatkan ini semua'batin bu Harti."Sudah pak bawa mereka!"Titah Bu Nina."Mikeee! Tolong abang Mikee."Mohon Pan Anton."Bang, seperti aku sudah ga bisa jadi istrimu lagi. Kita berpisah saja"Ucap Mikee wanita itu malah pergi meninggalkan Pan Anton, yang mematung.Wajah melas itu sekarang kembali menatap Bu Harti."Bu. Tolong bapak, bu. Tolong lepaskan bapak nanti ya"Pinta Pan Anton."Tadi kau menghinaku dan memiliki wanita j a l a n g itu, sekarang dengan tak tahu malu mau ku bebaskan. Jangan harap!"Ucap Bu Harti."Jangan kebanyakan drama. Sudah bawa sana pak.___Assalamualaikum...Buat sahabat Novel Lutviana, terimakasih sudah bergabung, salam kenal ya, boleh tuker nomor WA 085772683317 japri ya n
Wajah Rani yang ketakutan seketika cerah kembali, ia mencoba melawan rasa takutnya."Silahkan laporkan saja. Saya juga akan melaporkan suami ibu"Ujar Rani dengan angkuhnya.Ruan menggeleng kepalanya, tak mengira adik tirinya yang selama ini di anggap polos, ternyata seperti orang yang sudah banyak pengalaman melawan para istri dari lelaki bersuami."Kalau sampai kami di penjara, suami ibu juga akan masuk penjara. Apa ibu mau jadi janda, hah?" Timpal Rini."Kalian mau ngancam saya? Hahaaa saya mana perduli, dengan suami bej@t yang sudah meniduri kalian. Saya lebih baik menjanda dari pada hidup dengan pria samp@h seperti itu" Tegas Bu Nina."Bagaimana ini kak?" lirih Rini pada Rani."Kakak juga ga tahu"Jawab Rani."Aku ga mau masuk penjara" Rini ketakutan setengah mati saat membayangkan dirinya di dalam penjara nanti."Ini semua gara-gara bapak" Ucap Rani.Kedua gadis itu memandang bapaknya dengan pe
Sampainya Ryan di rumah Aisyah yang dulu. Di sana sudah ada kejadian ribut-ribut, seorang ibu paruh baya menjambak kasar rambut Rani, wanita itu membabi buta memukul dan menghantam tubuh kecil Rani.."Boneka kecil j a l a n g!"Teriak Wanita itu yang ternyata bermana Bu Nina."Arrggg lepaskan"Ujar Rani kesakitan. ia mencoba melepaskan genggaman tangan Bu Nina dari rambutnya.Ryan segera berlari menghampiri mereka."Ada apa ini, Bu?"Tanya Ryan, yang langsung melerai keduanya.Bu Nina melepaskan genggamannya, napasnya turun naik"J a l a n g s i a l a n, masih muda sudah m u r a h a n. Dasar wanita ga laku "Ucap Bu Nina menggebu-gebu.Rani yang tak terima langsung membalas ucapan pedas Bu Nina."Heh, Bu. Jangan salahkan saya dong, harusnya ibu ngaca, body ibu ini sudah seperti karung beras, dekil dan kumel. Ya jelas suami ibu kecantol sama saya yang masih muda"Ejek Rani.Wanita paruh baya itu semakin kesal, ia
Saat Rama membawa masuk Ryan ke dalam rumahnya. Lelaki itu terpaku, pada saat menatap apa yang tengah di lihatnya sekarang."Aisyah.."Panggil Ryan.Semua yang berada di meja itu m yadengan, termasuk Aisyah.Ryan tersenyum, menatap wajah Aisyah yang hari ini begitu sangat-sangat cantik.Ia menyadari seberapa bodohnya dia, sudah meninggalkan mantan istrinya itu.Rama yang menyadari tatapan itu tak suka. "Cepat, apa yang mau kamu sampaikan pada istriku? "Bolehkah aku hanya berdua dengannya? Sungguh aku tak akan berbuat macam-macam"Ucap Ryan.Rama yang merasa geram. Ia hampir menonjok pipi Ryan, namun di cegah oleh teriakan Aisyah."Mas, jangan...."Cegah Aisyah lalu beralih menatap Ryan"Dan kamu. Maaf saya tidak bisa jika hanya berbicara berdua, karena kita bukan muhrim. Kalau mau berbicara denganku maka ucapkan di sini, di hadapan suami dan keluarga baruku, atau tidak sama sekali."Tegas Aisyah.
Selamat pagi Kio tampan" Sapa Aisyah saat melihat bocah gembul itu, baru saja keluar dari kamarnya."Ayo makan sarapannya dulu, sayang"Seru Aisyah.Kio yang sudah rapi dengan pakaian seragamnya, berjalan ke arah meja makan."Papa sama nenek belum keluar, Mah?"Tanya Kio."Sebentar lagi" Jawab Aisyah.Tak lama Rama, dan Bu Puspa keluar dari kamar mereka masing-masing."Aduh, cucu nenek sudah tampan"Ucap Bu Sarah."Aduh bidadari surganya Rama, cantik banget hari ini."Goda Rama. Semejak menikah dengan Aisyah hidupnya begitu berwarna, tak ada hari tanpa gombalan dan godaan untuk istrinya itu."Papa nih, pagi-pagi sudah gemblong"Ucap Kio dan itu membuat Aisyah dan Puspa tertawa."Bukan gemblong sayang, tapi gombal" Larat Aisyah. Lalu mereka duduk di kursinya yang seperti biasa, semua sudah mulai memakan makanannya dengan lahap, kecuali Aisyah. Wanita itu tak makan bahkan tak minum sama sekali hari i
"Bapak!..."Jerit Rani dan Rini."Kamu pembunuhan!" Mereka menatap tajam wajah Ryan."Sudah lebih baik kita obati dulu. Ayo bantu ibu, kita bawa ke kamar"Titah Bu Harti.Marni yang mendengarnya langsung mencegah mereka" Ett... Mau ke kamar? Tidak bisa, kalian harus segera pergi dari rumahku."Ujar Marni."Dasar kakak ipar jahan@m! Tak punya hati kau mengusir kami, dengan kondisi yang bapak seperti ini"Umpat Rani dan Rini."Bodo amat. Aku tidak perduli dengan tua bangk@ itu, yang jelas kalian harus keluar sekarang!"Ucap Marni dengan angkuh.Ryan langsung mendekat pada sang istri, ia memenangkannya."Sayang, biarkan mereka mengobatinya terlebih dahulu. Jika dia mati aku pasti akan di penjara, dan tak bisa bersama kamu lagi"Ucap Ryan, sebenarnya ia juga takut jika kejadian ini di laporkan pada polisi, ia memang salah, karena sudah lepas kontrol tubuhnya."Baiklah. Aku beri waktu kalian 3 jam dari sekar
Tanpa aba-aba Ryan langsung berlari, ia tak ingin terjadi sesuatu di antara keluarganya.Walaupun saat ini ia berat untuk melangkah, karena nantinya akan sulit sekali bertemu kembali dengan mantan istrinya.Namun yang terpenting saat ini adalah keluarga, sebab Ryan tak ingin hidupnya hancur untuk kedua kalinya."Hentikan! " Teriak Ryan. Saat ia sampai di kediaman Marni.Di sana Rani dan Rini, rambut mereka begitu terlihat kusut, tak jauh beda dengan Marni, penampilannya sekarang begitu kacau."Sebenarnya ada apa, ini? Kenapa kalian bisa ribut-ributan kaya gini?""Adik tirimu yang tidak tahu diri itu, telah mencuri perhiasanku."Ucap Marni."Kami tidak mencurinya, kami hanya meminjamnya sebentar, tapi mbak marni langsung menuduh kami pencuri"Jelas Rani dan Rini."Benar itu, lagian sekarang apa yang kamu miliki, itu juga milik kami, karena kami sebagai keluarga dari suamimu, jadi sah-sah saja, kalau kami
Pagi harinya Rama keluar kamar dengan rambut basahnya."Bagaimana tadi malam?" Tanya Bu Puspa. Membuat tubuh Aisyah menegang."Puas, Bu. Mengerjai anak ibu sendiri" Jawab Rama membuat Aisyah merona."Ibu doakan semoga Aisyah segera cepat mengandung""Aamiin" Sahut Rama. Namun Aisyah hanya menjawab dengan suara lirih."Papa..." Panggil Kio.Anak itu berlari memeluk Papanya."Papa, semalam kata nenek. Papa mau bikin adek buat Kio ya? Terus sekarang mana adeknya?" Tanya bocah itu."Kan butuh proses sayang. Nanti Papa usahakan lebih giat lagi, sama mamah?" Ucap Rama sambil mengedipkan satu matanya oada Aisyah."Mamah? Jadi tante Aisyah sekarang jadi mamah aku?. Asyik!!" Teriak Kio kesenangan."Iya sekarang Kio panggilnya jangan tante lagi, tapi mamah. Kio juga harus jadi anak mamah yang baik ya" Tutur lembut Bu Pusp dan Adnan pada cucunya.____________"Ayo jagoan kita b
"Bu...." Panggil Ryan menghampiri sang ibu yang menangis di dalam kamarnya."Ngapain kamu kesini? Jangan perdulikan ibu lagi, kamu urus aja istrimu itu "Sentak Bu Harti, Ia masih kecewa pada putranya."Bu, aku minta maaf. Kalau aku sudah menyakiti hatimu, tapi ibu juga salah, seharusnya ibu jangan menampar Marni. Dia tengah mengandung cucu ibu. Ibu jangan kasar sama dia" Ujar Ryan.Bu Harti semakin kecewa mendengar ucapan ulang putranya. Ternyata anaknya lebih percaya kepada istrinya daripada ibunya sendiri.Kamu masih mengira ibu berbohong. Dasar anak durhaka! Bagaimana bisa kamu tidak mempercayai ibumu sendiri, dan lebih mempercayai istri licikmu" Tuding Bu Harti."Kenapa ibu bilang seperti itu? Padahal selama ini aku selalu menuruti semua keinginan ibu, bahkan aku juga rela kehilangan aisyah, gara-gara ibu yang menginginkan marni untuk menjadi menantu ibu satu-satunya, ibu yang memaksa aku menikah dengan marni, jadi aku tak i