"Enggak ah, Akang nyebelin!" ucapku yang langsung menarik selimut tebal."Teteh ih," ucap irpan dengan wajah melasnya."Apa Kang?" tanyaku."Itu ih!" sahut yang membuatku tak mengerti."Si Akang kenapa sih? Belum minum obat?" tanyaku lagi padanya."Bilangin ke si bapak ah! Teteh gak mau layanin suami," ancamnya padaku."Dih! Aduan si Akang" cibirku."Yaudah ayo atuh Teh," ajaknya sambil menarik tanganku."Akang mau bawa saya kemana?" tanyaku."Gak kemana-mana cuma suruh berdiri aja," jawabnya yang membuatku bingung."Emangnya saya patung Kang?" ucapku sambil memasang wajah cemberut."Iya Teteh itu patung yang ada di dalam diri saya," ucap Irpan sambil menyentuh dadanya."Itu jantung Kang, bukan patung." laratku sambil terkekeh.Irpan~pria yang telah menjadi suamiku itu hanya menyengir kuda."Teh, saya sebenarnya gak percaya bisa nikah sama Teteh." ucap I
"Akang saya berangkat kerja dulu ya," ucapku saat aku sudah rapi, dan bersiap berkerja di pabrik garmen seperti biasa."Loh Teteh emang gak ngambil cuti nikah?" tanya Irpan."Enggak Kang, tadinya saya pikir ya nggak bakalan jadi nikah. Hehe," jawabku sambil mengggaruk kepala."Teteh ngarepin gak jadi nikah sama saya?" tanya Irpan sambil mencabbikan bibirnya."Ih kan tadinya bukan sama Akang nikahnya," jawabku."Maksudnya?" tanyanya lagi heran."Tadinya kan saya mau nikah sama iblis itu Kang, jadi saya pikir gak bakalan jadi nikah atau gak bakalan bertahan lama gitu." jawabku menjelaskan semuanya."Sekarang 'kan Teteh udah nikah, jadi bisa ambil cuti kan?" tanyanya."Tetep gak bisa Kang, soalnya saya belum bilang ke atasan." jawabku yang membuat raut wajahnya memelas."Ih Teteh gak ngertiin," ucapnya dengan tingkah anak kecil.Aku berusaha menahan tawaku saat melihat tingkah lucunya yang se
"Saudara?" tanya Ayahku pada Irpan."Iya Pak saudara kandung saya," jawab Irpan."Memang kapan dia akan datang?" tanya Ayahku."Nanti sorean mungkin datangnya, Pak." jawab Irpan, namun raut wajah Ayah terlihat tengah kebingungan."Kenapa Pak?" tanya Irpan."Saya bingung, kalau saudara kamu mau nginep di sini, mau tidur dimana? Tahu sendiri kan kamar di rumah ini hanya ada dua," ucap Ayah menjelaskan kebingungannya."Ah gampang itu mah Pak, saudara saya, malah sudah terbiasa tidur nemplok di dinding," ucap Irpan."Kayak tokek dong Kang," sahutku sambil tertawa."Bukan Teh, tapi kaya cicak,"ujar Irpan sambil tertawa terbahak-bahak."Astaghfirullah, udah jam delapan," ucapku kaget saat melihat jarum jam di pergelangan tanganku."Mau kemana Teh? Kan saya udah bilang jangan kerja hari ini," perintah Irpan padaku dengan gaya suami galak."Dengerin tuh kata Pak suami," kekeh Ayah.
"Astaghfirullah!" Aku beristighfar saat melihat kondisi Mega semakin parah.Borok di lehernya membesar di iringi dengan keluarnya belatung."T-olong kami Putri," pinta Bu Melda yang sudah berwujud nenek-nenek umur ratusan tahunan."Ini kenapa bisa begini Nek?" tanya Mbak Puspa."Nenek? Saya ini masih muda!" sentak Bu Melda yang tidak terima.Sepertinya wanita itu tidak sadar dengan wujud tuanya yang sekarang."Bang--" lirih Mbak Puspa dengan suara ketakutan.Bang Adnan langsung memeluknya. Mungkin perasaan Mbak Puspa lebih sensitif karena ia tengah hamil."Hey! Nenek lampir beraninya membentak istri saya!" sentak balik Bang Adnan.Aku yang ingin memberitahu Bu Melda bahwa wujudnya tak seperti dulu lagi, mengambil cermin yang terdapat dalam tas-ku."Bu ini--" ucapku ragu-ragu sambil menyodorkan cerminku."Apa maksud kamu?" tanyanya dengan tatapan tak suka."Coba saja ibu l
'Tapi siapa wanita itu? Suaranya sangat familiar' tanyaku dalam hati, aku tak bisa melihat wajahnya karena wanita itu tengah membelakangiku.Wanita terus meminta ampunan, bahkan sampai bersujud di kedua ekor ular setengah manusia itu.Ular setengah manusia itu berjenis lelaki dan perempuan, mereka sama-sama memakai mahkota kerajaan, dan pakaian raja namun kakinya berupa ekor."Kau telah gagal memberikanku tumb*l," ucap lelaki yang setengah ular itu.'Dia K-ang Satria.' batinku, berarti benar selama ini dia bukan manusia, tapi siluman ular setengah manusia.'Lalu siapa wanita sejenis ular itu yang bersamanya?' tanya batinku."Suruh dia menari kembali!" perintah wanita mengerikan itu."Baik kanjeng ibu," ucap Kang Satria.Ll'Kanjeng ibu? Dia ibu asli dari Kang Satria?" tanya batinku bertubi-tubi.Kang Satria bersama algojo-algojonya mendekat ke arah wanita yang terduduk lemas di sana."Menari! At
Mega hanya menundukkan kepalanya, sementara para rombongan Dewi ular sudah semakin mendekat."Teteh," sebuah suara milik pria tiba-tiba memanggilku."Putri, ikuti suara itu Nduk" tiba-tiba ada suara seorang wanita yang sangat mirip dengan suara almarhumah ibuku."Tehhh!" suara pria familiar itu kembali memanggilku."A-kang" lirihku yang baru tersadar pemilik suara itu adalah suamiku~Irpan."Ayo, Nduk ikuti suara dan setitik cahaya itu." seru suara yang almarhumah ibu.Suara Irpan terus memanggil-manggilku, dan tepat saat aku mendongak ke atas memang ada setitik cahaya di sana. Entah kekuatan dari mana, aku bisa menggerakkan kaki dengan segera berbalik badan ke belakang.Ada dua jalan setapak di sana, yang kiri terdapat jalan rumah anyaman bambu yang tadi ku lewati, yang kanan terdapat hutan belantara. Aku bingung harus pilih yang mana, kanan atau kiri."Pilihlah yang kanan, Nduk."Namun tiba-tiba suara
"Sholat maghrib dulu yuk!" Seru Irpan pada semuanya."Tumben lu bener," ucap Bang Adnan."Maksudnya?" ucap Irpan pura-pura tidak tahu."Heran aja kalau lu bener, biasanya lu kan sabl3ng." ucap Bang Adnan sambil terkekeh."Si Irpan udah punya istri Bang, kudu bener kalau enggak, nanti di pecat jadi suami." timpal Mbak Puspa.Sedangkan Irpan hanya misuh-misuh menggemaskan."Sudah, sudah yuk kita sholat magrib dulu." ajak Ayah menengahi.Semuanya mengambil wudhu, dan berkumpul untuk melakukan sholat berjamaah bersama."Tolong amin-kan doanya" perintah Ayah saat kami sudah melaksanakan sholat jamaah magrib.Setelah membaca doa yang selalu di bacakan rutin di setiap habis sholat, sekarang sepertinya Ayah menambahkan dua doa yang lainnya.*بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم*اَللَّهُمَّ اجْعَلْ صِيَامِي فِيْهِ صِيَامَ الصَّائِمِيْنَ، وَقِيَامِي فِيْهِ قِيَام
Saat selesai melaksanakan shalat tarawih berjamaah di masjid. Tidak sengaja aku mendengar pembicaraan ibu-ibu tentang kondisi Mega yang katanya semakin parah."Mega" lirihku sambil mengingat kejadian mengerikan. Saat Aku terjebak di kampung gaib itu.'Bagaimana aku lupa tentang Mega?' batinku, karena mungkin saat itu aku hanya fokus pada Irpan yang tengah menangisku pilu."Kok nasib si Mega sama Bu Melda ini jadi kaya gitu ya Bu?" tanya ibu-ibu."Itulah akibatnya kalau bersekutu sama ib lis" "Saya juga gak nyangka. Saya pikir Bu Melda sama Mega itu orang baik-baik, gak neko-neko eh gak tahu-nya.."Sebenarnya aku juga tidak menyangka, bahwa ibu dan adik tiriku telah bersekutu dengan mereka."Kadang kita juga tidak bisa menilai orang dari luarnya saja, Bu. Sebab kita nggak tahu dalamnya hati orang itu kayak gimana""Tapi itu gimana keadaan Mega, Bu? Dia masih di rumah sakit?" tanya ibu-ibu lain.Mega ada di rumah sakit. Aku pikir dia masih terjebak di kampung gaib itu, Aku kira dia ju