Mega hanya menundukkan kepalanya, sementara para rombongan Dewi ular sudah semakin mendekat."Teteh," sebuah suara milik pria tiba-tiba memanggilku."Putri, ikuti suara itu Nduk" tiba-tiba ada suara seorang wanita yang sangat mirip dengan suara almarhumah ibuku."Tehhh!" suara pria familiar itu kembali memanggilku."A-kang" lirihku yang baru tersadar pemilik suara itu adalah suamiku~Irpan."Ayo, Nduk ikuti suara dan setitik cahaya itu." seru suara yang almarhumah ibu.Suara Irpan terus memanggil-manggilku, dan tepat saat aku mendongak ke atas memang ada setitik cahaya di sana. Entah kekuatan dari mana, aku bisa menggerakkan kaki dengan segera berbalik badan ke belakang.Ada dua jalan setapak di sana, yang kiri terdapat jalan rumah anyaman bambu yang tadi ku lewati, yang kanan terdapat hutan belantara. Aku bingung harus pilih yang mana, kanan atau kiri."Pilihlah yang kanan, Nduk."Namun tiba-tiba suara
"Sholat maghrib dulu yuk!" Seru Irpan pada semuanya."Tumben lu bener," ucap Bang Adnan."Maksudnya?" ucap Irpan pura-pura tidak tahu."Heran aja kalau lu bener, biasanya lu kan sabl3ng." ucap Bang Adnan sambil terkekeh."Si Irpan udah punya istri Bang, kudu bener kalau enggak, nanti di pecat jadi suami." timpal Mbak Puspa.Sedangkan Irpan hanya misuh-misuh menggemaskan."Sudah, sudah yuk kita sholat magrib dulu." ajak Ayah menengahi.Semuanya mengambil wudhu, dan berkumpul untuk melakukan sholat berjamaah bersama."Tolong amin-kan doanya" perintah Ayah saat kami sudah melaksanakan sholat jamaah magrib.Setelah membaca doa yang selalu di bacakan rutin di setiap habis sholat, sekarang sepertinya Ayah menambahkan dua doa yang lainnya.*بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم*اَللَّهُمَّ اجْعَلْ صِيَامِي فِيْهِ صِيَامَ الصَّائِمِيْنَ، وَقِيَامِي فِيْهِ قِيَام
Saat selesai melaksanakan shalat tarawih berjamaah di masjid. Tidak sengaja aku mendengar pembicaraan ibu-ibu tentang kondisi Mega yang katanya semakin parah."Mega" lirihku sambil mengingat kejadian mengerikan. Saat Aku terjebak di kampung gaib itu.'Bagaimana aku lupa tentang Mega?' batinku, karena mungkin saat itu aku hanya fokus pada Irpan yang tengah menangisku pilu."Kok nasib si Mega sama Bu Melda ini jadi kaya gitu ya Bu?" tanya ibu-ibu."Itulah akibatnya kalau bersekutu sama ib lis" "Saya juga gak nyangka. Saya pikir Bu Melda sama Mega itu orang baik-baik, gak neko-neko eh gak tahu-nya.."Sebenarnya aku juga tidak menyangka, bahwa ibu dan adik tiriku telah bersekutu dengan mereka."Kadang kita juga tidak bisa menilai orang dari luarnya saja, Bu. Sebab kita nggak tahu dalamnya hati orang itu kayak gimana""Tapi itu gimana keadaan Mega, Bu? Dia masih di rumah sakit?" tanya ibu-ibu lain.Mega ada di rumah sakit. Aku pikir dia masih terjebak di kampung gaib itu, Aku kira dia ju
"Pak, nanti kita beli makanan buat sahurnya di luar ya?" ucap bang Adnan saat kami berjalan menuju rumah."Gak perlu Nak Adnan. Lebih baik makan di rumah, kalau di luar takut boros" tolak ayah."Y-yah sebenarnya bahan-bahan di dapur sudah habis, hanya tersisa tiga butir telur dan itu udah di masak buat tadi buka puasa" ucapku sambil menyengir kuda."Berarti kita boleh beli makanan di luar ya Pak?" tanya bang Adnan kekeh."Yaudah boleh" ucap ayah menyerah.Aku dan Irpan masuk kedalam Sesampainya di rumah kami langsung bersiap-siap. Aku dan Irpan masuk kedalam kamar untuk bersiap-siap, aku memilih memakai gamis dan kerudung yang senada, lalu mempoles wajahku tipis tipis."Teh, jangan cakep-cakep" perintah Irpan.Irpan menghampus lipstik yang a di bibirku, dan juga bedak yang menempel di wajahku."Kecantikan seorang istri, hanya boleh di perlihatkan kepada suaminya" ucapnya padaku."Tapi kang, aku pakai ini biar gak pucet" protesku."Dengerin kata saya teh. Berhias memang di perbolehkan
"Beb! Jangan takut, sini inces gak gigit kok" ucap waria itu dengan nada centil."Pait ... pait pergi lu k u y a n g" ucap Irpan, pria itu lari saat di dekati oleh inces."Ih kok inces di sebut k u y a n g sih, jahat banget tahu beb" ucap inces pada Irpan."Tante udah cukup ya, ini suami saya bisa kena sawan" ucapku."Tente-tante, panggil saya inces" ucapnya dengan mengibaskan rambut palsunya."Mana ada inces modelannya kayak lenong begitu" ceplos Irpan.Aku dan semuanya tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Irpan."Ih kok malah ngetawain inces sih, yaudah deh inces pengen nyanyi aja. Abang-abang nanti sawer ya" pinta inces.Inces mengeluarkan kecrekkannya dari dalam tas."Pertemuan yang kuimpikan~~Kini jadi kenyataan" Inces bernyanyi sambil menujuk pada Irpan."Pertemuan yang kudambakan~~Ternyata bukan khayalan" Inces melanjutkan nyanyian sambil mendekat perlahan pada irpan.Bruk! Karena begitu ketakutan dengan waria, Irpan langsung pingsan di tempat."Akang!" "Waduh si abang p
"Ehemm ... Cie yang pagi-pagi udah basah nih" goda mbak Puspa."Emang mbak enggak?" tanyaku balik menggodanya."Enggak, bang Adnan di suruh puasa dulu sampe dede bayinya empat bulan" ucap mbak Puspa."Alasannya kenapa mbak?" tanyaku kepo."Ya gitu deh, kalau hamil muda itu masih rentan," jawabnya."Tapi, bang Adnan-nya sampai sekarang aman kan mbak?" tanyaku sambil terkekeh."Aman cuma kadang-kadang suka kejang-kejang aja" ucapnya yang membuat aku tertawa terbahak-bahak.Sambil mengobrol ngalor ngidul. Tak terasa aku dan mbak Puspa sudah menghangatkan makanan untuk semuanya sahur."Pantesan si cepmek bawaanya sentimen mulu, ternyata lagi puasa malamnya demi dede bayi" ledek Irpan, saat pria itu baru saja keluar dari kamarnya dengan rambut basah.Bang Adnan tak mengubris ucapan adiknya, pria itu hanya menampilkan wajah masamnya.Aku dan mbak Puspa menatap bingung pada Irpan.'Apa dia menguping pembicaraanku tadi dengan mbak Puspa?' tanya batinku."Kayak gue dong bang, puas tiap malam.
"Bagaimana ini, Pak?" "Coba di tambahkan lagi kain kafannya, dan saya mohon pada semua warga yang berada di sini. Kita sama-sama berdoa untuk Mega agar segera bisa di kebumikan" perintah Pak Kades, dan Pak ustadz."Al-fatihah" ucap Pak ustadz mulai memimpin doanya.Setelah semua membaca doa untuk Mega, dan ke ajaiban terjadi, darah yang tadinya terus mengalir kini berhenti secara mendadak."Alhamdulillah" ucap warga serempak."Teh, kok firasat saya gak enak ya" ucap Irpan sambil mengeluarkan keringat sebesar biji jagung."Lu fobia sama darah atau gimana?" tanya bang Adnan."Enggak. Tapi kayaknya firasat gue gak enak aja Bang. Lu sebaiknya bawa mbak Puspa menjauh dari sini deh Bang " jawab Irpan sambil menyuruh bang Adnan membawa istrinya, dari kerumunan orang yang ada di sini."Akang kenapa?" tanyaku khawatir karena tiba-tiba wajahnya pucat."Teh awas!" teriak Irpan sambil menarik lenganku.Kulihat semua mata tertuju pada kami. Wajah mereka terlihat bingung saat Irpan berteriak kenca
'Pasukan?'Tiba-tiba ular kecil begitu banyak keluar dari ekor Mega."Lah itu keluar dari mana lobang-nya?" tanya salah satu warga yang kebingungan.Namun semua warga yang mendengar ucapan temannya malah terkekeh geli.Saat ular-ular kecil itu mendekat segera semua orang membacakan doa.Sedangkan Mega langsung merayap menghampiriku dan Irpan."Hahaha ... kalian tidak bisa lagi lari dariku" ucap Mega dengan tawa mengerikan."Arrrggggg" teriakku. Saat Mega meraih tubuhku dengan kuku-kuku panjangnya. Namun, seperti ada sesuatu sehingga tubuh Mega terpental jauh saat hampir menarikku.Tiba-tiba dari dalam tubuh Irpan, munculah sesosok yang transparan seperti macan putih."Apa itu, Pak Kades?" tanya warga sambil menujuk sosok macan putih itu."Ternyata pria itu memiliki khodam macan putih" ucap Pak ustadz yang membuat semua mata terbelalak."Khodam macam putih?" tanya Pak Kades."Iya. Khodam macan putih yang sangat langka" jawab Pak ustadz."Maksudnya, Pak ustadz?" tanya semua orang."Soso