"Semua orang tahu wajahmu. Bagaimana kau bisa mencari tahu tentang tindak korupsi yang terjadi, di desa Rengganis, Nak? Lagi pula Mama khawatir padamu ..."
"Ma, percayalah pada Adnan. Adnan akan buktikan kecurangan yang terjadi di pabrik dengan hati-hati."_____"Aduh nikah kok sama orang miskin, udah miskin tambah miskin deh.""Mending kalau ganteng, loh ini mukanya sudah burik malah di tambal sama tompel.""Puspa, kok kamu mau aja sih, di jodohin ibumu sama pria modelan kaya gini?""Mas, kalau sudah nikah rajin-rajin mandinya, sekalian gosok itu dakinya, biar ga berkerak, mas sudah berapa hari itu ga mandi, sampai item banget kaya gitu!'"Halah di mandiin juga bentuknya nga bakalan berubah. Lagian Si Ranti nemu nih g e m b e l ini di mana sih? bisa-bisanya dia jodohin anak perempuannya sama orang ini" ujar Uwa Rosid saudara dari ibu.Mereka menatap jijik Bang Adnan yang sekarang telah menjadi suamiku. Namun, bang Adnan tetap bersikap tenang, seolah itu adalah sebuah nyanyi di telinganya."Cukup, Wa! Jangan hina suamiku lagi," ucapku. Namun, langsung di hadiahkan tepukan tangan oleh para tamu.Saat ini, kami baru saja melangsungkan acara pernikahan sederhana, yang di saksikan oleh tetangga dan saudara dekat saja.Namanya Adnan. Pria ber-penampilan sederhana dengan rambut gaya cepmek, kulit hitam serta di pipi kiri terdapat sebuah tompel, yang lumayan cukup besar.Kami menikah karena di jodohkan. Entah apa alasan ibu menjodohkanku dengan pria ini.Prok! Prok! Prok!"Puspa mata kamu rabun, Ya. Suami burik nga jelas asal usulnya kaya gitu, pake segala di belain," umpat Bi Ningsih dengan mulut pedasnya.Bi Ningsih adalah istri dari Uwa Rosid. Jelas mereka begitu marah dan semakin membenciku, karena mereka telah gagal menjodohkanku, dengan seorang juragan kaya raya yang umurnya sudah kakek-kakek, istrinya pun sudah banyak.'Parah memang manusia dua ini'Mending aku nikah sama Bang Adnan. Ya walaupun tampangnya kaya gitu, tapi dia masih muda dan bujangan."Mau dia burik, miskin harta atau apapun itu. Sekarang ia adalah suamiku bi, yang wajib aku bela, karena aku sudah menjadi istrinya.""Puspa, kamu pasti nyesel sudah milih dia, dari pada Jurangan Nasir!"ucap Uwa Rosid."Gak lah Wa, aku malah lebih nyesel, kalo nikah sama aki-aki, pilihan Uwa," balasku.Wajah Uwa Rosid dan Bi Ningsih langsung merah, tangan mereka mengepal dengan kuat."Bisa apa sih suamimu ini. Kerjaannya ga jelas, bibit bobot ga jelas juga, sudah untung aku tawarin kamu ke jurang Nasir! Eh malah nolak, malah milih nikah sama pria yang model gemb3l, "ucap bi Ningsih angkuh."Bodoh banget emang si Puspa, lebih milih hidup menderita dengan si buruk rupa, dari pada hidup bergelimang harta," timpal Bu Dewi yang memang pro pada Bi Ningsih."Bergelimang harta belum tentu bahagia. Bagi saya asalkan hidup itu yang penting tidak minta makan, dan minta-minta uang sama orang lain!""Apa kamu bilang?" herdik Bi Ningsih yang merasa tersinggung.Orang-orang langsung mengkerutkan keningnya, atas tanggapan Bi Ning."Kenapa Bi? Bibi tersinggung ya? Bi saran saya dari pada aki-aki itu nganggur, mending si Wulan aja yang di jodohin sama dia, nantikan Bibi bakalan terjamin makan-nya, bahkan kalian bisa hidup makmur,"ucapku tanpa dosa."Dasar ponakan l a k n a t. Siapa yang meminta makan pada kalian?" tuding Bi Ningsih."Wah ngaku sendiri! padahal aku tidak menuduh Bibi selalu minta makanan padaku loh," ucapku santai.Semua tetangga yang hadir terlihat terkejut, mendengar ucapanku, mereka tak menyangka bahwa Bibi dan Uwa, yang ternyata sering meminta makan bahkan uang pada kami."Benaran itu bu Ning?"tanya Bu Dewi.Para tamu undangan pun terus menatap wajah Uwa dan Bibi. Wajah mereka begitu merah entah karena malu atau marah."Jangan percaya! mana mungkin kami meminta minta pada mereka, merekkan keluarga miskin, justru mereka lah yang sering meminta makan pada kami," ujar Uwa memutar balikan fakta.Pria paruh baya itu menatap tajam wajahku."Jangan fitnah saudaramu sendiri, Pus!" ucap Bu Dewi."Kami lebih percaya bu Ning, dari pada ucapan kamu!""Aduh, berisik banget sih, suara SETAN!" ucapku sambung menutup daun telinga."Siapa yang kamu sebut setan?"sengit Bu Dewi."Gak tahu, yang jelas suara itu berasal dari mulut orang yang dari tadi nyinyir mulu."***"Pasti tubuh suaminya si Puspa, bakalan nga jauh beda sama mukanya," ucap Bi Ningsih."Benar paling tubuhnya penuh dengan borok dan kutil," timpal Bu Siti."Biarin, asal ga peyot aja kaya muka ibu,"ucapku berani.Wajah mereka langsung memerah, aku hanya tersenyum."PUSPA DI ADA LAWAN.""Sabar ya, Dek."Semua orang langsung tertawa mengejek, saat Mas Adnan memanggilku dengan sebutan dedek."Abang, Adek. Cihh! Ga pantes banget tahu!"Aku menghela nafas berat, rasanya muak terus meladenin orang-orang seperti ini."Bang, kita masuk ajalah! Jangan dengerin mulut c o m b e r a n mereka," ucapku.Mereka semakin bersungut-sungut, Menghina dan mengejekku. Namun, tak ku gubris lagi.Aku berlalu meninggalkan mereka, dan menarik tangan Bang Andan.Namun pria itu malah menatapku, dengan binar kekaguman di matanya.Aduh aku kok jadi salah tingkah di tatap kaya gitu. Padahal wajahnya tidak tampan tapi mampu membuatku dag-dig-dug seer."Kamu jangan dengerin omongan mereka," ucapku sambil meneliti wajahnya.Andai tak terhalang dengan kulit yang hitam, dan bertompel di wajahnya. Dia pasti sangat tampan.Dengan wajah oval, alis tebal, bibirnya sedikit tebal. Namun, terlihat seksi dengan bola mata biru yang tampak indah sera tubuh tegap di sertai otot-otot di lenganya.Hanya saja kekurangannya memiliki kulit hitam dan bertompel."Iya."Sejauh ini aku mengenal Mas Adnan. Orangnya begitu pendiam dan irit dalam berbicara."Neng kamar kalian di depan, kamar yang ini sempit kalo buat dua orang." ujar Ibu Ranti~lbu Puspa.Wanita itu tersenyum bahagia melihat kedua pengantin baru itu."Iya, Bu."Kami berjalan ke kamar yang di tunjukan oleh ibu. Di sana rasa canggung langsung menghampiri perasaanku, dua orang asing yang terikat oleh pernikahan berada di dalam satu kamar."Emm ... Aku mau ganti baju dulu," ucapku semoga saja pria itu peka.Aku, dan Bang Adnan sudah sepakat jika di hadapan orang lain. Panggilan kami akan berubah menjadi Adek atau Abang.Tapi jika sedang berdua saja. Aku rasa kami akan memanggil dengan aku dan kamu, karena tak mau membuat Ibu curiga."Ya, ganti baju aja." jawabnya santai."Maksudnya kamu bisa keluar dulu, tidak.""Tidak!" Aku langsung membulatkan mataku."Maksudnya kamu ganti baju aja. Saya mau mandi, jadi ga perlu keluar."Aku menghela napas lega mendengarnya. Setelah itu Bang Adnan masuk ke dalam kamar mandi yang berada di kamar ini.Kamar ini memang luas dari kamarku yang dulu, di dalam sini juga sudah komplit dengan kamar mandinya.Dulu ini adalah kamar Ibu dan almarhum Bapak. Namun, karena aku sudah menikah maka ibu menyuruhku untuk pindah kesini.Sambil melepaskan asesoris yang berada di kepalaku. Aku terus memikirkan bagaimana nasib pernikahanku yang tidak ada cinta di antara kami.' Apa aku harus mulai belajar mencintai Bang Adnan yang sekarang sudah menjadi suamiku. Sepertinya itu akan sulit bagiku, mengingat wajah yang ahh ... Puspa walaupun bagaimana pun dia adalah suamimu.Lamunanku buyar, saat bang Adnan keluar dari kamar mandi dengan hanya melilitkan handuk kecilnya di pinggang."Arggggggggg!"Aku berteriak, bukan karena melihat hantu. Tapi, melihat pria yang baru saja keluar dari kamar mandi itu, tubuh berkulit belang seperti Zebra.'Kenapa ibu menjodohkanku dengan siluman Zebra. Kulit wajahnya hitam, tetapi tubuhnya putih dan berotot. Semoga la tak meminta haknya,' batinku bergidik ngeri saat membayangkannya."Puspa! Ada apa Nak? Pus, kamu baik-baik saja?" teriak Ranti ibu Puspa khawatir."Tidak ada apa-apa, Bu." Lirihku.Aku lemas dan hanya bisa pasrah menerima pernikahan ini.'Kenapa Ibu menghukum anakmu dengan cara seperti ini? Ibu bilang tidak apa-apa jelek asal hatinya baik. Tapi, gak belang kaya gini juga,' batinku."Kaget ya melihatku?"tanyanya."E-engak.""Masa? Biasanya orang yang melihatku, akan menganggapku sebagai siluman kuda lumping," ucapnya sambil tersenyum.Aku begitu gugup tapi juga takut saat ini."Saya mengantuk, mau tidur dulu." ucapku.Aku memilih untuk tidur saja dari pada terus membayangkan hal yang tidak-tidak.Kuharap dia tak melakukan apapun padaku.Aku langsung merebahkan diri di atas kasur, lalu menutup seluruh tubuh dengan selimut tebal. Namun, kepalaku terus mengingat bentuk tubuh Bang Adnan yang sekarang sah menjadi suamiku.Seperti ada yang aneh dengan dirinya. Mengingat wajah dan tubuhnya benar-benar tak singkron begitu berbeda antara muka yang hitam, tetapi kulit tubuhnya yang putih dengan otot-otot yang begitu sempurna.'Apa benar dia siluman kuda lumping?' batinku.____"Ciee .... Ada pengantin barunya si buruk rupa nih!""Mana suami jelekmu? Panggil dong. Aku penasaran seburuk apasih wajah suamimu itu," seru Wulan~Anak dari Uwa Rosid dan Bi Ningsih."Eh, Puspa! Itu rambut pagi-pagi sudah basah memang semalam habis belah duren?" tanya Bi Ningsih.'Hadeh Ibu dan anak ini, pagi-pagi sudah berkokok."Gak jijik apa sama mukanya? Terus itu tubuh suamimu gak korengan 'kan?" tanyanya lagi.Aku sengaja membasahi rambut hari ini. Karena tak mau Ibu curiga jika pernikahan kami memang tidak baik."Bu, emang suami si Puspa kaya gimana sih?" tanya Wulan."Namanya Adnan, wajahnya jelek, kulit hitem dakian, tambah di pipinya ada tompel segede gajah mada."jelas Bi Ningsih."Ieuhh! Mau gitu kamu di perawanin sama tuh cowok, Pus. Kalau jadi aku gak akan sudi! Lebih baikku racuni dia," ucap Wulan dengan wajah mengerigidik jijik."Ya pasti mau. Puspa memang gak beda jauh jeleknya sama suaminya," ucap Bi Ningsih di sahut tawa oleh anaknya.Aku memutar bola mata malas. Membuka warung sembako sepagi ini, bukanya dapat pelanggan eh malah dapat hinaan.Mereka memang selalu rutin datang sepagi ini. Karena tak mau sampai ada orang lain tahu, bahwa mereka selalu mengambil barang sembako di warungku."Pus, Bibi mau ambil itu minyak 2 liter, beras 5 liter, sama telur sekilo," pinta Bi Ningsih.Aku langsung membungkus apa yang di pinta Bibi."Uangnya dulu," ucapku saat aku akan menyerahkannya."Apa-apaan sih kamu! sama saudara sendiri harus bayar!" sewot Bi Ningsih"Ya haruslah! Aku jualan ini pake modal, pake uang bukan pake daun. Jadi harus di bayar biar uangnya muter," ucapku."Halah, cuma jualan warung sembako kecil kaya gini aja gayanya selangit." bela Wulan untuk Ibunya."Wajarlah! Daripada kalian udah minta, gayanya songong banget. Dasar ga tahu diri!""Apa kamu bilang!" sewot Wulan, tubuhnya sampai maju ke depan."Jangan berbelit-belit, cepat sinikan belanja bibi," pinta Bi Ningsih ngotot."Puspa, ada siapa di depan?"tanya Ranti yang keluar karena mendengar kegaduhan di warung rumahnya."Eh Ranti! Ajarin sopan santun tuh anakmu, sama orang tua kok kurang ajar banget.""Memangnya Puspa kurang ajar bagaimana, Ning?" tanya Ibuku."Dia gak mau ngasih itu belanjaanku. Eh, malah nyuruh aku bayar. Aku ini Bibinya, masa sama saudara sendiri harus bayar."ujar Bi Ningsih dengan percaya diri."Ya memang harus bayarkan, Ning?" tanya balik ibuku."Kamu ini sama saja sama anak mu. Sama-sama gak punya o t a k, wong sama saudara sendiri perhitungan."kesal Bi Ningsih."Dasar keluarga pelit bin medit," seru Wulan.Gadis ini, mulutnya memang sebelas dua belas dengan ibunya. Sama-sama pedes tingkat dewa."Kasih ajalah, Pus. Mungkin mereka gak ada uang makannya gak sanggup bayar," ujar Ibuku melirik Bi Ning lalu pergi begitu saja.Aku hanya tersenyum melihat wajah memerah kedua wanita itu. ibu memang bisa sekali, membalas mulut Bi Ning dengan cara yang elegan."Nihhh! Aku kasih, masih butuhkan?"ujarku santai.Tangan Wulan langsung merebut plastik hitam yang tadi ku pegang."Ayo, Bu. Kita pulang!" ajak Wulan dengan wajah misuh-misuh.Aku tersenyum puas."Makanya kalo masih butuh sembako gratisan jangan suka menghina orang. Susah sendirikan kalo kalian gak bisa makan!" tekanku."Dasar sombong kamu, Puspa. Lihat saja!"Bersambung."Wahhh ... Wahhhh. Jadi ini suaminya si Puspa!" teriak Wulan dari kejauhan.'Ngapain lagi nih anak kesini?' tanyaku dalam hati."Heran, kok si Puspa mau-maunya di perawanin sama si buruk rupa." ucap Wulan."Beneran semalam belah duren, Pus?" tanya lbu-ibu tetangga rumahku."Gimana rasanya? Kuat berapa ronde tuh suami jelekmu."Wajahku langsung merona, mengingat apa yang terjadi tadi semalam.'Tapi, ini Ibu-ibu beneran nanya kaya gitu?'Aku menghela napas dalam, lalu menatap satu-persatu wajah mereka."Kalian nanya? Kalian bertanya-tanya bagaimana rasanya? Itu tanya saja pada rumput-rumput yang bergoyang."Ujarku menirukan slogan Arif cepmek yang tangah viral itu, sambil menunjuk rumput yang ada di halaman rumahku.Heran aku sama Ibu-ibu di kampung ini. Kapan bisa berhenti julid dengan kehidupan orang lain? Bukan orang lain tapi keluargaku. Setiap hari mereka berbelanja hanya untuk bergibah, kuping-ku selalu panas mendengar nyinyiran, dan julidan para tetangga yang selalu mengomentari
"Bang~" panggilku.Bang Adnan menoleh, tubuhnya menegang saat melihatku. Lalu segera memasukan ponselnya ke dalam saku celana."Ini! Kira-kira siapa yang memberikan perhiasan indah ini, Bang? Katanya ini sebagai hadiah pernikahan kita?" tanyaku."A-bang gak tahu," jawabnya, aku menghela nafas panjang."Puspa, itu apa?"tanya Ibu saat datang keluar dari dapur."Perhiasan,"jawabku."Kamu dapat dari mana?"tanya Ibu dengan wajah terkejutnya."Tidak tahu. Tadi ada orang aneh yang tiba-tiba datang terus ngasih ini sebagai hadiah pernikahan kami katanya," jelasku."Pus, Ibu takut kalau orang itu pencuri. Sebaiknya kamu buang saja, Ibu gak mau kalau kita kena masalah," perintah Ibu."Jangan! "sentak Bang Adnan. Aku dan ibu langsung menatap curiga padanya."Kenapa, Bang? Benar kata lbu mungkin pria tadi itu memang pencuri," jelasku."Bukan. Dia bukan pencuri," jawabnya."Dari mana kamu tahu, Bang?"tanyaku sambil mengkerut kening."Perhiasan itu memang untukmu," jawabnya membuat kami terkejut.
"Huh! Kami tidak akan pernah menyesali ucapan kami,"ketus Wulan pada Irpan."Sudahlah, Wulan. Kita pulang saja, bisa muntah nanti kalau lama-lama mata ibu, lihat pasangan burukk rupa ini." hina Bi Ning dengan tataan rendah pada Puspa dan Adnan."Mending burukk rupa, daripada burukk akhlak kayak kalian!" balasku tak kalah sengit."Kamu!"raung Bi Ningsih tak terima."Apa? Bibi gak terima?"tantangku berani."Sudah, Mbak. Jangan di ladenin dua keong racun itu,"ujar Irpan."Beraninya kau sebut kami keong racun! Siapa kau di sini, hah?" tanya Bu Ning tak terima."Ya, kalau gak mau di sebut keong racun. Lalu keong apa dong? Keong emas," ledek Irpan pada kedua ibu dan anak itu."Hey! Sebutan keong racun, sepertinya memang cocok untuk mereka."timpalku menyetujui nama baru yang di buat Irpan untuk mereka.Mereka nampak mencabbikan bibirnya, raut wajahnya begitu sangat kesal saat ini."Dasar kau keong racun, baru kenal sudah ngajak tidur~. Ngomong gak sopan santun, kau anggap aku ayam kampung~""
Ceklek!Saat Bang Adnan membuka pintu kamar, terlihat siapa orang yang telah menganggu kami, dan itu ternyata Irpan~Adiknya."Ada apa?"tanya Bang Adnan ketus."Aku lapar"jawabnya sambil mengelus-elus perut."Apa wajahku ini seperti makanan?" tanya Bang Adnan."Bukan.Tapi, seperti brownies pake toping oreo" ceplos Irpan terkekeh."Sudah sana pergi! Buat makanan sendiri di dapur sana!"usir Bang Adnan."Buatkan," pinta Irpan penuh permohonan."Tidak ada! Aku lagi sibuk memancing di dalam," tolak Bang Adnan.Brugh!Lalu pintu tertutup dengan kencang. Aku langsung pura-pura tertidur."Ah, gara-gara si Irpan. Jadi dia sudah tidur duluan.""Eh. Siapa itu Puspa?"tanya Ibu-ibu rempong."Adiknya Bang Adnan,"jawabku seadanya.Wajah mereka nampak terkejut."Ngaco, kamu Puspa. Masa modelan kaya suamimu itu bisa punya adik setampan dia?"tanya mereka tidak percaya."Iya, beda jauh banget itu mah.""Bagaikan langit, dan bumi, si tampan dan si b* r i k." "Atau jangan-jangan dia selingkuh kamu, Pus?"
"Heh, apa maksudmu?"tanya Sandi sambil ingin menonjok wajah Bang Adnan."Tidak, ada."jawab Bang Adnan santai."Sudahlah, Mas. Buang-buang energi saja ngadepin dia. Lagian kalau kamu tonjok wajahnya mau kayak apa lagi coba? Sudah jelek nantu tambah jelek,"ledek Wulan.Bukanya membalas Bang Adnan malah tersenyum-senyum."Eh, Puspa kamu juga datang.Tapi, pagi-pagi jadi tukang masak di sana."titah Bi Ning."Maaf, saya tak berminat."tolak Puspa mentah-mentah."Belagu kamu! Saudara macam apa yang tak mau membantu pernikahan saudaranya sendiri?" ujar Wulan sewot."Ranti, ajari anakmu itu! Sesama saudara harusnya saling bantu, jangan kayak begitu tingkahnya."ujar Bi Ning pada ibu.Ibu yang baru saja keluar dari rumah langsung di semprot omelan Bi Ning."Ya, terserah anakku Ning. Orang dianya gak mau masa harus di paksa,"jawab Ibu."Ya, haruslah kamu ibunya. Suruh anakmu itu bantu kami, kalau dia gak mau paksa. Masa sebagai orang tua kalah sama anak sendiri sih,"cibir Bi Ning."Menantu kamu 'k
"Loh, Mas Sandi mau kemana?" tanya Wulan.Semua orang langsung terdiam mendengar nada, dan ucapan Sandi. Pria yang tadi dengan sombongnya kelewatan memamerkan semua kekayaan serta menghina kami. Kini tunduk pada seorang Irpan.'Punya pelet Nih ipar gue'batinku terkekeh.Sandi yang akan segera pergi langsung di kejar oleh Wulan."Mas! Kamu mau kemana?"cegah Wulan saat Sandi akan memasuki mobilnya."Aku pulang dulu, nanti aku ke sini lagi. Aku lupa ada kerjaan yang belum aku bereskan di kantor,"ujarnya. Lalu tanpa perduli meninggalkan Wulan, dan Bi Ning yang masih meneriakinya."Kaya abis ngelihat macan ngamuk. Kok bisa dia kaya begitu?"tanyaku pada Irpan."Heh, sudah saya bilang Mbak. Jangan remehkan irpan aura saya iyang gahar sama orang jahat," ucap Irpan Sombong."Kenapa kamu keluar? Sudahku bilang sembunyikan saja di dalam," tiba-tiba Bang Adnan menyahut dengan nada marah.Bang Adnan nampak begitu emosi pada adiknya. Kenapa sih laki gue?"Lu udah gue bela, malah ngamuk. Aneh emang
"Ranti! Siapa orang tadi yang naik mobil itu?"tanya Bi Ning sambil menunjuk jarinya yang di kerumuni cacing gelamor.''Next level emang ini mak lampir,' batinku."Oh tadi itu irpan, adiknya Adnan."jawab ibu dengan tenang.Wajah Bi Ning, dan Wulan terkejut, mulut mereka tercengang mendengar Irpan yang mengendarai mobil mewah itu.Aku celingukan mumpung lagi kaya gitu, enak kalau di masukin sesuatu nih.'Lalat, di mana Lalat?'kekehku"Emang punya mobil dia? Gak percaya saya orang gak war*s kaya gitu, mana bisa beli mobil sebagus itu," ujar Bi Ning meremehkan."Benar, paling itu mobil rentalan. Ya ampun hidup sulit bergaya elit," cibir Wulan.Ibu terlihat jengah dengan mereka."Orang yang gak terlihat hartanya di anggapnya miskin. Orang yang punya mobil di anggapnya sok kaya. Ning kamu kayanya salah minum obat,?" tanya ibuku.Aku terkekeh kegelian. Ibu the best sedunia cara membalasnya gak kaleng-kaleng."Ngapain saya minum obat, saya orang sakit?" tanya Bi Ning."Siapa tahu. Kulihat mul
"Apa-apaan ini? Dekor, gaun pengantin. Ngapain Bang Adnan pesan- pesan kayak gini? Masa iya dia mau nikah lagi,' batinku bertanya-tanya.'Ini tidak boleh terjadi. Mana sanggup nanti aku di madu. Walaupun pernikahan ini tak ada cinta. Tapi, hatiku gak rela pokoknya titik segede kelapa!"Dek in--"Aku langsung mengambil ponselku tanpa menghiraukan Bang Adnan. Terlihat pria itu mengerutkan keningnya bingung, mungkin dia merasa aneh dengan sikapku.'Ah, bodo amat yang jelas sakit banget hati ini tak mau di madu.'"Dek kamu kenapa?" tanyanya."Gak apa-apa," jawabku."Dek, ada yang mau Abang sampaikan. Kita ngobrol bertiga sama ibu," pintanya.Aku memanggil ibu di kamarnya. Lalu kami berkumpul di ruang tamu."Ini ada apa?"tanya ibu kebingungan.Aku menggelengkan kepala saat ibu menatapku."Maaf jika saya menganggu waktu istirahat ibu. Dek, besok Abang di minta untuk pulang kerumah. Tadi irpan bilang penyakit ibuku kambuh lagi,"jelasnya.Aku tercekat mendengar apa yang di sampaikan Bang Adna