Tidak ada hal yang paling menyakitkan saat mendapatkan kabar duka itu. Sendirian ia mendatangi rumah sakit di daerah puncak itu. Tidak ada satupun keluarga yang mendampinginya. Tidak ada satupun anggota keluarganya yang tersisa Sesampainya di rumah sakit, Anggun langsung diantar menuju kamar jenazah. Di sana ia membuka kain penutup berwarna putih itu. Kedua orangtuanya, juga kedua saudaranya.Anggun histeris. Hatinya hancur. Dunia seakan runtuh. Tapi kenyataan ini harus ia hadapi sendirian. Tanpa sanak keluarga. Anggun yang belum genap 20 tahun itu harus merasakan semuanya, mana kala rencananya melanjutkan studi ke Amerika harus ia kubur dalam."Kenapa kalian meninggalkan aku sendiri? Kenapa nggak ajak aku juga, Pa, Ma? Mas, kenapa harus aku sendiri yang hidup?" Rintihan itu memilukan. Para polisi itu pun mencoba menenangkan Anggun. Namun, lagi-lagi mereka gagal. Anggun tetap histeris. Tidak tahu, apakah ia sanggup menjalani hidup ke depannya sendiri. Tanpa siapapun.Tidak lama da
Beberapa tahun kemudianReno dan Pras kini telah sukses dengan kariernya masing-masing. Hidupnya tidak lagi dijalanan. Tidak lagi kelaparan apalagi kedinginan saat hujan, kepanasan saat terik matahari menyala.Dalam sebuah acara para pengusaha, Reno akhirnya bertemu dengan Anggun. Anggun tidak mengenali Reno, yang pernah dianggapnya sebagai kakak dan lama hidup bersama. Sedangkan Reno, langsung mengenalinya saat pertama kali berkenalan."Anggun? Dia anak om Panca?" batin Reno.Reno pun mengambil langkah, tanpa ingin membuang waktu ia langsung menjalin kedekatan di acara itu. Hingga komunikasi mereka pun terus berlanjut dan semakin dekat. Hingga beberapa tahun kemudian, Anggun dan Reno sepakat bertunangan."Hah, tunangan? Kamu serius, Anggun?" Para sahabat baik Anggun kaget. Ini di luar logika mereka. Anggun yang dikenal sangat hati-hati dan tidak mudah percaya kenapa begitu mudah mengambil keputusan besar di hidupnya, sebuah pernikahan. Dan lebih membuat sahabat Anggun itu tak perca
Sebelum membaca, jangan lupa follow, subscribe, rate 5 dan tinggalkan jejak di kolom komentar ya kak. Makasih ❤️KUTEMUKAN PONSEL RAHASIAMalam itu tanpa sengaja Anggun menemukan sebuah ponsel berwarna gold di jok motor milik Reno. Saat itu, Anggun yang baru saja memarkirkan kendaraannya melihat Reno yang lupa menguncinya.Di bawah tumpukan jas hujan, sebuah ponsel yang sangat dikenal oleh Anggun itu tersimpan dengan rapi."Ini kan ...."Anggun kembali mengingat saat 6 tahun silam, ia pernah memberikan Reno sebuah ponsel pintar berwarna gold keluaran terbaru dengan harga yang fantastis. Ponsel itu pernah hilang, saat ia dan Reno masih tinggal di sebuah ruko sederhana milik seorang temannya."Ini kan ponsel Mas Reno yang hilang dulu waktu di ruko kan. Kok?!" gumam Anggun.
Anggun kini mengikuti permainan Reno. Ia tetap diam dan seolah tidak mengetahui semua kebohongan Reno. Anggun ingin menyelidiki semuanya. Semua kebohongan Reno yang belum diketahuinya."Kita lihat saja, siapa yang akan jadi pemenangnya," gumam Anggun.Pagi itu, seperti biasanya, Anggun menyiapkan sarapan untuk suaminya sebelum Reno berangkat kerja. Ia menyusun dengan rapih secangkir teh manis dan nasi goreng seafood kesukaan Reno. Di meja makan juga tersedia roti dengan beberapa jenis selai pilihan."Mas, Mas, sarapan dulu, yuk. Nanti kamu telat loh ke kantor," panggil Anggun."Iya, Sayang. Sebentar ya," teriak Reno.Anggun pun menyambut kedatangan Reno dengan senyuman. Senyuman yang hangat. Seperti biasanya, walau sesungguhnya di dalam hati Anggun, telah timbul benih-benih kebencian, amarah dan rasa muak.
"Lu mengkhianati Anggun?" pekik Pras.Reno tak berkutik. Ia memilih diam tanpa berani menjawab apapun. Reno tahu bagaimana karakter Pras dan ia tidak sanggup melawannya."Jawab!" hardik Pras.Saat Pras menarik krah baju Reno dan memberikan sebuah bogem mentah, tiba-tiba Reno berteriak."Oke, gue akan ceritakan semuanya," teriak Reno yang sudah tersudut.Wajah Pras begitu tegang menatap Reno dan juga Nindya yang tak lain adalah adik sepupunya sendiri."Gue nggak suka basa-basi. Cepat kalian jelaskan!" bentak Pras saat ketiganya memilih berbicara di dalam mobilnya."Pras, lu juga laki-laki kan? Gue mendapatkan apa yang nggak gue dapatin di Anggun di diri Nindya. Lu juga kalau ada di posisi gue, pasti akan melakukan hal yang sama," pekik Reno.
Romi tersentak saat Cynthia tiba-tiba meminta cerai darinya karena ingin kembali merebut Reno dari tangan Anggun. Romi pun menolak keinginan Cynthia. Ia juga tidak mau rumah tangga Anggun berantakan karena ulah Cynthia."Nggak. Aku nggak pernah menceraikan kamu sampai kapanpun!" bentak Romi."Terserah! Kamu nggak mau ya nggak apa-apa. Aku akan tetap menggugat cerai kamu, Mas. Anggun sendiri nanti yang akan membantuku melakukan proses perceraian ini dan saat itu, aku akan kembali bersama Reno, suaminya," ucap Cynthia yakin jika Reno akan kembali ke dalam pelukannya.."Cynthia, kamu mau ke mana?" cegah Romi saat Cynthia beranjak keluar dari rumahnya."Aku mau merebut Reno. Aku yang lebih berhak atas Reno dan hartanya. Karen aku sudah bosan hidup miskin sama suami ya g nggak ada gunanya kayak kamu!" sindir Cynthia yang langsung bergegas pergi.Romi hanya terduduk lemah di sofa, menatap keperg
Cynthia dan Reno yang gila itupun akhirnya menuntaskan permainannya. Suara ketukan pintu Anggun pun sudah tak didengarnya lagi. Mungkin ia sudah kembali ke lantai atas membereskan pekerjaannya."Cyn, kamu lewat sini aja. Aku takut kalau Anggun melihat kamu keluar dari kamar," pinta Reno yang membukakan jendela kamarnya. Cynthia pun langsung bergegas keluar kamar agar Anggun tidak mencurigainya."Sayang, kita makan dulu, Yuk. Kamu aku panggil daritadi," celetuk Anggun sambil menyiapkan masakannya di meja makan."Maaf, Sayang. Aku lagi di kamar mandi, nggak kedengaran kamu panggil," sahut Reno memeluk Anggun dari belakang dan mencium pipinya."Eh, Mas. Nggak enak kalau Cynthia lihat nanti. Dia ke mana ya?" tanya Anggun."Aku di sini kok, Anggun."Cynthia pun datang dari arah luar. Dengan wajah tersipu menatap Reno yang tersenyum tipis padanya. Mata Reno pun terlihat berbinar
Maya sangat marah pada sang kakak yang memutuskan tidak ingin pulang di saat ayahnya sudah meninggal. Bahkan untuk melihatnya yang terakhir kali..Maya pun mengirim sebuah pesan melalui aplikasi berwarna hijau itu. Memaki sang kakak. Habis sudah kesabaran sang adik.[Dasar anak durhaka. Ingat mbak, hukum tabur tuai itu ada.]Nindya yang melihat pesan dari sang adik pun meradang. Ia kembali membalas cacian sang adik dengan lebih pedas.[Udah berani lu ngelawan gue?Mulai sekarang, jangan minta uang lagi sama gue ya. Urus hidup lu dan Ibu lu sendiri!]Mata Maya pun berkaca-kaca menahan tangisnya. Hatinya begitu perih. Ia rela dicaci-maki apapun tetapi jika sang kakak tidak memperdulikan ibunya, hatinya sangat hancur."Ibu nggak perlu tahu soal ini," batin Maya.Kini Maya berusaha
Beberapa tahun kemudianReno dan Pras kini telah sukses dengan kariernya masing-masing. Hidupnya tidak lagi dijalanan. Tidak lagi kelaparan apalagi kedinginan saat hujan, kepanasan saat terik matahari menyala.Dalam sebuah acara para pengusaha, Reno akhirnya bertemu dengan Anggun. Anggun tidak mengenali Reno, yang pernah dianggapnya sebagai kakak dan lama hidup bersama. Sedangkan Reno, langsung mengenalinya saat pertama kali berkenalan."Anggun? Dia anak om Panca?" batin Reno.Reno pun mengambil langkah, tanpa ingin membuang waktu ia langsung menjalin kedekatan di acara itu. Hingga komunikasi mereka pun terus berlanjut dan semakin dekat. Hingga beberapa tahun kemudian, Anggun dan Reno sepakat bertunangan."Hah, tunangan? Kamu serius, Anggun?" Para sahabat baik Anggun kaget. Ini di luar logika mereka. Anggun yang dikenal sangat hati-hati dan tidak mudah percaya kenapa begitu mudah mengambil keputusan besar di hidupnya, sebuah pernikahan. Dan lebih membuat sahabat Anggun itu tak perca
Tidak ada hal yang paling menyakitkan saat mendapatkan kabar duka itu. Sendirian ia mendatangi rumah sakit di daerah puncak itu. Tidak ada satupun keluarga yang mendampinginya. Tidak ada satupun anggota keluarganya yang tersisa Sesampainya di rumah sakit, Anggun langsung diantar menuju kamar jenazah. Di sana ia membuka kain penutup berwarna putih itu. Kedua orangtuanya, juga kedua saudaranya.Anggun histeris. Hatinya hancur. Dunia seakan runtuh. Tapi kenyataan ini harus ia hadapi sendirian. Tanpa sanak keluarga. Anggun yang belum genap 20 tahun itu harus merasakan semuanya, mana kala rencananya melanjutkan studi ke Amerika harus ia kubur dalam."Kenapa kalian meninggalkan aku sendiri? Kenapa nggak ajak aku juga, Pa, Ma? Mas, kenapa harus aku sendiri yang hidup?" Rintihan itu memilukan. Para polisi itu pun mencoba menenangkan Anggun. Namun, lagi-lagi mereka gagal. Anggun tetap histeris. Tidak tahu, apakah ia sanggup menjalani hidup ke depannya sendiri. Tanpa siapapun.Tidak lama da
POV NISSASebulan sudah gadis berusia 15 tahun itu mengalami koma panjang. Hingga akhirnya, kini tubuh itu mulai bergerak, menandakan sebuah kemajuan.Perlahan gadis itu mulai membuka matanya. Ia melihat sekeliling, kepalanya yang masih pusing. Pandangannya pun masih belum jelas. Ia mencoba melihat orang di sekitarnya yang selama ini setia menunggu kesembuhannya.Matanya kini mulai jelas melihat. Ia mencoba mengingat kembali apa yang terjadi padanya. Namun, tidak ada hal yang membuatnya ingat mengapa kini ia berada di ranjang rumah sakit kamar VVIP."Kalian siapa?" tanya Nissa pada sepasang suami istri itu. Arjuna dan Balqis saling pandang. Ada kebahagiaan terpancar di wajah Balqis. Akhirnya, orang yang ditabrak suaminya itu tanpa sengaja kini akhirnya tersadar."Alhamdulillah. Akhirnya dia sadar, Mas. Nak, nama kamu siapa? Kami senang, akhirnya kamu sudah sadar. Keluarga kamu pasti susah mencari keberadaan kamu," ujar Balqis."Namaku?"Nissa mulai berpikir, mencoba mengingat siapa
Sore itu tiba-tiba Pras dan Nissa diusir dari rumah papinya. Kedua anak remaja itu hanya bisa pasrah. Mereka pun memutuskan pergi meninggalkan rumah yang banyak meninggalkan kenangan indah itu. Baru beberapa langkah, tiba-tiba hujan deras.turun. Pras pun langsung mengajak adiknya ke sebuah gubuk kecil berlantai kayu.'Mas, kita mau ke mana? Mereka kok jahat banget ya?" ucap Nissa terisak."Kamu sabar dulu ya dek.'Malam itu terpaksa keduanya bermalam di gubuk reot itu. Tidak ada pilihan lain kecuali menetap. Di luar hujan masih sangat deras. Pras dan Nissa akhirnya memutuskan tidur sejenak, karena sudah sangat kelelahan. Meraka sudah sangat kelelahan berjalan. Pras akhirnya terbangun. Ia melirik ke arah adiknya yang masih terlelap. Saat melihatnya menggigil, Pras pun langsung mengeceknya dan benar saja jika adiknya itu demam tinggi.'Astaghfirullah! Nissa, kamu demam tinggi. Ya Allah, apa yang harus hamba lakukan?" gumam Pras. Airmatanya pun menetes. Tidak tahu, apa yang harus dil
Sintia mulai keras menolak kehadiran keluarga Acha di rumahnya. Dia tidak ingin terjadi hal buruk pada ketiga anaknya hanya demi menyelamatkan anak si pembunuh."Aku udah capek ya, Mas, berdebat terus. Sekarang gini aja deh, kamu silakan pilih. Aku dan anak-anak atau mereka???" ucap Sintia lantang."Sin, jangan seperti ini. Aku tidak mungkin memilih. Aku ya pasti memilih kalian. Tapi, pikirkan Reno. Dia masih kecil untuk hidup di luar," tutur Panca."Kamu tahu sendiri kan, sejak kasus ini ke publish kedua adik Acha itu kena PHK dan sampai detik ini, tidak ada satupun perusahaan yang mau menerima mereka.""Di mana hati nurani kamu? Kamu pernah kan, diposisi seperti mereka? Dan di saat itu hanya Himawan yang mau membantu! Kamu tidak ada empati sedikitpun sama anak yang sudah pernah menolong kamu???" pekik Panca.Panca mulai hilang kesabaran. Dia tidak tahu lagi bagaimana caranya membujuk istrinya itu agar tetap membiarkan Reno dan keluarga Acha itu bertahan di rumahnya."Sekarang kamu p
Sejak hari itu keluarga Acha tinggal dikediaman Panca dan Sintia. Sintia awalnya menolak, tapi akhirnya ia hanya pasrah dengan keputusan suaminya. Sintia hanya meminta penjagaan lebih ketat di rumah maupun saat anak-anaknya ataupun anak Acha dan Himawan bersekolah. Panca pun akhirnya menyetujui syarat yang diajukan istrinya itu.Tidak seperti hari-hari biasanya, Sintia merasakan perasaan tidak enak. Ia pun memutuskan.menemani anak-anak ke sekolah.Di tengah perjalanan ponselnya kembali berdering. Sebuah nama memanggil. Benar saja dugaan Sintia. Kali ini ancaman Harris tidaklah main-main."Halo, cantik. Gimana kabarmu? Kamu sepertinya tidak mengindahkan ancamanku ya? Kamu pikir, aku main-main??" Harris terlihat tenang, tapi pikirannya cuma satu. Menghancurkan siapapun yang menghalanginya melenyapkan nyawa keluarga Acha yang tersisa."Atau kamu butuh bukti??""Tunggu! Apa yang mau kamu lakukan? Tolong, jangan sakiti anak-anak!""Jangan atur aku!!!"Harris tidak main-main. Di tengah pe
Waktu berjalan begitu cepat. Sudah beberapa bulan setelah kematian Himawan dan Acha harus merasakan dinginnya lantai penjara. Hinaan dan caci maki dirasakan Acha di dalam sel. Beberapa tahanan bahkan membully hingga melakukan kekerasan padanya. Dan kini, yang tersisa darinya hanya sebuah penyesalan. Ya, Acha menyesal. Ia sadar, bahkan kini anaknya harus merasakan penderitaan yang tidak pernah terbayangkan oleh mereka.Malam itu, ketika ketiga anak Acha tengah tertidur pulas di kamarnya masing-masing, ada beberapa pria berbadan besar datang dan mengobrak-abrik rumahnya.Malam itu hanya ada ibu Acha yang menemani. Sedangkan kedua adik Acha tengah keluar kota untuk urusan pekerjaan. Sang nenek tidak dapat berbuat banyak saat Nissa, anak bungsu Himawan dan Acha dibawa oleh pria-pria itu.Entah siapa yang menyuruh mereka. Rumah itu sudah hancur, beberapa barang telah dihancurkan. Tapi anehnya, tidak ada satu pun barang yang diambil. Ini jelas bukan perampokan biasa. Tapi mungkin sebuah aj
Acara pemakaman Cindy pun sudah usai. Berita itu begitu cepat tersebar. Keluarga pun mendapatkan cibiran dari teman, tetangga dan semua yang mengenalnya. Tidak ada satupun kata dukungan, justru hinaan yang diterima keluarga Acha."Ini memalukan. Cindy telah merusak semuanya. Dasar perempuan terkutuk!" Caci maki itu akhirnya keluar dari adik beradik Cindy, termasuk ibu Acha.Namun, anak-anak Cindy yang mulai beranjak dewasa pun tidak terima mendengar hinaan dan sumpah serapah itu. Begitupun suami Cindy yang telah dikhianati, ia tetap pasang badan membela almarhumah istrinya."Mbak, cukuplah. Hentikan semua ini. Bagaimanapun Cindy itu adiknya mbak. Ini juga bukan sepenuhnya kesalahan Cindy. Himawan juga salah. Menantu mbak juga laki-laki terkutuk!" balas Harris, suami Cindy."Harris, Harris, kamu masih membela istri laknat begitu? Di mana harga diri kamu???" tutur ibu Acha sinis."Mbak, saya mungkin laki-laki bodoh. Tidak punya harga diri atau apalah terserah kalian. Tapi dia istri saya
Tidak terbersit dibenak Acha untuk melenyapkan nyawa suami dan sahabatnya. Apalagi dengan cara yang tergolong sadis. Tapi rasa sakit hati dan dendamnya membuat Acha gelap mata. "Apa yang pertama kali anda lakukan?" tanya Rifat. "Saya meminta suami saya berhenti di jalan Ardipura. Tepat di depan taman Angkasa. Dan .... ""Selanjutnya?"Wajah Acha kembali tertunduk. Tubuh mungilnya bergetar, ada banyak luka yang masih ia coba sembunyikan. Beberapa saat ia pun kembali menangis. Terisak dan seketika ia tertawa. "Mbak Acha, kamu baik-baik saja?" tanya Rifat. Ia mulai khawatir dengan mental terduga pelaku kasus yang sedang ditanganinya itu."Mbak Acha, bisa kita lanjutkan?"Hening ....Pandangan mata itu kembali nanar. Diam dan akhirnya ia mulai bercerita kembali setiap detik waktu yang ia habiskan malam itu."Aku meminta Mas Mawan berhenti. Saat itu juga banyak pedagang berjualan di depan pintu masuk taman. Aku meminta suamiku membeli beberapa cemilan dan minuman. Saat dia pergi, aku l