"Aku mau sama Mami, bukan sama Tante!" teriak Ghania histeris.
Sejak kepergian Anggun, Ghania memang lebih rewel. Ia merindukan sang Mami yang sudah merawatnya sejak kecil. Walau Ghania sudah mau dekat dengan Nindya, tapi ia tetap butuh Anggun."Ghania, kamu sama Mama Nindya dulu ya, Nak. Mami kan lagi ada pekerjaan di luar, belum bisa balik. Nanti kalau ...." Belum usai Luthfi membujuk anak angkat Anggun itu, Ghania sudah histeris lagi. "Mami aku Mami Anggun. Dia bukan Mamaku," bentak Ghania sambil menunjuk ke arah Nindya yang sudah terduduk lemah menahan tangisnya."Ghania sayang, kamu nggak boleh gitu. Dia ....""Nggak!""Aku mau sama Mami Anggun," pekik Ghania terisak.Tangis Nindya pun pecah. Mencoba ikhlas jika Ghania belum bisa menyayanginya, tapi hati kecilnya pun perih menerima semua kenyataan ini."Nin, kamu sabar ya. Semua butuh waktu. Jangan diambil hati kata-Cynthia akhirnya terjebak dalam permainannya sendiri. Dengan kepintaran Anggun, ia berhasil meyakinkan Romi untuk kembali ke Jakarta dan menekan Cynthia serta membawanya kembali ke Malaysia."Kamu nggak mau ngaku juga, Cynthia? Oke, kalau gitu aku akan ...." Belum usai, Cynthia pun sudah memotongnya."Oke, oke. Aku akan jelaskan semuanya," sergah Cynthia dengan wajah panik.Cynthia pun terpaksa menceritakan semuanya. Ia tidak mau mengambil resiko jika harus bercerai dari Romi. Terlebih Romi kini sudah sukses membangun bisnisnya sendiri."Gila kamu, Cynthia!" hardik Romi begitu mengetahui rencana jahat istrinya dan Reno."Mas, dengarkan aku. Tolong kasih aku waktu menjelaskan semuanya. A-aku ....""Kamu pikir, setelah semua pengkhianatan kamu kali ini, aku bisa memaafkanmu?" pekik Romi yang terlanjur kecewa."Anggun, aku sudah jelaskan semuanya. Tolong bantu aku agar Romi tidak menceraik
Desi yang tidak terima ketika Cynthia menghardik Maminya pun langsung mengusir kakak iparnya itu di tengah malam, tanpa rasa kasihan."Des, aku minta maaf. Mami, maafkan aku ...." pinta Cynthia memelas."Pergi kamu dari sini. Mas, tolong usir dia. Aku enggak mau dia menyakiti Mami. Cepat pergi!" hardik Desi.Kedua orang tuanya bahkan tidak bisa mencegah Desi mengusir Cynthia. Romi akhirnya memesan taksi online untuk mengantarkan Cynthia pulang hingga Jakarta."Mas, kamu jahat!" pekik Cynthia terisak."Aku jahat? Kamu nggak sadar apa ya? Apa yang kamu lakukan padaku. Pada Mami, itu lebih kejam," hardik Romi.Cynthia pun dipaksa masuk oleh suaminya itu dan setelah Romi memberikan sejumlah uang, supir taksi itupun langsung meluncur meninggalkan kediaman orang tua Romi itu.Romi pun kembali masuk ke rumahnya dan menenangkan kedua orang tuanya dan sang adik."Mas, Mas. Lebih ba
Hari-hari Nindya di Jakarta hanya tinggal hitungan jam saja. Hari ini, tengah malam nanti Nindya akan berangkat menuju Dubai, memulai hidupnya yang baru. Demi kebahagiaan Ghania, ia rela menahan perihnya sendiri."Nindya, apa kamu sudah yakin dengan keputusanmu?" tanya Anggun memastikan hari Nindya."InsyaAllah," jawab Nindya tegas.Anggun tahu, Nindya merasa Ghania jauh menyayanginya daripada dia yang sudah melahirkan sang putri. Namun, Anggun justru khawatir jika hubungan ibu dan anak itu akan semakin jauh ketika Nindya memilih pergi ke Dubai.ssasa"Apsakah alasanmu karena Ghania ....""Anggun, aku percaya ikatan Ibu dan anak itu sangat kuat. Jadi kamu nggak perlu merasa jika kepergianku karena Ghania lebih menyayangi kamu. Kamu pantas kok mendapatkan cintanya," ujar Nindya tersenyum."Sudah kubilang, ini masalah ekonomi, tidak lebih," sambungnya.Nindya dan Anggun akhirnya berpelukan
Sejak kepergian Nindya, Sara pun tinggal di kediaman Anggun bersama Luthfi demi menemani Ghania. Sang keponakan yang harus kehilangan kasih sayang ibu kandungnya."Andai bukan karena Ghania, aku enggan di rumah ini," gumam Sara.Sikap Anggun memang begitu baik menerimanya, begitupun dengan Luthfi. Namun, rasa risih itu timbul ketika beberapa kesempatan Luthfi terlihat mendekatinya.Suatu malam, ketika Anggun belum pulang ke rumahnya, Sara diminta menemani di balkon atas. Dengan terpaksa, Sara pun menemani Luthfi berbincang santai ditemani segelas kopi hangat dan cemilan yang dibuatnya."Sara, kamu sudah punya pacar?" tanya Luthfi membuat Sara kaget."Memangnya kenapa, Mas?" sahut Sara."Kalau belum, kamu mau enggak, jadi pacarnya Mas? Ya, tanpa sepengetahuan Anggun?" bujuk Luthfi dengan tatapan menggoda."Gila! Dia pikir aku perempuan apaan? Jangan samakan aku dan Mbak Nindya yang polos
Sara yang baru saja kembali dari olahraga paginya pun dibuat terkejut ketika mendengar pembicaraan Anggun dan Luthfi. Adik satu-satunya Nindya itu cemas karena semalam dia mengalami mimpi yang aneh, sama seperti Anggun.Sara pun mulai bercerita tentang mimpinya. Anggun pun syok mendengarnya. Aneh. Apa yang sebenarnya terjadi dengan Nindya. Bahkan hingga saat ini, tidak ada satupun chat maupun telepon yang direspon Nindya.Saat semua sedang cemas, Pras pun datang dengan membawa sejuta rasa penasaran. Sama seperti Anggun dan Sara, Pras pun merasakan mimpi yang sama."Jadi kamu mimpi juga, Pras?!" tanya Anggun. cemas."Iya," sahut Pras mengangguk.Anggun, Luthfi serta Pras dan Nindya dibuat cemas. Sara pun menangis. Ia memohon pada Anggun untuk terus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Nindya di negeri orang."Ah! Dari awal kan aku sudah nggak setuju. Aku ragu jika Nindya ...." gerutu Pras.
Desi yang tahu persis bagaimana karakter mantan iparnya itu enggan memaafkan Cynthia. Ia yakin jika wanita itu masih sama seperti dulu. Perempuan licik yang rela melakukan apapun demi tetap hidup dalam kekayaan."Aku nggak yakin, kamu sudah berubah. Kamu mengemis seperti ini karena Mas Romi sudah memiliki segalanya. Gimana kalau abangku ini hidup susah seperti dulu? Aku yakin, kamu akan membuangnya bak sampah!" pekik Desi. Desi pun mengusir Cynthia dengan kasar."Desi, aku mohon sama kamu. Please, maafkan aku, Des ...." rintih Cynthia dengan derai airmatanya."Pergi kamu, pergi!" bentak adik Romi itu. Desi memang begitu dendam pada mantan iparnya itu. Desi ingat betul, bagaimana dulu Romi diinjak harga dirinya, diselingkuhi berulangkali dengan Reno di saat Romi sedang terpuruk dalam ekonominya."Desi, tunggu!" cegah Romi.Romi pun menarik Cynthia. Ia menolong mantan istrinya itu agar bisa berdiri setelah
Derai tangis Nindya malam itu pecah. Penyesalan atas jalan yang dipilihnya itu tidak merubah keadaan. Hidup memang sebuah pilihan dan inilah jalan hidup yang menurutnya baik.Hari-hari Nindya kini dilewati dengan pekerjaannya sebagai LC yang sudah mulai ia nikmati. Segala kemewahan pun sudah didapatnya. Nindya sudah menemukan apa yang ia cari. Bahkan dalam 3 bulan saja, Nindya sudah menjadi primadona di clubnya.Nindya bisa pindah ke tempat baru. Apartemen yang ia beli dengan uangnya sendiri. Tanpa lagi harus menumpang di apartemen Rara. Mobil dan gadget mewah pun sudah didapatnya.Nindya pun tidak lupa mengirimkan uang untuk keperluan sang adik. Dalam sebulan Nindya mengirimkan 25 bahkan terkadang 30 juta setiap bulannya pada Sara yang akhirnya memilih tinggal di sebuah kos elite.Kehidupan Nindya yang begitu cepat berubah membuat Rara dan beberapa temannya yang sudah lama bekerja di club' itu justru timbul iri dengki. Mr Tom,
Rara panik. Berulangkali ia mengecek tubuh sahabatnya itu, tapi denyut nadinya pun tidak terasa. Apa yang sesungguhnya terjadi pada ibu kandung Ghania itu."Nindya, bangun. Aku enggak mau masuk penjara karena kamu. Nindya, bangun!" pekik Rara. Wajahnya terlihat begitu ketakutan saat ia memegang tubuh Nindya yang mulai dingin."Mama ...."Ghania tersentak. Ia bangun dari mimpi buruknya. Wajahnya pucat, dipenuhi keringat dan napasnya pun tersengal.Anggun yang mendengar teriakkan putri kesayangannya itupun langsung menemui Ghania di kamarnya."Sayang, kamu kenapa?" tanya Anggun saat duduk di tepi ranjangnya.Ghania tidak berkata apapun. Ia hanya memeluk sang Mami begitu erat dan terisak. Suara tangisnya yang tersedu membuat Anggun bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi."Ghania, kamu tenang. Sekarang kamu bicara sama Mami, kamu kenapa?" bujuk Anggun agar mau berkata jujur.
Beberapa tahun kemudianReno dan Pras kini telah sukses dengan kariernya masing-masing. Hidupnya tidak lagi dijalanan. Tidak lagi kelaparan apalagi kedinginan saat hujan, kepanasan saat terik matahari menyala.Dalam sebuah acara para pengusaha, Reno akhirnya bertemu dengan Anggun. Anggun tidak mengenali Reno, yang pernah dianggapnya sebagai kakak dan lama hidup bersama. Sedangkan Reno, langsung mengenalinya saat pertama kali berkenalan."Anggun? Dia anak om Panca?" batin Reno.Reno pun mengambil langkah, tanpa ingin membuang waktu ia langsung menjalin kedekatan di acara itu. Hingga komunikasi mereka pun terus berlanjut dan semakin dekat. Hingga beberapa tahun kemudian, Anggun dan Reno sepakat bertunangan."Hah, tunangan? Kamu serius, Anggun?" Para sahabat baik Anggun kaget. Ini di luar logika mereka. Anggun yang dikenal sangat hati-hati dan tidak mudah percaya kenapa begitu mudah mengambil keputusan besar di hidupnya, sebuah pernikahan. Dan lebih membuat sahabat Anggun itu tak perca
Tidak ada hal yang paling menyakitkan saat mendapatkan kabar duka itu. Sendirian ia mendatangi rumah sakit di daerah puncak itu. Tidak ada satupun keluarga yang mendampinginya. Tidak ada satupun anggota keluarganya yang tersisa Sesampainya di rumah sakit, Anggun langsung diantar menuju kamar jenazah. Di sana ia membuka kain penutup berwarna putih itu. Kedua orangtuanya, juga kedua saudaranya.Anggun histeris. Hatinya hancur. Dunia seakan runtuh. Tapi kenyataan ini harus ia hadapi sendirian. Tanpa sanak keluarga. Anggun yang belum genap 20 tahun itu harus merasakan semuanya, mana kala rencananya melanjutkan studi ke Amerika harus ia kubur dalam."Kenapa kalian meninggalkan aku sendiri? Kenapa nggak ajak aku juga, Pa, Ma? Mas, kenapa harus aku sendiri yang hidup?" Rintihan itu memilukan. Para polisi itu pun mencoba menenangkan Anggun. Namun, lagi-lagi mereka gagal. Anggun tetap histeris. Tidak tahu, apakah ia sanggup menjalani hidup ke depannya sendiri. Tanpa siapapun.Tidak lama da
POV NISSASebulan sudah gadis berusia 15 tahun itu mengalami koma panjang. Hingga akhirnya, kini tubuh itu mulai bergerak, menandakan sebuah kemajuan.Perlahan gadis itu mulai membuka matanya. Ia melihat sekeliling, kepalanya yang masih pusing. Pandangannya pun masih belum jelas. Ia mencoba melihat orang di sekitarnya yang selama ini setia menunggu kesembuhannya.Matanya kini mulai jelas melihat. Ia mencoba mengingat kembali apa yang terjadi padanya. Namun, tidak ada hal yang membuatnya ingat mengapa kini ia berada di ranjang rumah sakit kamar VVIP."Kalian siapa?" tanya Nissa pada sepasang suami istri itu. Arjuna dan Balqis saling pandang. Ada kebahagiaan terpancar di wajah Balqis. Akhirnya, orang yang ditabrak suaminya itu tanpa sengaja kini akhirnya tersadar."Alhamdulillah. Akhirnya dia sadar, Mas. Nak, nama kamu siapa? Kami senang, akhirnya kamu sudah sadar. Keluarga kamu pasti susah mencari keberadaan kamu," ujar Balqis."Namaku?"Nissa mulai berpikir, mencoba mengingat siapa
Sore itu tiba-tiba Pras dan Nissa diusir dari rumah papinya. Kedua anak remaja itu hanya bisa pasrah. Mereka pun memutuskan pergi meninggalkan rumah yang banyak meninggalkan kenangan indah itu. Baru beberapa langkah, tiba-tiba hujan deras.turun. Pras pun langsung mengajak adiknya ke sebuah gubuk kecil berlantai kayu.'Mas, kita mau ke mana? Mereka kok jahat banget ya?" ucap Nissa terisak."Kamu sabar dulu ya dek.'Malam itu terpaksa keduanya bermalam di gubuk reot itu. Tidak ada pilihan lain kecuali menetap. Di luar hujan masih sangat deras. Pras dan Nissa akhirnya memutuskan tidur sejenak, karena sudah sangat kelelahan. Meraka sudah sangat kelelahan berjalan. Pras akhirnya terbangun. Ia melirik ke arah adiknya yang masih terlelap. Saat melihatnya menggigil, Pras pun langsung mengeceknya dan benar saja jika adiknya itu demam tinggi.'Astaghfirullah! Nissa, kamu demam tinggi. Ya Allah, apa yang harus hamba lakukan?" gumam Pras. Airmatanya pun menetes. Tidak tahu, apa yang harus dil
Sintia mulai keras menolak kehadiran keluarga Acha di rumahnya. Dia tidak ingin terjadi hal buruk pada ketiga anaknya hanya demi menyelamatkan anak si pembunuh."Aku udah capek ya, Mas, berdebat terus. Sekarang gini aja deh, kamu silakan pilih. Aku dan anak-anak atau mereka???" ucap Sintia lantang."Sin, jangan seperti ini. Aku tidak mungkin memilih. Aku ya pasti memilih kalian. Tapi, pikirkan Reno. Dia masih kecil untuk hidup di luar," tutur Panca."Kamu tahu sendiri kan, sejak kasus ini ke publish kedua adik Acha itu kena PHK dan sampai detik ini, tidak ada satupun perusahaan yang mau menerima mereka.""Di mana hati nurani kamu? Kamu pernah kan, diposisi seperti mereka? Dan di saat itu hanya Himawan yang mau membantu! Kamu tidak ada empati sedikitpun sama anak yang sudah pernah menolong kamu???" pekik Panca.Panca mulai hilang kesabaran. Dia tidak tahu lagi bagaimana caranya membujuk istrinya itu agar tetap membiarkan Reno dan keluarga Acha itu bertahan di rumahnya."Sekarang kamu p
Sejak hari itu keluarga Acha tinggal dikediaman Panca dan Sintia. Sintia awalnya menolak, tapi akhirnya ia hanya pasrah dengan keputusan suaminya. Sintia hanya meminta penjagaan lebih ketat di rumah maupun saat anak-anaknya ataupun anak Acha dan Himawan bersekolah. Panca pun akhirnya menyetujui syarat yang diajukan istrinya itu.Tidak seperti hari-hari biasanya, Sintia merasakan perasaan tidak enak. Ia pun memutuskan.menemani anak-anak ke sekolah.Di tengah perjalanan ponselnya kembali berdering. Sebuah nama memanggil. Benar saja dugaan Sintia. Kali ini ancaman Harris tidaklah main-main."Halo, cantik. Gimana kabarmu? Kamu sepertinya tidak mengindahkan ancamanku ya? Kamu pikir, aku main-main??" Harris terlihat tenang, tapi pikirannya cuma satu. Menghancurkan siapapun yang menghalanginya melenyapkan nyawa keluarga Acha yang tersisa."Atau kamu butuh bukti??""Tunggu! Apa yang mau kamu lakukan? Tolong, jangan sakiti anak-anak!""Jangan atur aku!!!"Harris tidak main-main. Di tengah pe
Waktu berjalan begitu cepat. Sudah beberapa bulan setelah kematian Himawan dan Acha harus merasakan dinginnya lantai penjara. Hinaan dan caci maki dirasakan Acha di dalam sel. Beberapa tahanan bahkan membully hingga melakukan kekerasan padanya. Dan kini, yang tersisa darinya hanya sebuah penyesalan. Ya, Acha menyesal. Ia sadar, bahkan kini anaknya harus merasakan penderitaan yang tidak pernah terbayangkan oleh mereka.Malam itu, ketika ketiga anak Acha tengah tertidur pulas di kamarnya masing-masing, ada beberapa pria berbadan besar datang dan mengobrak-abrik rumahnya.Malam itu hanya ada ibu Acha yang menemani. Sedangkan kedua adik Acha tengah keluar kota untuk urusan pekerjaan. Sang nenek tidak dapat berbuat banyak saat Nissa, anak bungsu Himawan dan Acha dibawa oleh pria-pria itu.Entah siapa yang menyuruh mereka. Rumah itu sudah hancur, beberapa barang telah dihancurkan. Tapi anehnya, tidak ada satu pun barang yang diambil. Ini jelas bukan perampokan biasa. Tapi mungkin sebuah aj
Acara pemakaman Cindy pun sudah usai. Berita itu begitu cepat tersebar. Keluarga pun mendapatkan cibiran dari teman, tetangga dan semua yang mengenalnya. Tidak ada satupun kata dukungan, justru hinaan yang diterima keluarga Acha."Ini memalukan. Cindy telah merusak semuanya. Dasar perempuan terkutuk!" Caci maki itu akhirnya keluar dari adik beradik Cindy, termasuk ibu Acha.Namun, anak-anak Cindy yang mulai beranjak dewasa pun tidak terima mendengar hinaan dan sumpah serapah itu. Begitupun suami Cindy yang telah dikhianati, ia tetap pasang badan membela almarhumah istrinya."Mbak, cukuplah. Hentikan semua ini. Bagaimanapun Cindy itu adiknya mbak. Ini juga bukan sepenuhnya kesalahan Cindy. Himawan juga salah. Menantu mbak juga laki-laki terkutuk!" balas Harris, suami Cindy."Harris, Harris, kamu masih membela istri laknat begitu? Di mana harga diri kamu???" tutur ibu Acha sinis."Mbak, saya mungkin laki-laki bodoh. Tidak punya harga diri atau apalah terserah kalian. Tapi dia istri saya
Tidak terbersit dibenak Acha untuk melenyapkan nyawa suami dan sahabatnya. Apalagi dengan cara yang tergolong sadis. Tapi rasa sakit hati dan dendamnya membuat Acha gelap mata. "Apa yang pertama kali anda lakukan?" tanya Rifat. "Saya meminta suami saya berhenti di jalan Ardipura. Tepat di depan taman Angkasa. Dan .... ""Selanjutnya?"Wajah Acha kembali tertunduk. Tubuh mungilnya bergetar, ada banyak luka yang masih ia coba sembunyikan. Beberapa saat ia pun kembali menangis. Terisak dan seketika ia tertawa. "Mbak Acha, kamu baik-baik saja?" tanya Rifat. Ia mulai khawatir dengan mental terduga pelaku kasus yang sedang ditanganinya itu."Mbak Acha, bisa kita lanjutkan?"Hening ....Pandangan mata itu kembali nanar. Diam dan akhirnya ia mulai bercerita kembali setiap detik waktu yang ia habiskan malam itu."Aku meminta Mas Mawan berhenti. Saat itu juga banyak pedagang berjualan di depan pintu masuk taman. Aku meminta suamiku membeli beberapa cemilan dan minuman. Saat dia pergi, aku l