Beranda / Romansa / POLIGAMI / Siapa yang Menyebar Undangan?

Share

Siapa yang Menyebar Undangan?

Penulis: Haris Fayadh
last update Terakhir Diperbarui: 2021-12-15 15:28:08

Ayara menatap pria yang kini berdiri di dekatnya. Meski pandangannya terkaburkan oleh guyuran hujan, ia dapat menangkap jejak kesal dari wajah pria yang mengenakan kemeja biru tersebut. Ayara mengusap wajah, lalu mencoba duduk.

“Bunuh diri tidak akan menyelesaikan masalah,” ucap pria itu lagi, setengah berteriak walau tidak selantang ucapan sebelumnya.

Ayara tidak begitu mendengarkan ucapan pria tersebut. Ia hanya terduduk sambil memeluk lutut. Tangisnya kembali pecah ketika pikirannya kembali mengulang betapa menyedihkannya takdir yang Tuhan suguhkan untuknya.

Pria itu tersentuh melihat wanita di hadapannya. Ia mendekat dengan tangan terulur untuk menyentuh pundak Ayara. Namun, Ayara menepis tangan itu dengan kasar tanpa melihat. Perempuan itu merutuk, seharusnya rencananya berjalan mulus. Mengapa Tuhan mengirimkan lelaki tersebut? Masih kurangkah derita yang harus ditanggung olehnya?

“Maafkan aku. Kamu tidak bisa terus-terusan di sini, kamu bisa sakit,” kata pria tersebut.

“Biarkan aku di sini. Biarkan aku mati!” Dengan suara putus asa, Ayara berteriak di tengah-tengah kecipak tetes hujan yang menghantam aspal.

“Dengar, bunuh diri adalah hal yang sangat dibenci Tuhan. Kamu akan menyakiti diri sendiri, menyakiti orang yang menyayangi kamu. Percayalah, tidak ada masalah yang tidak memiliki jalan keluar.”

Wajah Ayara tertunduk. Beberapa detik, pria itu hanya menyaksikan wanita dengan rambut basah tergerai di depannya menumpahkan segala kesah yang mendera. Hingga akhirnya, ia tak kuasa menahan dingin yang terasa menusuk-nusuk tulang. Lelaki tersebut kali ini mencoba untuk membantu Ayara berdiri.

Ayara tidak melakukan perlawanan atau protes. Beberapa saat lalu, ucapan pria yang menyelamatkannya telah sedikit menghadirkan kesadaran bagi Ayara. Ia pernah mendengar Adam berkata jika masalah yang menimpa manusia tidak akan melampaui batas kesanggupannya. 

Ah, Ayara frustasi saat nama itu berkelindan di pikirannya. Namun, bukankah sebab dirinya pula mengapa Adam tega berbuat demikian?

Ayara dibawa oleh pria itu menuju mobil yang lampunya masih menyala, tak jauh dari tempat Ayara hendak melakukan bunuh diri. Lelaki tersebut membukakan pintu kendaraan bercat merah itu, tetapi Ayara bergeming saat disuruh untuk masuk. Itu akan mengotori bangku, pikir Ayara.

“Apa lagi yang kamu tunggu? Cepatlah masuk.”

Ayara melempar pandangan tidak enak pada wajah pria di sampingnya.

“Tidak apa-apa, masuklah,” ucap pria itu, selarik senyum menghiasi wajahnya yang basah kuyup.

Ayara akhirnya menuruti keinginan pria tersebut. Saat duduk keduanya sempurna, pria dengan kumis dan jenggot tipis itu meraih handuk dari bangku belakang.

“Ini, pakailah untuk meneringkan tubuhmu.”

Ayara menatap pria di balik kemudi dengan sorot mata berterima kasih. Andai tidak ada pria tersebut, entah apa yang terjadi pada dirinya atas tindakan bodohnya.

“Jangan bengong saja,” tegur pria di sampingnya karena Ayara hanya melamun.

“Namaku Rendra. Siapa namamu?” Pria bernama Rendra itu bertanya setelah mobil melaju.

Ayara tidak segera menjawab. Rendra menghela napas panjang.

“Baiklah kalau kamu enggan memberitahu namamu, tapi setidaknya beritahu aku ke mana harus mengantar kamu pulang.”

Ayara ragu untuk pulang ke rumah Nadia, tetapi tidak mungkin juga jika harus ikut ke rumah Rendra. Mau tidak mau, perempuan itu mengatakan kepada Rendra ke mana pria tersebut harus mengantarnya.

Dua puluh menit kemudian, keduanya sampai di tempat tujuan. Nadia menyambut sahabatnya dengan air mata berderai. Berkali-kali Nadia memeluk Ayara.

"Terima kasih, Mas," ucap Nadia kepada Rendra.

"Sama-sama. Kalau begitu, aku pamit pulang."

"Tidak masuk dulu?" Nadia menunjuk pintu rumah yang terbuka lebar. Sepasang mata Ayara yang masih sembab, menatap Rendra dengan penuh rasa terima kasih.

"Tidak usah. Terima kasih." Rendra menatap Ayara dengan senyum manis terkulum.

Ayara ingin sekali mengucap terima kasih, tetapi lidahnya terasa kelu. Ia canggung. Ia terdiam hingga mobil Rendra berlalu dari pekarangan rumah Nadia.

***

Adam menyugar rambutnya dengan kasar. Rasa sesal berjejal di dadanya. Seharusnya ia tidak mengikuti kemauan sang mama untuk menikahi Fitriya. Pria itu berkali-kali merutuki diri atas tindakan bodohnya.

Bel berbunyi. Adam melepaskan napas dengan kasar. Akhirnya, yang ditunggunya datang juga. Gegas pria itu berderap untuk menyongsong sang mama di depan sana.

"Ma, Adam ingin bicara," ucap Adam begitu pintu terbuka.

"Mama capek, Dam. Besok aja, ya." Halima tersenyum kepada sang anak sambil melangkah masuk.

"Adam tidak ingin melanjutkan pernikahan dengan Fitriya."

Ucapan Adam membuat sang mama terhenyak. Langkahnya terhenti. Sepasang mata sayu Halima membulat, menumbuk Adam dengan lekat.

"Kamu ingin membuat Mama malu di depan Om Gunawan?"

"Pasti ada cara lain untuk membayar utang-utang Mama. Mama lihat, keluargaku berantakan. Ayara dan Thalita pergi!" Wajah Adam merah padam. Ia gagal mengontrol emosi yang meluap.

Sejak awal, Adam sudah gamang dengan rencana sang mama. Lagi pula, Fitriya benar-benar bodoh sampai menyerahkan kehormatan kepada pria iblis itu. Lalu ketika di dalam garbanya berisi janin, pria itu pergi begitu saja tanpa mau bertanggung jawab.

"Dengar Adam ... sepuluh milyar, dapat dari mana Mama uang sebanyak itu. Lagi pula, kasihan Om Gunawan jika sampai Fitriya melahirkan tanpa seorang suami. Nama baik keluarga mereka akan tercoreng," ucap Halima.

"Mama tidak kasihan pada Ayara dan Thalita?" Adam mendelik dengan mata memerah.

Halima berdecak. "Untuk apa kasihan pada pelacur itu?"

"Jaga omongan Mama!" Adam menelan ludah. Bagaimana mamanya bisa tahu tentang kehidupan masa lalu Ayara?

Halima mengeluarkan salinan hasil tes DNA dari dalam tasnya. Sama dengan Ayara yang terkesiap melihat isi kertas tersebut, Adam membeku. Meski sebelum menikahi Ayara ia tahu kemungkinan ini bisa saja terjadi mengingat banyak lelaki yang pernah seranjang dengan Ayara, tapi hatinya tetap saja merasakan nyeri. 

Rasa kecewa membuat Adam terduduk. Ia pernah berjanji akan menerima Ayara apa adanya. Namun, saat mengetahui bahwa Thalita bukan anak kandungnya, ada rasa benci menyeruak di dalam dadanya.

"Sekarang kamu masih mau membela Ayara?" Setelah sekian lama hening, Halima kembali bersuara.

"Dari mana Mama mendapatkan ini?" Adam bertanya dengan suara pelan.

"Kamu tidak perlu tahu. Yang jelas, Ayara telah mengkhianati kita semua. Ayara telah menipu kita!"

Adam menunduk dengan mata berkaca-kaca. Sementara Halima berderap menuju kamarnya untuk beristirahat.

Adam masih memiliki pertanyaan yang belum terjawab. Pria itu bangkit dan memanggil sang mama. Perempuan paruh baya tersebut berhenti tepat di depan pintu kamarnya, lalu menoleh kepada sang anak yang datang menghampiri.

"Bukannya kalian berjanji akan merahasiakan pernikahan ini, tapi kenapa kalian menyebarkan surat undangan?"

Halima memandang Adam dengan dahi berkedut. Ia benar-benar tidak mengerti kenapa Adam bertanya mengenai surat undangan yang sama sekali tidak ada dalam daftar rencananya.

"Apa maksudmu? Surat undangan apa? Tidak ada yang menyebarkan surat undangan, Adam."

Bersambung

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sri Minarni
kayaknya Nadin musuh dalam selimut
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • POLIGAMI   Copet!

    Dahi Adam berkerut setelah mendengar ucapan mamanya. Pria itu memindai wajah sang mama untuk mencari jejak dusta yang mungkin tersirat di sana."Mama jangan bohong!" seru Adam dengan menatap lurus wajah Halima."Dam, kamu tidak percaya sama Mama?" Halima mengadu tatapan dengan Adam. Hatinya kesal karena merasa dicurigai atas hal yang sama sekali tidak dilakukannya.Rasa ragu yang semula bersarang di hati Adam, perlahan meredam. Puluhan tanda tanya berkelindan di benak. Siapa yang telah menyebar undangan itu? Untuk apa? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang berdesakan memenuhi kepala."Ayara tahu Adam akan menikahi Fitriya gara-gara surat undangan. Kalau bukan Mama yang menyebarkan, siapa lagi? Mama yang mengurus semua persiapan." Pandangan lekat Adam pada sang mama mengendur tersebab rasa ragu. Otaknya terus saja berputar, hingga satu nama muncul."Dengerkan Mama. Mama bersumpah tidak memesan surat undangan, Adam. Kapan Mama bohong sama kamu?" Hali

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-15
  • POLIGAMI   Lelaki Cuek

    Pandangan lekat wanita paruh baya itu terpotong oleh suara seorang pria. Derap langkah setengah berlari menyusul bariton tersebut, semakin dekat. Tiga pasang mata tertuju pada pria tampan dengan raut cemas yang menghampiri."Mama tidak apa-apa?" Pria itu bertanya setelah berada di dekat sang mama. Pandangannya sekilas beralih pada sosok dua wanita di dekat mamanya."Mama tidak apa-apa, Van. Tapi Mama hampir saja kehilangan dompet Mama kalau saja tidak ada mereka," papar wanita berhijab panjang tersebut. Dengan senyum merekah, wajahnya tertoleh kepada dua perempuan yang dimaksud di dekatnya.Pria itu mengarahkan pandangan kepada dua wanita di samping sang mama. Dengan wajah datar, dia memandang keduanya."Terima kasih," ucapnya cuek, lalu beralih kepada sanga mama dan berkata, "Ayo kita pulang, Ma.""Sebentar," ucap sang Mama, lalu membuka reseleting dompetnya dan mengeluarkan beberapa helai uang berwarna merah tanpa menghitungnya."Ini sebag

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-06
  • POLIGAMI   Nama di Surat Undangan

    “Kamu ini aneh, Ay,” celetuk Nadia. Gurat heran jelas terpahat di wajahnya saat mengetahui ternyata Ayara membeli kitab tebal berjilid-jilid untuk hadiah ulang tahun Adam, suaminya. Ayara hanya tersenyum menanggapi Nadia yang masih menatap sahabatnya tersebut dengan lekat.“Mas Adam dari dulu pengen kitab itu, Nad, tapi gak pernah kesampaian,” ucap Ayara kemudian setelah memasang sabuk pengaman. Nadia hanya menoleh sekilas tanpa mengeluarkan suara, kemudian menyalakan mobil.“Emang itu kitab apa, sih, sampe berjilid-jilid gitu?” Nadia kembali bertanya setelah mobil melaju, menoleh ke arah wanita berhijab di sampingnya selintas lalu, kemudian pandangannya fokus kembali memandang ke depan.Ayara tidak segera menjawab pertanyaan sahabatnya itu, masih sibuk mengetik pesan guna memastikan Adam pulang malam ini. Akan ada surprise untuknya.[Nanti malam pulang kan, Mas?]Adam belakangan ini jarang sekali di rumah,

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-06
  • POLIGAMI   Pergi

    Mendengar teriakan Ayara, Thalita terkejut dan menangis. Ayara mencoba untuk menenangkan buah dari pernikahannya dengan Adam. Lalu, mengambil ancang-ancang untuk segera pergi meninggalkan sang suami. Namun, secepat kilat laki-laki itu mengunci pergerakan Ayara.“Kamu mau ke mana, Ayara?"“Terserah aku!” Ayara mencoba melepaskan cekalan tangannya, tetapi usahanya sia-sia.“Kamu harus dengar penjelasanku, Ay ....” Wajah Adam terlihat memelas.“Penejelasan?” Penjelasan apa?!” Air mata wanita itu lagi-lagi tumpah. Bagaimana tidak, kebahagiaan yang selama ini ia bangun dengan susah payah bersama sang Suami, kini hancur berantakan.Selama ini, Ayara merasa menjadi wanita yang paling beruntung karena dinikahi oleh laki-laki yang menutup mata pada masa lalunya yang kelam, masa lalu yang hampir semua orang akan merasa jijik padanya jika mengetahuinya. Namun, tidak dengan Adam, laki-laki yang berpengetahu

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-07
  • POLIGAMI   Balasan

    Ayara berkali-kali mencoba memejam, tetapi tak kunjung terlelap. Ingatan tentang betapa teganya sang suami berkecamuk, berbenturan dengan kepingan-kepingan kisah bahagia yang selama ini terjalin. Berkali-kali perempuan itu merasa ini hanyalah mimpi buruk belaka, bukan nyata. Namun, di detik berikutnya, kesadarannya kembali bahwa semuanya memang benar-benar terjadi.Hatinya sakit tak terperi. Ingin menangis agar kemelut di dadanya sedikit mengurai, tetapi air mata itu sepertinya sudah habis terkuras.Ayara bangkit dari pembaringan setelah membetulkan letak selimut yang menutupi tubuh mungil sang bayi. Pandangannya beralih pada ponsel di dekat bantal. Pada layar benda yang diaktifkan mode pesawat itu, Ayara melihat jam. Pukul sepuluh malam.Ia bosan dan ingin sedikit mengobrol dengan Nadia. Kamar wanita yang memberikan tumpangan itu tepat berada persis di sebelah kamar yang ditempati Ayara dan Thalita. Samar-samar terdengar Nadia berbicara, sepertinya sedang menel

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-07
  • POLIGAMI   Kertas Pembawa Petaka

    Rasa perih sebab tatapan datar sang mertua ternyata tak sesakit jawaban yang diterima Ayara. Tangan Ayara yang tadi memegang lengan Bu Halima, terurai. Jawaban singkat itu serupa belati yang menghunjam ulu hati.Ayara meneguk ludah dengan air mata luruh tak terbendung."Ja-jadi, Ibu sudah tahu?" Ayara melontar tanya dengan suara nyaris tak terdengar sebab parau."Kami yang mengatur semuanya, Ayara."Ayara memindah pandangan pada wanita yang baru saja bersuara. Mega menumbuk tatapan kepada Ayara dengan mata memerah. Sementara Ayara yang tidak paham mengapa semua jadi serumit ini, hanya membeku dengan benak dijejali tanya. Pandangannya memindai wajah Mega dan Bu Halima bergantian."Ka-kalian tega ...." Isak tangis Ayara membuat suaranya mengecil."Tega?" Mega tertawa sumbang. "Kamu yang tega! Sejak awal aku memang sudah curiga sama kamu, Ayara. Kami semua tidak percaya keluarga kami dimasuki oleh seorang pelacur sepertimu!" Lengkingan suara Me

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-11

Bab terbaru

  • POLIGAMI   Lelaki Cuek

    Pandangan lekat wanita paruh baya itu terpotong oleh suara seorang pria. Derap langkah setengah berlari menyusul bariton tersebut, semakin dekat. Tiga pasang mata tertuju pada pria tampan dengan raut cemas yang menghampiri."Mama tidak apa-apa?" Pria itu bertanya setelah berada di dekat sang mama. Pandangannya sekilas beralih pada sosok dua wanita di dekat mamanya."Mama tidak apa-apa, Van. Tapi Mama hampir saja kehilangan dompet Mama kalau saja tidak ada mereka," papar wanita berhijab panjang tersebut. Dengan senyum merekah, wajahnya tertoleh kepada dua perempuan yang dimaksud di dekatnya.Pria itu mengarahkan pandangan kepada dua wanita di samping sang mama. Dengan wajah datar, dia memandang keduanya."Terima kasih," ucapnya cuek, lalu beralih kepada sanga mama dan berkata, "Ayo kita pulang, Ma.""Sebentar," ucap sang Mama, lalu membuka reseleting dompetnya dan mengeluarkan beberapa helai uang berwarna merah tanpa menghitungnya."Ini sebag

  • POLIGAMI   Copet!

    Dahi Adam berkerut setelah mendengar ucapan mamanya. Pria itu memindai wajah sang mama untuk mencari jejak dusta yang mungkin tersirat di sana."Mama jangan bohong!" seru Adam dengan menatap lurus wajah Halima."Dam, kamu tidak percaya sama Mama?" Halima mengadu tatapan dengan Adam. Hatinya kesal karena merasa dicurigai atas hal yang sama sekali tidak dilakukannya.Rasa ragu yang semula bersarang di hati Adam, perlahan meredam. Puluhan tanda tanya berkelindan di benak. Siapa yang telah menyebar undangan itu? Untuk apa? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang berdesakan memenuhi kepala."Ayara tahu Adam akan menikahi Fitriya gara-gara surat undangan. Kalau bukan Mama yang menyebarkan, siapa lagi? Mama yang mengurus semua persiapan." Pandangan lekat Adam pada sang mama mengendur tersebab rasa ragu. Otaknya terus saja berputar, hingga satu nama muncul."Dengerkan Mama. Mama bersumpah tidak memesan surat undangan, Adam. Kapan Mama bohong sama kamu?" Hali

  • POLIGAMI   Siapa yang Menyebar Undangan?

    Ayara menatap pria yang kini berdiri di dekatnya. Meski pandangannya terkaburkan oleh guyuran hujan, ia dapat menangkap jejak kesal dari wajah pria yang mengenakan kemeja biru tersebut. Ayara mengusap wajah, lalu mencoba duduk.“Bunuh diri tidak akan menyelesaikan masalah,” ucap pria itu lagi, setengah berteriak walau tidak selantang ucapan sebelumnya.Ayara tidak begitu mendengarkan ucapan pria tersebut. Ia hanya terduduk sambil memeluk lutut. Tangisnya kembali pecah ketika pikirannya kembali mengulang betapa menyedihkannya takdir yang Tuhan suguhkan untuknya.Pria itu tersentuh melihat wanita di hadapannya. Ia mendekat dengan tangan terulur untuk menyentuh pundak Ayara. Namun, Ayara menepis tangan itu dengan kasar tanpa melihat. Perempuan itu merutuk, seharusnya rencananya berjalan mulus. Mengapa Tuhan mengirimkan lelaki tersebut? Masih kurangkah derita yang harus ditanggung olehnya?“Maafkan aku. Kamu tidak bisa terus-terusan di sini,

  • POLIGAMI   Kertas Pembawa Petaka

    Rasa perih sebab tatapan datar sang mertua ternyata tak sesakit jawaban yang diterima Ayara. Tangan Ayara yang tadi memegang lengan Bu Halima, terurai. Jawaban singkat itu serupa belati yang menghunjam ulu hati.Ayara meneguk ludah dengan air mata luruh tak terbendung."Ja-jadi, Ibu sudah tahu?" Ayara melontar tanya dengan suara nyaris tak terdengar sebab parau."Kami yang mengatur semuanya, Ayara."Ayara memindah pandangan pada wanita yang baru saja bersuara. Mega menumbuk tatapan kepada Ayara dengan mata memerah. Sementara Ayara yang tidak paham mengapa semua jadi serumit ini, hanya membeku dengan benak dijejali tanya. Pandangannya memindai wajah Mega dan Bu Halima bergantian."Ka-kalian tega ...." Isak tangis Ayara membuat suaranya mengecil."Tega?" Mega tertawa sumbang. "Kamu yang tega! Sejak awal aku memang sudah curiga sama kamu, Ayara. Kami semua tidak percaya keluarga kami dimasuki oleh seorang pelacur sepertimu!" Lengkingan suara Me

  • POLIGAMI   Balasan

    Ayara berkali-kali mencoba memejam, tetapi tak kunjung terlelap. Ingatan tentang betapa teganya sang suami berkecamuk, berbenturan dengan kepingan-kepingan kisah bahagia yang selama ini terjalin. Berkali-kali perempuan itu merasa ini hanyalah mimpi buruk belaka, bukan nyata. Namun, di detik berikutnya, kesadarannya kembali bahwa semuanya memang benar-benar terjadi.Hatinya sakit tak terperi. Ingin menangis agar kemelut di dadanya sedikit mengurai, tetapi air mata itu sepertinya sudah habis terkuras.Ayara bangkit dari pembaringan setelah membetulkan letak selimut yang menutupi tubuh mungil sang bayi. Pandangannya beralih pada ponsel di dekat bantal. Pada layar benda yang diaktifkan mode pesawat itu, Ayara melihat jam. Pukul sepuluh malam.Ia bosan dan ingin sedikit mengobrol dengan Nadia. Kamar wanita yang memberikan tumpangan itu tepat berada persis di sebelah kamar yang ditempati Ayara dan Thalita. Samar-samar terdengar Nadia berbicara, sepertinya sedang menel

  • POLIGAMI   Pergi

    Mendengar teriakan Ayara, Thalita terkejut dan menangis. Ayara mencoba untuk menenangkan buah dari pernikahannya dengan Adam. Lalu, mengambil ancang-ancang untuk segera pergi meninggalkan sang suami. Namun, secepat kilat laki-laki itu mengunci pergerakan Ayara.“Kamu mau ke mana, Ayara?"“Terserah aku!” Ayara mencoba melepaskan cekalan tangannya, tetapi usahanya sia-sia.“Kamu harus dengar penjelasanku, Ay ....” Wajah Adam terlihat memelas.“Penejelasan?” Penjelasan apa?!” Air mata wanita itu lagi-lagi tumpah. Bagaimana tidak, kebahagiaan yang selama ini ia bangun dengan susah payah bersama sang Suami, kini hancur berantakan.Selama ini, Ayara merasa menjadi wanita yang paling beruntung karena dinikahi oleh laki-laki yang menutup mata pada masa lalunya yang kelam, masa lalu yang hampir semua orang akan merasa jijik padanya jika mengetahuinya. Namun, tidak dengan Adam, laki-laki yang berpengetahu

  • POLIGAMI   Nama di Surat Undangan

    “Kamu ini aneh, Ay,” celetuk Nadia. Gurat heran jelas terpahat di wajahnya saat mengetahui ternyata Ayara membeli kitab tebal berjilid-jilid untuk hadiah ulang tahun Adam, suaminya. Ayara hanya tersenyum menanggapi Nadia yang masih menatap sahabatnya tersebut dengan lekat.“Mas Adam dari dulu pengen kitab itu, Nad, tapi gak pernah kesampaian,” ucap Ayara kemudian setelah memasang sabuk pengaman. Nadia hanya menoleh sekilas tanpa mengeluarkan suara, kemudian menyalakan mobil.“Emang itu kitab apa, sih, sampe berjilid-jilid gitu?” Nadia kembali bertanya setelah mobil melaju, menoleh ke arah wanita berhijab di sampingnya selintas lalu, kemudian pandangannya fokus kembali memandang ke depan.Ayara tidak segera menjawab pertanyaan sahabatnya itu, masih sibuk mengetik pesan guna memastikan Adam pulang malam ini. Akan ada surprise untuknya.[Nanti malam pulang kan, Mas?]Adam belakangan ini jarang sekali di rumah,

DMCA.com Protection Status