PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)81. Mengakui membelikan motor! (Bagian A)"Rumahnya sudah jadi, An. Nggak ada pesta masuk rumah baru, nih?" tanya Bu Sulis.Dia adalah tetangga yang tinggal di sebelah kanan rumahku, orangnya baik dan juga ramah. Dia tidak pernah terlihat bergosip dengan ibu-ibu yang lainnya, padahal di desa ini banyak sekali ibu-ibu yang di kala sore hari akan bergosip di depan rumah sampai petang."Alhamdulillah sudah jadi, Bu," jawabku sekenanya. "Mungkin bukan pesta, lebih tepatnya Ana akan mengundang anak yatim untuk makan-makan di rumah," kataku sambil tersenyum kecil."Wah bagus itu, An. Lebih bermanfaat dan juga lebih berfaedah, lagi pula pesta-pesta seperti itu pasti membutuhkan biaya yang sangat banyak. Mending uangnya kamu gunakan untuk sesuatu yang lebih berguna!" kata Bu Sulis sambil tersenyum kecil.Setelah itu aku dan Bu Sulis sama sekali tidak melakukan pembicaraan apapun, karena saat ini aku memang sedang menjemur pakaian dan Bu
82. Mengakui membelikan motor! (Bagian B)Aku hanya diam dan tidak menanggapi, bahkan aku sama sekali tidak menoleh ke arahnya. Padahal aku bisa mendengar langkah kaki Ibu yang mendekat ke arah sini, dari langkah kakinya aku bisa menyimpulkan kalau Ibu tidak datang sendirian, dia pasti bersama dengan Bi Ramlah."Eh, Bu Sri. Tumben agak siang?" tanya Mang Ujang pada Ibu dengan sopan."Iya, Jang. Memang sengaja ingin berjalan-jalan dulu, karena Lisa ini kan jarang libur. Jadi sekalinya libur, aku ingin mengajak dia untuk berjalan-jalan pagi di desa ini," kata Ibu sambil terkekeh kecil.Saat itulah aku langsung bisa menyimpulkan kalau yang datang bersama Ibu bukanlah Bi ramlah, melainkan si Lampir Lisa yang sangat-sangat sialan itu.Aku sama sekali belum bisa melupakan kata-katanya yang mengatakan aku menjual diri untuk mendapatkan uang."Heh, Ana! Kamu dengar nggak? Belikan sesuatu yang bergizi untuk Abi, dia itu capek kerja. Kasihan anakku kalau kamu tidak memasakkan sesuatu yang berg
83. Mengakui membelikan motor! (Bagian C)Keseringan yang aku dengar dari beliau adalah bentakan, dan juga hinaan, yang terlontar dengan sengaja dari mulutnya untuk diriku."Aku mau sayur asem, Bu. Buatkan ya," sahut Lisa dengan manja.“Iya, apa sih, yang tidak buat kamu, Nduk!” kata Ibu dengan lembut.Cih! Aku mendecih sinis, di dalam hati saja. Susah merealisasikannya saat ada orangnya di sini, takutnya aku dicap iri. Lah, walau iri aku tidak akan menunjukkannya.Aku tidak mau dicap sebagai pengemis kasih sayang! Hahahaha, entah kenapa aku malah ingin tertawa memikirkannya. Miris sekali hidupku, padahal aku anak baik budi, tidak sombong, dan rajin menabung, tapi kenapa aku dapat mertua yang begini coba?“Kamu beli motor cash, An? Berapa harganya? Si Alya minta motor juga, bu lagi bingung mau beli yang mana,” kata Bu Sulis tiba-tiba.Alya adalah anak bungsunya yang kini sedang menginjak bangku SMA, gadis yang cantik dan juga berprestasi. Jelas saja Bu Sulis selalu ingin mewujudkan ke
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)84. Si Pembuat Rusuh (Bagian A)Aku sedang duduk di teras bersama Mas Abi saat mataku tak sengaja melihat si Lampir Lisa dan juga Mas Aji sedang memasuki halaman rumah kami. Mereka berdua terlihat melirik sinis ke arah motorku, kelihatan sekali kalau dia iri.Cih! Manusia-manusia tidak punya akhlak!Aku dan Mas Abi langsung berpandangan, secara tidak tersirat aku sedang bertanya pada suamiku itu. Apa dia mempunyai janji dengan kakak kandungnya itu? Atau memang ini kunjungan mendadak.Namun Mas Abi hanya mengangkat bahu, artinya dia juga tidak tahu menahu dengan maksud kedatangan pasangan fenomenal itu ke rumahku.Setelah memarkirkan motor mereka di halaman, mereka berdua langsung ngeloyor dan ikut duduk di teras. Mas Aji langsung terlihat tidak suka karena melihat rumah kami yang terlihat lebih mewah dibanding rumahnya.Orang yang iri hati, kelihatan sekali dari wajahnya yang muram dan juga gelap. Penyakit hati milik Mas Aji dan
85. Si Pembuat Rusuh (Bagian B)“Lah, terus masalahnya apa? Wajar dong, kalau Emak memberikan uang padaku. Wong aku ini anaknya!” balasku dengan santai. “Mau aku apakan uang itu, bukan masalah kalian, kan? Toh, Emak saja santai! Mau aku bangunkan rumah yang lebih mewah dari rumah kalian? Bebas! Mau aku belikan perabotan yang lebih mahal dari punya kalian? Bebas juga! Atau mau aku belikan motor yang sama seperti kalian? Emak juga tidak masalah. Lalu di kalian ini, masalahnya di mana?” tanyaku lagi, masih dengan wajah yang mata santai dan juga gesture yang aku buat sesombong mungkin.Aku bisa melihat wajah-wajah milik Mas Aji dan juga Lisa yang langsung berubah menjadi kecut dan juga murung, kelihatan sekali kalau mereka tidak senang dengan jawaban yang aku berikan. Apalagi aku menyinggung milik mereka yang kini sudah bisa aku samai, bahkan aku lampaui.Ya Allah, rasanya aku benar-benar ingin menangis saat menyadari kalau aku dan Lisa sudah berada di posisi yang sejajar sekarang. Aku be
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)86. Keluarga Toxic! (Bagian A)“Mampus!”Aku bisa mendengar gumaman yang dikeluarkan oleh Lisa, dia menyunggingkan senyum sinis ke arahku. Namun, aku hanya mengangkat bahu tak peduli, memangnya apa yang akan terjadi? Aku sudah biasa menghadapi hal ini!“Pak, Bu!” Mas Abi langsung berdiri dan menyambut kedua orang tuanya itu. “Ayo masuk, kita ngobrol di dalam saja!” ujara Mas Abi lagi.Dia lalu masuk diikuti oleh Ibu dan Bapak, wajah kedua mertuaku itu terlihat keruh. Mereka belum mengucapkan apa-apa dari tadi, hanya diam dan mengikuti langkah kaki Mas Abi solah bibir mereka terkunci rapat.Aku memutar bola mataku dengan malas, dan bangkit untuk masuk ke dalam. Dari ekor mataku aku bisa melihat Mas Aji dan Lisa mengikuti langkahku dan berjalan santai, seolah merekalah pemilik rumah ini. Dasar muka tembok!Aku mendudukkan diri di sebelah Mas Abi, dan aku mengamati wajah-wajah mereka yang tengah mengamati rumahku dengan wajah takjub
87. Keluarga Toxic! (Bagian B)“Aku yakin itu hanya salah paham, Pak. Istriku tidak mungkin mempermalukan Ibu di depan orang banyak!” sahut Mas Abi membelaku. “Ana adalah orang yang paling legowo yang pernah aku kenal, Pak. Dia menghormati Ibu, dan dia tidak akan mungkin melakukan sesuatu yang bisa membuat Ibu malu!” kata Mas Abi lagi.“Kau terlalu membela istrimu, Abi! Membuat dia menjadi besar kepala, dan melakukan apapun yang dia suka dengan seenaknya!” kata Ibu tiba tiba.“Ya Allah, Bu. Aku tidak akan membela sesuatu yang salah, aku membela Ana karena aku yakin dia benar!” kata Mas Abi dengan nada frustasi yang sangat kentara.“Mbak ada di situ ya, Bi. Dan istrimu memang mempermalukan Ibu, di depan Mang Ujang dan juga Bu Sulis!” sahut Lisa cepat. “Kalau kau memang belum percaya, kita bisa memanggil mereka sebagai saksi!" kata Lisa lagi.Mas Abi langsung menatapku dengan pandangan serba salah, namun aku hanya menaikkan bahuku acuh tak acuh. Suamiku itu memang belum tahu, kronologi
88. Keluarga Toxic! (Bagian C)“Bagaimana Bapak membela Ibu, itulah yang akan aku lakukan. Aku juga akan membawa Ana jika dia tidak bersalah!” sahut Mas Abi dengan lembut. “Sekarang ceritakan semuanya, Dek! Jangan ada yang kamu tutupi, biar semua orang yang ada di sini tahu dan paham!” kata Mas Abi lagi.“Ibu bilang, dia yang membelikan motor itu untuk kita sama seperti dia yang membelikan motor untuk Mas Aji,” kataku memulai. “Tapi aku tidak setuju, dan mengatakan kepada Bu Sulis dan juga Mang Ujang yang sebenarnya, aku bilang motor itu dibeli menggunakan uang yang Emak berikan!” kataku dengan lugas.Mas Abi langsung melotot dan menatap ibunya dengan pandangan tak percaya, sedangkan Ibu membalas tatapan suamiku itu dengan pandangan menantang.“Kau percaya pada istrimu? Dan menuduh Ibu berbohong? Iya?” tanyanya dengan nada ketus.“Ana tidak pernah berbohong, Bu!” sahut Mas Abi dengan penuh penekanan. “Jika kronologinya seperti itu, maka yang salah bukan istriku karena dia hanya mengat
532. Keadaan Lisa!"Ada apa, Dek?""Ibu ... bapak, Mas.""Ibu sama bapak kenapa, Dek?""Kita harus segera ke rumah sakit, Mas.""Memangnya kenapa, Dek? ngomong dulu sama Mas. Jangan buat Mas gak karuan.""Buruan Mas kita pergi ke rumah sakit.""Hei, tunggu, kalian mau ke mana? ibu dan bapak, maksudnya Sri dan Arman? kenapa mereka?" tanya Nuraini. Ana menggeleng, dia tak mau menjelaskan apapun pada Nuraini. Ana langsung menarik Abi keluar dan segera menaiki mobil mereka. "Ada apa, Dek, ngomong sama Mas?" tanya Abi saat di dalam mobil. "Ibu ... bapak ... kecelakaan, Mas.""Astagfirullah.""Bentar, aku bilang Bulek Romlah dulu buat jaga toko." Anna berjalan menuju tokonya. "Bulek tolong jaga toko dulu yah. Ana dan Mas Abi harus ke rumah sakit.""Kenapa kalian mendadak ke rumah sakit, ada apa, Na?""Ibu dan bapak kecelakaan, Bulek. Kami harus segera ke rumah sakit.""Innalilahi. Ya sudah hati-hati, Na. Kamu gak usah mikirin toko, biar Bulek yang jaga, insyallah aman dan amanah. Kalian
531. Kabar yang mengejutkan! (Bagian B)Abi menghempaskan kepalan tangannya di atas meja yang terbuat dari kayu jati, meja yang Ana beli sepaket dengan sofa yang tengah mereka duduki ini. Dia tidak pernah melihat Abi yang semarah ini, suaminya itu terlihat seperti orang lain di matanya. Tidak ada sosok Abi yang biasanya Ana lihat.“ABI! DURHAKA KAMU, YA!” Nuraini memekik heboh.Jelas jantungnya hampir melompat saat Abi menggebrak meja dengan kekuatan seperti tadi, dia menatap anak yang dia lahirkan itu dengan tatapan tajam. Namun, Abi malah balik menatapnya dengan tatapan yang tak kalah tajam.“Silahkan pergi dari sini, sebelum kesabaran saya habis!” kata Abi dengan suara yang bergetar.“Tidak! Kamu adalah anakku, dan wajar jika aku ada di rumahmu sekarang ini.” Nuraini berbicara dengan santai. “Apa uang -uang yang Bapak berikan belum cukup?” tanya Abi dengan kekehan kecil di ujung bibirnya. “Uang apa?” tanya Nuraini sok polos.“Bukannya Anda mengancam Bapak, akan mengungkapkan jati
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar Secara Elegan) 530. Kabar yang mengejutkan! (Bagian A) “A—apa?” Ana bahkan tidak bisa mencerna apa yang Abi katakan, Amran memberi uang kepada Nuraini? Kenapa? Apakah mereka kembali berhubungan? Apakah itu artinya Amran kembali berkhianat dengan orang yang sama, dan membuat Sri terluka? Demi Allah, Ana tidak akan rela jika hal itu benar terjadi. Dia tidak akan sanggup melihat awan mendung kembali menggelayuti wajah Sri, jika dulu dia Ana tidak ada di sana untuk menghentikan tragedi perselingkuhan itu, maka kali ini Ana tidak akan diam. Dia akan berusaha untuk membuat Amran dan juga Sri tetap bersama, tanpa ada orang ketiga, walaupun itu adalah Ibu kandung suaminya sendiri. “Kamu ngomong apa, Mas? Kamu tahu dari mana? Dan kenapa Bapak memberi uang pada Ibu Nuraini?” tanya Ana bertubi-tubi. “Aku tahu, sebab aku melihat sendiri Bapak yang memberikan uang itu. Kami ke sawah bersama, tetapi Bapak pergi tiba-tiba. Awalnya aku sama sekali tidak
529. Dusta atau Nyata? (Bagian C)Ana bisa melihat wajah Nuraini yang berubah pias, namun dia masih berpikir positif. Mungkin wanita paruh baya itu gugup karena ditanya Abi dengan nada tajam seperti itu, Ana mengamati Nuraini sama seperti Abi yang memaku pandangannya pada Ibu kandungnya itu."Aku dilarang oleh Amran dan juga Sri untuk menemuimu, mereka mengancamku dan juga menekanku agar aku tidak menunjukkan wajahku di depanmu!" kata Nuraini dengan lantang. "Mereka yang memisahkan kita, bukan aku yang tidak ingin menemuimu. Kau anakku, mana mungkin aku tega menelantarkan mu hingga berpuluh-puluh tahun lamanya!" kata Nuraini lagi.Ana langsung tertegun, dia tidak percaya jika kedua mertuanya melakukan hal tersebut. Mereka adalah orang yang baik, tidak mungkin mereka menghalangi seorang Ibu bertemu dengan anaknya.Lain Ana, lain pula dengan Abi. Lelaki itu hanya diam, dan juga tidak memberikan respon apapun. Dia hanya menaikkan sebelah alisnya, dengan tangan yang bersedekap di depan da
528. Dusta atau Nyata? (Bagian B)Rambut yang dicat merah, baju kaos ketat, dan celana jeans yang tak kalah ketat. Gila! Ibu kandung suaminya ini seperti anak remaja saja, padahal Ana yakin kalau umurnya pasti tidak jauh berbeda dengan Sri.Ana saja yang baru berusia dua puluh lima tahun, malu jika harus berpakaian seperti itu. Ah ... tidak, tidak. Aina yang masih berumur sembilan belas tahun pun, tidak pernah berpakaian seperti itu.Padahal adik bungsunya itu masih remaja, tahu mengenai fashion yangs edang trend, tetapi alhamdulillahnya Aina sangat menjaga tubuhnya dari pakaian yang terbuka dan selalu memakai jilbab yang bisa menjaga auratnya.Yah, semakin tua bumi ini, semakin banyak tingkah penghuninya. Huft! Ana mendesah kasar, ingin julid tapi Nuraini adalah Ibu kandung suaminya, dan itu artinya dia termasuk mertua Ana juga.Tetapi tidak mau julid pun Ana tidak mampu, serba salah jadinya.“Itu kan kata-kata kamu doang, aslinya mah saya nggak tahu apa yang ada di hati kamu! Bisa a
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)527. Dusta atau Nyata? (Bagian A)"Mas …." Ana mendesah, menggeleng pelan sambil menatap Abi dengan pandangan dalam.Wanita itu berharap kalau suaminya tidak akan bertindak gegabah, bukankah tidak boleh jika mengambil keputusan saat sedang emosi? Ana tidak mau, Abi menyesal pada akhirnya.Sedangkan Abi sendiri belum mengendurkan sedikitpun wajahnya yang tegang, dia jelas-jelas menunjukkan raut ketidaksukaannya dan juga raut keberatan akan kehadiran Nuraini di sini."Bukankah saya sudah bilang berkali-kali? Jangan datang dan mencoba untuk merusak kebahagiaan kami!" Suara Abi terdengar lantang. "Sampai kapanpun, ibu saya hanya ada satu dan itu tidak akan berubah!" lanjutnya lagi "Iya, ibumu hanya ada satu orang, dan itu adalah aku! Bukan wanita jahannam itu!" Nuraini menyahut tak kalah lantang. "Yang membawamu ke dunia ini adalah aku, bukan dia!" katanya lagi, sambil memelototi Abi.Abi mendengus, dan mengalihkan pandangannya ke a
526. Ibu Kandung Abi (Bagian C)"Saya yakin Ana tidak akan berbuat seperti itu. Lagi pula Ana sudah tahu yang sebenarnya, saya sudah jujur kepadanya sejak beberapa bulan yang lalu. Jadi tidak ada lagi yang harus saya takutkan!" kata Abi dengan nada mantap.Wanita itu menaikkan sebelah alisnya, kemudian dia terkekeh sinis. Dia mengangguk-angguk mengerti, dan menatap Ana dengan pandangan dalam."Kalau begitu, aku tidak akan sungkan lagi," katanya dengan nada pelan. "Saya adalah Nuraini—Ibu kandung Abi!" kata wanita itu sambil menyeringai kecil.Ana tidak menyahut, dan hanya menatapnya dengan diam. Namun, tak lama kemudian wanita itu mengangguk dan berusaha menyunggingkan senyum kecil sebagai balasannya."Saya Ana—istri dari Mas Abi!" ujar Ana dengan mantap. "Maaf jika saya tidak mengenali Ibu sebelumnya," lanjutnya lagi.Abi dan juga Nuraini tentu saja merasa heran, bagaimana bisa Ana bersikap setenang ini? Wanita itu sama sekali tidak menunjukkan reaksi apapun, tidak ada keterkejutan a
525. Ibu Kandung Abi (Bagian B)"Oh, ketemu sama Mas Abi? Ibu kenal juga sama suami saya?" tanya Ana dengan alis yang terangkat tinggi. "Jarang-jarang ada teman SMA, yang sudah lama tidak bertemu, tapi mengenal anak dari temannya tersebut," kata Ana lagi.Wanita itu menatap Ana dengan pandangan tajam, dia memindai penampilan istri Abi ini dengan alis yang terangkat tinggi. Penampilan Ana terlihat sederhana, hanya memakai tunik, dan juga kulot, serta jilbab instan di kepalanya.Tidak ada perhiasan emas di tangannya, baik itu di jari, maupun di pergelangan tangan Ana tidak ada apapun. Wanita itu kemudian menyunggingkan senyum sinis, dan mengambil kesimpulan kalau sepertinya anak kesayangannya ini salah memilih istri.Secara keseluruhan, Ana dinilai tidak layak untuk bersanding dengan Abi!"Itu bukan urusan kamu, itu urusan saya dengan Abi. Kamu tidak berhak ikut campur dengan urusan kami!" ujar wanita itu dengan nada kesal."Lah, nggak berhak bagaimana, Bu? Saya ini adalah istri Mas Abi
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)524. Ibu Kandung Abi (Bagian A)POV AUTHORAbi langsung mendengus sinis saat mendengar kata-kata wanita itu, dia kemudian terkekeh kecil dan menolehkan pandangannya ke arah tembok. Selama beberapa saat, dia terpaku menatap tembok itu dengan pikiran yang gamang.Di dalam hati lelaki itu, jelas dan juga mutlak, dia merasa keberatan dengan kehadiran wanita ini di rumahnya. Walaupun wanita itu mengaku sebagai Ibu kandungnya, tetapi tetap saja Abi merasa tak suka.Ibu yang dia kenal semenjak dia kecil hingga sekarang ini adalah Sri. Wanita itulah yang Abi anggap sebagai Ibu, dan juga penolongnya. Jelas saja Abi merasa berat, untuk menerima orang lain masuk ke dalam kehidupannya. "Jangan bersikap seperti orang yang tidak tahu tata krama, Abi! Kamu ternyata sudah dibesarkan dengan cara yang sangat buruk oleh Sri!" kata wanita itu dengan sangat ketus, dan juga mengejek.Abi langsung mendecih sinis, dia menolehkan pandangannya dan menata