401. Kehilangan (Bagian C)"Ya, terus aku harus apa? Harus pargoy? Harus goyang engkol begitu? Ya aku juga rindu sama mereka, tapi aku kan biasa saja. Toh, jika aku memang tidak bisa menahannya lagi, maka aku tinggal pergi ke rumah orang tua Lisa dan menemui mereka di sana," sahut Aji dengan santai. "Jika mereka pergi ke Jerman, baru aku gelisah karena pergi ke sana membutuhkan waktu yang lumayan lama," kata Aji lagi."Tapi ya tetap saja … Mas, itu terlalu santai," Abi belum mau kalah. "Bagaimana kalau Mas menuntut hak asuh Naufal dan juga Salsa? Biar mereka tumbuh di dalam pengawasan keluarga kita!" Abi menatap Aji dengan pandangan memohon."Nggak, deh! Aku mau mereka bahagia. Jadi, di manapun mereka berada itu tidak masalah. Toh, kita masih bisa melihat mereka." Aji menyahut cepat."Ya, kalau tidak kamu rujuk saja seperti yang Bapak bilang kemarin." Amran menatap Aji dengan pandangan tajam. "Lagi pula, apa sih yang kamu pikirkan? Toh, kami juga sudah memaafkan Lisa. Semua orang berh
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)402. Amran, Aji, Abi (Bagian A)"Maksud Bapak apa?" tanya Aji. Dia langsung mendudukkan dirinya dan menatap Amran dengan pandangan tajam. "Bapak pernah mau berpisah dengan ibu karena apa, Pak? tanya Aji lagi.Sedangkan Abi sendiri terdiam. Dia sudah bisa menduga apa yang menyebabkan Amran ingin berpisah dengan Sri. Tentu saja karena kehadiran orang ketiga yang tidak lain adalah ibu kandungnya sendiri.Dada Abi bergejolak, bahkan hingga sampai mau muntah. Rasanya dia takut-takut membayangkan jika sampai Aji tahu. Apakah kakak nya itu akan bersikap seperti biasa?Padahal hubungan mereka baru saja membaik, tapi sekarang Abi sudah takut kalau dia akan kehilangan Aji hanya karena masa lalu yang terkait oleh ibu kandungnya dan juga Sri serta Amran."Ya, Bapak pernah hampir berpisah dengan ibumu dan Bapak sangat menyesali hal itu," kata Amran dengan nada sendu. "Bapak tidak mau kamu juga mengalami hal yang sama, Ji. Kehilangan orang yan
403. Amran, Aji, Abi (Bagian B)Dan Amran sudah merasa muak. Dia muak karena melihat anaknya yang terpuruk seperti ini. Jika memang bisa diperbaiki, lalu kenapa memilih untuk menyerah? Jika bisa kembali bersama, kenapa harus memilih berpisah?"Bapak tahu, kamu pasti memikirkan Lisa dan juga anak-anakmu. Kamu pasti memikirkan bagaimana keadaan mereka di rumah Maryam dan juga Parto, bapak tahu. Jadi, kamu Jangan berlagak kuat dan seolah-olah bisa menanggung ini semua sendirian!" Amran berujar panjang lebar."Aku tidak memikirkan mereka, Pak," kata Aji dengan cepat."Siapa yang sedang berusaha kamu bohongi, Ji? Bapak? Bapak sudah lebih dulu mengalami hal ini! Bukankah Bapak sudah bilang, kalau Bapak dulu pernah mau berpisah dengan Ibumu, dan ibumu membawa kalian pulang ke desa ini. Di saat itulah Bapak merasa benar-benar hancur, karena merasa kehilangan kalian bertiga," kata Amran dengan nada ketus. "Jadi, jangan berusaha membodohi Bapak lagi," lanjutnya dengan tegas.Abi diam-diam meras
404. Amran, Aji, Abi (Bagian C)"Ada selentingan kabar yang bilang kalau Juragan Karta itu memelihara tuyul. Bener ya, Pak?" tanya Abi ingin tahu."Enggak, sih. Karta itu kayaknya nggak melihara tuyul. Dia itu memang punya karena hasil kerja keras, dan ditambah lagi dengan profesinya yang membungakan uang itu," kata Amran sambil mengingat-ingat. "Kalau yang memelihara tuyul sih bukan Karta, tetapi—"Telinga Abi dan juga Aji langsung tegak saat mendengar kata-kata Amran barusan, berarti secara tidak langsung Bapak mereka mengatakan kalau di desa ini ada orang yang memelihara tuyul. Walaupun orang itu bukanlah Karta orangnya.Abi kemudian menggeser tubuhnya menjadi lebih dekat kepada Amran, dia menatap bapaknya itu dengan pandangan lekat, seolah-olah tidak ingin ada secuil ekspresi pun yang terlewat dari matanya."Memangnya siapa yang memelihara tuyul di kampung kita, Pak? Aku kok nggak pernah dengar selain juragan Karta?" tanya Abi ingin tahu."Kamu ini kepo sekali!" Amran menyahut de
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)405. Mulut Lemes Bu Misni (Bagian A)Abi dan juga Aji langsung menatap Amran dengan pandangan cengok, mereka dengan kompak saling berpandangan dan setelahnya sama-sama mendengus kasar kemudian."Bapak bercanda ini, kan?" tanya Aji dengan raut serius."Menurut kamu?" Amran malah bertanya balik"Ya, aku nggak tahu, Pak," sahut Aji dengan kesal. "Tapi aku rasa nggak mungkin kalau keluarga kita yang memelihara tuyul, Wak Cokro saja sebegitu fanatiknya dengan agama, mana mungkin dia memelihara tuyul," sahut Aji lagi. "Lah, siapa yang bilang kalau yang memelihara tuyul itu adalah wawakmu?" Amran menaikkan sebelah alisnya.Abi dan Aji lagi-lagi berpandangan. Jujur saja, mereka bingung dengan kata-kata yang Amran berikan, karena terlalu penuh teka-teki dan juga menjadi misteri bagi mereka berdua."Lalu jika bukan Wak Cokro, siapa Pak? Karena kan keluarga kita hanya Wak Cokro lah yang tersisa sekarang ini," ujar Abi dengan raut heran.Ka
406. Mulut Lemes Bu Misni (Bagian B)Abi mengangguk-angguk dalam diam, benar juga apa yang dikatakan kakaknya barusan. Ibu mereka bertubuh subur, walaupun tidak bisa dibilang gemuk, tetapi Sri adalah orang tua dengan tubuh yang bugar.Jadi rasa-rasanya tidak mungkin jika Ibu mereka menyusui tuyul, karena di tv-tv wanita yang menyusui tuyul pasti akan bertubuh kering kerontang akibat dari kehidupan yang dihisap oleh makhluk gaib itu."Benar juga sih, Mas. Aku merasa sangat bodoh karena sudah termakan kata-kata Bapak." Abi mendengus kesal."Ya, itu sih, karena kamu yang bodoh. Masa kamu nggak bisa berpikir, Bapak itu jujur atau tidak kepada kita. Wong, memelihara tuyul kok dijadikan candaan!" Aji mengomel. "Sudahlah, aku malas membahas ini. Aku mau kerja dulu biar nanti malam tenang, kalau kita ke rumah juragan Karta," ujar Aji sambil bangkit berdiri.Abi juga melakukan hal yang sama, dia bangkit dan meregangkan tubuhnya ke kiri dan ke kanan. Walaupun cuaca hari ini sangat panas, tetapi
407. Mulut Lemes Bu Misni (Bagian C)"Jadi, Bu misni bisa ngomong sama saya dimana letak orang yang berjualan cabai dengan harga semurah itu!" lanjut Ujang lagi, dia semakin menekan Bu misni saat melihat wajah wanita itu yang gelagapan."Sudahlah, kamu itu nggak perlu tahu! Lagian kamu itu terlalu ngeyel, seharusnya kamu cari tahu sendiri, lah, ngapain kamu nanya-nanya sama saya! Kamu bilang istri kamu berjualan di pasar, kan? Ya jangan menyusahkan konsumen seperti inilah, masak kami harus memberitahumu informasi setiap saat!" Bu Misni berusaha mengelak.Anna mencoba menahan tawanya saat melihat wajah Bu Misni yang memerah malu, dia lalu menyerahkan belanjaannya kepada Ujang sambil tersenyum kecil."Saya, sih, tidak masalah mau Kang Ujang ini memberi harga berapa. Toh, selama yang saya tahu Kang Ujang ini memang selalu memberi harga sama dengan yang di pasar, padahal Kang Ujang mempunyai effort lebih harus membawa belanjaan kita kesini," kata Anna dengan nada lembut. "Coba kalau kita
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)408. Emak mau pulang (Bagian A)Anna yang mendengar panggilan Ujang langsung menoleh, wanita itu mengernyitkan keningnya dan menoleh ke kiri dan ke kanan, ingin memastikan apakah Ujang benar-benar memanggil dirinya."Kang Ujang manggil saya?" tanya Anna sambil mendekat. "Lah, iya, Mbak Ana. Lalu saya memanggil siapa? Kan, saya sudah menyebutkan nama, Mbak," kata Ujang sambil terkekeh kecil."Oh, iya ya, Kang. Saya kira Akang manggil siapa. Soalnya nggak biasa-biasanya Akang mau bicara empat mataseperti ini sama saya," ujar Anna sambil ikut terkekeh. "Memangnya Akang mau bicara apa?" tanyanya lagi.Saat ini di gerobak yang tadi ramai dipadati oleh ibu-ibu, hanya tinggal Anna dan Ujang. Mereka berdiri hanya dibatasi oleh gerobak, yang dipenuhi oleh sayur-mayur dan juga lauk pauk itu. Anna sendiri tidak bisa menutupi rasa penasaran yang memang dirasakannya semenjak tadi, soalnya seperti yang dia bilang, Ujang memang tidak pernah