40. Gedebog pisang dikasih nyawa! (Bagian B)"Ya Allah, Bi. Kalau masalah tanah, sih, itu karena Ibu emang pilih kasih. Cuma mau ngasih Mas Aji, ngasih suamiku nggak mau!" kataku dengan nada sinis, biar dia sampaikan pada mertuaku. "Lagian, suamiku nggak kerja karena dia lagi ke toko bangunan! Bukan karena malas!" Lanjutku lagi semakin ngegas.Emosi sekali rasanya, satu keluarga kok kompak tidak menyukai suamiku ya? Heran aku! Bukan hanya Bapak dan Ibu saja, tetapi keluarga jauh lainnya lebih menyukai Mas Aji. Apa karena mereka berharta? Bisa jadi, sih! Soalnya bisa dibanggakan sebagai saudara, lah, kami ini tidak ada yang bisa dibanggakan. Eitttsss, tapi itu dulu, karena nanti aku akan bangkit dan juga melawan! Aku kemudian kembali melanjutkan kegiatanku menyapu halaman, meladeni Bi Ramlah hanya akan membuang energiku. Sedangkan hari ini aku punya banyak pekerjaan, nanti siang Aira alan menjemputku dan kami akan ke rumah Emak bersama.Mumpung Mas Abi tidak bekerja, aku berniat aka
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)41. Ibu kena Mental (Bagian A)"Mas, aku sama Aira ke rumah Ibu dulu, ya!" kataku berpamitan.Aira sudah datang, dia menaiki motor baru dengan merk viora. Hebat! Belum seminggu dia mendapatkan bagian dari Ibu, tapi dia sudah mempunyai motor baru. "Iya, Dek! Jangan ngebut ya, Ra!" kata Mas Abi mengingatkan.Dia sedang mengangkat semen ke dalam rumah, truk yang mengangkut semen dan juga genteng baru saja datang. Dan dari sopir truk, aku bisa mengetahui kalau truk pasir akan datang sore nanti karena mereka masih ada jadwal pengantaran ke kecamatan sebelah."Iya, Mas!" balas Aira dengan semangat.Kami lalu bergegas pergi setelah bergantian mencium punggung tangan suamiku, dia tersenyum kecil dan melambai saat motor Aira mulai melaju."Cepat banget beli motor baru, Ra," kataku padanya dengan sedikit keras."Nunggu apa, Mbak? Ya disegerakan saja lah!" balasnya dengan santai."Mertuamu tahu?" tanyaku ingin tahu."Beli motor? Ya tahu la
42. Ibu kena Mental (Bagian B)Kami langsung menoleh ke belakang, dan menemukan Ibu mertuaku yang baru saja turun dari motor bersama si Lampir Lisa. Sepertinya mereka baru saja berbelanja sayur, terlihat dari sekantong sayur yang ada di motor Lisa."Iya, Bu!" sahutku cepat."Mau ke mana?" tanyanya dengan mata yang memicing tajam."Mau ke rumah Emak!" Aira yang menyahut. "Bu Sri apa kabar?" tanyanya lagi sambil menunjukkan senyum manis."Oh, mau ke rumah besan!" sahut Ibu sinis. "Beli buah segala, biasanya kan orang susah nggak biasa makan buah! Ups!" katanya mengejek.Aira memberikan senyum terbaik, namun dengan cekatan dia tetap memasukkan buah-buahan segar ke dalam kantong."Kalau gitu, Bu Sri hati-hati. Takutnya nanti tersedak, kan nggak biasa!" ujar Aira santai."Maksud kamu, aku ini orang susah? Begitu?" tanya Ibu dengan nada tak percaya."Ya … saya nggak ada ngomong begitu sih, Bu Sri! Tapi kalau Bu Sri merasa, saya bisa apa?" kata Aira dengan nada yang mendayu-dayu. Ibu langsu
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)43. Melihara tuyul! (Bagian A) "Eh, mau datang kok, nggak bilang-bilang, Anna, Aira?" Emak berujar heran.Orang tua yang telah membesarkan kami itu terlihat sangat sumringah, karena melihat aku dan juga Aira mendekat. Emak langsung meletakkan sapunya dan berjalan mendekati motor kami dengan cepat.“Wah, motor baru, nih!” katanya menggoda,.Aira langsung tersenyum dengan bangga dan menepuk dadanya, “baru, dong!” katanya dengan senyum sumringah.“Hebat anak Emak!” balas Emak sambil mengacak rambut Aira dengan penuh kasih sayang. “Suami kalian tidak ikut?” tanyanya sambil menatap ke belakang. “Nggak, Mak! Mereka lagi sibuk,” kata Aira sambil menggandeng lengan Emak.“Ayo masuk!” kata Emak sambil beranjak menuju ke dalam, dengan Aira yang menempel di lengannya seperti lintah. Aku kemudian mengikuti langkah kaki Emak, dengan santai kami memasuki rumah dimana kami telah dibesarkan dulu. Tidak terlihat keberadaan Aina di manapun, ak
44. Melihara tuyul! (Bagian B)"Tadi Bi Ramlah datang ke rumah, dan dia juga bilang kalau Ana halu mau bangun rumah, terus Ana keceplosan, Ana emosi, Ana bilang Ana mau bangun rumah mau buat usaha, mau beli motor seperti punya Mbak Lisa. Tapi yang warna biru" kataku lagi."Bagus dong, Mbak. Bagus itu namanya Mbak. Hebat aku bangga sama, Mbak," kata Aira dengan nada menggebu-gebu. "Memang orang kayak gitu tuh wajib dilawan, Mbak. Halal untuk diperangi," katanya lagi."Tapi kan Mbak jadi ngerasa gimana gitu, Dek". Aku menyahut ragu."Ngerasa apa?" tanyanya sewot. "Udah deh singkirkan aja rasa-rasa nggak enak itu. Mbak tuh harus bangkit! Harus punya rumah! Harus beli motor! Harus punya usaha. Kalau ada lebihnya,Mbak beli tuh skin care kek, biar glowingan dikit!" kata Aira lagi."Iya, aku setuju banget." Sahut Aina yang keluar dari dalam kamar, rambutnya terlihat dililit oleh handuk dan wajahnya tampak jauh lebih segar.Hahhh … aku jadi ingin mandi untuk meredakan kegerahan yang aku rasa
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)45. Membalas Bi Ramlah! (Bagian A)"Ya Allah!" Emak mengelus dadanya.Beliau pasti terkejut dengan postingan yang Bi Ramlah buat di media sosial, karena bagaimanapun juga sepengetahuan Emak Bi Ramlah adalah orang yang baik dan juga selalu bersikap sopan ketika Emak datang ke rumah kami.Emak tidak tahu saja sifatnya yang seperti iblis betina, aku tidak terima dengan postingan yang dia buat tapi aku ingin marah pun bagaimana? Dia tidak menyebut namaku, aku bingung harus berbuat apa."Emang sialan Bi Ramlah ini!" ujar Aira dengan nada menggebu-gebu."Aira!" Emak menegur tidak suka. "Semarah apapun kamu, kamu tidak boleh mengucapkan kata-kata yang buruk seperti itu!" kata Emak mengingatkan.Aira hanya diam dan mencebikkan bibirnya dengan sinis, aku paham perasaannya bagaimana karena aku juga merasakan perasaan yang sama saat ini. Emak bisa sabar karena dia belum pernah berhubungan langsung dengan keluarga toxic seperti keluarga Mas
46. Membalas Bi Ramlah! (Bagian B)[Aku mah, tahu orangnya!] Tulisnya dengan emoticon ngakak sebanyak tiga buah.Lalu banyak yang membalas komentarnya tersebut, menanyakan siapa yang dia maksud. Tetapi tentu saja Lisa tidak akan pernah berani menyebutkan namaku, karena aku sudah memberinya pelajaran kemarin. Jika dia berani musikku lagi, maka aku tidak akan segan-segan padanya.[Nah, Lisa saja tahu! Ya kan, Lis? Masak pekerjaan suaminya hanya ……. dia bisa membangun rumah, dan katanya mau beli motor lo, Lis!] Tulis Bi Ramlah dengan penuh teka-teki, karena dia hanya memberikan titik-titik saat menyebutkan pekerjaan suami orang yang dituduh mempunyai tuyul itu. [Ya tahulah, Bi. Bagaimanapun juga kan, aku ini memang teliti orangnya. Tidak mungkin juga orang miskin mereka bisa tiba-tiba membangun rumah!]Balas Lisa lagi dengan cepat, aku tidak perlu menunggu lama karena setelahnya aku bisa melihat Bi Ramlah yang mengetik balasan, dengan tidak sabar aku menunggu dirinya."Emang, Lis! Bi
47. Membalas Bi Ramlah! (Bagian C)[Sudahlah tidak usah dibahas, kalian ini kepo sekali!] tulis Bi Ramlah dengan cepat.Dan kemudian setelahnya, tidak ada lagi balasan dan pembicaraan di kolom komentar postingan Bi Ramlah. Aku dan Aira kemudian saling berpandangan dan setelahnya kami cekikikan bersama."Dia belum tahu saja berhadapan sama siapa, Mbak!" kata Aira dengan nada ketus."Yang aku nggak habis pikir itu Mbak, bagaimana bisa dia berpikiran sampai ke sana? Apa tidak ada pemikiran positif dari dalam tubuhnya itu?" kata Aina dengan nada yang tak kalah ketus."Kok, bisa-bisanya nuduh memelihara tuyul? Lah, Mas Abi itu kan, keponakannya sendiri. Masak nuduh keponakannya sendiri memelihara tuyul, gimana sih ?" kata Aira lagi."Sudahlah, tidak usah dibahas! Yang pasti kita kan, sudah memberikan sedikit peringatan kepada Bi Ramlah waktu di facebook tadi, benar kata Emak, Mbak gak mau memperpanjang masalah ini, karena Mbak mau fokus kepada rumah yang tengah Mbak bangun. Dan juga usah