PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)306. Menolak bertanggung jawab (Bagian A)"Apaan sih! Kenapa kalian, kok, terkejut seperti itu? Orang lain yang bercerai, tapi malah kalian yang berteriak seperti orang kesurupan," ujar Bi Ramlah sambil mencibir kecil."Bagaimana bisa, Bi? Bagaimana bisa mereka bercerai? Bukannya mereka baik-baik saja? Aji! Ini tidak benar, kan? Bi Ramlah berbohong kan?!" Mbak Ruli bertanya terburu-buruDia lalu menatap Mas Aji dengan pandangan tajam dan menuntut jawaban, sedangkan kakak iparku itu hanya menaikkan bahunya tidak peduli."Iya, memang apa yang dikatakan oleh Bi Ramlah adalah suatu kebenaran. Aku dan juga Lisa sudah bercerai tadi malam tepatnya," kata Mas Aji dengan gamblang."Apa? Jadi, ini semua adalah kenyataan?" Mbak Ruli kembali berteriak histeris."Lah, apa kamu pikir aku dari tadi bohong, Rul? Ya, nggak lah! Mana mungkin perceraian sepasang suami istri aku jadikan bahan untuk sebuah kebohongan, aku juga masih punya hati kali!"
307. Menolak bertanggung jawab (Bagian B)"Maaf, Bu Sri. Dengan jelas di grup WA yang Mbak Lisa buat kemarin memang dikatakan di situ kalau Mas Aji-lah penanggung jawab dari uang tabungan anak-anak yang sudah dia gunakan," ujar Pak Anwar dengan penuh kehati-hatian. "Saya bisa menunjukkan isi percakapan kami, dan tentu saja statement Mbak Lisa yang mengatakan hal yang barusan saya katakan," kata Pak Anwar lagi, sambil memegang ponselnya yang baru saja diambil dari saku. "Cukup, cukup, War! Kalau kamu mau memberitahu tentang isi grup tersebut, tidak usah saja. Kebetulan saya sudah melihatnya dan saya juga sudah bisa menyimpulkan, kalau Lisa memang benar-benar keterlaluan. Dia mengkambingkan hitamkan anak saya dengan sebegini rupa, dan menyuruh kalian untuk menagih uang tabungan itu kepada Aji!" kata Ibu dengan tenang. "Tapi yang perlu kalian ingat adalah, tadi malam Aji sudah tidak mempunyai hubungan apa-apa lagi dengan Lisa. Dia sudah menjatuhkan talak dan tentu saja Aji tidak perlu
308. Menolak bertanggung jawab (Bagian C)Jujur saja aku dan juga Mas Abi mengira, kalau Mas Aji akan memilih rujuk kepada Lisa ketika emosinya sudah mereda. Tetapi sangat jauh dari perkiraanku, Kakak iparku itu malah ingin mendaftarkan perceraian mereka ke pengadilan agama cepatnya. "Sebenarnya apa yang terjadi antara kamu dan juga Lisa, Ji?" tanya Mas Badra tiba-tiba. "Apa yang terjadi di antara kami tidak patut aku bicarakan dengan orang lain, Mas. Tetapi yang pasti, aku minta maaf yang sebesar-besarnya, aku tidak bisa membayar sesuatu yang tidak aku lakukan!" kata Mas Aji dengan tegas."Lalu kamu harus bagaimana? Ke mana lagi kami harus meminta, jika kamu saja tidak mau bertanggung jawab akan hal ini?" Mbak Ruli menyahut dengan kesal."Ya, kamu datangi Lisa, lah. Kok malah datengin Aji! Jangan marah-marah di sini, Rul! Nggak mempan sama kami!" Bi Ramlah menyahut tak kalah kesal."Bibi ngomong begitu karena bukan uang anak Bibi yang ditilep oleh manusia jahanam itu! Kalau uang an
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)309. Kedatangan keluarga Lisa (Bagian A)Bi Ramlah langsung berdiri dan berkacak pinggang, dia yang memang duduk di sebelahku membuat aku menjadi ikut tersentak kaget. Apalagi saat Bi Ramlah langsung menyingsing lengan bajunya, karena memang saat ini dia sedang memakai kaos lengan panjang."Wah, kebetulan sekali dia kesini. Berani juga ternyata dia datang datang dan menampakkan batang hidungnya itu, biar aku habisi dia!" kata Bi Ramlah dengan gigi yang terkatup rapat."Bi, jangan begitu!" kataku sambil menarik lengannya. "Biar saja! Dia memang pantas untuk diberi pelajaran. Aku tidak akan segan-segan sekarang ini, biar dia tahu kalau dia sudah membuat masalah dengan orang yang salah!" kata Bi Ramlah sambil menepis tanganku."Heh, Lisa! Berani juga kamu datang ke sini, ya!" kata Bi Ramlah dengan teriakan yang super melengking.Kalian tidak salah dengar, dan juga mungkin kalian sudah bisa menebak kalau yang datang ke sini adalah L
310. Kedatangan keluarga Lisa (Bagian B)"Maksud kamu apa, Mbak? Kok, sebegitunya menuduh kami? Kami juga tidak akan pernah mau menyuruh Mas Aji untuk menceraikan Mbak Lisa, Mas Aji itu melakukan itu semua atas dasar keinginannya sendiri. Mbak kira dia itu orang bodoh yang bisa diatur-atur seenaknya?!" tanyaku dengan nada kesal."Halah, sudahlah, An. Kamu itu nggak usah kebanyakan ngomong! Aku tahu yang ada di dalam otakmu itu apa. Kamu pasti berpikir, kan untuk menyingkirkan aku segera, supaya kamu bisa menjadi menantu satu-satunya di keluarga ini. Iya, kan? Kamu iri, kan, sama aku yang selalu lebih disayang oleh Ibu, apapun keinginanku selalu dikabulkan oleh Ibu dan juga Bapak. Iya, kan? Kamu iri. Iya, kan?!" katanya lagi dengan nada, dan juga kata-kata yang berulang-ulang."Aku nggak iri, buat apa iri sama orang kayak Mbak? Nggak ada gunanya sama sekali," ketusku sambil membuang muka."Orang kayak aku? Maksud kamu itu apa? Ngomong yang jelas! Jangan bersikap seolah-olah kamu itu ad
311. Kedatangan keluarga Lisa (Bagian C)"Yah, sebagai ibunya seharusnya situ lebih mengerti, anak situ itu barang atau binatang?!" Bi Ramlah tersenyum mengejek."Sudah, sudah! Pokoknya aku itu nggak mau bercerai dari Mas Aji. Apapun yang Mas bilang aku itu tetap istri Mas dan aku nggak mau bercerai!" kata Lisa dengan tidak tahu malunya. "Tapi, maaf. Aku tetap mau bercerai denganmu, karena aku sudah tidak mau lagi menjalin hubungan rumah tangga yang toxic dan juga menyakitkan!" kata Mas Aji dengan ketus."Aku ini masih istrimu, Mas. Pokoknya aku tidak mau bercerai, dan aku anggap yang tadi malam adalah salah satu mimpi buruk. Dan kamu itu ngelindur!" kata Lisa dengan ngawur."Mana bisa begitu, Mbak. Yang namanya ikrar talak yang sudah diucapkan oleh seorang suami yaitu sah secara agama, apalagi mas Aji saja sudah mau mendaftarkan perceraian kalian ke pengadilan agama. Jadi tidak ada lagi yang bisa Mbak lakukan!" kataku dengan sewot. "Dan kalau memang kalian itu mau rujuk, harus ada p
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)312. Ancaman Juragan Karta (Bagian A)Aku tidak duduk di ruang tamu, karena sofa mewah milik Ibu tidak bisa menampung kami semua. Aku dan Bi Ramlah duduk di bawah, bersama Rosa yang menyandarkan tubuhnya ke dinding dan memainkan ponselnya, ada juga Marwan yang duduk di depan pintu sambil menyalakan rokoknya dan mulai menghisapnya dengan nikmat. Sehingga di sofa hanya ada Bapak yang duduk di sofa tunggal, Mas Aji dan Ibu yang duduk bersebelahan, sedangkan di sofa depan mereka ada Lisa yang duduk bersama Bu Maryam, Juragan Karta mengambil tempat duduk di sofa tunggal lainnya. Dari bawah sini, aku bisa melihat mereka semua dengan sangat leluasa, tanpa harus kelihatan kalau aku memperhatikan.“Kita ini sudah tua, Bu. Apa ndak bisa kalau bertamu itu yang sopan? Ndak perlu bengok-bengok seperti itu, kami belom tuli, indra pendengaran kami masih sangat bagus dan berfungsi dengan sangat baik!” Bapak memulai pembicaraan.Wajahnya kuyu d
313. Ancaman Juragan Karta (Bagian B)"Tahu apa, Pak Amran? Jangan sampai kalian ini menutup-nutupi sesuatu, bisa saja sebenarnya tidak terjadi apa-apa. Karena saya bisa melihat kalau anak saya juga saat ini dalam keadaan bingung, dia tidak tahu menahu mengenai kesalahannya sedikitpun!" ujar Bu Maryam dengan cepat."Loh, menutup-nutupi sesuatu bagaimana, Bu? Kami tahu mengenai kesalahan Lisa, tapi sengaja tidak kami katakan, karena itu adalah aib, dan di sini ada orang luar," sahut Bapak sambil menatap juragan Karta dengan tajam.Apalagi memang sofa tunggal yang Bapak duduki, dan juga sofa tunggal yang diduduki oleh juragan Karta berhadapan. Mereka bisa saling memandang dengan leluasa.Juragan Karta langsung terkekeh kecil saat melihat tatapan Bapak yang tajam seperti silet, seolah-olah Bapak mertuaku itu memang menunjukkan secara terang-terangan, kalau dia tidak menyukai keberadaan juragan Karta disini."Abaikan saja aku, Am! Aku hanya ingin mendengar apa alasan Mbak Lisa tidak menge