272. Minggat! (Bagian C)"Loh, nggak jadi makan baksonya, Dek?" tanya Mas Abi sambil menoleh sedikit."Nggak, nanti malam aja, lah. Kita makan bakso bareng emak dan Aina," kataku akhirnya.Mendengar perkataanku, Mas Abi langsung mengangguk paham. Dia lalu melajukan motor yang kami naiki lumayan cepat, hingga tak berselang lama kami sudah sampai di rumah.Sementara Mas Abi masuk ke dalam, dan memanggil Ibu. Aku langsung berjalan ke arah toko dan duduk di depannya, bukan tanpa alasan aku menyuruh Mas Abi untuk mengantar Ibu pulang ke rumah.Selain agar Bapak tidak kebingungan, aku juga menginginkan agar mereka bisa berbicara mengenai kepergian Lisa dari rumah. Semoga saja Ibu dan Bapak tidak murka dengan keputusan yang diambil oleh Mas Aji tadi.“An, Ibu pulang dulu, ya!” kata Ibu sambil berjalan keluar.Ibu mertuaku diantar oleh Emak sampai ke halaman, dia kemudian naik ke atas motor dan memegang pundak Mas Abi sambil melambai ke arahku.Aku dan juga Emak ikut melambai, bersamaan denga
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)273. Amarah Sri! (Bagian A)“Aji, istrimu minggat?” tanya Amran cepat.“Oh, itu namanya minggat, tah?” tanya Aji balik, dengan wajah polos nan lugu. “Ji, kamu ini mikir apa nggak, sih? Istrimu minggat bawa anak-anakmu, apa kata orang nanti, coba?” tanya Amran lagi. “Ibu dan Bapak dulu sering bertengkar sewaktu kalian kecil, tapi ibumu nggak pernah tuh pergi dari rumah!” lanjutnya dengan ketus.Abi langsung menatap wajah bapaknya itu dengan pandangan yang tidak bisa diartikan, sedangkan Amran sendiri sepertinya tidak menyadari pandangan anak bungsunya kepada dirinya karena dia saat ini sedang terfokus menasehati Aji."Yah, itu karena aku yang menjadi istrimu, Pak. Kalau perempuan lain yang menjadi istrimu, pasti mereka sudah minggat dan minta cerai dari dulu," sahut Sri tiba-tiba."Maksud Ibu apa, toh?" tanya Amran cepat."Lah, siapa yang tahan sama lelaki yang modelannya seperti Bapak coba? Wis tukang judi, tukang wedokan, tukan
274. Amarah Sri! (Bagian B)Sri mendengus kesal, saat melihat Aji yang kembali mengunci mulutnya. Rasa sabar yang dimilikinya tadi, kini terkikis sedikit demi sedikit dan berganti dengan rasa kesal dan juga gemas luar biasa."Abi!" Sri memekik ke arah anak bungsunya."Y—ya, Bu?" Abi terlonjak kaget, enak-enak ngelamun malah dikejutkan oleh pekikan ibunya."Sebenarnya apa yang terjadi dengan Mas dan juga mbakmu? Bukannya tadi kamu dan juga Anna, ada di sana? Lalu apa yang terjadi di saat kalian berada di rumah Aji?" tanya Sri lagi."Loh! Ibu kok, tahu kalau aku dan juga Ana tadi ke rumah Mas Aji? Aku kan nggak ada ngomong apa-apa sama Ibu," kata Abi menyahut cepat."Tadi waktu kalian pergi, Ibu tuh sempat keluar dan bertanya kepada Aina, dan dia menjawab kalau kalian pergi ke rumah Aji bersama Marwan. Apa Marwan yang menyebabkan Lisa pergi dari rumah? Atau bagaimana? Jangan buat Ibu berpikiran buruk dengan orang lain, padahal kalian tahu jawabannya dan kalian tidak mau memberitahu Ibu!
275. Amarah Sri! (Bagian C)"Iya, uang itu sama sekali tidak ada di tangan Lisa sepeserpun, dan ibu tahu? Uang sepuluh juta yang kemarin dipinjamnya dari Marwan pun, sudah habis dia bayarkannya untuk arisan bersama teman-temannya," kata Aji lagi."Astaghfirullahaladzim! Bagaimana bisa Lisa berbuat seperti itu?" Sri menggeleng prihatin.Dia kemudian menatap Amran dengan pandangan sedih, sedangkan lelaki yang menjadi suaminya itu hanya terdiam dan menatap Aji dengan pandangan mengasihani."Apa kamu sudah merasa kalau keputusan kamu itu tepat, Ji? Konsekuensinya adalah, Lisa akan semakin dipermalukan di depan umum. Kamu tahu, kan? Kalau yang akan dihadapi itu adalah Karta, Ruliz dan juga yang lain-lainnya. Tiga puluh orang wali siswa itu, tidaklah sedikit, Aji!" kata Amran menasehati."Aku tahu, Pak. Tetapi aku sengaja melakukan itu agar dia mengalami efek jera, biarkan dia mengurus semuanya sendiri karena aku sudah bilang kalau perhiasan yang dipakai oleh ibunya itu adalah satu-satunya
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)276. Solusi dari Amran! (Bagian A)“Ya, maksud Bapak bukan begitu, Bu,” sahut Amran dengan lirih.Wajah lelaki yang masih tampan di usianya yang sudah tidak lagi muda itu, terlihat serba salah. Apalagi saat melihat wajah istrinya yang semakin keruh, dan menunjukkan wajah penuh penghakiman pada dirinya.Amran bukannya membela Lisa, tapi dia hanya tidak ingin kalau permasalahan ini di dengar oleh orang lain. Amran malu, sudah terlalu banyak kontroversi yang menantunya itu buat. Dari mulai motor yang ditarik pihak leasing, padahal dia dan juga istrinya sudah memberi uang untuk membeli motor itu secara cash. Tapi apa? Lisa malah nekad mencicil, dan menggunakan uang yang mereka berikan untuk suntik kromosom. Yang mana hal itu sebenarnya tidak dibutuhkan.Nah, belum selesai dengan kasus motor yang ditarik pihak leasing, anak sulungnya itu sudah kena masalah lain. Lisa memakan uang tabungan anak muridnya sendiri, kurang parah apa coba?
277. Solusi dari Amran! (Bagian B)Aji hanya kebagian yang pahit-pahitnya saja, kebagian dimarahi oleh orang lain, kebagian didemo wali murid, kebagian ditagih hutang juga. Sebenarnya yang malang itu adalah Aji, anaknya. “Biarkan!” Makanya Sri mengambil keputusan. “ Ibu tidak peduli orang mau berbicara apa, biar mereka tahu sekalian, Pak. Apalagi kedua orang tua Lisa dan juga keluarganya, mereka tidak berhak untuk marah apalagi protes. Karena Lisa pergi atas keinginannya sendiri, dan bukannya itu juga karena hasutan Mawan?” tanya Sri ke arah Aji.Aji mengangguk. "Benar, Bu. Marwan mengajak Lisa untuk pulang ke rumah mertuaku, dan Lisa menyetujui hal itu," ujar Aji dengan mantap."Nah, lihat? Yang salah itu siapa? Masak, masyarakat nggak bisa nilai sih, Pak. Para warga juga pintar kali," kata Sri dengan enteng. "Sudah, nggak usah dipikirkan! Biarkan dia mengurusi urusannya sendiri," kata Sri lagi."Tapi bagaimana dengan Naufal dan juga Salsa, Bu?" tanya Amran lagi, dia masih belum pua
278. Solusi dari Amran! (Bagian C)Bapaknya ini tidak pernah marah, yang selalu bersikap tegas di keluarga mereka adalah ibunya. Tetapi Aji dan juga Abi jelas tahu, ketika Bapak mereka marah maka hal itu pasti akan menjadi suatu hal yang menyeramkan."Ya Allah! Ya Robbi! Kamu benar-benar melakukan hal itu? Kamu benar-benar mengecewakan Bapak, Aji!" ujar Amran sambil memijat pelipisnya. "Bagaimana bisa kamu menggadaikan kebunmu pada lintah darat itu? Dia bukanlah orang baik, dia bukanlah orang yang akan melepaskan mangsanya begitu saja. Dia akan menghisap kalian sampai kering, setelah itu baru membuang kalian seperti sampah!" kata Amran lagi."Aku membutuhkan uang itu, Pak, untuk berinvestasi kepada Marwan," kata Aji sambil menunduk."Lebih baik kamu tidak berinvestasi pada adik iparmu itu, daripada kamu harus menggadaikan kebunmu kepada Karta!" sahut Amran lagi. "Kamu itu memang benar-benar sudah kehilangan kewarasan, kamu itu tidak bisa berpikir! Apa kamu tidak tahu, kalau kebun itu
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)279. Biang Masalah! (Bagian A)Aji membeku, tak pernah sekalipun dia punya pikiran untuk menjual kebun yang sudah diberikan oleh kedua orang tuanya itu. Sampai sekarang dia masih berharap, kalau dia bisa menebusi kebun itu pada Karta. Tetapi tiga ratus juta? Dari mana dia mendapatkan uang sebanyak itu?Lagipula, andai Aji setuju untuk menjualnya pun, maka pertanyaan selanjutnya adalah … siapa yang mau membelinya? Nominalnya saja mencapai lima ratus juta, lalu siapa yang punya uang sebanyak itu di desa ini? Mungkin hanya, Karta, Anwar, dan juga … kedua orang tuanya. Dan ketiga orang ini tak mungkin mau membeli tanah milik Aji, Karta sudah jelas menolak dan lebih memilih untuk semakin menekan Aji agar segera menyerah dan kebun itu otomatis menjadi miliknya.Sedangkan Anwar? Dia lebih suka dengan sawah, karena Anwar adalah juragan beras, dia tidak terlalu menyukai kebun sawit. Dan pilihan terakhir adalah Amran juga Sri? Tapi mustah