274. Amarah Sri! (Bagian B)Sri mendengus kesal, saat melihat Aji yang kembali mengunci mulutnya. Rasa sabar yang dimilikinya tadi, kini terkikis sedikit demi sedikit dan berganti dengan rasa kesal dan juga gemas luar biasa."Abi!" Sri memekik ke arah anak bungsunya."Y—ya, Bu?" Abi terlonjak kaget, enak-enak ngelamun malah dikejutkan oleh pekikan ibunya."Sebenarnya apa yang terjadi dengan Mas dan juga mbakmu? Bukannya tadi kamu dan juga Anna, ada di sana? Lalu apa yang terjadi di saat kalian berada di rumah Aji?" tanya Sri lagi."Loh! Ibu kok, tahu kalau aku dan juga Ana tadi ke rumah Mas Aji? Aku kan nggak ada ngomong apa-apa sama Ibu," kata Abi menyahut cepat."Tadi waktu kalian pergi, Ibu tuh sempat keluar dan bertanya kepada Aina, dan dia menjawab kalau kalian pergi ke rumah Aji bersama Marwan. Apa Marwan yang menyebabkan Lisa pergi dari rumah? Atau bagaimana? Jangan buat Ibu berpikiran buruk dengan orang lain, padahal kalian tahu jawabannya dan kalian tidak mau memberitahu Ibu!
275. Amarah Sri! (Bagian C)"Iya, uang itu sama sekali tidak ada di tangan Lisa sepeserpun, dan ibu tahu? Uang sepuluh juta yang kemarin dipinjamnya dari Marwan pun, sudah habis dia bayarkannya untuk arisan bersama teman-temannya," kata Aji lagi."Astaghfirullahaladzim! Bagaimana bisa Lisa berbuat seperti itu?" Sri menggeleng prihatin.Dia kemudian menatap Amran dengan pandangan sedih, sedangkan lelaki yang menjadi suaminya itu hanya terdiam dan menatap Aji dengan pandangan mengasihani."Apa kamu sudah merasa kalau keputusan kamu itu tepat, Ji? Konsekuensinya adalah, Lisa akan semakin dipermalukan di depan umum. Kamu tahu, kan? Kalau yang akan dihadapi itu adalah Karta, Ruliz dan juga yang lain-lainnya. Tiga puluh orang wali siswa itu, tidaklah sedikit, Aji!" kata Amran menasehati."Aku tahu, Pak. Tetapi aku sengaja melakukan itu agar dia mengalami efek jera, biarkan dia mengurus semuanya sendiri karena aku sudah bilang kalau perhiasan yang dipakai oleh ibunya itu adalah satu-satunya
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)276. Solusi dari Amran! (Bagian A)“Ya, maksud Bapak bukan begitu, Bu,” sahut Amran dengan lirih.Wajah lelaki yang masih tampan di usianya yang sudah tidak lagi muda itu, terlihat serba salah. Apalagi saat melihat wajah istrinya yang semakin keruh, dan menunjukkan wajah penuh penghakiman pada dirinya.Amran bukannya membela Lisa, tapi dia hanya tidak ingin kalau permasalahan ini di dengar oleh orang lain. Amran malu, sudah terlalu banyak kontroversi yang menantunya itu buat. Dari mulai motor yang ditarik pihak leasing, padahal dia dan juga istrinya sudah memberi uang untuk membeli motor itu secara cash. Tapi apa? Lisa malah nekad mencicil, dan menggunakan uang yang mereka berikan untuk suntik kromosom. Yang mana hal itu sebenarnya tidak dibutuhkan.Nah, belum selesai dengan kasus motor yang ditarik pihak leasing, anak sulungnya itu sudah kena masalah lain. Lisa memakan uang tabungan anak muridnya sendiri, kurang parah apa coba?
277. Solusi dari Amran! (Bagian B)Aji hanya kebagian yang pahit-pahitnya saja, kebagian dimarahi oleh orang lain, kebagian didemo wali murid, kebagian ditagih hutang juga. Sebenarnya yang malang itu adalah Aji, anaknya. “Biarkan!” Makanya Sri mengambil keputusan. “ Ibu tidak peduli orang mau berbicara apa, biar mereka tahu sekalian, Pak. Apalagi kedua orang tua Lisa dan juga keluarganya, mereka tidak berhak untuk marah apalagi protes. Karena Lisa pergi atas keinginannya sendiri, dan bukannya itu juga karena hasutan Mawan?” tanya Sri ke arah Aji.Aji mengangguk. "Benar, Bu. Marwan mengajak Lisa untuk pulang ke rumah mertuaku, dan Lisa menyetujui hal itu," ujar Aji dengan mantap."Nah, lihat? Yang salah itu siapa? Masak, masyarakat nggak bisa nilai sih, Pak. Para warga juga pintar kali," kata Sri dengan enteng. "Sudah, nggak usah dipikirkan! Biarkan dia mengurusi urusannya sendiri," kata Sri lagi."Tapi bagaimana dengan Naufal dan juga Salsa, Bu?" tanya Amran lagi, dia masih belum pua
278. Solusi dari Amran! (Bagian C)Bapaknya ini tidak pernah marah, yang selalu bersikap tegas di keluarga mereka adalah ibunya. Tetapi Aji dan juga Abi jelas tahu, ketika Bapak mereka marah maka hal itu pasti akan menjadi suatu hal yang menyeramkan."Ya Allah! Ya Robbi! Kamu benar-benar melakukan hal itu? Kamu benar-benar mengecewakan Bapak, Aji!" ujar Amran sambil memijat pelipisnya. "Bagaimana bisa kamu menggadaikan kebunmu pada lintah darat itu? Dia bukanlah orang baik, dia bukanlah orang yang akan melepaskan mangsanya begitu saja. Dia akan menghisap kalian sampai kering, setelah itu baru membuang kalian seperti sampah!" kata Amran lagi."Aku membutuhkan uang itu, Pak, untuk berinvestasi kepada Marwan," kata Aji sambil menunduk."Lebih baik kamu tidak berinvestasi pada adik iparmu itu, daripada kamu harus menggadaikan kebunmu kepada Karta!" sahut Amran lagi. "Kamu itu memang benar-benar sudah kehilangan kewarasan, kamu itu tidak bisa berpikir! Apa kamu tidak tahu, kalau kebun itu
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)279. Biang Masalah! (Bagian A)Aji membeku, tak pernah sekalipun dia punya pikiran untuk menjual kebun yang sudah diberikan oleh kedua orang tuanya itu. Sampai sekarang dia masih berharap, kalau dia bisa menebusi kebun itu pada Karta. Tetapi tiga ratus juta? Dari mana dia mendapatkan uang sebanyak itu?Lagipula, andai Aji setuju untuk menjualnya pun, maka pertanyaan selanjutnya adalah … siapa yang mau membelinya? Nominalnya saja mencapai lima ratus juta, lalu siapa yang punya uang sebanyak itu di desa ini? Mungkin hanya, Karta, Anwar, dan juga … kedua orang tuanya. Dan ketiga orang ini tak mungkin mau membeli tanah milik Aji, Karta sudah jelas menolak dan lebih memilih untuk semakin menekan Aji agar segera menyerah dan kebun itu otomatis menjadi miliknya.Sedangkan Anwar? Dia lebih suka dengan sawah, karena Anwar adalah juragan beras, dia tidak terlalu menyukai kebun sawit. Dan pilihan terakhir adalah Amran juga Sri? Tapi mustah
280. Biang Masalah! (Bagian B)"Tapi mau bagaimanapun juga, aku hanya berharap Aji bisa segera melalui hal ini, Bu," kata Amran tiba-tiba. "Ide menjual kebunnya itu memang bagus, terpikirkan begitu saja tadi. Tetapi pertanyaannya adalah, siapa yang mau membeli kebun seluas itu? Dan benar yang Ibu bilang menjual kebun tidaklah sama seperti menjual kacang goreng, tentu saja sulit dan susah!" kata Amran lagi."Carikan saja orang yang mau membeli kebun itu, daripada pusing-pusing, Pak. Infokan sama saudara-saudara, atau tetangga, atau kenalan kita. Aku sudah tidak mau lagi pusing-pusing untuk memikirkan hal itu!" kata Sri menyahuti. "Toh, jika untuk Naufal dan juga Salsa, kebun kita masih banyak. Untuk stok cucu-cucu kita nanti, kita tidak kekurangan, Pak!" kata Sri lagi."Iya, aku juga mikir begitu, Bu. Bukannya aku tidak mau menebus hutang Aji pada Karta, tapi aku hanya mau dia jera dan tidak berbuat seenaknya lagi. Aku mau dia berubah, dan menghargai uang!" sahut Amran dengan mantap."
281. Biang Masalah! (Bagian C)"Sebenarnya kalau pakai sosis juga enak lho, An. Kita bisa bakar sosis buat cemilan," ujar Mas Aji, sambil ikut mengacungkan jempolnya juga.Aku memutar bola mataku, dan langsung bergegas pergi. Sama sekali tidak mau mendengarkan kata-kata Mas Aji tadi, enak sekali dia. Sudah numpang makan, malah request untuk dibuatkan sosis bakar pula."Ana! Jangan lupa beli sosis!" Mas Aji sempat memekik, namun aku menghiraukan pekikannya dan melajukan motorku secepat kilat.Saat melewati rumah Ibu, aku bisa melihat motor Bapak masih ada di depan, dan itu artinya Bapak belum pergi ke sawah. Apa aku mengajak Ibu saja untuk ke pasar ?Mana tahu Ibu ingin membeli sesuatu, kan?Ah, tetapi aku mengurungkan niatku setelah berpikir sejenak, karena mungkin saja saat ini Ibu sedang beristirahat. Dia terbiasa tidur siang, dan tidak menutup kemungkinan kalau saat ini Ibu sedang tertidur, dan jika aku ke sana maka aku akan mengganggu waktu istirahatnya.Aku langsung mengegas motor