257. Pertengkaran! (Bagian C)"Kalau begitu, kamu minta uang itu kepada mbakmu. Jangan kepadaku, Wan. Karena aku tidak tahu apa-apa, bahkan dia meminjamnya saja aku tidak tahu," sahut Mas Aji dengan ketus. "Uang sepuluh juta yang kamu bilang adalah uang anak-anak, ternyata kamu pinjam kepada Marwan. Lalu uang anak-anak yang banyaknya hampir empat puluh juta itu ke mana, Dek? Kamu ini benar-benar membuat aku frustasi! Aku benar-benar pusing dengan segala tingkah lakumu, semakin lama kau semakin keterlaluan!” kata Mas Aji lagi.“Ya ampun, Mas! Mas! Kamu itu nggak usah berlebihan, deh. Kamu itu ... tinggal bayar aja. Apa susahnya, sih? Aku nggak punya uang, uang sepuluh juta yang kemarin sudah aku transfer ke temanku, untuk membayar arisan!” kata Lisa dengan ketus. “Jadi aku udah nggak punya uang untuk membayar Marwan pagi ini, makanya aku suruh dia untuk nemuin kamu. Kamu bayar dulu lah sepuluh juta, kamu itu kayak orang nggak punya uang! Kayak orang susah, tau nggak, sih?!” kata Lisa l
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)258. Keinginan Lisa (Bagian A)"Nggak ada apa-apa, dan kamu itu nggak usah kepo, Bi. Jadi manusia kok kepo banget, sih!" ketus Lisa sambil memalingkan wajahnya."Yah, aku kepo juga sama kakakku sendiri, Mbak. Kalau orang lain, mah … aku nggak peduli kali. Hanya saja, karena ini adalah Mas Aji, dan dia adalah kakak kandungku. Jadi, tentu saja aku harus kepo. Memangnya apa yang terjadi tadi malam sampai Mas Aji semarah ini?" tanya Mas Abi dengan ketus.Aku mengangguk membenarkan, wajarlah suamiku itu kepo. Namanya Mas Aji itu kan kakaknya, lagi pula Lisa juga tidak berhak berbicara seperti itu karena kelihatannya Marwan juga begitu mendominasi pembicaraan ini.Padahal Marwan adalah adiknya, dan itu artinya dia juga ikut campur dengan urusan Lisa dan juga Mas Aji. Lalu jika Marwan boleh ikut campur, kenapa Mas Abi tidak boleh?Suamiku kan, adiknya Mas Aji. Jadi sah-sah saja dong, kalau dia ikut campur seperti Marwan yang juga ikut c
259. Keinginan Lisa (Bagian B)"Ya ampun, Mas. Nggak usah terlalu besar-besarkanlah!" Lisa memekik kesal. "Apa salahnya kamu minta maaf sama ibuku? Dia udah membesarkan aku selama ini, dia sudah melahirkanku, membesarkanku, memberikan pendidikan, loh. Masa masalah begini aja kamu nggak mau minta maaf, sih? Dia itu orang tuaku, loh, Mas. Kamu nggak ngehargain orang tuaku? Nggak mau menghormati kedua orang tuaku? Iya?" tanya Lisa lagi.Saat ini, aku kembali lagi bisa melihat Lisa yang melakukan playing victim. Dia seolah berlagak menjadi korban, padahal dia adalah tersangka utamanya. Dia menatap Mas Aji dengan pandangan sedih, bahkan di pelupuk matanya sudah ada bulir bening yang hampir mengalir."Membesar-besarkan masalah? Bagaimana bisa kamu bilang seperti itu, Dek? Sedangkan kamu sendiri tahu, kalau tadi malam aku dihina oleh keluargamu. Kok, kamu kayaknya nggak ada simpati sedikitpun sama aku? Aku ini suamimu, loh!" ujar Mas Aji lagi.Dia mendengung kesal, langsung menghempaskan tub
260. Keinginan Lisa (Bagian C)Dengan sangat pintarnya, dia terlihat berusaha membujuk Mas Aji dengan iming-iming yang sangat-sangat manis. Tentu saja dengan mengumpankan Naufal dan juga Salsa, maka siapapun tidak akan bisa menghakimi tindakannya.Toh, dia melakukan itu semua demi anaknya. Tetapi, aku tidak berpikir seperti itu. Karena aku yakin, Lisa melakukan ini semua hanya demi keegoisannya saja.Buktinya, dia nekat melakukan pinjaman kepada juragan kertas sebanyak tiga ratus juta, dengan bunga 10% setiap bulannya. Itu artinya dia sendiri yang tidak memikirkan Naufal dan juga Salsa.Karena Ibu memberikan kebun untuk dikelola oleh Mas Aji, adalah demi Naufal dan Salsa nanti ketika sudah besar. Kebun itu diharapkan bisa menjadi ladang usaha, untuk memberikan kehidupan dan juga pendidikan yang layak untuk kedua cucu Ibu dan Bapak itu.Tapi nyatanya apa? Lisa dengan mudahnya menggadaikan sesuatu yang bisa menjadi ujung tombak di kehidupan mereka, kepada juragan Karta. Itu saja sudah m
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)261. Keputusan Aji! (Bagian A)“Mas, tunggu! Tunggu dulu!” kata Mas Abi menyela pembicaraan ini.Apalagi saat melihat Mas Aji yang akan berbicara, kami sudah bisa menduga kalau pembicaraan ini akan panjang dan juga lama. Jadi saat Mas Abi tiba-tiba memotong, aku tahu pasti suamiku itu ingin pulang dan undur diri dari sini.Mas Abi tersenyum kecil, saat Mas Aji menatapnya dengan pandangan ingin tahu. Suamiku itu terlihat salah tingkah karena saat ini, Marwan, Lisa, dan juga Mas Aji memusatkan perhatian kepada kami berdua.“Ada apa?” tanya Mas Aji penasaran.“Pembicaraan kalian kayaknya bakalan lama, deh. Jadi, aku sama Anna mendingan pamit dulu. Karena kami setelah ini juga ada kegiatan, mau makan bakso dulu,” kata Mas Abi menjelaskan.Aku mengangguk membenarkan, karena aku juga ingin segera selesai dan segera pergi dari suasana yang membosankan namun mencekam seperti saat ini. Aku bisa melihat Mas Aji yang menggeleng mantap, dia
262. Keputusan Aji! (Bagian B)"Mbak, didengar lagi deh … aku bilang itu, bukan diri Mbak yang tidak positif, tapi kejadian ini yang tidak ada positifnya. Masa orang nagih hutang dijadikan bahan pembicaraan, yang enggak lah! Yang membuat diri Mbak itu diperbincangkan oleh orang lain, ya diri Mbak sendiri. Bukan kami, ataupun warga sekitar. Toh, sewaktu motor Mbak ditarik saja, aku tidak ada di sana. Tapi, Mbak sudah jadi pembicaraan orang satu desa, kan?" kataku sambil mencebik sinis.Enak saja dia mau menjelek-jelekkan aku, dengan cara mengatakan aku akan membicarakan dirinya dan juga aib-aibnya kepada orang lain. Padahal aku tidak pernah melakukan itu sama sekali, bahkan ketika orang membicarakan Lisa aku sebisa mungkin menghindar agar aku tidak mendengar gosip tentang kakak iparku itu.Tapi apa? Dia malah menuduhku dengan tuduhan yang keji seperti tadi, benar-benar kurang ajar! Membuat aku merasa kesal saja, aku mengumpat di dalam hati."Halah … sama aja! Kamu itu terlalu pintar ng
263. Keputusan Aji! (Bagian C)Lisa menelan ludah, dia kemudian menutup mulutnya rapat-rapat dan mempersilahkan Mas Aji untuk melanjutkan ucapannya lagi."Dan kamu tadi juga bilang, kalau hasilnya itu bisa bermiliar-miliaran jumlahnya itu semua untuk Salsa dan juga Naufal. Tentu semua itu untuk kedua anak kita, untuk Salsa dan juga Naufal! Tetapi jika ada hasilnya!" kata Mas Aji dengan penuh penekanan. "Kalau tidak ada hasilnya bagaimana? Zonk dong! Anak kita tidak akan mendapatkan apapun, uang kita tidak kembali, tanah kita juga diambil oleh juragan Karta. Lalu mana yang bisa menjadi modal utama, untuk membesarkan Naufal dan juga Salsa?" tanya Mas Aji lagi dengan nada tenang.Suara Mas Aji terdengar bertanya, dia menatap Lisa dengan pandangan menuntut jawaban. Tetapi istrinya itu malah memalingkan wajah kembali, karena dia tidak ingin menjawab pertanyaan tajam yang diberikan oleh Mas Aji."Selanjutnya kamu juga ingin kehidupan kita seperti dahulu, mempunyai motor, terus mempunyai keh
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)264. Lisa tak mau menurut! (Bagian A)"A—apa?" Lisa bertanya.Wajahnya terlihat sangat bingung, dan juga linglung. Jangankan dia, kami saja bingung dengan ucapan yang Mas Aji lontarkan. Dia mengusir Lisa? Ini tidak mungkin, kan?"Iya, pulang ke rumah orang tuamu. Ambil baju Naufal dan juga Salsa, lalu ambil semua emas yang dipakai ibumu. Karena emas-emas itu akan aku jual semua untuk menutupi uang tabungan anak-anak, aku sudah membicarakan hal ini pada Ibu, dan dia setuju kalau emas yang sudah diberikannya kita jual untuk membantu melunasi hutang," kata Mas Aji menjelaskan."Ta—tapi …."Lisa tergagap, dia beberapa kali menoleh ke arah Marwan tapi kembali lagi menatap Mas Aji dengan pandangan bingung, padahal kakak Suamiku itu sudah mengatakan perkataannya dengan cukup jelas."Ya? Tapi apa, Dek?" tanya Mas Aji dengan sangat lembut."Tapi—""Mas ngusir mbakku?" Marwan tiba-tiba memotong."Ngusir?" Kening Mas Aji berkerut dalam. "Ya
532. Keadaan Lisa!"Ada apa, Dek?""Ibu ... bapak, Mas.""Ibu sama bapak kenapa, Dek?""Kita harus segera ke rumah sakit, Mas.""Memangnya kenapa, Dek? ngomong dulu sama Mas. Jangan buat Mas gak karuan.""Buruan Mas kita pergi ke rumah sakit.""Hei, tunggu, kalian mau ke mana? ibu dan bapak, maksudnya Sri dan Arman? kenapa mereka?" tanya Nuraini. Ana menggeleng, dia tak mau menjelaskan apapun pada Nuraini. Ana langsung menarik Abi keluar dan segera menaiki mobil mereka. "Ada apa, Dek, ngomong sama Mas?" tanya Abi saat di dalam mobil. "Ibu ... bapak ... kecelakaan, Mas.""Astagfirullah.""Bentar, aku bilang Bulek Romlah dulu buat jaga toko." Anna berjalan menuju tokonya. "Bulek tolong jaga toko dulu yah. Ana dan Mas Abi harus ke rumah sakit.""Kenapa kalian mendadak ke rumah sakit, ada apa, Na?""Ibu dan bapak kecelakaan, Bulek. Kami harus segera ke rumah sakit.""Innalilahi. Ya sudah hati-hati, Na. Kamu gak usah mikirin toko, biar Bulek yang jaga, insyallah aman dan amanah. Kalian
531. Kabar yang mengejutkan! (Bagian B)Abi menghempaskan kepalan tangannya di atas meja yang terbuat dari kayu jati, meja yang Ana beli sepaket dengan sofa yang tengah mereka duduki ini. Dia tidak pernah melihat Abi yang semarah ini, suaminya itu terlihat seperti orang lain di matanya. Tidak ada sosok Abi yang biasanya Ana lihat.“ABI! DURHAKA KAMU, YA!” Nuraini memekik heboh.Jelas jantungnya hampir melompat saat Abi menggebrak meja dengan kekuatan seperti tadi, dia menatap anak yang dia lahirkan itu dengan tatapan tajam. Namun, Abi malah balik menatapnya dengan tatapan yang tak kalah tajam.“Silahkan pergi dari sini, sebelum kesabaran saya habis!” kata Abi dengan suara yang bergetar.“Tidak! Kamu adalah anakku, dan wajar jika aku ada di rumahmu sekarang ini.” Nuraini berbicara dengan santai. “Apa uang -uang yang Bapak berikan belum cukup?” tanya Abi dengan kekehan kecil di ujung bibirnya. “Uang apa?” tanya Nuraini sok polos.“Bukannya Anda mengancam Bapak, akan mengungkapkan jati
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar Secara Elegan) 530. Kabar yang mengejutkan! (Bagian A) “A—apa?” Ana bahkan tidak bisa mencerna apa yang Abi katakan, Amran memberi uang kepada Nuraini? Kenapa? Apakah mereka kembali berhubungan? Apakah itu artinya Amran kembali berkhianat dengan orang yang sama, dan membuat Sri terluka? Demi Allah, Ana tidak akan rela jika hal itu benar terjadi. Dia tidak akan sanggup melihat awan mendung kembali menggelayuti wajah Sri, jika dulu dia Ana tidak ada di sana untuk menghentikan tragedi perselingkuhan itu, maka kali ini Ana tidak akan diam. Dia akan berusaha untuk membuat Amran dan juga Sri tetap bersama, tanpa ada orang ketiga, walaupun itu adalah Ibu kandung suaminya sendiri. “Kamu ngomong apa, Mas? Kamu tahu dari mana? Dan kenapa Bapak memberi uang pada Ibu Nuraini?” tanya Ana bertubi-tubi. “Aku tahu, sebab aku melihat sendiri Bapak yang memberikan uang itu. Kami ke sawah bersama, tetapi Bapak pergi tiba-tiba. Awalnya aku sama sekali tidak
529. Dusta atau Nyata? (Bagian C)Ana bisa melihat wajah Nuraini yang berubah pias, namun dia masih berpikir positif. Mungkin wanita paruh baya itu gugup karena ditanya Abi dengan nada tajam seperti itu, Ana mengamati Nuraini sama seperti Abi yang memaku pandangannya pada Ibu kandungnya itu."Aku dilarang oleh Amran dan juga Sri untuk menemuimu, mereka mengancamku dan juga menekanku agar aku tidak menunjukkan wajahku di depanmu!" kata Nuraini dengan lantang. "Mereka yang memisahkan kita, bukan aku yang tidak ingin menemuimu. Kau anakku, mana mungkin aku tega menelantarkan mu hingga berpuluh-puluh tahun lamanya!" kata Nuraini lagi.Ana langsung tertegun, dia tidak percaya jika kedua mertuanya melakukan hal tersebut. Mereka adalah orang yang baik, tidak mungkin mereka menghalangi seorang Ibu bertemu dengan anaknya.Lain Ana, lain pula dengan Abi. Lelaki itu hanya diam, dan juga tidak memberikan respon apapun. Dia hanya menaikkan sebelah alisnya, dengan tangan yang bersedekap di depan da
528. Dusta atau Nyata? (Bagian B)Rambut yang dicat merah, baju kaos ketat, dan celana jeans yang tak kalah ketat. Gila! Ibu kandung suaminya ini seperti anak remaja saja, padahal Ana yakin kalau umurnya pasti tidak jauh berbeda dengan Sri.Ana saja yang baru berusia dua puluh lima tahun, malu jika harus berpakaian seperti itu. Ah ... tidak, tidak. Aina yang masih berumur sembilan belas tahun pun, tidak pernah berpakaian seperti itu.Padahal adik bungsunya itu masih remaja, tahu mengenai fashion yangs edang trend, tetapi alhamdulillahnya Aina sangat menjaga tubuhnya dari pakaian yang terbuka dan selalu memakai jilbab yang bisa menjaga auratnya.Yah, semakin tua bumi ini, semakin banyak tingkah penghuninya. Huft! Ana mendesah kasar, ingin julid tapi Nuraini adalah Ibu kandung suaminya, dan itu artinya dia termasuk mertua Ana juga.Tetapi tidak mau julid pun Ana tidak mampu, serba salah jadinya.“Itu kan kata-kata kamu doang, aslinya mah saya nggak tahu apa yang ada di hati kamu! Bisa a
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)527. Dusta atau Nyata? (Bagian A)"Mas …." Ana mendesah, menggeleng pelan sambil menatap Abi dengan pandangan dalam.Wanita itu berharap kalau suaminya tidak akan bertindak gegabah, bukankah tidak boleh jika mengambil keputusan saat sedang emosi? Ana tidak mau, Abi menyesal pada akhirnya.Sedangkan Abi sendiri belum mengendurkan sedikitpun wajahnya yang tegang, dia jelas-jelas menunjukkan raut ketidaksukaannya dan juga raut keberatan akan kehadiran Nuraini di sini."Bukankah saya sudah bilang berkali-kali? Jangan datang dan mencoba untuk merusak kebahagiaan kami!" Suara Abi terdengar lantang. "Sampai kapanpun, ibu saya hanya ada satu dan itu tidak akan berubah!" lanjutnya lagi "Iya, ibumu hanya ada satu orang, dan itu adalah aku! Bukan wanita jahannam itu!" Nuraini menyahut tak kalah lantang. "Yang membawamu ke dunia ini adalah aku, bukan dia!" katanya lagi, sambil memelototi Abi.Abi mendengus, dan mengalihkan pandangannya ke a
526. Ibu Kandung Abi (Bagian C)"Saya yakin Ana tidak akan berbuat seperti itu. Lagi pula Ana sudah tahu yang sebenarnya, saya sudah jujur kepadanya sejak beberapa bulan yang lalu. Jadi tidak ada lagi yang harus saya takutkan!" kata Abi dengan nada mantap.Wanita itu menaikkan sebelah alisnya, kemudian dia terkekeh sinis. Dia mengangguk-angguk mengerti, dan menatap Ana dengan pandangan dalam."Kalau begitu, aku tidak akan sungkan lagi," katanya dengan nada pelan. "Saya adalah Nuraini—Ibu kandung Abi!" kata wanita itu sambil menyeringai kecil.Ana tidak menyahut, dan hanya menatapnya dengan diam. Namun, tak lama kemudian wanita itu mengangguk dan berusaha menyunggingkan senyum kecil sebagai balasannya."Saya Ana—istri dari Mas Abi!" ujar Ana dengan mantap. "Maaf jika saya tidak mengenali Ibu sebelumnya," lanjutnya lagi.Abi dan juga Nuraini tentu saja merasa heran, bagaimana bisa Ana bersikap setenang ini? Wanita itu sama sekali tidak menunjukkan reaksi apapun, tidak ada keterkejutan a
525. Ibu Kandung Abi (Bagian B)"Oh, ketemu sama Mas Abi? Ibu kenal juga sama suami saya?" tanya Ana dengan alis yang terangkat tinggi. "Jarang-jarang ada teman SMA, yang sudah lama tidak bertemu, tapi mengenal anak dari temannya tersebut," kata Ana lagi.Wanita itu menatap Ana dengan pandangan tajam, dia memindai penampilan istri Abi ini dengan alis yang terangkat tinggi. Penampilan Ana terlihat sederhana, hanya memakai tunik, dan juga kulot, serta jilbab instan di kepalanya.Tidak ada perhiasan emas di tangannya, baik itu di jari, maupun di pergelangan tangan Ana tidak ada apapun. Wanita itu kemudian menyunggingkan senyum sinis, dan mengambil kesimpulan kalau sepertinya anak kesayangannya ini salah memilih istri.Secara keseluruhan, Ana dinilai tidak layak untuk bersanding dengan Abi!"Itu bukan urusan kamu, itu urusan saya dengan Abi. Kamu tidak berhak ikut campur dengan urusan kami!" ujar wanita itu dengan nada kesal."Lah, nggak berhak bagaimana, Bu? Saya ini adalah istri Mas Abi
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)524. Ibu Kandung Abi (Bagian A)POV AUTHORAbi langsung mendengus sinis saat mendengar kata-kata wanita itu, dia kemudian terkekeh kecil dan menolehkan pandangannya ke arah tembok. Selama beberapa saat, dia terpaku menatap tembok itu dengan pikiran yang gamang.Di dalam hati lelaki itu, jelas dan juga mutlak, dia merasa keberatan dengan kehadiran wanita ini di rumahnya. Walaupun wanita itu mengaku sebagai Ibu kandungnya, tetapi tetap saja Abi merasa tak suka.Ibu yang dia kenal semenjak dia kecil hingga sekarang ini adalah Sri. Wanita itulah yang Abi anggap sebagai Ibu, dan juga penolongnya. Jelas saja Abi merasa berat, untuk menerima orang lain masuk ke dalam kehidupannya. "Jangan bersikap seperti orang yang tidak tahu tata krama, Abi! Kamu ternyata sudah dibesarkan dengan cara yang sangat buruk oleh Sri!" kata wanita itu dengan sangat ketus, dan juga mengejek.Abi langsung mendecih sinis, dia menolehkan pandangannya dan menata