PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)171. Mau Apa? (Bagian A)Aku bisa melihat Mas Aji yang langsung menutup mulutnya dengan rapat, dan menatap Bapak serta Ibu dengan pandangan yang takut-takut. Aku sangat yakin, kalau dia saat ini sedang kebingungan bisa dilihat dari raut wajahnya terlihat terkejut.Setali tiga uang dengan wajah Mas Aji, Ibu dan Bapak juga menunjukkan wajah terkejut, dan juga tidak percaya. Mereka menatap Mas Aji dengan pandangan tajam, dan juga pandangan seperti ingin membunuh Kakak sulung suamiku itu.Bahkan Bapak sudah mematikan rokoknya, dan memfokuskan seluruh pandangannya ke arah Mas Aji. Seolah lelaki itu, adalah salah satu hal yang paling menarik di muka bumi ini.“Kamu bilang apa tadi?” tanya Bapak dengan nada geram.“Bilang apa, Pak? Aku nggak ada bilang apa-apa, kok!” sahut Mas Aji dengan cepat.“Apa kamu kira Bapak tuli? Bapak jelas-jelas mendengar, kalau kamu menyuruh Bapak mengambil kebun itu pada Karta. Maksud kamu apa?” tanya Bapak
172. Mau Apa? (Bagian B)Gaji Lisa saja, bisa berjuta-juta sebulan, belum lagi sertifikasi yang diterimanya. Tentu saja, kalau dari segi ekonomi keluarga Mas Aji tentu tidak membutuhkan uang, apalagi selama ini kehidupan mereka ditanggung oleh Ibu sepenuhnya.“Benar kata Abi, jelas-jelas tadi kamu bilang kalau Bapak ingin mengambil kebun itu, Bapak harus mengambilnya di tempat Karta. Maksud kamu apa? Kamu menjual, atau menggadaikan tanah itu di sana? Ingat Aji, Karta adalah seorang lintah darat, dan dia tidak akan melepaskan orang yang sudah membawa uang miliknya!” kata Bapak dengan nada ketus.“Pak, aku tidak mungkin melakukan hal itu. Aku tadi hanya bercanda, agar Bapak tidak mengambil kebun itu. Hehehe ….” Kata Mas Aji sambil tertawa canggung. “Sudahlah, tidak usah dipedulikan lagi. Lagi pula, Bapak hanya bercanda, ‘kan? Mau mengambil kebun itu dariku, ya sudah! Besok biar aku suruh orang untuk membersihkan kebun sawit ku,” kata Mas Aji lagi.Namun Bapak dan Ibu tetap menatap Mas A
173. Mau Apa? (Bagian C)Memangnya hanya Lisa yang bisa berbuat seperti itu? Hellow! Aku juga bisa, kalau dulu aku memang berprofesi hanya sebagai ibu rumah tangga, tetapi sekarang ini aku sudah menjadi seorang pemilik toko yang terkenal di desa ini.Dan Lisa langsung terdiam sambil menatapku dengan pandangan mematikan, tetapi aku hanya balas menatapnya dengan pandangan cuek. Karena aku tidak peduli dengan dirinya, aku hanya memperdulikan diriku, suamiku, keluargaku, dan juga kehidupanku, yang sangat nyaman ini.Tidak seperti dirinya, yang harus memperdulikan hutang, dan juga banyak sekali masalah yang masuk ke dalam kehidupannya akhir-akhir ini. Wah, aku jadi merasa tidak sabar dengan apa yang akan terjadi kepada Lisa. Apakah dia akan sanggup menghadapi semuanya? Ataukah dia akan menyerah pada akhirnya?Ibu dan Bapak terlihat bingung, saat menatap aku dan juga Lisa yang sudah berdiri. Sedangkan suami kami, masih duduk di sofa dan ikut menatap kami dengan pandangan heran."Loh, kamu m
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)174. Makan Uang Orang! (Bagian A)"Apa?" Aku bahkan sampai tidak percaya, karena Lisa baru saja mengucapkan kata-kata yang sangat mengejutkan."Iya, masmu ingin kasbon dulu, rokok dan juga bensin," kata Lisa mengulangi kata-katanya barusan."Apa?!" tanyaku lagi."Ih, sumpah ya! Kamu itu lama-lama budek, ya, An! Udah nggak bisa mendengar kalau aku itu bilang … kalau masmu itu mau kasbon rokok dan juga minyak!" sahut Lisa dengan nada ketus."Lah iya, aku dengar bagian itu, Mbak. Tapi yang aku sulit mempercayai itu adalah, bagian kasbon. Yakin? Orang seperti kalian mau kasbon di toko kecil kami, yang terlihat sangat buluk ini?" tanyaku menahan tawa."Udah deh, nggak usah terlalu lebay! Pokoknya kami mau kasbon dulu, rokok dan juga minyak bensin. Soalnya kami tidak lagi memegang uang cash, masih ada di ATM semua!" kata Lisa."Iya, Bi. Ambilin dulu rokok sempurnong tiga bungkus, sama isiin dong minyak motorku, full ya!" kata Mas Aji d
175. Makan Uang Orang! (Bagian B)"Nggak seberapa bagaimana? Rokok sempurnong itu mahal loh, Mas, dan Mas itu minta tiga bungkus, belum lagi ngisi minyak motor Mas itu pengennya full tank! Aduh, aduh! Udah deh, kami tidak bisa memberi hutangan segitu banyak!" kataku dengan nada mengejek.Aku bisa melihat Mas Aji dan juga Lisa yang menggertakkan giginya dengan marah, lalu kemudian tanpa banyak berbicara mereka langsung naik ke motor dan tancap gas meninggalkan toko kami.Aku langsung menghela nafas panjang, merasa luar biasa bersyukur karena akhirnya dua pembuat onar itu sudah pergi."Kamu nggak marah kan, Mas? Karena aku nggak ngasih hutangan ke Kakak kamu?" tanyaku kepada Mas Abi.Suamiku itu hanya mengangkat bahu cuek, lalu kembali melakukan kegiatannya yang entah apa. Aku sendiri tidak lagi memperpanjang pembicaraan, karena itu artinya Mas Abi tidak mempermasalahkan sikapku."Kalau kamu mau masuk ke dalam, ya udah masuk aja, Dek. Tidur, atau istirahat sana, biar Mas yang jaga toko
176. Makan Uang Orang! (Bagian C)"Itu 'kan, karena Bibi memang suka melihat orang lain sedang kesusahan!" kataku mencebik sinis."Loh, memangnya kamu tidak senang, melihat Lisa susah seperti itu?" tanya Bi Ramlah lagi."Ye … Bibi jangan membuat seolah-olah aku ini adalah orang yang jahat, ya! Aku tidak pernah merasa senang sama sekali, ketika melihat orang lain susah!" kataku dengan nada ketus.Namun, tidak terasa obrolanku dengan Bi Ramlah membuat kami berdua tidak sadar, kalau saat ini kami sudah sampai ke pasar. Aku segera memarkirkan motorku di tempat parkir, dan setelah mendapatkan kupon parkir aku langsung memasukkannya ke dalam dompet.Bi Ramlah sudah menunggu di ujung sana, dia terlihat sangat antusias. Padahal, katanya tidak mau membeli apapun. Aku langsung menatapnya dengan pandangan tajam."Kamu nggak usah mandang Bibi seperti itulah, An. Seperti Bibi ini punya salah saja, sama kamu!" kata Bi Ramlah sambil menggamit lenganku dengan sangat akrab.Seolah-olah kami ini adalah
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)177. Tabungan Anak Sekolah (Bagian A)“Hah? Gimana? Gimana?” Mbak Rini langsung tanggap.Dia langsung memasang wajah penasaran, aku langsung memutar bola mataku dengan malas. Sifat wanita, suka sekali dengan ghibah dan juga gosip. Tidak munafik, aku juga salah satu yang menyukainya. Walau aku tahu, itu salah, sih! Hahahaha!Tapi, entah kenapa jika itu berhubungan dengan anggota keluarga, maka aku akan berubah menjadi sensitif. Walau aku tidak menyukai Lisa, tapi dia adalah Kakak iparku. Aku tidak nyaman saat ada yang menggosipi dia."Yah, Mbak Rini ketinggalan, nih!" Mbak ruli mencebik sinis.Mbak Rini yang memang belum mengetahui apa-apa, hanya bisa menggaruk pelipisnya yang tertutup jilbab instan berwarna mocca. Dia sepertinya kebingungan, apalagi saat melihat situasi yang terjadi.Mbak Ruli dan Bi Ramlah sudah sibuk bergosip sambil memilah bawang, sedangkan aku menyibukkan diri dengan memilih cabai dan memasukkannya ke dalam k
178. Tabungan Anak Sekolah (Bagian B)Mbak Ruli langsung mengangguk mengerti, dia kemudian menatap Mbak Rini dengan pandangan dalam dan juga lekat.“Eh, Rin! Kamu tahu nggak, kalau ada gosip yang beredar akhir-akhir ini di sekolah?” tanya Mbak Ruli sambil berbisik kecil. “Gosip apa? Ya aku mana tahu, aku kan tidak bekerja di sekolah, Rul. Aku kan bekerja di pasar, ya mana aku tahu gosip yang ada di sekolahan. Memangnya ada apa, sih?” tanya Mbak Rini dengan nada penasaran.“Lah bukannya anak kamu sekolah di sana? Memangnya anak kamu tidak pernah berbicara apa-apa sama kamu?” tanya Mbak Ruli lagi.“Nggak tuh! Memangnya ada apa? Maya tidak pernah berbicara apa-apa kepada diriku, dan ketika aku bertanya bagaimana sekolahnya, dia paling jawab kalau semuanya berjalan lancar. Memangnya ada apa?” tanya Mbak Rini lagi.Bi Ramlah dan juga Mbak Ruli langsung saling berpandangan, mereka sepertinya keheranan karena anak Mbak Rini yang bernama Maya itu, tidak menyampaikan apapun perihal yang ada d
532. Keadaan Lisa!"Ada apa, Dek?""Ibu ... bapak, Mas.""Ibu sama bapak kenapa, Dek?""Kita harus segera ke rumah sakit, Mas.""Memangnya kenapa, Dek? ngomong dulu sama Mas. Jangan buat Mas gak karuan.""Buruan Mas kita pergi ke rumah sakit.""Hei, tunggu, kalian mau ke mana? ibu dan bapak, maksudnya Sri dan Arman? kenapa mereka?" tanya Nuraini. Ana menggeleng, dia tak mau menjelaskan apapun pada Nuraini. Ana langsung menarik Abi keluar dan segera menaiki mobil mereka. "Ada apa, Dek, ngomong sama Mas?" tanya Abi saat di dalam mobil. "Ibu ... bapak ... kecelakaan, Mas.""Astagfirullah.""Bentar, aku bilang Bulek Romlah dulu buat jaga toko." Anna berjalan menuju tokonya. "Bulek tolong jaga toko dulu yah. Ana dan Mas Abi harus ke rumah sakit.""Kenapa kalian mendadak ke rumah sakit, ada apa, Na?""Ibu dan bapak kecelakaan, Bulek. Kami harus segera ke rumah sakit.""Innalilahi. Ya sudah hati-hati, Na. Kamu gak usah mikirin toko, biar Bulek yang jaga, insyallah aman dan amanah. Kalian
531. Kabar yang mengejutkan! (Bagian B)Abi menghempaskan kepalan tangannya di atas meja yang terbuat dari kayu jati, meja yang Ana beli sepaket dengan sofa yang tengah mereka duduki ini. Dia tidak pernah melihat Abi yang semarah ini, suaminya itu terlihat seperti orang lain di matanya. Tidak ada sosok Abi yang biasanya Ana lihat.“ABI! DURHAKA KAMU, YA!” Nuraini memekik heboh.Jelas jantungnya hampir melompat saat Abi menggebrak meja dengan kekuatan seperti tadi, dia menatap anak yang dia lahirkan itu dengan tatapan tajam. Namun, Abi malah balik menatapnya dengan tatapan yang tak kalah tajam.“Silahkan pergi dari sini, sebelum kesabaran saya habis!” kata Abi dengan suara yang bergetar.“Tidak! Kamu adalah anakku, dan wajar jika aku ada di rumahmu sekarang ini.” Nuraini berbicara dengan santai. “Apa uang -uang yang Bapak berikan belum cukup?” tanya Abi dengan kekehan kecil di ujung bibirnya. “Uang apa?” tanya Nuraini sok polos.“Bukannya Anda mengancam Bapak, akan mengungkapkan jati
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar Secara Elegan) 530. Kabar yang mengejutkan! (Bagian A) “A—apa?” Ana bahkan tidak bisa mencerna apa yang Abi katakan, Amran memberi uang kepada Nuraini? Kenapa? Apakah mereka kembali berhubungan? Apakah itu artinya Amran kembali berkhianat dengan orang yang sama, dan membuat Sri terluka? Demi Allah, Ana tidak akan rela jika hal itu benar terjadi. Dia tidak akan sanggup melihat awan mendung kembali menggelayuti wajah Sri, jika dulu dia Ana tidak ada di sana untuk menghentikan tragedi perselingkuhan itu, maka kali ini Ana tidak akan diam. Dia akan berusaha untuk membuat Amran dan juga Sri tetap bersama, tanpa ada orang ketiga, walaupun itu adalah Ibu kandung suaminya sendiri. “Kamu ngomong apa, Mas? Kamu tahu dari mana? Dan kenapa Bapak memberi uang pada Ibu Nuraini?” tanya Ana bertubi-tubi. “Aku tahu, sebab aku melihat sendiri Bapak yang memberikan uang itu. Kami ke sawah bersama, tetapi Bapak pergi tiba-tiba. Awalnya aku sama sekali tidak
529. Dusta atau Nyata? (Bagian C)Ana bisa melihat wajah Nuraini yang berubah pias, namun dia masih berpikir positif. Mungkin wanita paruh baya itu gugup karena ditanya Abi dengan nada tajam seperti itu, Ana mengamati Nuraini sama seperti Abi yang memaku pandangannya pada Ibu kandungnya itu."Aku dilarang oleh Amran dan juga Sri untuk menemuimu, mereka mengancamku dan juga menekanku agar aku tidak menunjukkan wajahku di depanmu!" kata Nuraini dengan lantang. "Mereka yang memisahkan kita, bukan aku yang tidak ingin menemuimu. Kau anakku, mana mungkin aku tega menelantarkan mu hingga berpuluh-puluh tahun lamanya!" kata Nuraini lagi.Ana langsung tertegun, dia tidak percaya jika kedua mertuanya melakukan hal tersebut. Mereka adalah orang yang baik, tidak mungkin mereka menghalangi seorang Ibu bertemu dengan anaknya.Lain Ana, lain pula dengan Abi. Lelaki itu hanya diam, dan juga tidak memberikan respon apapun. Dia hanya menaikkan sebelah alisnya, dengan tangan yang bersedekap di depan da
528. Dusta atau Nyata? (Bagian B)Rambut yang dicat merah, baju kaos ketat, dan celana jeans yang tak kalah ketat. Gila! Ibu kandung suaminya ini seperti anak remaja saja, padahal Ana yakin kalau umurnya pasti tidak jauh berbeda dengan Sri.Ana saja yang baru berusia dua puluh lima tahun, malu jika harus berpakaian seperti itu. Ah ... tidak, tidak. Aina yang masih berumur sembilan belas tahun pun, tidak pernah berpakaian seperti itu.Padahal adik bungsunya itu masih remaja, tahu mengenai fashion yangs edang trend, tetapi alhamdulillahnya Aina sangat menjaga tubuhnya dari pakaian yang terbuka dan selalu memakai jilbab yang bisa menjaga auratnya.Yah, semakin tua bumi ini, semakin banyak tingkah penghuninya. Huft! Ana mendesah kasar, ingin julid tapi Nuraini adalah Ibu kandung suaminya, dan itu artinya dia termasuk mertua Ana juga.Tetapi tidak mau julid pun Ana tidak mampu, serba salah jadinya.“Itu kan kata-kata kamu doang, aslinya mah saya nggak tahu apa yang ada di hati kamu! Bisa a
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)527. Dusta atau Nyata? (Bagian A)"Mas …." Ana mendesah, menggeleng pelan sambil menatap Abi dengan pandangan dalam.Wanita itu berharap kalau suaminya tidak akan bertindak gegabah, bukankah tidak boleh jika mengambil keputusan saat sedang emosi? Ana tidak mau, Abi menyesal pada akhirnya.Sedangkan Abi sendiri belum mengendurkan sedikitpun wajahnya yang tegang, dia jelas-jelas menunjukkan raut ketidaksukaannya dan juga raut keberatan akan kehadiran Nuraini di sini."Bukankah saya sudah bilang berkali-kali? Jangan datang dan mencoba untuk merusak kebahagiaan kami!" Suara Abi terdengar lantang. "Sampai kapanpun, ibu saya hanya ada satu dan itu tidak akan berubah!" lanjutnya lagi "Iya, ibumu hanya ada satu orang, dan itu adalah aku! Bukan wanita jahannam itu!" Nuraini menyahut tak kalah lantang. "Yang membawamu ke dunia ini adalah aku, bukan dia!" katanya lagi, sambil memelototi Abi.Abi mendengus, dan mengalihkan pandangannya ke a
526. Ibu Kandung Abi (Bagian C)"Saya yakin Ana tidak akan berbuat seperti itu. Lagi pula Ana sudah tahu yang sebenarnya, saya sudah jujur kepadanya sejak beberapa bulan yang lalu. Jadi tidak ada lagi yang harus saya takutkan!" kata Abi dengan nada mantap.Wanita itu menaikkan sebelah alisnya, kemudian dia terkekeh sinis. Dia mengangguk-angguk mengerti, dan menatap Ana dengan pandangan dalam."Kalau begitu, aku tidak akan sungkan lagi," katanya dengan nada pelan. "Saya adalah Nuraini—Ibu kandung Abi!" kata wanita itu sambil menyeringai kecil.Ana tidak menyahut, dan hanya menatapnya dengan diam. Namun, tak lama kemudian wanita itu mengangguk dan berusaha menyunggingkan senyum kecil sebagai balasannya."Saya Ana—istri dari Mas Abi!" ujar Ana dengan mantap. "Maaf jika saya tidak mengenali Ibu sebelumnya," lanjutnya lagi.Abi dan juga Nuraini tentu saja merasa heran, bagaimana bisa Ana bersikap setenang ini? Wanita itu sama sekali tidak menunjukkan reaksi apapun, tidak ada keterkejutan a
525. Ibu Kandung Abi (Bagian B)"Oh, ketemu sama Mas Abi? Ibu kenal juga sama suami saya?" tanya Ana dengan alis yang terangkat tinggi. "Jarang-jarang ada teman SMA, yang sudah lama tidak bertemu, tapi mengenal anak dari temannya tersebut," kata Ana lagi.Wanita itu menatap Ana dengan pandangan tajam, dia memindai penampilan istri Abi ini dengan alis yang terangkat tinggi. Penampilan Ana terlihat sederhana, hanya memakai tunik, dan juga kulot, serta jilbab instan di kepalanya.Tidak ada perhiasan emas di tangannya, baik itu di jari, maupun di pergelangan tangan Ana tidak ada apapun. Wanita itu kemudian menyunggingkan senyum sinis, dan mengambil kesimpulan kalau sepertinya anak kesayangannya ini salah memilih istri.Secara keseluruhan, Ana dinilai tidak layak untuk bersanding dengan Abi!"Itu bukan urusan kamu, itu urusan saya dengan Abi. Kamu tidak berhak ikut campur dengan urusan kami!" ujar wanita itu dengan nada kesal."Lah, nggak berhak bagaimana, Bu? Saya ini adalah istri Mas Abi
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)524. Ibu Kandung Abi (Bagian A)POV AUTHORAbi langsung mendengus sinis saat mendengar kata-kata wanita itu, dia kemudian terkekeh kecil dan menolehkan pandangannya ke arah tembok. Selama beberapa saat, dia terpaku menatap tembok itu dengan pikiran yang gamang.Di dalam hati lelaki itu, jelas dan juga mutlak, dia merasa keberatan dengan kehadiran wanita ini di rumahnya. Walaupun wanita itu mengaku sebagai Ibu kandungnya, tetapi tetap saja Abi merasa tak suka.Ibu yang dia kenal semenjak dia kecil hingga sekarang ini adalah Sri. Wanita itulah yang Abi anggap sebagai Ibu, dan juga penolongnya. Jelas saja Abi merasa berat, untuk menerima orang lain masuk ke dalam kehidupannya. "Jangan bersikap seperti orang yang tidak tahu tata krama, Abi! Kamu ternyata sudah dibesarkan dengan cara yang sangat buruk oleh Sri!" kata wanita itu dengan sangat ketus, dan juga mengejek.Abi langsung mendecih sinis, dia menolehkan pandangannya dan menata