*
Kurasa aku telah lama berada dan terpendam di rumah mertua hanya menjadi seorang pelayan bagi suami dan mertua sendiri. Aku lupa mempedulikan kebahagiaanku, kepentingan, dan kebutuhanku sendiri. Andai pun aku peduli, aku tidak punya waktu atau biaya untuk memenuhi semuanya, maka dari itu kuputuskan untuk meminta izin kepada Mas Haris untuk membiarkan diri ini bekerja. Namun problem berikutnya timbul ketika aku harus menitipkan anak-anak ke Ibu mertua, sanggupkah dia mengurus kedua anakku dan memastikan bahwa mereka tidak menangis sepanjang hari? Kurasa sulit sekali. Mungkin aku membutuhkan waktu beberapa bulan lagi, hingga anak-anakku bisa mandiri dan tidak sering menangis ketika mendapati aku tidak berada di rumah. "Mas boleh tidak aku bekerja?"tanyaku ketika malam ini dia menghampiri kami di kamar. "Aku sudah mengatakan dari awal, bahwa gagasan tentang mencari pekerjaan adalah hal yang akan ku tolak Laila," jawabnya tegas. "Aku membutuhkan biaya tambahan untuk kebutuhan ku sendiri dan sebentar lagi anak-anak akan masuk sekolah, mereka membutuhkan seragam alat sekolah dan biaya yang banyak Mas," ungkapku memberi alasan. "Aku masih bisa mencukupi kalian semua orang di rumah ini," potongnya cepat. "Kamu punya dua orang istri yang harus kamu tanggung Mas," sanggah ku. "Karena aku mampulah,.aku berani untuk berpoligami Laila." "Aku hanya ingin ...."suaraku tercekat dan tiba-tiba air mataku meluncur begitu saja. "aku tidak setuju Laila jika aku tidak Ridha maka kau akan berdosa," ancamnya. "Belakangan ini Aku merasa tidak nyaman berada di rumah Mas," ujarku sambil menyeka sudut mata. "Kamu merasa rendah hati karena aku punya istri muda dan ibu lebih menyayanginya? Atau kamu cemburu?" Tidak pekakah dia, pada kenyataan yang baru saja ia sebutkan satu persatu? Konyol! "Mungkin aku merasa begitu Mas," jawabku dengan nada yang mulai mengecil karena merasa tersakiti oleh ucapan Mas Haris. "Kok kamu jadi baper gitu?" "Baper, tentu saja bapermas aku manusia yang punya hati kalimat yang menyakitkan pasti terbawa di perasaanku Mas,tentu saja aku merasa rendah diri dan tersaingi oleh keberadaan Adelia sebagai istri barumu, aku harus mengabdikan diri agar tidak terus-menerus cemburu,dan aku harus menambah pemasukan agar tidak selalu mengandalkan keuanganmu," jawabku panjang lebar. Mendengar penuturanku itu, Mas Haris hanya mampu mendengkus lalu menjauh dari kamar kami. "Dia menjauh begitu saja, mengapa dia tidak menimbang perasaanku?" Aku hanya mampu menyeka air mata yang menetes di sudut mata, sedang kedua anakku terheran-heran melihat ekspresi sedih ini. "Bunda kenapa?" Tanya Nayna Putri bungsuku. "Enggak apa-apa, kamu main aja, ya," suruhku dan ditanggapi dengan anggukan olehnya. * Seperti biasa ketika waktu menunjukkan pukul 5 sore aku selalu berada di dapur untuk menyiapkan makan malam untuk semua anggota keluarga. Malam ini aku berencana untuk memasak opor ayam dan sup untuk dinikmati semua orang. Entah mengapa ketika sedang sibuk-sibuknya memotong bahan makanan tiba-tiba wanita sok centil yang berperawakan setinggi 157 cm itu mendekatiku namun langkahnya terlihat tertahan dan ragu. "Boleh aku membantumu Mbak?"tanyanya pelan. "Untuk apa? Siapa yang menyuruhmu?" Tanyaku dengan ketus. "Ti-tidak ada Mbak, Aku hanya ingin membantumu," jawabnya gugup. "Tidak perlu karena kau akan merepotkan ku," jawabku cuek. "Biarkan aku yang memotong sayurnya Mbak," pintanya. Aku tidak tahu apa tujuannya melakukan ini, entah ingin membantuku atau ingin mencari muka terhadap anggota keluarga, punya alasan untuk menolak permintaannya. Sehingga aku hempaskan saja talenan dan sayur juga pisau ke depannya. "Potonglah!"iya terlihat kaget namun tak urung menyunggingkan senyum dan berterima kasih kepadaku. "Terima kasih Mbak, tapi bagaimana cara mengupasnya?"tanyanya sambil melirik kepada sayuran oyong dan labu siam yang aku sodorkan. "Memotong sayur saja harus diajar, ya ampun ...." Aku menggumam sambil menggeleng pelan. "Kupas aja pakai alat pengupas kalau kau tidak bisa dan potong saja bentuk membulat," jawabku sambil mempraktekkan caranya kepada wanita itu. Hati ini dongkol ingin menjambaknya namun rasanya tidak masuk akal kalau aku menjambaknya hanya karena dia tidak bisa memotong sayur. "Ini lalu di masukkan kemana?"lanjutnya. "Letakkan saja di situ dan pergi rapikan kamarmu karena Mas Haris sebentar lagi pulang," ujarku. "Sudah rapi Mbak," jawabnya. "Kalo begitu siapkan meja makan saja," lanjutku. "Baik, Mbak." "Jangan berpikir karena aku mau bekerja sama, aku menyukaimu, kau tahu bahwa aku tidak akan pernah menyukaimu," ujarku. "Aku tahu ...." Ia menunduk sambil menggenggam serbet yang ia pegang di tangannya. "Kalau begitu kenapa terus berdiri disini, silakan pergi," suruhku. wanita itu mengangguk lalu segera mengambil piring dan menyusunnya di meja makan. Tak lama kemudian ibu mertua datang dan melihat Adelia sedang menyusun piring di meja makan. "Ya ampun rajin banget kamu," puji Ibu mertua sambil mengelus bahu menantunya itu. "Hanya menyusun piring saja dia bilang rajin, aku yang sudah bertahun-tahun mengabdi untuk anak dan keluarganya tidak pernah dia puji seperti itu." Aku menggumam sendiri. "Ekheeem ...." Aku berdehem dan seketika ibu mertua gugup. "Eh, ada Laila ... Kamu masak apa Nak?" tanyanya sok manis. "Opor ayam," jawabku. "Oh, eh, enak pastinya," imbuhnya sambil memaksakan senyum. "Ibu ke belakang dulu ya," kataya sambil menuju halaman belakang. Baru saja ia membuka pintu, tiba-tiba ada suara gaduh, jeritan Ibu, suara ayam yang panik dan kepak sayap yang ribut, ditingkahi oleh kokokan ayam lain. "Auww, tolong .... Aw ... Ayam sial!" Ibu berteriak. Dan ketika kuhampiri rupanya Ibu membuka pintu dan disaat yang bersamaan dua ekor ayam sedang melakukan perkawinan. Ayam itu terkejut dan melompat ke wajah Ibu lalu mencakarnya, juga sempat bertengger di kepala dan mengacak-ngacak rambut ibu mertua. Dia masuk kembali ke dalam rumah dengan kondisi wajah yang sudah penuh bekas kaki ayam yang berlumpur dan rambut dan kulit yang sudah penuh bulu ayam. "Hueek ... Ayam sialan!" sungutnya sambil menghentakkan kaki di lantai. Kulihat ekspresi Adelia yang terlihat menahan tawa sedang aku menggeleng pelan sambil tertawa jahat dalam hati. "Rasakan!"Gadis itu menyeret langkahnya pelan mencoba mendekatiku aku yang meliriknya dengan ekor mata acuh tak acuh saja dengan kedatangannya, lebih memilih untuk mengurus bunga dan tanaman ibu mertua"Mbak boleh aku bicara denganmu," ucapnya memulai percakapan."Kenapa?!""Mbak boleh aku bicara , tapi ... kali ini lebih pribadi," ucapnya memulai percakapan."Apa yang kau inginkan berbicara denganku?" tanyaku sambil mendelik ke arahnya."Aku hanya ingin kita berdamai dan bersikap seperti saudara." Ia menggenggam tangannya satu sama lain."Bersikap seperti saudara?" tanyaku sambiltertawa getir."Aku hanya ingin hubungan kita baik dan tidak saling memusuhi Mbak," ujarnya sambil menelan ludah."Bagaimana, kau ingin aku bersikap baik sementara aku tidak pernah menginginkan kedatanganmu di dalam rumah tanggaku," jawabku sambil membuang daun daun kuning yang merusak pemandangan.Binar mata wanita itu. menunjukkan sebuah kesedihan dan dia tahu bahwa dia akan gagal membujukku untuk berdamai denganny
"semalam kamu langsung masuk ke kamar kamu dan tidak membantu ibu membereskan piring, akhirnya ibu dan Adelia yang berjibaku dengan banyaknya perabotan kotor dan meja yang berantakan," keluhnya ketika aku sedang memasukkan pakaian ke dalam mesin cuci.Entah mengapa pagi-pagi seperti ini dia sudah mengeluh, padahal di jam seperti ini seharusnya kita bersyukur dan berdoa agar kita mendapatkan keberkahan hidup dan rezeki, namun ia malah merusak pagi. "Aku capek Bu, aku lelah dan rasanya tidak enak badan.""Oh begitu ya kenapa kamu nggak bilang dari awal, ibu kan bisa kasih kamu obat," ujarnya sambil tersenyum.Ah, tahu dia hanya berpura-pura mengambil hatiku,aku tahu dia tidak ingin membuat menantu barunya telah sehingga dia harus berpura-pura baik agar aku mau menjadi pembantu mereka. Sayangnya semua jurus-jurus itu sudah tidak mempan lagi kepadaku."Aku juga punya obat di kamar Bu Ibu tidak perlu khawatir." Akupun menyunggingkan senyum."Oh iya kamu tahu kan kalau Adelia adalah menan
Sembari merebahkan diri di peraduan siang hari ini, aku sedikit memijit-mijit pelipis mencoba membuang semua beban pikiran.Aku tahu jika aku terus-menerus seperti ini hanya berada di rumah saja, maka, hidupku tidak akan pernah maju."Aku harus bekerja dan menghasilkan uang sendiri, agar mertua dan Mas Haris tidak memandang aku sebelah mata."Aku teringat bahwa memiliki sebuah kontak nama teman yang bernama Riska dan dia punya sebuah toko dan usaha laundry, kurasa aku bisa minta tolong untuk menjadi salah satu pekerja di tokonya.Jadi, kuambil ponsel dan langsung mencari nama kontak tersebut dan menghubunginya."Halo selamat pagi, assalamualaikum," sapaku ramah."Halo, hai, Laila sudah lama kamu tidak menelponku.""Sebenarnya aku meneleponmu untuk meminta sedikit bantuan Riska," ujarku pelan."Apa itu, Laila?""Aku ingin bekerja di toko atau tempat laundrymu," pintaku."Loh memangnya suamimu akan mengizinkan? Aku tahu kalau kamu sibuk mengurus mertua dan rumahmu, apakah mertuamu tidak
"Ada apa ini ribut-ribut?" tanya mertua laki-laki."Ini Yah, dia mau memaksa masuk kerja," jawab lelaki yang selalu bersembunyi di balik ketiak orang tuanya itu."Aku hanya ingin bekarja, Ayah, aku ingin punya penghasilan," jawabku pelan."Kalo suami tidak mengizinkan, sebaiknya tidak usah," ujar Bapak mertua pelan."Aku harus mengalihkan pikiran dan menghasilkan uang sendiri ayah, lagipula di rumah ini bukan aku sendiri yang mengurusnya," balasku dengan air mata sakit hati.Aku tahu saat ini di dapur sana, gadis sok lugu itu sedang tertawa jahat merayakan prahara yang sedang terjadi.Aku tahu dia puas dan hasratnya ingin mengusirku akan segera terealisasi."Kalo suami dan orang tua keberatan lantas apa yang akan kamu lakukan?"tanya ibu mertua sambil mendelik padaku."Aku tetap akan bekerja karena aku juga berhak untuk menjalani hidup seperti yang aku inginkan.""Kok kamu jatuhnya jadi semaunya gitu?""Aku hanya melakukan apa yang kuanggap baik.""Oh, jika memang begitu maumu, ti
Aku tak menegurnya, tidak ingin membuang waktuku aku tak mau banyak bicara, ia masuk dua jam setelah kejadian tadi ke kamar dan berdiri di depanku namun dia membisu.Aku mengacuhkannya dengan tetap sibuk membimbing anakku belajar sedang dia membisu, mungkin tak menemukan cara memulai kata kata."Apa yang kamu lakukan berdiri di situ?""mencari baju," ujarnya."Mana mungkin baju di dalam lemari akan keluar sendiri kalau tidak dikeluarkan," sindirku."Kalau begitu kamu saja yang mengeluarkannya," pintanya." Maaf aku sedang daring dengan anak-anak sehingga tidak bisa bangun sembarangan meninggalkan video call mereka.""Besok kamu mau pergi kerja lagi ya?""Yah tentu aku tidak akan menyerah di hari pertama," jawabku."aku masih berharap bahwa kamu akan menjadi ibu rumah tangga yang baik untukku tidak perlu merepotkan diri bekerja. Aku masih sanggup menafkahi kalian semua.""Kamu punya istri sekarang Mas, tanggung jawab mu dua kali lipat dari sebelumnya, jika kami makan maka dia pun haru
Hari ini tanpa kusangka Mas Haris datang menjemput ke tempat kerja aku di laundry,bukan hanya datang sendiri tapi dia juga membawa anak-anakku yang ketika bertemu denganku mereka sangat gembira dan langsung memeluk seolah sudah lama tidak berjumpa."Kok tumben, Mas datang jemput aku?" "Pengen aja jemput kamu," balasnya."Iya tapi jarak dari sini ke rumah kan dekat, apa nggak lebay?""Jemput istri sendiri kok lebay, sih?" Ia balik tertawa sambil menggelengkan kepala."Mama kita mau jalan-jalan," kata Nayla dengan bersemangat."Iya, Kita mau ke taman bermain," seru Naina bertepuj tangan dan setengah melompat."Tapi mama masih belum mandi yang belum ganti baju," ujarku ragu."Apa-apa, toh, orang lain tidak akan memperhatikan penampilanmu, yang memperhatikan kamu pastinya hanya aku," ucap Mas haris sambil mengerlingkan mata."Mas ... Kamu ada apa sih? tidakkah Adel akan cemburu kalau kamu seperti ini?""Aku sudah menghabiskan 3 minggu berbulan madu dengannya, kamu juga istriku dan berhak
Jadi aku memutuskan untuk membawa kedua anakku ke daerah dekat pasar Mangga, di sana aku berencana untuk mengontrak sebuah kamar kecil, lalu mencari pekerjaan yang bisa menyambung hidupku.Entah bekerja di warung makan, jadi tukang bersihkan ikan, tukang es atau apa saja, yang bisa kulakukan di pasar nanti. Malam harinya aku akan menjajakan kopi jadi kurasa aku pasti bisa membiayai sekolah Naila dan Naina.Sesampai di pasar setelah naik angkot, kami turun dan masuk ke pelataran pasar yang sepi, kududukkan kedua anakku di sana dan menyuruh mereka untuk menunggu."Bentar ya, Ibu cari pemilik kontrakannya, biasanya jual kopi di sekitar sini," ujarku pada kedua anakku."Ya, Ma, tapi jangan lama-lama ya," jawab mereka. Kuikuti jalan lurus lorong pasar lalu ke sebelah kiri, melewati peti peti barang yang berjejeran, sedikit ke belakang ada warung kopi yang cukup ramai dan aku bertemu Nyai Tima di sana.Setelah duduk dan dipersilakan minum aku mulai bicara,"Nyai, aku ingin mengontrak salah
Pagi yang damai ketika aku sedang sibuk di dapur Nyai, sebuah mobil berhenti di depan warung kopi yang sudah berdiri sejak 15 tahun itu.Ketika si pengemudi turun hatiku langsung berdebar dan jantungku seolah berhenti berdetak karena di sana ada Mas Haris dan ibu mertua yang terlihat menatap bingung dan seolah mencari-cari keberadaanku, untuk apa mereka datang dan meluangkan waktu untuk mencariku, apakah mereka akan melempar surat cerai ke hadapanku sekarang?'Permisi, adakah saya boleh bertanya?" tanya Mas Haris pada Nyai yang kebetulan duduk di meja depan."Iya, ada apa," tanya Nyai sambil menyulut batang rokoknya."Apakah saya boleh bertemu Laila?""Tahu dari mana kalo wanita itu ada di sini?""Kami bertanya pada orang yang berjaga di pos depn pasar," jawab Mas Haris."Bagaimana kalo aku menolak mempertemukanmu?" aku mencuri dengar percakapan mereka dari dapr warung kopi."Sungguh, saya mohon kesempatan, saya mohon," pinta Mas Haris."Atas dasar apa aku akan menyetujuinya? kamu pr
Sudah sebulan berlalu sejak kejadian Adelia tercebur ke dalam drainase. Aku lega karena tak seorang anggota keluarganya datang mencariku untuk melakukan kekacauan di sini, aku lega sekali. Praktis, hidupku berjaan normal sesudah itu.Suatu pagi di bulan Agustus, ketika aku tengah sibuk menyusun barang dan menyambut pembeli, aku disentak oleh suara lembut seorang wanita di belakangku."Laila ...."Kubalikkan badan dan Ibu medtua berdiri di sana sambil tersenyum padaku, entah apa makna senyumnya itu, yang pasti aku mulai punya prasangka tak baik padanya."Kenapa hanya menatapku, apakah kau tak akan menawarkan keramaha untuk mampir di lapakmu?""Oh, maaf, silakan, Nyonya," jawabk canggung.Aku enggan menyebutnya Ibu, karena dia memang bukan ibuku!"Kenapa kau kaku sekali sekarang Laila?" Dia tersenyum dan duduk di bangku yang berada di dekat tumpukan sabun cuci."Tidak apa-apa, aku hanya menjaga sikap Nyonya, bagaimana kabar Nyonya?," balasku canggung."Alhamdulillah, baik, Haris juga ba
Setelah sidang perceraian kujalani hidup seperti biasa, menjalani bisnis dan membuka lapak sembako di pasar. Anak Nyai yang pernah membantuku di pasar kini memberikan suntikkan modal untuk menyewa lapak.Tak kupikirkan lagi tentang mantan suamiku, seperti apa dan bagaimana keadaannya, aku sudah masa bodoh dengan itu, yang penting bagiku adalah aku dan kedua anakku sehat dan kenyang, tak kurang satu apapun.Hari ini, selagi sibuk melayani pembeli yang cukup ramai, tiba tiba seorang pembeli tak diundang datang, ia berdiri dengan tatapan sinis, melipat kedua tangannya dan tidak memilih apa apa. Aku tahu ia hanya ingin bicara."Astaga tahan sejali Adelia berdiri di sana," gumamku sambil mendengkus kesal,. padahal tepat di depan lapakkku ada jejeran lapak penjual ikan dengan sejuta warna, suara dan aroma.Sebelah kanan lagi ada saluran pembuangan yang cukup besar, dari got itu, aroma tak sedap selalu menguar tajam."Apa yang kamu inginkan datang kemari?" tanya aku ketika pelanggan mulai s
Hal yang paling membuatku malas dalam hidup adalah apa yang akan kulakukan hari ini, menyusuri jalan aspal yang tak begitu besar dengan taman bunga di samping kanan kiri, menuju bangunan berteras luas dengan jajaran pilar besar sebagai penyangga pelataran dan tulisan yang terpampang di sana, pengadilan agama.Mau apa? Bercerailah!Semalam tadi kudapatkan panggilan cerai dari pengadilan, ayah memberi tahu bahwa mulai besok aku harus menghadiri sidang perceraian setelah proses mediasi yang sengaja dilewatkan karena tahu hasilnya akan nihil, alias zonk, kami tak akan mungkin rujuk. Lagipula selesaikan saja episode pahit ini dan tutup, tamatkan cerita rumit ini sampai di sini.Kumasuki ruang sidang dan Mas Haris eusah di sana, masih dengan wajah diperban bekas pukulan batu, ia menatapku tanpa ekspresi apapun sedang Adelia dia sampingnya, seperti biasa selalu bergelayut manja, kepalanya ia topangkan di bahu Mas Haris, oh mesranya pelakor satu itu.Kuambil tempat duduk agak jauh karena mual
Mertua menelpon pikir dia akan murka terhadap apa yang sudah aku lakukan kepada anaknya, ternyata tidak demikian, dia menelpon bicara baik-baik padaku. "Laila, ayah tahu kamu kecewa dan peristiwa ini amat mengejutkan.Tapi tolong pertimbangkan tentang Nayla dan Naina, mereka akan malu jika sampai orang-orang tahu dan mencibir mereka," bujuk ayah melalui telepon. "Aku tahu, maaf ayah, aku harus bagaimana, andai tak membela diri dia akan membunuhku." "Aku akan menjamin Haris, tapi aku akan memberi tahumu sebelumnya, kuharap kau mau ikhlas atas keputusan ayah." "Lalu bagaimana denganku, ini tidak adil." "Aku akan memberimu kompensasi Laila, aku juga akan mengurus perceraian kalian dan memastikan semuanya tuntas tanpa halangan apapun," jawabnya. "Jadi ayah merestui aku bercerai dengan anak ayah?" "Mau bagaimana lagi, jika itu membuat kalian lega." "Ya, benar, kami memang harus berpisah agar semuanya lega dan tuntas." "Baik, aku akan mengurusnya, aku juga akan membebaskan Haris," ja
Kutinggalkan kantor polisi sambil tertawa puas. Aku gembira sekali membuat pucat pasi dan ketakutan.Kembali ke rumah mengendarai motor nmax pemberian ayah mertua yang cicilannya tinggal tiga kali lagi lagi. Tak mengapa, aku bisa melunasinya, dan menjauh pergi, asal perasaan ini tenang.*Kicau burung menyemarakkan suasana pagi yang sudah ku tetapkan sebagai awal dari semangat baru untuk memulai kehidupanku."Jadi bagaimana keputusanmu setelah apa yang terjadi ini," tanya ibu mertua setelah pagi-pagi ini menelponku"Aku tidak berhak mengambil keputusan ibulah yang selama ini selalu mengambil keputusan untuk kami, jadi tentukan saja apa yang ingin Ibu katakan," jawabku."Aku dengar kau dan Harris bertengkar dan saling memukul, tidak bisakah kau mengeluarkan suamimu dari kantor polisi dan mengakhiri semua ini.""Andai saja orang tidak melalui kami tentu aku sudah mati dibunuh suami sendiri.""Kau telah memancing kemarahan suamimu, kau tahu sendiri kan sifat haris sangat keras kenapa kau
Selagi aku sedang memberi keterangan tiba tiba adik ipar dan madu jahatku merangsek ke ruang pemeriksaan dan menyela keterangan dan kuberikan."Apa katanya? tidak benar jika dia mengatakan bahwa Mas Haris yang jahat, selama ini hanya dia yang melawan dan bersikap semaunya." "Alhamdulillah, kebetulan sekali, inilah orang-orang yang suka sekali mengintimidasi saya di sana mereka menyuruh saya tanpa mengenal waktu dan keadaan, mereka memperlakukan saya dengan sangat tidak manusiawi," barat ku yang tak ingin kehilangan kesempatan untuk mempermalukan mereka."Wanita ini hanya playing victim, Pak. Dialah wanita yang paling kembang isi dalam keluarga kami dan dia adalah orang yang paling melawan terhadap ibu mertua," sela adelia."Dan wanita ini adalah sumber kemarahan ibu mertua saya dia selalu mengadu dan menjelek-jelekkan sehingga membuat ibu mertua murka dan bersikap kasar kepada saya," jawabku tak mau kalah."Keterlaluan!" Adelia berteriak."Lihat sikat mereka lihat jika mereka bahkan
Semakin dipikirkan semakin galau, semakin sulit melepas dan menerima takdir. Di titik kebimbangan, aku putuskan untuk berhenti berfikir dan mengambil keputusan final bahwa selepas kepindahan ini aku pun harus mengajukan gugatan perceraian.Mobil pick up pesananku datang, kunaikkan barang ke sana, sementara supir mengangkat barang barang besar "Kabur ke mana kamu?" Tiba-tiba seorang wanita dengan sorot mata berkilat berdiri dihadapanku matanya terlihat sembab kurasa wanita itu baru saja kembali dari kantor polisi dan langsung mampir ke rumahku.""Mau pergi kemanapun aku mau kenapa kau bertanya, Adelia?""Kau ingin mencuci tanganmu setelah berhasil melukai suamiku?""Jangan lupa bahwa orang yang kau sebut suami adalah suamiku juga," desisku geram."Tapi kok sudah melukai nya dasar wanita jahat!" geramnya "Oh, jadi kau mau aku juga melakukan hal yang sama denganmu?"ujarku sambil melirik nya bergantian dengan batu bata yang disusun sebagai taman mini depan rumah.Wanita itu terlihat b
"Apa?" Dia terkejut bukan kepalang "Iya, aku sudah lelah berjuang jadi orang yang selalu melayani keluargamu, mulai hari ini aku ingin lepas dan membuka lembaran baru hidupku. Jangan menemui aku lagi," ungkapku sambil menahan air mata. Di depan semua orang, para pengunjung pantai."Teganya kamu mengatakan itu, harusnya kita duduk bicara sebagai keluarga.""Bagian mana yang kau sebut keluarga, selama ini ita hanya berpura-pura jadi keluarga, dan sebenarnya kita sudah saling menyakiti sejak lama. Aku lelah jadi wanita yang selalu dirugikan namun juga diandalkan dari segi tenaga, dan aku bukan sapi perah!" jawabku membalikkan badan.Kukemasi tikar piknik dan makanan lalu mengajak anak anak pulang tanpa memperdulikannya."Kok, cepat banget pulang," tanya Naila."Kita ada masalah," jawabku sambil menggenggam tangannya."Papa ada apa ini?" Tanya Naina.Suamiku tiba tiba datang dan menyergap Naina dari genggaman tanganku emgan maksud merebutnya."Aku akan membawa anakku pulang," ujarnya de
"Tidak elok rasanya mengatakan kalimat itu kepada ibu," ujarnya yang 2 jam kemudian menelponku."Tidak juga elok menekan seorang menantu yang tidak berdaya untuk menandatangani persetujuan agar dia bersedia dimadu, apalagi aku hanya anak yatim yang miskin. Aku ingin kembali bertanya apakah itu adalah perbuatan yang elok?""Astaghfirullahaladzim, tidak kuduga kau menyimpan dendam begitu lama.""Jangan salah Mas, kesabaran itu ada batasnya, Apa kalian pikir orang yang selalu diam saja adalah orang yang bodoh dan selalu mau dipelintir begitu saja?""Bukan begitu, aku hanya tidak mengira bahwa istriku yang penuh bakti dan cinta adalah wanita pendendam yang ketika membalaskan sakit hati ia akan memukul telak dengan parah?""Iya betul, itu adalah aku, dan apakah kamu pikir setelah ayah menikah dan ibu sakit semuanya akan selesai? aku akan merasa terpuaskan?""Kuharap, iya Laila," jawabnya."Jawabannya tidak, aku bahkan belum balas dendam kepadamu.""Apa yang kau rencanakan untukku, aku adal