Share

Kritis

Penulis: Ayu Kristin
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sapto menoleh ke belakang punggungnya. Pada boneka bayi yang tergeletak di atas lantai keramik. Dengan wajah ketakutan Sapto memperhatikan boneka menyeramkan dengan seksama.

"Apa aku salah mendengar, ya!" guman Sapto dengan wajah berpikir. Jelas-jelas beberapa saat lalu ia mendengarkan suara seseorang yang sedang mengaduh. "Mungkin hanya perasaanku saja!" imbuh Sapto lagi.

Hening, tidak ada suara apapun kecuali binatang malam yang sedari tadi berbunyi saling bersahutan. Setelah memastikan semuanya aman, Sapto segera melanjutkan rencananya. Malam ini juga lelaki itu akan menuntaskan tugasnya sebagai seorang suami untuk membuat Indah hamil.

Perlahan Sapto membuka kancing kemejanya satu persatu. "Duh, tapi kenapa aku tidak nafsu sama sekali ya!" decak Sapto kesal pada dirinya sendiri. Sekilas ia melirik pada Indah yang masih terlelap.

"Tenanglah Sapto pasti kamu bisa melakukannya!" Lelaki itu berusaha m

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Mimpi Buruk

    Pemuda kampung itu tidak dapat tertolong. Tidak ditemukan luka ataupun penyakit dalam tubuh Sapto. Membuat para dokter yang menangani lelaki itu sangat heran sekali menangani kasus SaptoSuasana di rumah duka terasa sangat pilu. Apalagi setelah kepergian jenazah Sapto yang telah di kebumikan beberapa waktu lalu. Lek Nar dan Yas tidak kuat untuk mengantarkan putra semata wayangnya ke peristirahatan terakhir. Beberapa kali mereka jatuh pingsan, tidak dapat menerima kenyataan jika putra satu-satunya sudah meninggal dunia."Nar, Yas, saya pamit pulang dulu, ya!" tutur Bibik sebelum meninggalkan rumah duka.Lelaki itu membuang wajahnya dari tatapan wanita paruh baya yang berdiri di hadapannya. Bahkan Lek Yas sama sekali tidak melihat sedikitpun kepada Bibik Ningsih."Sudah, Bu! Ayo kita pulang!" seru Sari menarik pelan pergelangan tangan ibunya.___"Sepertinya Lek Nar da

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Kecemasan Lastri

    Perlahan Lastri membuka kedua netranya, saat kesadaran itu kembali. Tubuh Lastri terasa remuk, tulang-tulang yang serasa terlepas dari persendian. Lastri perlahan membuka netranya, bayangan seorang wanita yang sedang duduk di kursi goyang masuk dalam indra penglihatan wanita itu. Dengan sebuah boneka bayi yang berada di dalam pangkuannya."Indah!" lirih Lastri dengan suara berat. Ingin sekali Lastri berajak dari posisinya. Tapi kepalanya terasa berputar-putar.Wanita yang tengah duduk di kursi goyang di samping jendela rumah itu menoleh menatap pada Lastri. Sorot matanya kosong, dengan mulut terkunci. Wajahnya nampak sangat pucat sekali."Indah!" Lastri mengulurkan tangannya, berharap Indah mau membantunya untuk bangun. "Tolong ibu!" lirihnya lagi.Tiba-tiba Indah terisak. Wajahnya nampak sangat sedih sekali, butiran bening jatuh satu persatu membasahi pipinya."Indah!" Las

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Makhluk di kamar Lastri

    Akhirnya ustad Zul menyerah, karena Lastri tetap menutupi kebohongannya dengan kebohongan yang lain. Wanita itu berdiri di ambang pintu rumahnya, menatap pada kepergian Ustaz Zul."Semoga saja Ustaz itu tidak datang ke rumahku lagi!" ucap Lastri memutar tubuhnya masuk ke dalam rumah."Bu!"Lastri menoleh ke balik punggungnya. Wanita paruh baya yang membawa koper itu kini sudah kembali pulang."Bibik!" ucap Lastri menyungingkan ulasan senyuman."Selamat sore, Bu!" ucap Bibik ramah.Lastri segera menarik pergelangan tangan Bibik, lalu menjatuhkan tubuh wanita itu pada bangku sofa yang berada di ruang tamunya."Bik, bagaimana, apakah semuanya aman?" tanya Lastri menjatuhkan tatapan penasaran kepada pembantu rumah tangga itu."Aman, Bu, aman!" balas Bibik tersenyum."Syukurlah!" Wajah Last

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Tanda Kehamilan

    Bibik yang ketakutan melihat kedatangan Lastri segera melompat dari pagar pembatas balkon. Niatanya untuk bersembunyi, justru membuat wanita itu terpelanting jatuh dari atas balkon.Bruakk!Suara benda yang terjatuh cukup keras membuat Lastri terkesiap menatap ke arah balkon. Dengan langkah cepat wanita itu berlari melihat ke arah bahwa balkon. Tubuh Bibik mengejang dengan mata membulat penuh, beberapa saat kemudian tubuh wanita paruh baya itu melemas dan tidak bergerak. Darah terlihat menggenang di sekitar kepala Bibik.Lastri masih tercengang, wajahnya terlihat begitu terkejut. Rasa panik itu bersatu dengan ketakutan. "Apa yang harus aku perbuat!" guman Lastri panik, sesekali ia melihat ke arah bawah balkon, panik.Bergegas Lastri memutar tubuhnya keluar dari pintu kamar. Dengan langkah cepat wanita yang mengenakan piyama kimono itu berjalan menuju halaman belakang rumah, untuk memastikan keadaan B

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Menyiksa Indah

    Alat pendeteksi kehamilan itu menunjukkan dua garis merah. Dokter wanita itu menggoyangkan benda itu di depan wajah Lastri yang tercengang."Selamat ya, Bu, anda positif hamil. Usia kandungan Ibu sudah memasuki hampir 6 minggu," tuturnya ramah dengan rona bahagia.Wajah Lastri semakin pias. Tubuhnya bergetar, wanita itu terpaku menatap tespek yang berada di tangan dokter."Dok, saya tidak mau hamil, Dok. Mungkin alat dokter yang salah!" lirih Lastri terbata, menggelengkan kepalanya.Semburat senyuman yang tercermin dari kedua sudut bibir Dokter wanita itu seketika menghilang berganti dengan tatapan terkejut. "Salah, tidak Bu alat ini tidak salah!" cetus Dokter mengeryitkan dahi menatap Lastri.Lastri berusaha menguasai dirinya. 'Aku harus bersikap biasa saja di depan dokter ini. Dia tidak boleh curiga jika aku tidak memiliki suami.'"Ibu Lastri baik-baik saja

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Kecurigaan Warga

    Semakin hari keadaan Lastri semakin menyedihkan. Usaha yang ia rintis pun perlahan mulai merosot, karena seringnya kerugian yang ia alami. Lastri yang sedang berbadan dua tidak lagi fokus dengan usahanya. Apalagi Lastri hamil tanpa seorang suami. Semetara Indah, wanita itu menghilang seperti di telan bumi.Lastri menyesap sebatang rokok yang berada di tangannya. Tatapannya menerawang jauh melihat ke arah halaman belakang rumahnya. Temaram sinar senja masuk melalui pantulan jendela kaca kamar Lastri. Sesekali Lastri membuat kepulan asap putih mengudara keluar dari mulutnya, kemudian ia menyesapnya lagi untuk yang kesekian kalinya."Kalau saja dengan meminum racun aku bisa membunuhmu tanpa melukai diriku sendiri. Pasti aku sudah melakukanya!" tutur Lastri menatap pada perutnya yang mulai nampak sedikit menonjol.Lastri kembali menyesap sebatang rokok yang berada di tangannya. Benaknya mengembara jauh menerawang jejak-jejak

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Kedatangan Sari

    Sari bergegas keluar dari kamar. Mencari letak pintu belakang yang berada di dapur untuk sampai ke halaman belakang."Sari!"Langkah Sari terhenti seketika. Tubuhnya mematung di depan pintu dapur."Ibu!" lirih Sari setelah memutar tubuhnya ke arah sumber suara wanita yang baru saja memanggil namanya.Lastri yang tengah membawa gelas kosong menuju dapur berjalan mendekati Lastri. "Apa yang sedang kamu lakukan di sini, Sari?" tanya Lastri melihat Sari meletakkan tangannya pada gagang pintu dapur.Sari menggigit bibir bawahnya, wajahnya yang sempat berbinar perlahan memudar. "Aku, aku melihat ibu ada di halaman belakang rumah, Bu!" lirih Sari, menggaruk kepalanya yang tidak gatal."Apa?" Netra Lastri membulat penuh, wanita itu mengikis jarak antara dirinya dan Sari karena rasa penasaran yang tiba-tiba menyelinap. "Bibik Ningsih maksud kamu?" sergah L

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Curiga

    "Ningsih, dia sudah pindah dari sini sejak beberapa waktu yang lalu dan dia juga sudah membawa semua barang-barangnya pergi," tutur pemilik kontrakan.Netra Sari seketika berkaca-kaca. "Apakah ibu saya tidak mengatakan ke mana beliau akan pindah?" Suara Sari terdengar bergetar seperti menahan tangisan.Wajah wanita bertubuh kurus yang berdiri di depan Sari nampak sedang berpikir. "Tidak, Dek, Ningsih tidak mengatakan ke mana ia akan pindah. Tapi ...!" Pemilik kontrakan itu nampak berpikir. Sorot matanya menerawang lurus ke depan, seperti sedang mengingat-ingat sesuatu."Jangan bilang jika Ningsih pindah ke rumahku!" batin Lastri khawatir, takut jika wanita itu mengatakan yang sebenarnya."Saya memang meminta Ningsih untuk tinggal di rumah saya. Karena saya kasihan melihat Ningsih harus bolak-balik pulang pergi ke kontrakannya. Tapi, beberapa bulan yang lalu, Ningsih berpamitan untuk berhenti bekerja

Bab terbaru

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Bab 143

    Langkah Zaki seketika terhenti, saat lirih suara Indah memanggil namanya. Begitu juga dengan Angga dan Dimas yang nampak terkejut melihat tatapan Indah hampir sama dengan Sekar."Dek, kamu manggil, Mas Zaki?" Prapto yang hendak beranjak kembali terduduk menatap serius pada Indah."Zaki!" lirih Indah lagi.Perlahan Zaki menyeret langkah kakinya berat menghampiri Indah. Tatapannya menerawang pada wanita yang duduk di hadapannya."Hati-hati di jalan! Jaga teman-teman!" lirih Indah dengan suara berat, seperti sedang menahan tangis.Tubuh Zaki gemetaran, ia merasa jika seseorang yang berada dalam diri wanita gila itu bukanlah Indah lagi."Siapa kamu?" lirih Zaki.Indah yang sempat menjatuhkan tatapan pada Zaki, kini kembali terdiam dengan tatapan kosong. Sorot mata itu seketika berubah."Jawab siapa kamu?" Zaki menai

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Bab 142

    Zaki menerobos tubuh Angga dan Dimas. Mendekat pada wanita yang hampir mirip sekali dengan Hanum, netranya yang jeli begitu juga dengan suaranya."Hanum! Apakah itu kamu?" lirih Zaki menyentuh pada kedua bahu wanita yang berdiri di hadapannya. Lelaki bertubuh atletis itu sama sekali tidak dapat menyembunyikan kerinduan dan kesedihannya pada kekasihnya yang sudah meninggal."Dek, siapa?"Deg!Wajah Zaki seketika berubah pias saat mendengar suara lelaki dari dalam rumah. Sepertinya panggilan itu di tunjukkan pada wanita di hadapan Zaki. Dimas menyambar tangan Zaki dan menarik tubuh lelaki itu sedikit menjauh dari wanita yang berada di dalam pintu. Wanita yang hampir mirip sekali dengan Hanum itu nampak tercengang."Maaf, mbak!" ucap Dimas menyungingkan senyuman."Siapa, dek?" Lelaki berkulit sawo matang itu muncul dari dalam rumah. "Oh, kalian!" Semburat

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Bab 141

    Zaki tergeragap, menoleh pada pria berseragam petugas kebersihan yang berdiri di belakang punggungnya menenteng ember dan alat pel di tangannya."Itu Mas, ehm ... Tadi saya mendengar ada orang menangis di dalam kamar ini!" ucap Zaki gugup."Menangis?" Lelaki yang mengenakan seragam kebersihan itu mengeryitkan dahi, menjatuhkan tatapan heran pada Zaki."Mas, yakin ngak salah dengar kan?" cetus petugas kebersihan nampak ragu dengan ucapan Zaki."Iya, Mas, benar, saya mendengar orang menangis dari dalam, makanya saya ingin melihatnya," ucap Zaki penuh keyakinan.Wajah petugas kebersihan itu seketika berubah menjadi takut. "Mas, jangan nakut-nakutin saya deh!" protesnya."Tidak, Mas, saya tidak tahu nakutin Mas," seloroh Zaki. "Tadi saya benar-benar mendengar orang sedang menangis dari dalam situ," imbuhnya."Tapi Mas, di dalam kamar itu suda

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Bab 140

    Dimas dan Zaki mendengarkan cerita Angga dengan seksama. Mereka nampak tenggelam dengan cerita yang Angga sampaikan."Lalu siapa wanita buruk rupa itu?" celetuk Dimas dengan wajah penasaran."Dia adalah ibu Yuda,"jawab Angga melirik pada Zaki."Apa?" Lagi-lagi Dimas dan Zaki terhenyak serentak. Mereka menggeleng bersama."Iya, wanita yang aku lihat saat aku berusia tujuh tahun itu adalah ibu Yuda," tegas Angga dengan sorot mata menerawang jauh."Jadi ibu kamu adalah istri nomor ...?" Dimas kelepasan, satu tangannya segera membungkam mulutnya menghentikan ucapannya. Wajahnya meringis saat Angga menoleh padanya."Ternyata ibuku adalah istri kedua ayahku. Jadi aku dan Yuda miliki ayah yang sama dengan ibu yang berbeda. Semenjak itu aku tinggal bersama Yuda, tapi entah mengapa Ayah lebih perhatian padaku, semua ayah lakukan untuk aku. Seolah Yuda dan ibunya tidak

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Bab 139

    Wajah Yuda yang meradang tidak tinggal diam. Hati yang sakit dengan dendam yang menguasai membuat pemuda itu menjadi lepas kendali. Yuda melompati meja, menjatuhkan tinjauan tepat pada hidung Angga.Bruk!Tubuh Angga hampir terjatuh, beruntungnya ada Zaki yang menopang tubuh pemuda tampan itu. Meskipun hidungnya tetap saja terasa sakit sekali."Hay ... Apa yang kamu lakukan!" sentak seorang lelaki.Petugas penjaga segera menghampiri Yuda. Ia menarik tubuh lelaki itu menjauh dari Angga.Satu tangan Angga memegangi hidungnya yang mengeluarkan darah segar. Wajahnya meringis menahan sakit. Sementara Yuda, netranya memicing pada Angga dengan dada bergerak naik turun."Angga, kamu nggak apa-apa, kan?" sergah Zaki panik.Beberapa saat Angga tidak menjawab. Hidungnya terasa sangat pedih sekali. "Aku baik-baik saja!" lirih Angga menatap pada telap

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Bab 138

    "Zak, ada apa?" seloroh Dimas membuat Zaki tergeragap."Tidak!" balas Zaki mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Suara yang tidak asing itu masih terus mendengung dalam indera pendengarannya."Kamu mencari apa, Zaki?" ucap Dimas menatap aneh pada sikap Zaki yang ada di belakang punggungnya.Zaki nampak gelisah. "Tidak, aku tidak sedang mencari apapun. Mungkin aku tadi hanya salah dengar saja!" imbuh Zaki menarik sebelah sudut bibirnya. "Ayo masuk!" ajak Zaki melingkarkan tangannya pada bahu Dimas masuk ke dalam ruangan Angga.____Jangan pernah menanyakan sinar matahari di lereng Semeru. Sekalipun ia menampakkan cahayanya, ia tidak akan pernah membuatmu terasa panas. Justru yang ada ia akan memberi kehangatan dalam dinginnya udara yang membekukan. Semejak semalam, gerimis masih turun seperti biasa, soalnya hujan tidak memiliki jeda di daerah pegunungan itu. Beberapa kali Dimas berjalan monda

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Bab 137

    Zaki beranjak bangun karena terkejut, sesaat lelaki yang mengenakan topeng itupun juga menatap ke arahnya. Dengan gerakan cepat lelaki yang mengenakan topeng itu berhambur lari menuju ke arah pintu."Angga!" teriak Dimas terkejut melihat Angga tengah sekarat bersimbah dengan darah.Zaki bingung, hendak menyelamatkan Angga atau menangkap lelaki bertopeng itu. Zaki memutuskan untuk mengejar lelaki yang mengenakan topeng itu hingga menuju pintu keluar rumah Pak Samsul.Lengan kekar Zaki menyambar jaket kupluk yang lelaki itu kenakan. Tubuh lelaki terpelanting dan terjatuh."Ough!" Suara lelaki yang mengenakan topeng itu mengaduh kesakitan, karena benturan yang cukup keras.Zaki segera mengambil kesempatan untuk menangkap tubuh lelaki itu. Sayangnya lelaki itu menendang tubuh Zaki hingga terjatuh. Saat Zaki hendak melakukan penyerang padanya. Tubuh Zaki tersungkur dengan wajah mering

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Bab 136

    "Hey, tunggu!" teriak Angga dari ambang jendela.Menyadari jika Angga dan Zaki melihat kehadirannya. Lelaki yang bersembunyi di balik pohon pisang itu segera berlari masuk ke dalam kebun pisang."Tunggu!" teriak Zaki terus mempercepat langkah kakinya mengejar lelaki yang mengenakan jaket hitam dan berlari sangat cepat sekali.Mantan jawara beladiri itu tidak kesulitan untuk menangkap lelaki yang mengintai rumah Pak Samsul. Satu tangannya menyambar jaket yang lelaki itu kenakan hingga terjatuh. Secepatnya Zaki, mengunci tubuh lelaki itu, dengan kaki yang menindih pada bagian perut dan tangan yang mencengkeram kuat pada kedua pergelangan tangan lelaki tersebut."Ampun Mas, ampun!" lirih lelaki itu dengan wajah ketakutan."Apa?" Seketika Zaki terkesiap. Melihat sosok lelaki yang berada di bawah tubuhnya bukanlah Yuda. Sahabat yang ia kira sedang mengintai rumah Pak Samsul.&n

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Bab 135

    Lelaki yang mengenakan topeng itu terus menyerang Dimas. Dimas tidak bisa berkutik, karena lelaki itu menindih tubuh Dimas dari belakang punggungnya."Le-lepaskan!" lirih Dimas, satu tangannya hendak meraih penutup topeng yang lelaki itu kenakan.Plak!Lelaki yang menindih tubuh Dimas itu memberikan tamparan tepat pada pipi Dimas. Seketika wajah Dimas pun berpaling hingga kacamata yang ia kenakan pun terlepas. Saat itu juga meramunlah penglihatan Dimas. Ia tidak bisa lagi melihat siapa yang sudah menyerangnya, apalagi gelap malam semakin membuatnya hampir seperti orang buta.Dimas semakin panik, ia tahu lelaki itu bisa leluasa menyakitinya karena kini dirinya hampir tidak dapat melihat sama sekali."Tolong!" teriak Dimas memberontak. Sayangnya tenaga lelaki itu jauh lebih kuat. Beberapa kali lelaki itu menjatuhkan tinjuan pada Dimas."Hentikan!"&n

DMCA.com Protection Status