"Itu, enggak akan pernah terjadi, karena sebelum orang tua lu tahu yang kami lakukan, kontrak kami sudah selesai."Adam menghela napas panjang, meskipun Moreno sudah menjelaskan sekaligus meyakinkan bahwa ia tidak perlu khawatir tentang apa yang ia khawatirkan, tetap saja, adik Maira tersebut tidak bisa tenang. Entah kenapa, ia justru berharap, sandiwara yang dilakukan oleh Moreno dan kakaknya berujung sebuah kenyataan, sebab, Adam tahu, Moreno itu pria yang baik meskipun dari luar terlihat berandalan.Pada akhirnya, Moreno memaksa Adam untuk kembali karena ia juga harus kembali. Dengan berat hati, Adam patuh. Remaja ABG itu mengayuh sepedanya meninggalkan perbatasan desa diikuti pandangan mata Moreno yang ketika Adam sudah lenyap, baru Moreno ikut meninggalkan tempat tersebut.***"Ngapain lu di situ?"Baru saja Moreno keluar dari kamar mandi, ia melihat Maira berdiri di ambang pintu kamarnya. Melihat Moreno bertelanjang dada, wajah Maira merah, dan sontak wanita itu memalingkan wa
"Apa?"Moreno menyingkirkan tangan Maira yang memegang kain untuk mengompres dadanya."Keluar."Pemuda itu memberikan perintah, tapi Maira tidak bergeming meskipun Moreno mengusirnya. "Kamu dan Adam mau dibunuh gitu?""Lu bisa tanya adik lu sendiri!""Kamu membuat adikku ikut terseret dalam masalah kamu?""Sebelum kita ketemu, gue sama adik lu itu udah berteman! Kalo gue tau dia adik lu mana mungkin gue temenan sama dia!" balas Moreno sambil melotot ke arah Maira. "Adam itu masih SMP, Moreno! Dia ikut-ikutan terseret pergaulan kamu sampai ikut dijadikan target! Aku enggak terima! Adam itu enggak pernah berantem, sekarang kamu membuat dia dijadikan target orang yang jadi musuh kamu!""Ya, udah, sekarang lu maunya apa? Biar berhenti ngomel, sakit telinga gue denger omelan lu!""Jauhi Adam! Aku enggak mau kamu temenan sama dia karena musuh kamu juga menyeret dia dalam masalah kamu!""Oke! Gue akan bilang ke Adam, enggak perlu temenan lagi sama gue, puas?"Setelah bicara seperti itu, Mo
Wajah Maira pucat membaca pesan yang ditulis oleh Adam. Rasanya seluruh persendiannya jadi lemas. Usahanya tadi untuk menahan Moreno sebenarnya lebih kepada ia tidak mau nama Moreno rusak di mata Dafa dan bos-nya, tidak terpikirkan seperti yang diinformasikan oleh Adam padanya.Namun, saat membaca pesan dari Adam, kekhawatiran bercampur perasaan terkejut langsung mendominasi hatinya. Ia segera menghubungi nomor Moreno, berharap pria itu menerima panggilan darinya. Namun, seperti biasanya, Moreno mengabaikan panggilan tersebut hingga Maira seperti mau gila rasanya memikirkan itu semua!Jika tadi, Maira merasa Moreno tidak peduli dengan pernikahan kontrak mereka, setelah membaca pesan Adam, Maira jadi menyesal sudah bicara sebanyak itu pada Moreno.Sementara itu, Moreno yang tidak peduli beberapa panggilan masuk ke ponselnya terus memacu motor milik Kenzie dengan kecepatan penuh. Meskipun Maira meminta Adam untuk menghubungi Moreno karena Maira berpikir, jika Adam yang melakukannya,
Moreno hanya mengangguk, ia menepis tangan Jee yang membantunya untuk melangkah menuju motor Jee, hingga Jee mengerutkan keningnya, mengapa Moreno menolak saat ia mengajaknya ke motor miliknya."Gue bawa motor sendiri aja!" katanya pada Jee sebelum Jee melancarkan aksi protesnya."Tapi, tangan lu luka, Pret! Mana bisa lu bawa motor!" "Rumah sakit terdekat, kan? Masih bisa gue, tapi gue enggak punya duit, motor ini juga motor Kenzie, gade cincin kawin!""Miskin amat lu, balik ke rumah aja napa!""Enggak usah minta gue balik kalo sendiri aja enggak mau balik ke rumah lu!"Jee hanya geleng-geleng kepala sambil mengawasi Moreno yang berusaha untuk naik motor meskipun tangannya sedang terluka. Karena Moreno meyakinkan Jee mampu mengendarai motor sendiri, akhirnya Jee tidak lagi memaksa Moreno untuk ikut dengannya. Ia memilih mengikuti Moreno yang perlahan mengendarai motor Kenzie ke arah rumah sakit terdekat meskipun pria itu menahan sakit yang luar biasa di tangan sebelah kanannya.Tid
Jee menghela napas mendengar apa yang diucapkan oleh Arman. Sebenarnya, ingin sekali ia mendamprat pria di hadapannya, namun, karena sekarang mereka ada di rumah sakit, mau tidak mau, Jee berusaha untuk menahan diri untuk tidak mengeluarkan aura kemarahannya."Lu pikir kalo ketembak itu pasti seorang kriminal? Cetek banget otak lu? Lagian, Kenzie juga udah gede lu kagak malu terlalu mengatur dia macam itu?" semprotnya pada Arman. "Untuk kebaikan keluarga, apa salahnya? Menjaga seseorang yang penting dengan kita itu tidak tabu karena zaman sekarang banyak sekali orang salah jalur disebabkan pergaulan yang salah, mau usia berapapun dia, kau paham itu, kan?"Ketika Jee ingin merespon apa yang diucapkan oleh Arman, tiba-tiba saja, ruang rawat inap Moreno terbuka hingga mereka segera menghampiri dokter yang memeriksa keadaan Moreno segera."Apakah ada keluarganya di sini?" tanya sang dokter sambil menatap para pria di hadapannya satu persatu.Kenzie menatap Jee seolah meminta pada pria it
Membaca pesan dari sang kakak, rasa gelisah Adam semakin besar. Jika ia tidak mengatakan kondisi terakhir Moreno, ia khawatir saat sesuatu terjadi, ia akan menjadi orang yang paling bersalah dalam hal itu, hingga akhirnya, setelah memantapkan hati, Adam akhirnya menulis pesan balasan untuk sang kakak, tentang kondisi terakhir Moreno. Maira yang membaca pesan balasan Adam shock seketika. Wanita itu benar-benar tidak menyangka ia akan sepanik ini saat mendengar situasi yang dialami oleh Moreno. Andai saja ia bisa menahan Moreno untuk tidak pergi, tidak mungkin suami kontraknya itu tertembak.Karena pesannya tidak dibalas oleh Maira, Adam jadi cemas. Remaja itu langsung menghubungi kakaknya untuk memastikan kondisi kakaknya baik-baik saja.{Sepertinya, ada orang yang meminta preman itu untuk memaksa Moreno cerai sama Kakak....}Adam mengucapkan kata-kata itu setelah Maira merespon pertanyaannya bahwa, ia baik saja meskipun shock setelah mendengar kabar Moreno dari adiknya.{Iya, aku j
Mendengar apa yang dipertanyakan oleh asisten pribadi ayah Moreno, Maira terdiam. Bayangan Moreno berkelebat di benaknya dan wanita itu terkejut sendiri karena hal itu.Saat bayangan Moreno berkelebat di benaknya, Maira merasakan sesuatu yang aneh menguasai hatinya, dan sesuatu itu....Tidak! Aku tidak mungkin menyukai berondong tengil itu, aku merasakan perasaan seperti ini karena aku khawatir dia merusak segalanya yang sudah kami rencanakan, ya, bukan karena aku suka....Hati Maira bicara demikian, sambil berpikir kalimat apa yang sekiranya tepat untuk menjawab pertanyaan kritis yang diucapkan oleh asisten pribadi ayah Moreno tersebut."Saya mencintainya...."Akhirnya kalimat itu yang diucapkan oleh Maira, dan perempuan itu langsung mengatakan di dalam hati bahwa ia tidak serius mengucapkan kata-kata tersebut karena, tidak mungkin ia menyukai pria yang jauh lebih muda daripada dirinya.Aku tidak mungkin menyukai pemuda tengil seperti Moreno!Kembali Maira menegaskan kalimat itu di
Pertanyaan yang diajukan oleh Pak Marvel benar-benar membuat sekujur tubuh Maira membeku. Perempuan itu mendadak tidak tahu apa yang akan ia katakan karena khawatir pertanyaan itu adalah pertanyaan jebakan. "Kau tidak bisa menjawab?" Suara Pak Marvel terdengar kembali hingga Maira semakin merasa terdesak sekarang. Jika ia tidak membenarkan salah satu kesimpulan yang diberikan oleh ayah Moreno, pasti pria itu akan semakin curiga ada yang tidak beres dengan pernikahan antara dirinya dengan Moreno.Maira memejamkan matanya sesaat seolah berusaha untuk menguatkan hati, bahwa apa yang akan dilakukannya adalah sebuah keputusan yang tepat. Sampai akhirnya...."Saya ... Hamil, Pak...."Bedebah kamu, Maira! Kebohongan apalagi yang kamu lakukan? Saat Maira mengucapkan kata bahwa ia hamil di depan Pak Marvel, suara hati Maira langsung mengutuk wanita tersebut dengan keras.Maira sebenarnya tidak ingin melakukan sebuah kebohongan lagi, tapi apa mau dikata, ia terpaksa, dan ia tidak bisa lari