"Kau tidak perlu tahu apa misi dan visiku, Ridwan, fokus saja dengan apa yang ingin kau lakukan, tidak perlu ikut campur dalam urusan orang lain!"Setelah bicara demikian, sang pemotor misterius ingin naik ke atas motornya, tapi Ridwan mencegah karena masih ada yang harus ia tanyakan pada pria misterius tersebut."Ada apa lagi?" tanya pria misterius itu pada Ridwan."Soal ditangkapnya Moreno, sebentar lagi dia juga akan bebas, dia punya kekuatan untuk melakukan itu, kan? Kenapa kita tidak melakukan hal yang lebih ekstrim daripada ia ditangkap? Aku masih tidak mengerti tentang langkah demi langkah Mister untuk membuat Moreno menerima pembalasan dari kita.""Kau ini bodoh atau apa? Dia itu harus menjaga nama baik perusahaan, kalau berita penangkapan dia beredar, itu akan membuat perusahaan dia akan kehilangan rekan bisnis. Kalau perusahaannya tidak lancar, kau pikir dia masih memiliki kekuatan untuk menggerakkan anak buahnya untuk melakukan perlindungan?"Mendengar apa yang diucapkan ol
"Tapi, kita tidak bisa menyimpulkan dengan pasti karena ini juga masih tahap penyelidikan.""Baiklah, lakukan penyelidikan dengan benar, kalo kagak, gue akan bertindak sendiri untuk mengungkap semuanya!"Setelah bicara demikian, Jee langsung ke arah motor miliknya dan beberapa saat kemudian ia sudah pergi meninggalkan Moreno dan Danu."Tuan, motor Tuan biar dibawa yang lain, Tuan ikut saya saja dengan mobil, Tuan sangat terlihat tidak sehat."Danu mengucapkan hal itu pada Moreno dan Moreno hanya mengiyakan saja apa yang dikatakan oleh sang asisten pribadi. Selain kepalanya masih pusing, otaknya juga penuh, yang jadi pikiran bagaimana jika apa yang terjadi padanya sekarang dimuat di media? Ayahnya pasti akan sangat marah kalau ia gagal menjaga nama baik perusahaan."Danu, apakah masalah penangkapan gue ini sudah diketahui oleh orang lain? Gue enggak mau bokap tau apa yang sudah terjadi.""Sulit untuk diprediksi, Tuan...."Mobil bergerak perlahan meninggalkan parkiran kantor polisi dan
"Tidak, bukan seperti itu, aku percaya padamu, tapi aku bingung saja, karena apa benar Salim bisa melakukan hal demikian, kau tahu darimana?""Aku tidak sengaja mendengar percakapannya dengan pemotor misterius itu, saat itu aku dan dia berjanji untuk bertemu tapi dia mendadak membatalkan perjanjian karena ada hal yang harus diurus, dan ketika aku tetap datang tanpa sepengetahuannya, ternyata dia sedang melakukan pertemuan dengan seseorang yang belakangan aku ketahui si pemotor misterius tersebut.""Begitu, aku tidak meragukan kepiawaianmu menyelidiki sesuatu, kau memang tidak bisa diragukan lagi untuk masalah tersebut, lalu apakah selain kau, ada yang lain lagi tahu soal ini?""Entahlah, aku baru mengatakannya padamu saja, kau mempekerjakan Maira, kau harus waspada, bisa jadi dia ternyata bersekutu dengan Salim untuk menyoal desain rumah itu.""Tidak. Aku bisa memastikan kalau Maira tidak terlibat dalam hal itu, Taky, aku sudah menyelidikinya setelah dia bekerja dengan aku.""Kalau b
"Kak, cinta itu kalau tulus tidak mengenal rasa capek atau lelah.""Kau ingin aku seperti Moreno yang selalu mengharapkan seseorang yang tidak pernah mengharapkan aku?""Setidaknya, Kakak buktikan dulu seberapa dalam perasaan Kakak sama Moreno.""Kau selalu saja mendukung Moreno, menyebalkan sekali!"Maira beranjak keluar dari kamar Adam setelah mengomel seperti itu pada sang adik. Sementara Adam hanya geleng-geleng kepala melihat kakaknya seperti itu padanya. Sore harinya, Adam benar-benar datang ke lokasi di mana ia berjanji akan bertemu dengan Mimi. Ketika Adam sampai di tepi sungai, tempat mereka berjanji bertemu, Mimi sudah ada di sana dan melihat Adam gadis itu langsung tersenyum."Maaf, aku membuat kamu menunggu." Setelah tiba di samping Mimi, Adam bicara seperti itu pada Mimi dan Mimi tersenyum lagi sambil memberikan satu botol teh dingin yang dibelinya ketika ia menuju tempat di mana ia berjanji dengan Adam untuk bertemu.Adam menerima pemberian Mimi sambil mengucapkan pad
"Adam, kenapa kamu kayak gitu? Kayak ngeliat hantu?" tanya Mimi pada Adam dengan suara yang perlahan."Dia benar-benar kakak kamu?" tanya Adam seolah tidak percaya dengan pernyataan Mimi yang mengatakan bahwa pria yang ada di hadapannya itu memang kakak Mimi."Iya, dia kakakku, kenapa? Kamu kenal dia?" tanya Mimi masih bingung apa yang membuat Adam seperti sangat terkejut seperti itu melihat kakaknya."Hei!"Pertanyaan Mimi pada Adam terpaksa tidak direspon oleh Adam, karena kini, kakak Mimi sudah berdiri di hadapannya. "Kenapa lu ada di sini?" tanya Combro dengan wajah yang tidak terlihat senang pada Adam dan itu membuat Mimi semakin bingung."Kalian saling kenal?" tanyanya pada Adam dan sang kakak. Combro memberikan isyarat pada Mimi untuk ke pondok saja, dan ia sendiri langsung menyeret Adam menjauh dari pondok. "Kak! Jangan diapa-apain, dia temen aku lho!" teriak Mimi sebelum patuh untuk menunggu di pondok saja. Combro tidak menggubris perkataan sang adik. Ia fokus pada Adam, m
"Kalau itu untuk mengkhianati Moreno, aku tidak mau.""Kenapa lu begitu setia padanya? Memangnya dia peduli lu yang kesulitan keuangan?""Aku tidak suka penghianatan, karena itulah aku juga tidak mau berkhianat." "Baiklah, gue akan terangkan cara kerjanya, dan lu harus bisa mendengar dan memahaminya dengan baik karena kalo lu buat kesalahan, gue kagak akan memberikan lu ampun!"Adam hanya mengiyakan, dan ia mulai menyimak apa yang dikatakan oleh Combro sebagai tugasnya nanti ketika ia dikota sambil meneliti, apakah tugas itu bertentangan dengan hukum atau tidak.***Kejadian yang dialami oleh Moreno akhirnya merebak, meskipun Danu sudah berusaha untuk menahan sejumlah media bisnis untuk tidak mempublikasikan masalah tersebut ke publik. Ada beberapa media bisnis yang sebelumnya memang sudah dibayar oleh sang pemotor misterius atas perintah orang yang membayarnya, dan kali ini situasi perusahaan milik Pak Marvel mulai kacau karena Moreno dinilai tidak bisa menjaga nama baik sebagai pem
"Kau harus ikut aku ke Jakarta, dan tidak boleh menolak, titik!"Setelah bicara demikian, Moreno berbalik setelah tangannya nyaris ingin menyentuh wajah Mitha yang membuat Mitha cepat berkelit ke samping untuk menghindari apa yang ingin dilakukannya. Ia tidak peduli dengan reaksi Mitha atas apa yang dilakukan dan diucapkannya. Pemuda itu keluar dari kamar meninggalkan Mitha yang hanya bisa menarik napas berat. Sementara itu, di desa di mana orang tua Maira tinggal, Maira yang bersiap untuk kembali ke kota ketika tidak mendapatkan petunjuk apa-apa tentang ia yang tidak terlibat pengeroyokan yang menimpa Moreno dengan Mitha beberapa waktu yang lalu dikejutkan oleh kedatangan Tono. Saat itu, Adam sedang di kamar, ia yang berusaha untuk mencari cara untuk bisa ke kota agar mampu melakukan tugas dari Combro kesulitan mencari alasan karena Maira seperti sangat teliti menyelidiki gerak-geriknya.Saat Tono datang, orang tua mereka ada di kamar, ibunya sedang memijit sang suami, sebuah rutin
"Yang penting itu ayah kamu, Reno! Dia perlu ketemu sama kamu, kamu aja yang pergi.""Ayahku juga ingin ketemu sama kamu, jadi bukan aku aja yang harus ketemu dengan dia, kamu juga.""Aku enggak bisa, Reno. Lagian, orang tua kamu pasti bicara soal anak, aku enggak mau terlalu banyak berbohong sama mereka, jadi kamu aja yang pergi!""Jadi, benar, kan? Kamu itu cuma pura-pura sakit, kamu memang tidak mau ikut sama aku karena kamu enggak mau bersandiwara terlalu banyak di hadapan orang tuaku, kamu tidak profesional, Mitha! Aku kecewa!""Terserah kamu, aku capek menjelaskan hal yang sebenarnya, terserah kamu mau bilang apa, aku enggak peduli...."Suara Mitha melemah saat mengucapkan kalimat tersebut pada Moreno pertanda perempuan itu benar-benar merasa, energinya sudah semakin habis.Sementara itu, Moreno yang tidak percaya bahwa Mitha benar-benar tidak bisa ikut dengannya ke Jakarta, langsung menghubungi Dokter Bryan untuk memastikan kondisi perempuan tersebut.Sampai kemudian, Danu akhi
"Mungkin...."Aku ini kenapa? Kenapa jadi semakin tidak tahu malu, rasanya ini bukan aku tapi aku enggak bisa mundur lagi sekarang....Hati Maira bicara, jari jemarinya saling menggenggam, seolah berusaha untuk mengatasi perasaannya yang kacau akibat perbuatan nekatnya yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Cinta itu perlu dipaksakan, Maira, karena kalau tidak, bagaimana mungkin cinta itu bisa tumbuh?Entah kenapa ucapan Dafa terngiang di telinganya membuat Maira yang awalnya tidak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Dafa perlahan justru mencoba mempraktekkannya. Apakah dengan memaksa Moreno, pemuda itu akhirnya bisa membuka hati dan bisa bangkit dari masa lalunya?Tuan Moreno sekarang seperti hilang semangat, Maira, aku tahu, itu karena ia sekarang putus asa untuk berharap Nona Mitha bisa menerimanya kembali, apalagi ia melihat hubungan Nona Mitha dengan suaminya tetap baik-baik saja meskipun ujian demi ujian terus menerpa pernikahan mereka, jika kau memang benar-benar tulus pa
"Kenapa? Takut aku peluk?""Enggak, tapi gue enggak nyaman aja!""Bilang aja kamu takut berdebar karena aku peluk!"Moreno menyeringai mendengar apa yang diucapkan oleh Maira. "Ya, udah! Naik!"Mendengar izin dari Moreno untuk membiarkan dirinya ikut di belakang pemuda tersebut, Maira menarik napas lega. Perempuan itu segera naik ke atas boncengan motor milik Moreno dan nekat memeluk pinggang Moreno meskipun ia sebenarnya tidak mau melakukan hal itu. Hanya saja, sudah terlanjur kesal Maira dengan Moreno sampai ia akhirnya nekat melakukan hal yang sebenarnya tidak mau dilakukannya.Dia benar-benar nekat meluk gue ternyata, oke, lu mau gue bikin ketar ketir? Tunggu aja! Gue akan buat lu benci sama gue, Maira Jasmine!Hati Moreno bicara sambil menambahkan kecepatan motornya. Pemuda itu tidak membawa Maira pulang ke kostnya tapi ia membawa Maira berkeliling tanpa tujuan dengan harapan Maira mabuk perjalanan karena ia membabi buta membawa motor miliknya.Namun apa yang diharapkan Moreno
"Berarti, dia kena karma.""Reno!""Emang salah? Bener, kan? Dia kena karma, karena dulu nyalahin bininya melulu yang enggak subur, emang gue salah?""Iya. Emang kamu enggak salah, tapi apa harus seblak-blakan itu? Rasanya, kayak enggak tega aja Reno, apalagi sekarang dia udah kehilangan segalanya.""Dia kehilangan segalanya karena salah dia sendiri, ngapain gue mikirin? Dia juga banyak bikin aset gue terjual, biarin aja, lah! Karma, gue enggak peduli!""Jadi, kamu enggak mau memaafkan dia?""Belum puas kalo belum gebuk dia!""Kau ini, terserah kamu saja, aku cuma menyampaikan pesan itu, mau kamu terima atau enggak permintaan maaf dia, itu terserah kamu!""Ya, udah. Gue pulang kalo gitu, masih banyak urusan!"Moreno bangkit, dan hendak beranjak meninggalkan Maira tapi gerakannya terhenti ketika tiba-tiba saja Dafa yang entah darimana munculnya sudah mendekati meja di mana ia dan Maira bercakap tadi.Dafa mendekati Maira tapi Maira segera bangkit berdiri membuat Moreno yang ingin melan
"Aku bukan peduli, aku hanya ingin Xoyen sadar dan menghentikan semuanya, karena aku gerah melihat apa yang dilakukannya. Dia sudah menerima konsekuensi dari apa yang diperbuatnya, kau harus mengakhiri perseteruan kalian, begitu juga kau, Ridwan."Dragon menatap Moreno dan Ridwan satu persatu setelah ia bicara seperti itu pada keduanya. "Tapi, aku masih tidak puas jika aku belum membunuhnya!" bantah Ridwan dengan nada suara yang masih terdengar meninggi."Kalau kau membunuhnya dia justru senang karena lepas dari segala hal yang perlu ia pertanggungjawabkan.""Jadi, aku tidak perlu membunuhnya?""Memangnya kau ingin jadi seorang pembunuh?""Untuk seseorang yang sudah melakukan hal jahat pada kerabatku, kurasa itu tidak jadi soal.""Kau akan masuk penjara, Ridwan, kakakmu tidak akan senang jika itu kau lakukan, sudahlah, padamkan api kemarahanmu, Xoyen sudah mendapatkan karma dari apa yang dia perbuat, biarkan kita melihat apakah dia bisa berubah atau tidak. Tidak perlu mengotori tanga
Mendengar apa yang dikatakan oleh Ridwan, Mister X tertawa. Ia sama sekali tidak merasa khawatir dengan keselamatannya meskipun ada dua orang pria yang menginginkan kematiannya. Ia masih terlihat santai hingga Moreno dan Ridwan benar-benar heran dengan hal itu."Kenapa kau tertawa, Brengsek! Kau meremehkan aku!!" teriak Ridwan yang ingin mendekati sisi tempat tidur di mana Mister X berbaring tapi Moreno segera mencegah hal itu dengan mencengkram salah satu bahu Ridwan."Sebenarnya apa yang terjadi? Bukannya lu udah balik ke Jakarta? Kenapa lu justru ke sini lagi? Enggak jadi balik, lu?" tanya Moreno pada Ridwan. "Aku sudah kembali ke Jakarta, aku bahkan sudah mulai bekerja lagi dan berusaha untuk melupakan semua yang sudah terjadi, tapi ada seseorang yang kenal dengan Mister X, tapi sekarang ia juga sudah berusaha untuk memulai hidup baru seperti aku setelah lama bersama dengan dia, dia yang mengatakan segalanya, dan setelah aku berusaha mencari tahu, memang kenyataannya seperti itu,
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Viona membuat Maira menghentikan tangannya yang sedang sibuk membuat es teh."Ibu dan Bapak masih saling mencintai, tentu saja memberikan kesempatan kedua itu tidak bodoh, yang penting saat diberi kesempatan, suami Ibu memang benar-benar terlihat berubah.""Semuanya berubah, termasuk kehidupan kami yang biasanya glamor, tapi bukan sesuatu yang penting menurut aku karena uang bisa dicari, yang penting adalah sikapnya berubah lebih perhatian dan lebih peduli dengan perasaanku.""Alhamdulillah, aku ikut senang mendengarnya, Bu. Semoga, Ibu dan Bapak bisa terus bersama sampai akhir hayat, dan bisa mendapatkan keturunan....""Amiiiiin, jangan singgung soal keturunan di hadapannya, ya? Aku tahu, mukjizat itu pasti ada, tapi dia selalu bilang, apakah mukjizat bisa diberikan pada pendosa seperti dia?""Oooh, baik, Bu. Aku tidak akan membahas masalah keturunan dengan bapak, tapi, apakah Ibu yakin bapak memang sulit memiliki keturunan?""Sepertinya, ya. Dia tida
"Baik, Panglima. Aku paham, terima kasih sudah memberikan aku kesempatan untuk tetap berinteraksi dengan kakakku." Panglima Tanakarma hanya mengiyakan tanpa bicara panjang lebar lagi, lalu dalam hitungan detik, pria dari alam gaib itu dirasakan Mitha tidak lagi ada di dalam ruangan tersebut meskipun ia tidak melihat. "Apakah dia sudah pergi?" tanya Moreno, pada Mitha beberapa menit kemudian. "Sudah." "Kamu yakin bisa memenuhi syarat untuk bisa bertemu dengan Miko?" "Yakin tidak yakin, aku harus yakin." "Mustahil...." Moreno hanya bicara seperti itu sambil melangkah keluar dari ruangan tersebut meninggalkan Mitha yang masih melontarkan kata-kata, bahwa ia akan tetap berusaha untuk membuat utangnya lunas bagaimanapun caranya. Moreno dan juga Mitha akhirnya pulang ke rumah mereka masing-masing didampingi oleh keluarga mereka. Moreno banyak diam, meskipun masa masa kritisnya sudah lewat, tapi berdasarkan keterangan Panglima Tanakarma, keadaannya dengan Mitha memang sepe
"Kamu masih tidak percaya juga bahwa aku bisa berubah?" tanya Pak Salim sambil menatap wajah Viona dengan sangat serius."Bukan tidak percaya, tapi aku trauma, Maira adalah temanku, aku sudah menganggap dia seperti seorang adik, jadi wajar jika aku merasa takut kalau-kalau kamu justru masih menyukainya, aku harus bagaimana bersikap dengan dia....""Viona, aku benar-benar tidak lagi memiliki keinginan untuk memiliki Maira, aku hanya berpikir ingin bersamamu jika masih diberi kesempatan, tapi jika tidak, aku juga tidak memaksa, aku tahu diri.""Jadi, apa yang akan kau lakukan untuk membuat aku tidak khawatir lagi tentang perasaan kamu dengan Maira?""Aku akan membantu Maira untuk bisa mendapatkan Moreno lagi...."Wajah Viona seketika berubah semringah mendengar apa yang diucapkan oleh Pak Salim. "Kamu serius?""Sangat serius.""Kenapa kamu ingin melakukan hal itu?""Karena aku tahu, Maira sangat mencintai Moreno.""Ya, kamu benar, Maira memang sangat mencintai Moreno, tapi pemuda itu
"Iya, aku yang sulit memiliki keturunan, bukan kamu...." "Kamu ke dokter? Periksa?""Tidak sengaja, saat itu, aku mencari pekerjaan, bertemu dengan temanku yang jadi dokter, kami makan bersama dan banyak mengobrol, lalu entah siapa yang memulai sampai akhirnya kami bicara soal anak, dan aku mengatakan bahwa kita tidak punya anak, dia terkejut.""Terkejut karena kita masih muda tapi sulit dapat keturunan?""Ya.""Terus, dia menyarankan kamu untuk periksa?""Ya.""Kenapa kamu mau? Kamukan selalu bilang, kamu sehat dan yang sakit itu aku?""Aku menantang diri sendiri, aku merasa aku memang sehat dan masalahnya ada padamu, jadi karena itulah aku periksa.""Jika benar, yang bermasalah itu aku, kamu akan datang padaku dan menyudutkan aku?""Tidak, Viona. Aku memang egois, selalu merasa paling benar, tapi aku berusaha untuk berpikir jernih, dan selama kita berpisah, aku benar-benar merasa, aku memang sudah keterlaluan sama kamu."Viona memandang wajah Pak Salim dengan sorot mata yang tajam,