{Kamu minta uang lagi?} Pak Salim terlihat kesal saat mengucapkan kata-kata itu pada sang penelepon yang menghubunginya.{Benar, Tuan. Karena ini sangat beresiko, jadi saya minta bayaran tambahan}{Apakah tidak bisa kamu melakukan dulu baru pembayaran menyusul?}{Tidak bisa, Tuan. Saya harus dibayar dimuka dulu baru kemudian saya bekerja}{CK! Kamu ini, baiklah, nanti aku kirim, kau harus memastikan pekerjaan berjalan lancar jangan hanya meminta bayaran lebih tapi pekerjaan saja tidak beres}Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, Pak Salim menutup telpon. Meskipun kesal karena ia diminta untuk membayar tambahan, tapi karena ia sedang butuh rencana itu diteruskan, mantan bos Maira tersebut akhirnya mengiyakan saja meskipun ia mengomel karena situasi perusahaan juga harus membuat ia berhemat itu sebabnya mengeluarkan uang bukan hal yang mudah bagi Pak Salim apalagi dalam jumlah yang banyak.***"Bu, bagaimana kabarnya?" Maira perlahan duduk di hadapan Viona ketika perempuan itu memi
Mendengar apa yang diucapkan oleh Viona, Maira terdiam untuk sesaat. Sebenarnya, apa yang ia rasakan sama seperti yang dirasakan oleh Viona, tidak percaya bahwa Dafa benar-benar memang ingin membantu, tapi ia tidak punya bukti untuk meyakinkan hal itu, jadi selama ini ia diam saja dan ia tidak menyangka ternyata Viona merasakan hal yang sama seperti yang dirasakannya."Apa yang membuat Ibu berpikir Dafa tidak tulus pada Pak Salim?"Akhirnya, hanya pertanyaan itu yang diucapkan oleh Maira untuk mengetahui alasan Viona yang merasa tidak tulus dengan suaminya."Mantan tunangan kamu itu masih suka padamu, kan?""Lalu?""Apakah mungkin dua orang pria yang sama-sama menyukai wanita yang sama saling membantu?""Aku tidak tahu Dafa itu masih suka padaku atau tidak, bisa saja dia hanya ingin balas dendam bukan karena masih suka.""Memangnya kamu tidak bisa merasakan apa yang dia rasakan terhadapmu? Ayolah, jangan bohong padaku, kamu sendiri tahu dia masih sayang padamu, kan?"Maira ingin mere
"Kamu mau ke mana?" tanya Viona yang menjadi tegang ketika Maira bicara seperti itu padanya."Mengikuti pria yang bersama Pak Salim, aku ingin tahu, pria itu siapa.""Aku ikut!""Ibu, yakin?" "Ya. Siapa tahu dia ada sangkut-pautnya dengan Salim, bukankah aku juga perlu tahu?" "Baiklah, ayo, Bu!" Keduanya langsung beranjak meninggalkan tempat mereka duduk dan segera mengikuti pria bertopi dan bermasker yang diajak bicara oleh Pak Salim tadi.Viona mengajak Maira untuk masuk ke dalam mobil miliknya ketika mereka harus menggunakan kendaraan untuk mengikuti pria yang diajak bicara Pak Salim tersebut karena orang itu juga memakai motor. Maira terus mengamati pria itu dengan seksama, sementara Viona menyetir mobilnya untuk terus mengikuti motor tersebut.Mereka tidak tahu, orang yang mereka ikuti sadar sudah diikuti oleh keduanya, sampai kemudian di sebuah tikungan, Maira terkejut karena pria yang mereka ikuti tidak ada di depan mereka. "Maira, di mana dia?" tanya Viona pada Maira.
Viona mengucapkan kalimat itu pada Maira dengan wajah yang terlihat serius."Oh, baiklah. Aku mengerti, aku setuju, Bu. Aku juga yakin Ibu akan melakukan yang terbaik." Viona menarik napas lega ketika mendengar Maira paham dengan maksudnya. Segera mereka turun dari mobil khawatir Pak Salim kembali dan melihat Maira masuk ke dalam rumah. Viona menyembunyikan Maira di kamar tamu, dan Viona mengizinkan Maira keluar jika situasi yang memungkinkan perempuan itu keluar jika ia dan Pak Salim terlibat perdebatan yang berujung memojokkan dirinya.Beberapa saat kemudian, Pak Salim pulang. Dan perasaan Viona semakin tidak karuan seiring ia melihat sang suami melangkah ke arahnya."Kau tidak ada pekerjaan sampai bisa pulang lebih cepat?" tanya Viona ketika suaminya sudah ada di dekatnya."Apa yang sebenarnya kamu lakukan di luar?"Tanpa basa-basi, Pak Salim langsung melontarkan pertanyaan itu pada sang istri, sehingga istrinya menghela napas berusaha untuk mengatasi perasaannya yang semakin be
"Tidak!"Baru saja Pak Salim ingin menanggapi apa yang diucapkan oleh Viona padanya, sebuah suara berseru demikian sehingga keduanya langsung berpaling.Pak Salim terkejut ketika melihat Maira melangkah menghampiri mereka. Sehingga ia langsung menatap ke arah istrinya untuk meminta penjelasan mengapa ada Maira di rumah mereka."Apa-apaan, ini?" katanya sambil menatap Viona dan Maira bergantian."Maaf, Pak. Kalau saya lancang masuk ke rumah Bapak tanpa seizin Bapak, dan jangan pula menyalahkan Ibu Viona untuk masalah ini karena dia tidak bersalah. Yang salah saya, karena memaksa masuk ke rumah kalian karena ingin bicara dengan Bapak.""Ingin bicara denganku? Baiklah, kita bicara di luar, hanya berdua!""Tidak!"Langkah Pak Salim yang sudah ingin membalikkan tubuhnya untuk mengajak Maira bicara di luar terhenti seketika, ketika Maira dengan tegas menolak ajakannya agar mereka bicara di luar saja."Saya ingin -""Jangan bersikap formal di hadapan ku, Maira. Kau bukan bawahan aku lagi, be
"Benar.""Ya, udah, gue jadi punya alasan untuk bikin dia babak belur, kan?""Ketika kamu sudah memimpin sebuah perusahaan, kamu tidak bisa serampangan dalam berbuat, kau harus mempedulikan apa kata orang terhadapmu, tidak asal berbuat karena itu akan mempengaruhi perkembangan perusahaan kamu.""Tapi gue enggak suka dipermainkan macam ini, kalau gue enggak melakukan sebuah tindakan, dia pasti akan terus menerus menekan gue, gue datang ke sini menemui lu karena lu paham dengan si Red One dan adiknya itu, kalo lu enggak bisa gue andelin ya udah, gue akan pake cara gue sendiri untuk menyelesaikan semuanya!"Setelah bicara demikian, Moreno bangkit dari tempat duduknya, dan ia ingin beranjak meninggalkan Dragon tapi gerakannya terhenti ketika Dragon menahannya."Aku akan coba bicara kembali dengan Ridwan, tapi aku harap kamu tidak terpengaruh dengan pancingan yang dilakukan oleh si pemotor misterius itu, apalagi, sekarang kita semua sudah memiliki kehidupan masing-masing. Jangan menganggap
"Apakah membiarkan kamu terus menguasai istriku kau pikir tidak membuat aku seperti menggali kuburanku sendiri?" tanya Roger pada Moreno sehingga Moreno menghentikan tawanya seketika."Terserah! Gue enggak mau dengar apa kata lu lagi, kalau lu mau bekerjasama dengan si brengsek itu silahkan, gue enggak peduli!"Moreno mengucapkan kalimat tersebut lalu berbalik dan meninggalkan Roger yang hanya bisa mengepalkan telapak tangannya mendengar apa yang dikatakannya tadi. Roger memandang kertas yang diberikan sang pria bermasker sebelum pria itu pergi darinya ketika ia menolak tawaran laki-laki itu untuk bekerjasama. Sederet nomor tertera di sana dan akhirnya, Roger memutuskan untuk menghubungi nomor itu untuk mengiyakan apa yang ditawarkan oleh pria tersebut padanya dengan imbalan uang dalam jumlah yang besar tentunya.Roger diminta datang ke sebuah tempat dan ia tidak boleh mengajak siapapun saat datang, sekali lagi, Roger mengiyakan. Tekadnya sudah bulat, ia sudah tidak bisa lagi membia
"Aku ingin kita berpacaran, Reno, itu adalah imbalan yang sesuai dengan informasi yang akan aku berikan padamu.""Gue kan tadi bilang enggak mau, kenapa lu maksa?""Karena cuma itu imbalannya!""Minta yang lain! Gue enggak mau terikat hubungan sama lu, karena lu itu ribet!""Kalau gitu, aku juga enggak bisa mengatakan apa yang mungkin kamu butuhkan.""Kalau gue kasih duit gimana?""Aku enggak mau.""Padahal lu miskin tapi lu sok menolak segala, ya, udah kalo gitu terserah! Gue mau balik aja, simpan sendiri informasi itu sampai lu susah berak!"Setelah bicara demikian, Moreno langsung ingin bangkit dari tempat duduknya tapi Maira sontak mencegah.Perempuan itu bahkan mencekal pergelangan tangan Moreno hingga Moreno mau tidak mau terduduk kembali di tempatnya semula."Pak Salim marah sama kamu, dia merasa kamu ingin merebut perusahaan dia, dan sekarang dia bekerja sama dengan Dafa untuk menyerang perusahaan kamu, Reno.""Gue udah tahu, berita lu itu basi!""Apakah kamu juga tahu pemotor