"Benar.""Ya, udah, gue jadi punya alasan untuk bikin dia babak belur, kan?""Ketika kamu sudah memimpin sebuah perusahaan, kamu tidak bisa serampangan dalam berbuat, kau harus mempedulikan apa kata orang terhadapmu, tidak asal berbuat karena itu akan mempengaruhi perkembangan perusahaan kamu.""Tapi gue enggak suka dipermainkan macam ini, kalau gue enggak melakukan sebuah tindakan, dia pasti akan terus menerus menekan gue, gue datang ke sini menemui lu karena lu paham dengan si Red One dan adiknya itu, kalo lu enggak bisa gue andelin ya udah, gue akan pake cara gue sendiri untuk menyelesaikan semuanya!"Setelah bicara demikian, Moreno bangkit dari tempat duduknya, dan ia ingin beranjak meninggalkan Dragon tapi gerakannya terhenti ketika Dragon menahannya."Aku akan coba bicara kembali dengan Ridwan, tapi aku harap kamu tidak terpengaruh dengan pancingan yang dilakukan oleh si pemotor misterius itu, apalagi, sekarang kita semua sudah memiliki kehidupan masing-masing. Jangan menganggap
"Apakah membiarkan kamu terus menguasai istriku kau pikir tidak membuat aku seperti menggali kuburanku sendiri?" tanya Roger pada Moreno sehingga Moreno menghentikan tawanya seketika."Terserah! Gue enggak mau dengar apa kata lu lagi, kalau lu mau bekerjasama dengan si brengsek itu silahkan, gue enggak peduli!"Moreno mengucapkan kalimat tersebut lalu berbalik dan meninggalkan Roger yang hanya bisa mengepalkan telapak tangannya mendengar apa yang dikatakannya tadi. Roger memandang kertas yang diberikan sang pria bermasker sebelum pria itu pergi darinya ketika ia menolak tawaran laki-laki itu untuk bekerjasama. Sederet nomor tertera di sana dan akhirnya, Roger memutuskan untuk menghubungi nomor itu untuk mengiyakan apa yang ditawarkan oleh pria tersebut padanya dengan imbalan uang dalam jumlah yang besar tentunya.Roger diminta datang ke sebuah tempat dan ia tidak boleh mengajak siapapun saat datang, sekali lagi, Roger mengiyakan. Tekadnya sudah bulat, ia sudah tidak bisa lagi membia
"Aku ingin kita berpacaran, Reno, itu adalah imbalan yang sesuai dengan informasi yang akan aku berikan padamu.""Gue kan tadi bilang enggak mau, kenapa lu maksa?""Karena cuma itu imbalannya!""Minta yang lain! Gue enggak mau terikat hubungan sama lu, karena lu itu ribet!""Kalau gitu, aku juga enggak bisa mengatakan apa yang mungkin kamu butuhkan.""Kalau gue kasih duit gimana?""Aku enggak mau.""Padahal lu miskin tapi lu sok menolak segala, ya, udah kalo gitu terserah! Gue mau balik aja, simpan sendiri informasi itu sampai lu susah berak!"Setelah bicara demikian, Moreno langsung ingin bangkit dari tempat duduknya tapi Maira sontak mencegah.Perempuan itu bahkan mencekal pergelangan tangan Moreno hingga Moreno mau tidak mau terduduk kembali di tempatnya semula."Pak Salim marah sama kamu, dia merasa kamu ingin merebut perusahaan dia, dan sekarang dia bekerja sama dengan Dafa untuk menyerang perusahaan kamu, Reno.""Gue udah tahu, berita lu itu basi!""Apakah kamu juga tahu pemotor
"Diem! Enggak perlu komen tentang dia, lu enggak berhak untuk melakukan hal itu!" ketus Moreno.Rasa tidak teganya yang tadi sempat menyelimuti hatinya musnah seketika tatkala Maira membahas masalah tersebut dengannya. Pria itu kembali bangkit dan berniat untuk pergi. "Reno!""Udahlah! Simpan aja informasi itu, gue udah enggak peduli lagi, persyaratan lu itu terlalu rumit, malas gue jadinya."Moreno tidak membiarkan Maira bicara sampai akhirnya, Maira tidak bisa menahan kepergian pemuda itu dan Maira hanya bisa mengusap wajahnya yang masih merah karena menahan malu menjatuhkan harga diri di hadapan Moreno."Kamu memalukan, Maira...."Saat masih menatap kepergian Moreno, suara seseorang mengejutkan Maira hingga gadis itu sontak berpaling ke arah asal suara. Dafa melangkah ke arahnya dengan wajah yang terlihat mencemooh seolah pria itu sudah lama memperhatikan Maira dengan Moreno."Kenapa kamu ada di sini?" tanya Maira dengan nada yang datar. Dafa duduk tanpa minta izin pada Maira ba
"Jadi, kamu benar-benar tidak mau peduli dengan keadaan Adam?""Dia tahu apa yang dia lakukan, jadi lu enggak usah khawatirkan itu." "Kamu benar-benar enggak peduli dia ternyata....""Terus? Lu mau mewek di sini sampai semua orang liat lu macam itu?"Maira terdiam mendengar ucapan sinis yang dilontarkan oleh Moreno padanya, yang jelas sekarang ini perasaannya sedang kalut. Rasanya bercampur aduk hingga untuk bicara saja ia merasa tidak sanggup.Melihat Maira yang demikian, Moreno akhirnya mengajak perempuan itu pulang bersama. "Ikut gue, gue anter pulang."Ucapan Moreno yang tidak disangka-sangka membuat Maira mendongakkan kepalanya."Kamu mau nganterin aku pulang?""Terus? Lu mau tetap di sini sampe tempat ini enggak ada orang?""Ya, udah. Makasih."Maira menerima tawaran Moreno yang ingin mengantarkannya pulang, keduanya segera pergi dari tempat itu menuju parkiran, dan detik berikutnya keduanya sudah pergi meninggalkan tempat tersebut."Adam itu laki-laki, dia tahu apa yang dia
Roger akhirnya segera memilih karena ia tidak bisa mundur lagi meskipun tahu apa yang ia lakukan itu mungkin akan membuat ia dan Mitha akan bertengkar, tapi mau bagaimana lagi? Ia sudah tidak tahan menerima perlakuan Moreno yang semakin lama semakin menguji kesabarannya lantaran sudah menguasai sang isteri dalam rentang waktu yang lumayan lama. Mister X memberikan kantong plastik yang sejak tadi dibawanya pada Roger setelah Roger memutuskan memilih salah satu dari dua pilihan yang diajukannya.Setelah itu, pria tersebut kembali mengingatkan pada Roger bahwa ia harus menyelesaikan tugas jika tidak mau ia akan mendapatkan masalah karena sudah tidak patuh dengan aturan yang dibuatnya.Roger menggenggam erat kantong plastik yang diterimanya dari tangan Mister X. Perlahan, Roger membuka kantong plastik tersebut dan alangkah terkejutnya ia ternyata pikirannya yang mengira bahwa kantong plastik hitam itu berisi uang muka yang cukup banyak, tapi berisikan hanya beberapa lembar uang saja, dan
Mendengar apa yang diucapkan oleh pria yang bernama Ari itu, Adam mau tidak mau merasa was-was. Ia berusaha untuk tidak terlihat gugup meskipun sebenarnya ia merasa gugup karena yang dicari pria bernama Ari tersebut adalah orang yang ingin ditemuinya. "Ya, udah. Saya percaya kalau gitu, Kak. Maaf, kalau tadi saya tidak percaya dengan apa yang Kakak katakan, saya tidak tahu dengan orang yang Kakak cari, maaf ya, saya pamit dulu."Adam memilih untuk melarikan diri saja dari hadapan Ari daripada ia diketahui sedang bekerjasama dengan orang yang sedang diburu RT kece itu. Tanpa menunggu jawaban dari Ari, Adam buru-buru naik ke atas sepedanya dan mengayuhnya meskipun jalanan yang becek membuat ia sedikit terpeleset. "Dia malah kabur, padahal gue belum selesai ngomong, warga di desa ini ada apa sih? Pada kagak percaya gue RT? Gimana kalo gue jadi wakil presiden? Makin kagak percaya kali ya?" gerutu Ari yang hanya bisa geleng-geleng kepala melihat Adam yang semakin jauh dengan sepedanya.
Adam hanya geleng-geleng kepala mendengar ancaman yang dilontarkan oleh Combro. Tetapi ia tidak bisa membantah, karena memang ia tidak punya kemampuan untuk banyak bicara untuk mencegah Combro tetap berkutat dalam aksinya selama ini.Detik berikutnya, Adam hanya bisa melangkah pergi meninggalkan Combro setelah Combro kembali mengusirnya agar ia segera pergi sebelum orang melihat mereka bertemu. Sementara itu, Combro yang sudah menerima informasi tentang keadaan di kota langsung berpikir untuk menyusun rencana. Ia harus membuktikan, apakah informasi yang diberikan oleh Adam itu tepat, dan jika benar Pak Salim dan juga Dafa terlibat kerja sama dan Dafa yang memegang kendali, rasanya Combro berpikir ada yang tidak beres sudah terjadi karena menurutnya itu sangat mustahil. "Hei!!"Ketika Combro sibuk dengan pikirannya yang sedang menyusun rencana saat Adam sudah pergi, sebuah teriakan terdengar dan Combro terkejut. Ia berpaling dan wajah Combro berubah lantaran melihat Ari yang berlari