Kabar Yudha kecelakaan telah sampai di telinga Rosa, ia tidak menyangka jika suaminya akan meninggal dengan cara seperti itu. Mungkin ini karma untuk seorang penghianat, selama ini Yudha tidak pernah bermain api di belakang Rosa. Namun sekali bermain justru langsung mendapatkan karma yang begitu setimpal.Jujur, Rosa merasa sedih karena harus kehilangan suaminya untuk selamanya. Namun ia akan lebih bersedih ketika melihat suaminya hidup dengan wanita lain,mungkin ini jalan yang terbaik. Hanya saja yang ada di pikiran Rosa bagaimana nasib anaknya kelak saat tahu jika ayahnya telah tiada.Saat ini putri yang Rosa lahirkan baru berusia satu tahun, sejak Yudha berselingkuh. Lelaki itu jarang pulang dan juga jarang menanyakan tentang anaknya. Rosa hanya bisa berharap, semoga putrinya tumbuh menjadi anak yang berguna. Karena sekarang Rosa memang harus benar-benar berjuang sendiri untuk membesarkan putrinya itu.Sementara itu, Akbar yang mendengar kabar tentang kematian mantan istrinya hanya
"Mas Akbar seperti orang yang sudah tidak waras, permintaannya benar-benar aneh," gumamnya. Aretha tidak menyangka jika mantan suaminya akan datang dan meminta hal teraneh seperti itu."Maaf, tapi aku tidak bisa. Lebih baik sekarang kamu pergi dari sini, karena usahamu akan sia-sia," ungkap Aretha. Mendengar itu senyum Akbar seketika memudar, lelaki itu menggeleng. Tak percaya jika usahanya untuk membujuk mantan istrinya akan gagal."Sekarang kamu berubah sombong ya, kamu bukan Aretha yang dulu," ucap Akbar seraya menatap tak percaya ke arah mantan istrinya itu. Sementara itu Aretha hanya diam, tak peduli dengan ucapan mantan suaminya."Aku menjadi seperti ini juga karena ulahmu sendiri ... sudahlah. Lebih baik sekarang kamu pulang, soalnya aku masih punya banyak urusan," sahut Aretha. Ia tidak ingin terlalu lama melayani perbincangannya dengan Akbar."Aku tidak akan pergi sebelum kamu mau menuruti keinginanku," ujar Akbar seraya menatap wajah mantan istrinya. Jujur, ingin rasanya ia
Dua bulan sudah setelah kejadian di mana Lidya kecelakaan, wanita itu harus menerima kenyataan jika dirinya lumpuh. Beruntung selama ini kehidupannya ditanggung oleh keponakannya. Karena sudah dua bulan juga Akbar berhenti bekerja, setelah usahanya untuk membujuk Aretha gagal. Lelaki itu sering menyendiri dan mengurung diri di kamar.Awalnya Rani, sebagai keponakan Lidya hendak membawa mereka pulang ke Bandung, kota kelahiran Lidya. Namun wanita itu menolak, ia berniat untuk meminta maaf kepada Aretha. Tetapi sampai detik ini Lidya belum bertemu dengan mantan menantunya itu. Rani sudah berusaha membantu untuk mencari keberadaan Aretha, tapi hasilnya nihil."Bagaimana, Ran? Apa sudah ada kabar tentang Aretha." Lidya melontarkan pertanyaan, mereka baru saja selesai menyantap sarapan pagi bersama."Belum, tante. Rani sudah mencoba untuk mencarinya, tapi sampai sekarang belum ada hasilnya," jawab Rani. Mendengar itu Lidya hanya menghela napas, entah sampai kapan ia harus bersabar."Ya sud
@Ibu Nurul[Aretha, kamu sudah tahu apa belum. Kalau uang dari hasil kerja kamu di luar negeri digunakan untuk membangun rumah ibu mertuamu]Aretha mengerutkan keningnya ketika membaca pesan yang dikirim oleh tetangganya di kampung. Bukan hanya sebuah pesan saja yang ia terima, terapi juga beberapa foto. Aretha memperhatikan foto tersebut satu persatu, sebuah rumah yang cukup mewah.@Aretha[Ibu yakin kalau uang yang digunakan ibu mertuaku, adalah uang dari hasil kerja kerasku di sini]@Ibu Nurul[Ibu mertua kamu sendiri yang ngomong, memangnya Akbar mampu. Dia aja pengangguran di rumah, kamu yang kerja banting tulang di negeri orang]Aretha terdiam usai membaca pesan terakhir yang dikirim oleh tetangganya itu. Ia kerja keras demi bisa membantu perekonomian keluarga kecilnya. Namun kenyataan dimanfaatkan oleh ibu mertuanya, beruntung Aretha tidak mengirimkan seluruh gajinya."Mungkin ini alasan kenapa, mas Akbar sering memintaku untuk mentransfer uang yang lebih dari biasanya. Rupa-ru
"Oh, jadi ini alasan mas Akbar meminta uang lagi. Kamu benar-benar tega ya, mas. Tidak tahu rasanya berjuang di negeri orang, dan kamu enak-enakan mau nikah lagi," gumam Aretha. Ia benar-benar tidak habis pikir jika suaminya tega melakukan semua itu."Aretha." Teguran dari Reynand mampu membuat Aretha tersadar. Seketika wanita itu menoleh ke arah sumber suara yang memanggilnya."Kamu kenapa?" tanya Reynand."Enggak apa-apa, Tuan. Maaf tadi saya .... ""Bukankah itu suami kamu? Lalu wanita yang bersamanya siapa." Reynand memotong ucapan baby sitter putrinya. Mendengar itu Aretha terdiam, itu artinya majikannya juga melihat apa yang ia lihat."Saya tidak tahu, Tuan? Mungkin sepupu atau temannya," ujar Aretha. Jujur hatinya terasa sakit mengingat jika saat ini suami yang sangat dipercaya tengah bersenang-senang dengan wanita lain.Reynand mengerutkan keningnya. "Oh, kamu tidak ingin menyapanya atau .... ""Tidak perlu, Tuan. Biarkan saja, kita ke sini kan mau makan. Kasihan non Alice, se
"Akbar juga tidak tahu, bu." Akbar menggeleng. Antara bingung dan juga malu, karena ia tidak punya uang cash sebanyak itu."Bagaimana, mas? Kalau sudah ditotal seperti ini barang tidak bisa dikembalikan," ujar pegawai kasir tersebut. Mendengar itu membuat pikiran Akbar bertambah kacau."Kalau ngutang dulu bisa nggak, mbak. Besok kalau sudah ada uang pasti kami bayar," ujar Lidya."Wah nggak bisa, bu." Pegawai kasir itu menggeleng."Kalau begitu saya pulang dulu untuk ambil uang, nanti saya kembali lagi ke sini," ucap Akbar."Kalau begitu KTP mana, sebagai jaminan." Pegawai kasir itu meminta KTP milik Akbar sebagai jaminan. Khawatir jika nantinya Akbar tidak kembali lagi untuk membayar barang belanjaan yang sudah diambil."Memangnya harus ya, mbak?" tanya Lidya."Iya, bu." Pegawai kasir itu mengangguk seraya tersenyum ramah. Dengan sangat terpaksa Akbar menyerahkan KTP miliknya sebagai jaminan. Setelah itu mereka berdua bergegas pulang seraya membawa barang belanjaan yang sebelumnya s
kbar menatap kertas berwarna putih yang ada di tangannya, lalu balik menatap wajah istrinya. Wanita yang sudah lima tahun ia nikahi tiba-tiba menggugat cerai hanya gara-gara masalah sepele. Akbar tidak menyangka jika Aretha akan pulang dan datang ke acara resepsi pernikahannya."Aretha kamu jangan bercanda, ini enggak lucu." Akbar menggeleng, berharap Aretha mau mencabut gugatan cerainya. Akbar tidak akan sanggup jika harus berpisah dengan istrinya. "Siapa yang bercanda, ini kenyataan, mas. Aku tidak sedang mengajakmu untuk bercanda," ucap Aretha. Sejujurnya sangat menyakitkan melihat suaminya bersanding dengan wanita lain. Namun hati Aretha seketika mati ketika mengetahui kelakuan asli suami dan ibu mertuanya.Aretha pikir Akbar adalah laki-laki baik, tapi kenyataan tak beda dengan lelaki di luar sana. Demi membantu perekonomian keluarga, Aretha rela berjuang dan membanting tulang di negeri orang. Namun ternyata, apa yang ia lakukan dimanfaatkan oleh suami dan ibu mertuanya. Istri m
uasana benar-benar semakin kacau, banyak tamu undangan yang mengatai Akbar, Wanda dan juga Lidya. Rasanya Aretha puas melihat wajah tegang dan juga ketakutan mereka. Tapi ini belum seberapa, Aretha masih punya banyak kejutan untuk para benalu seperti mereka."Aretha kamu apa-apaan sih, matiin nggak video itu." Akbar mendekat, tatapannya tajam. Dari raut wajahnya, Aretha dapat melihat jika Akbar tengah menahan emosi. Jujur, baru sekarang Aretha melihat lelaki yang telah menjadi suaminya selama lima tahun ini marah."Kamu kenapa, mas? Marah atau malu." Aretha menatap lelaki di hadapannya dengan tatapan remeh.Tanpa menjawab ucapan istrinya, Akbar melangkah menuju ke belakang, untuk mematikan video yang sedang berputar itu. Aretha hanya diam, pandangan matanya beralih pada wanita yang kini telah sah menjadi istri kedua suaminya. "Selamat ya, karena kamu berhasil menikah dengan mas Akbar. Tapi setelah ini, aku minta kamu jangan syok, karena apa yang mas Akbar miliki tidak akan bertahan l
Dua bulan sudah setelah kejadian di mana Lidya kecelakaan, wanita itu harus menerima kenyataan jika dirinya lumpuh. Beruntung selama ini kehidupannya ditanggung oleh keponakannya. Karena sudah dua bulan juga Akbar berhenti bekerja, setelah usahanya untuk membujuk Aretha gagal. Lelaki itu sering menyendiri dan mengurung diri di kamar.Awalnya Rani, sebagai keponakan Lidya hendak membawa mereka pulang ke Bandung, kota kelahiran Lidya. Namun wanita itu menolak, ia berniat untuk meminta maaf kepada Aretha. Tetapi sampai detik ini Lidya belum bertemu dengan mantan menantunya itu. Rani sudah berusaha membantu untuk mencari keberadaan Aretha, tapi hasilnya nihil."Bagaimana, Ran? Apa sudah ada kabar tentang Aretha." Lidya melontarkan pertanyaan, mereka baru saja selesai menyantap sarapan pagi bersama."Belum, tante. Rani sudah mencoba untuk mencarinya, tapi sampai sekarang belum ada hasilnya," jawab Rani. Mendengar itu Lidya hanya menghela napas, entah sampai kapan ia harus bersabar."Ya sud
"Mas Akbar seperti orang yang sudah tidak waras, permintaannya benar-benar aneh," gumamnya. Aretha tidak menyangka jika mantan suaminya akan datang dan meminta hal teraneh seperti itu."Maaf, tapi aku tidak bisa. Lebih baik sekarang kamu pergi dari sini, karena usahamu akan sia-sia," ungkap Aretha. Mendengar itu senyum Akbar seketika memudar, lelaki itu menggeleng. Tak percaya jika usahanya untuk membujuk mantan istrinya akan gagal."Sekarang kamu berubah sombong ya, kamu bukan Aretha yang dulu," ucap Akbar seraya menatap tak percaya ke arah mantan istrinya itu. Sementara itu Aretha hanya diam, tak peduli dengan ucapan mantan suaminya."Aku menjadi seperti ini juga karena ulahmu sendiri ... sudahlah. Lebih baik sekarang kamu pulang, soalnya aku masih punya banyak urusan," sahut Aretha. Ia tidak ingin terlalu lama melayani perbincangannya dengan Akbar."Aku tidak akan pergi sebelum kamu mau menuruti keinginanku," ujar Akbar seraya menatap wajah mantan istrinya. Jujur, ingin rasanya ia
Kabar Yudha kecelakaan telah sampai di telinga Rosa, ia tidak menyangka jika suaminya akan meninggal dengan cara seperti itu. Mungkin ini karma untuk seorang penghianat, selama ini Yudha tidak pernah bermain api di belakang Rosa. Namun sekali bermain justru langsung mendapatkan karma yang begitu setimpal.Jujur, Rosa merasa sedih karena harus kehilangan suaminya untuk selamanya. Namun ia akan lebih bersedih ketika melihat suaminya hidup dengan wanita lain,mungkin ini jalan yang terbaik. Hanya saja yang ada di pikiran Rosa bagaimana nasib anaknya kelak saat tahu jika ayahnya telah tiada.Saat ini putri yang Rosa lahirkan baru berusia satu tahun, sejak Yudha berselingkuh. Lelaki itu jarang pulang dan juga jarang menanyakan tentang anaknya. Rosa hanya bisa berharap, semoga putrinya tumbuh menjadi anak yang berguna. Karena sekarang Rosa memang harus benar-benar berjuang sendiri untuk membesarkan putrinya itu.Sementara itu, Akbar yang mendengar kabar tentang kematian mantan istrinya hanya
"Rosa kamu tidak bisa berbuat seperti itu, surat perjanjian yang mana." Yudha berusaha mengelak. Ia tidak ingin kehilangan hartanya yang kini telah dikuasai oleh Rosa."Kamu tidak usah mengelak, mas. Karena semuanya sudah ada buktinya, dan perbuatan kamu juga ada buktinya. Walaupun kamu seorang pengacara, jangan seenaknya saja berbuat tanpa memikirkan resikonya," ujar Rosa. Rasanya ia sudah muak melihat wajah suaminya itu."Sampai ketemu di pengadilan nanti." Setelah mengatakan itu Rosa memilih untuk pergi. Keputusannya untuk berpisah sudah bulat, untuk apa mempertahankan pernikahan yang sudah tak sehat lagi. Karena akan sangat percuma, bertahan tetapi dihianati."Rosa tunggu, kita bisa bicarakan masalah ini baik-baik. Kamu tahu kan resikonya kalau sampai kedua orang tuaku tahu." Yudha mencekal pergelangan tangan istrinya. Ia tak akan rela jika sampai perpisahan itu terjadi."Itu urusan kamu, mas. Bukan urusanku, salah kamu sendiri berbuat kesalahan. Kamu kan laki-laki, jadi harus sia
Setelah itu Akbar dan Wanda memutuskan untuk pulang. Jujur, Akbar cukup kecewa dengan hasilnya, tapi berbeda dengan Wanda. Karena anak yang ia kandung terbukti benih Yudha, itu artinya lelaki yang sudah menjalin hubungan dengannya akan menikahinya nanti."Setelah ini kamu harus pergi dari rumah," ucap Akbar ketika mereka masih dalam perjalanan."Kamu ngusir aku, mas." Wanda menoleh, menatap lelaki yang duduk di sebelahnya itu."Iya, lagi pula kita sudah bukan suami istri. Dan satu lagi, anak yang kamu kandung itu bukan anakku," ungkap Akbar. Mendengar itu Wanda terdiam, ia memang harus menerima resikonya. Karena terbukti anak yang dikandungnya bukan darah daging Akbar, itu artinya Wanda harus pergi."Ok tidak masalah, dari pada kamu mandul. Setelah ini tidak akan ada wanita yang mau denganmu." Wanda menatap sinis ke arah mantan suaminya. Mendengar hal itu dada Akbar terasa bergemuruh, tetapi sebisa mungkin ia tahan.Tidak butuh waktu lama, kini mereka sudah sampai di rumah. Keduanya
Sedari tadi Aretha hanya diam, meski dalam hati ia merasa panik dan juga khawatir, tetapi ia tidak ingin ikut campur urusan mereka. Sedangkan Reynand hanya tersenyum mendengar ancaman dari mantan istrinya itu. Reynand sudah sangat paham dengan sifat mantan istrinya itu."Kamu pikir aku akan takut, apa kamu lupa saat pergi dulu." Reynand menatap wajah Rena yang tiba-tiba menegang. Seketika bayangan masa lalunya berputar di benaknya."Kamu lupa ketika pergi meninggalkan Alice yang saat itu masih sangat membutuhkan seorang ibu." Reynand terus menatap wajah Rena."Kamu lebih memilih laki-laki lain ketimbang anakmu yang saat itu masih bayi merah. Bahkan kamu terbukti hendak mencelakainya, jika saja aku datang terlambat mungkin nyawanya akan melayang." Reynand kembali mengingatkan kejadian dulu di masa lalu, hal tersebut membuat wajah Rena memucat."Entah apa kurangnya aku, padahal semua kebutuhan aku penuhi, fasilitas, uang bulanan tercukupi, kasih sayang dan ... ah mungkin memang aku yang
"Mas tunggu." Wanda berlari mengejar Akbar."Mas tunggu, kamu tidak bisa menjatuhkan talak begitu saja." Wanda menarik bahu Akbar. Namun hati yang sudah dikuasai oleh api kemarahan membuat lelaki itu langsung mengibaskan tangan Wanda.Bruk, tubuh Wanda oleng dan terjatuh lantaran Akbar terlalu keras ketika mengibaskan tangan wanita itu. Wanda memegangi perutnya yang tiba-tiba terasa sangat sakit. Akbar yang melihat itu seketika terdiam, ada rasa khawatir dalam hati dan juga pikirannya."Mas sakit." Wanda memegangi perutnya seraya terus merintih kesakitan."Akbar, Wanda kenapa." Lidya yang melihatnya seketika berlari menghampiri menantunya itu. Walaupun ia tahu bagaimana kelakuan Wanda, tetapi Lidya tetap merasa kasihan."Bu, perut aku sakit banget." Wanda terus merintih kesakitan."Akbar, ayo cepat bawa Wanda ke rumah sakit," titah Lidya. Dengan sedikit terpaksa Akbar menuruti perintah ibunya. Lelaki itu mengangkat tubuh Wanda dan membawanya ke luar.Kini mereka sudah dalam perjalanan
"Mas kamu kenapa?" tanya Wanda dengan raut wajah ketakutan. Tatapan mata suaminya bak singa kelaparan yang siap menerkam."Kamu tanya kenapa, apa kamu tidak bisa melihat ini." Akbar menunjukkan foto serta video tersebut tepat di hadapan istrinya."Ternyata benar apa yang Aretha katakan, kalau kamu menyewa pengacara dengan cara yang salah. Kamu membayarnya dengan ... tubuhmu," ujar Akbar. Sontak Wanda bungkam, ia tidak tahu harus berbuat apa lagi. Lidahnya tiba-tiba terasa kelu, tetapi hatinya terasa sakit ketika mendengar suaminya menyebut nama mantan istrinya."Aku nggak suka kamu nyebut-nyebut nama mantan istrimu itu, mas. Gara-gara dia hubungan kita jadi seperti ini, dia yang sudah menyebabkan .... ""Diam kamu! Seharusnya kamu introspeksi diri, bukannya menyalahkan orang lain. Lagi pula apa yang aku katakan benar kok, jika dibandingkan Aretha itu jauh lebih baik dari pada dengan kamu." Akbar memotong ucapan istrinya, seketika Wanda terkejut ketika mendengar hal tersebut. Terlebih
"Kamu pasti bingung, Mas. Kenapa aku bisa duduk di sini." Aretha membatin, sementara Akbar masih diam dengan raut wajah kebingungan. "Kamu sekarang berubah ya," ujar Akbar seraya menatap mantan istrinya dengan tatapan tak percaya. Bahkan lelaki itu kembali menggelengkan kepalanya, rasanya ia tidak percaya dengan apa yang Akbar lihat saat ini.Aretha menghela napas. "Tolong, di sini untuk membahas pekerjaan, bukan membahas masalah pribadi."Akbar membuang muka, kesal dan marah berubah menjadi satu. Setelah itu Akbar menghembuskan napas, berusaha untuk menahan sabar. Sementara Aretha menahan tawanya saat melihat ekpresi wajah mantan suaminya."Kamu memang sombong, ok mungkin sekarang kamu menang. Tapi aku akan buktikan kalau kamu akan hancur dan setelah itu kamu akan meminta kembali lagi padaku." Setelah mengatakan itu Akbar memutuskan untuk pergi. Malu rasanya jika harus bekerja satu kantor dengan mantan istri. Terlebih posisi Aretha yang sebagai pemimpin."Dasar sombong, mau dikasih