Memblokir ATM Suami

"Oh, jadi ini alasan mas Akbar meminta uang lagi. Kamu benar-benar tega ya, mas. Tidak tahu rasanya berjuang di negeri orang, dan kamu enak-enakan mau nikah lagi," gumam Aretha. Ia benar-benar tidak habis pikir jika suaminya tega melakukan semua itu.

"Aretha." Teguran dari Reynand mampu membuat Aretha tersadar. Seketika wanita itu menoleh ke arah sumber suara yang memanggilnya.

"Kamu kenapa?" tanya Reynand.

"Enggak apa-apa, Tuan. Maaf tadi saya .... "

"Bukankah itu suami kamu? Lalu wanita yang bersamanya siapa." Reynand memotong ucapan baby sitter putrinya. Mendengar itu Aretha terdiam, itu artinya majikannya juga melihat apa yang ia lihat.

"Saya tidak tahu, Tuan? Mungkin sepupu atau temannya," ujar Aretha. Jujur hatinya terasa sakit mengingat jika saat ini suami yang sangat dipercaya tengah bersenang-senang dengan wanita lain.

Reynand mengerutkan keningnya. "Oh, kamu tidak ingin menyapanya atau .... "

"Tidak perlu, Tuan. Biarkan saja, kita ke sini kan mau makan. Kasihan non Alice, sepertinya sudah sangat lapar." Aretha memotong ucapan majikannya, sedangkan Reynand hanya mengangguk mendengar ucapan Aretha.

"Ya sudah, ayo," Reynand mengajak Aretha dan putrinya menuju meja yang kosong. Beruntung jarak meja cukup jauh, bahkan Aretha sengaja duduk memunggungi agar tidak melihat apa yang sedang suaminya lakukan bersama dengan wanita tersebut.

Selama makan siang berlangsung Aretha diam, wanita itu hanya mengeluarkan suara ketika Alice mengajaknya bicara. Hal tersebut membuat Reynand merasa heran, karena tidak biasanya Aretha seperti itu. Tiga tahun bekerja dengannya, membuat Reynand mulai tahu bagaimana sifat baby sitter putrinya itu.

"Kalau ada masalah, kamu bisa cerita. Jangan dipendam sendiri, tidak baik," ujar Reynand. Seketika Aretha mendongak, menatap laki-laki yang duduk di hadapannya itu.

"Enggak ada kok, Tuan." Aretha masih saja mengelak. Bukan apa, ia hanya merasa tidak enak saja, karena bagaimanapun juga, hubungan mereka cuma sebatas baby sitter dan majikan.

"Baiklah, mungkin sekarang kamu belum mau cerita. Tapi jika suatu saat kamu mau cerita, saya siap mendengarkannya," putus Reynand, sementara Aretha hanya mengangguk. Setelah itu mereka memilih untuk menyelesaikan makan siangnya.

Setelah makan siang, Reynand langsung mengajak Aretha dan putrinya untuk pulang ke apartemen. Selain ada urusan yang lainnya, Reynand juga melihat kalau putrinya sudah lelah. Karena biasanya Alice selalu tidur siang, itu sebabnya Reynand mengajaknya pulang, agar bisa beristirahat.

***

Di lain tempat, saat ini Akbar dan ibunya tengah sibuk untuk mempersiapkan pesta pernikahan. Akbar dan Wanda berencana menikah di bulan ini, segala persiapan telah dilakukan. Bahkan mereka berencana untuk membuat pesta yang sangat meriah.

"Akbar, istrimu sudah transfer uang apa belum? Kamu udah ngomong kan kekurangannya berapa?" tanya Lidya, ibunda Akbar. Saat ini mereka tengah duduk santai di sofa ruang tengah.

"Sudah, bu. Tapi Aretha belum transfer, mungkin belum gajian atau sedang sibuk. Udah ibu tidak perlu khawatir, Aretha pasti transfer kok," jawab Akbar. Sejujurnya ia juga merasa khawatir, karena istrinya belum juga mentransfer uang yang diminta.

"Ya sudah, soalnya ibu ingin bikin pesta yang meriah dan juga mewah. Mumpung istrimu kerja di luar negeri, nggak ada salahnya kan kita memanfaatkan dia, perempuan mandul kok," ungkap Lidya. Rasanya ia sudah tidak sabar ingin segera mengadakan pesta pernikahan putranya dengan wanita pilihannya itu.

"Apa nantinya Aretha tidak akan curiga, bu?" tanya Akbar.

"Istrimu tidak akan curiga, jadi kamu tidak perlu khawatir. Itu sebabnya setelah kamu menikah dengan Wanda, kamu harus beli rumah," jawab Lidya.

"Akbar, uang kamu di ATM masih ada kan?" tanya Lidya.

"Masih, bu. Memangnya kenapa." Akbar balik bertanya.

"Sekarang kamu temenin ibu ke supermarket ya, ibu mau belanja kekurangan untuk pesta nanti," jawab Lidya. Sedangkan Akbar hanya mengangguk, setelah itu mereka segera bersiap untuk pergi.

Tidak butuh waktu lama, kini mereka sampai di supermarket, Lidya langsung mengambil barang yang diperlukan, sementara Akbar berjalan mengikutinya dari belakang. Lidya terus mengambil barang-barang yang dibutuhkan untuk pesta nanti.

"Sudah apa belum, bu? Sudah banyak ini?" tanya Akbar yang sudah lumayan lelah membantu ibunya membawa barang-barang tersebut.

"Sebentar lagi," jawab Lidya.

"Sudah cukup ayo," ucap Lidya setelah dirasa cukup. Setelah itu mereka segera menuju ke kasir untuk menghitung berapa total yang harus dibayar.

Setibanya di kasir, barang belanjaan milik Lidya segera dihitung dan ditotal berapa yang harus dibayar. Akbar menggeleng melihat barang belanjaan ibunya yang banyak itu, sudah dapat dipastikan jika totalnya pasti banyak pula.

"Berapa totalnya, mbak?" tanya Akbar setelah pegawai kasir selesai menghitung.

"Totalnya dua juta lima ratus ribu rupiah, mas," jawab pegawai kasir tersebut.

"Ini, mbak." Akbar menyodorkan kartu ATM miliknya. Pegawai kasir tersebut langsung menggeseknya, tak lupa meminta Akbar untuk menekan PIN ATM tersebut.

"Maaf, mas. Kartu ATM-nya tidak bisa digunakan karena sudah terblokir," ujar pegawai kasir tersebut, seketika Akbar terkejut mendengar hal tersebut.

"Masa sih, mbak. Coba sekali lagi," pinta Akbar yang masih belum percaya. Dengan segera pegawai kasir itu mencobanya satu kali lagi, tapi hasilnya sama.

"Akbar, kok bisa," ujar Lidya, sedangkan Akbar masih terdiam. Mungkinkah ini kerjaan istrinya, karena ATM yang Akbar pegang atas nama Aretha.