Sepulang dari kediaman Keysha. Risma nampak kesal hingga rantang yang berada di tangannya di lempar keras ke wastafel, hingga terdengar bunyi gaduh di dapur, membuat Rama keluar dari ruang kerjanya.“Ada apa sih Mah? Pulang dari rumah Keysha marah-marah,” tanya Rama dengan mengerutkan kedua alisnya dan nampak keheranan.“Itu Pah. Mertuanya Keysha, siapa tuh namanya, aku lupa, emm... siapa ya. Papah ingat ngak siapa nama wanita itu?” Risma nampak mengingat –ingat dengan memeggang kepalanya.“Aku lupa, kemarin malam terlalu bising, di pesta, jadi kurang jelas dengar namanya. Sudahlah Mah, ngak penting tahu namanya. Memangnya apa yang di perbuat mertua Keysha?” Rama bertanya penuh rasa penasaran.“Keysha disuruh mengupas bawang merah, sampai mata Keysha memerah dan berair,” jelas Risma dengan kesal.“Ya ampun Nyonya... cuma disuruh kupas bawang, itu kan pekerjaan wanita, wajarlah jika mertua nyuruh menantunya memasak,” sela Bi Arum sambil tertawa kecil.“Diam kamu! Keysha itu spesial,
Keysha berada di salah satu restoran langganannya dekat kantor. Ia memesan steak saos pedas dan lemon tea untuk makan siang. Sambil menunggu pesanan, ia memainkan ponselnya, ia mencoba mencari tahu tentang Nova. Keysha mulai menekan aplikasi berwarna biru. Keysha pun akhirnya menemukan sosok yang ia cari, wanita cantik bertubuh sintal itu kerap memamerkan barang-barang branded di media sosial seperti tas, sepatu, aksesoris dengan merk ternama dengan harga mencapai puluhan juta. Tapi tidak terlihat Nova bersama keluarga dan orang yang dekat dengannya tidak ada di media sosial, Nova begitu pintar menyembunyikan statusnya.“Boleh aku duduk di sini,” ucap Rendi yang tiba-tiba sudah berdiri di hadapannya. Dan itu membuat Keysha terkejut dan segera mematikan ponselnya.“Oh kamu, Ren. Silakan duduk.” Keysha mempersilakan duduk dengan tangan menunjuk ke kursi di depannya.“Terima kasih, kamu sudah pesan makan?” tanya Rendi.“Sudah, sebentar lagi datang, nah itu datang.” Keysha berucap, dan ne
Yudistira melajukan motornya, membelah jalanan ibu kota menuju klinik yang lumayan jauh dari rumahnya. Sesampainya di sana ia melihat Dania sedang duduk di kursi yang ada di loby.“Dania, sudah lama menunggu?” tanya Yudistira.“Emm sekitar lima belas menit,” jawab Dania dengan binar mata bahagia.“Oke, kamu tunggu saja di sini.Bu Ena sebentar lagi datang.”“Iya Mas, aku akan tunggu di sini.”Yudistira meninggalkan Dania sendirian di loby klinik. Sementara Yudistira memasuki ruang kerjanya dan duduk di kursi menghadap laptop. Jarinya mulai aktif di atas keybord. Hingga konsentrasinya terpecah ketika telpon kantor di atas meja berdering nyaring. Kring…kring…“Halo selamat pagi,” ucap Yudistira.“Pagi Yudirstira, apa temanmu hari ini datang?” tanya Ena.“Iya Bu Ena. Tunggu sebentar Bu, saya akan mengantarnya ke ruangan Ibu.”“Oke, aku tunggu.”Sambungan telpon pun di tutup. Yudistira bangkit dari duduknya setelah mematikan laptopnya, dan bergegas ke luar ruangan dan menemui Dania. Tidak
Ena terlihat lega ketika mendengar kabar jika Nana, puteri bungsunya sudah melewati masa kritis. Tapi Ena juga kesal, ketika hampir seharian ini, tidak bisa menghubungi Haris suaminya.“Rendi, memangnya ada pekerjaan yang serius di Singapura, sampai Papahmu tidak mau mengangkat ponsel,” ucap Ena. Wajahnya masih terlihat kesal.“Iya, Mah. Mungkin Papah sibuk,” sahut Rendi. Di dalam hatinya Rendi juga menyimpan rasa kesal pada Haris.Rendi pun mengirim pesan lewat chat WA, supaya Haris segera menghubungi Mamahnya. Dan beberapa waktu kemudian Haris menelpon Ena. Bunyi dering ponsel Ena berdering nyaring. Segera diambilnya ponsel dari dalam tas dan dilihatnya nama Haris tertera di layar ponsel.“Halo, Pah. Seharian ponsel tidak aktif. Nana kecelakaan!” gertak Ena dengan nada tinggi.“Iya, Mah. Maafkan Papah, seharian ini, ada rapat penting,” sahut Haris di seberang telpon dengan sedikit gugup.“Mamah, nggak mau tahu, Papah harus ke Jakarta!” Perintah Ena dan langsung menutup ponsel.
Rani terus mengikuti Rendi. Sampai memasuki lift dan berhenti di lantai 10. Rendi tetap berjalan tanpa ada rasa curiga kalau Rani mengikutinya. Hingga langkah Rendi terhenti di kamar nomer 122 dan masuk ke dalam kamar. Lorong rumah sakit nampak sepi. Kini Rani berdiri tepat di pintu rumah sakit, dari balik kaca ia melihat Rendi sedang berbincang-bincang dengan seorang wanita. Tidak terlihat wajah wanita itu, rambut hitam sebahu dengan sedikit uban. Rani juga melihat seorang gadis terbaring lemah dengan berbagai alat kesehatan menempel di tubuhnya. Rani masih berdiri di depan kamar mendengarkan percakapan mereka.“Ren, apa Papah, memang belum bisa kembali ke Jakarta?” tanya Ena pada Rendi.“Belum, Mah. Tadi Papah chat Rendi mungkin lusa Papah akan pulang,” balas Rendi.“Kasihan adikmu, Nana. Untungkah Yudistira, karyawan Mamah mendonorkan darahnya pada Nana. Darah Nana tergolong langka. Papahmu yang punya darah sama seperti Nana, malah dia tidak berada di sini saat Nana membutuhkan
Dania dan Yudistira menuju tempat parkir, yang berada di depan klinik. Dania nampak heran, karena Yudistra mengajaknya naik sebuah mobil ferrari merah milik Bu Ena.“Mas, bener kita naik mobil ini?” tanya Dania penasaran. Dahinya berkerut heran.“Iya, Nia. Ini hadiah dari Bu Ena, karena aku kemarin mendonorkan darah pada Nana,” jelas Yudistira, seraya membuka pintu mobil untuk Dania. ”Ayo masuk,” sambungnya, setelah pintu mobil terbuka.Dania mengulas senyum. Ia pun masuk ke dalam mobil dan tidak lupa memasang savety belt.“Wah, enak ya Mas. Jadi orang kaya, mobil semahal ini hanya dikasihkan begitu saja.” Dania masih mengagumi mobil yang di tumpanginya.“Iya, Bu Ena, orangnya baik hati. Pertama kali bertemu denganya aku sudah merasa kalau dia orang yang baik. Makanya aku menerima tawarannya untuk bergabung di kliniknya,” ucap Yudistira, sambil melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, meluncur di jalanan yang macet.“Iya, Mas. Aku juga merasakan sesuatu yang berbeda. Ketika pert
Keysha, menghabiskan roti bakar yang ada di hadapannya, setelah itu mencium punggung tangan Yudistira, tanpa berkata apapun. Lalu melangkah ke luar rumah, kakinya terhenti ketika ia melihat mobil ferrari warna merah terparkir di sebelah mobil sedan hitam miliknya.“Mas, itu mobil siapa?” tanya Keysha.“Makanya kamu jangan jutek dong, aku mau cerita, tapi kamu masih saja marah,” ucap Yudistira sambil bangkit dari duduknya dan mendekati Keysha.Kini Yudistira berdiri sejajar dengan keysha keduanya menatap ke depan.“Itu mobilku, Bu Ena yang memberikan, sebagai ucapan terima kasih, karena aku mendonorkan darah,” jelas Yudistira.“Apa tidak berlebihan Mas. Mobil seharga ratusan juta sebagai tanda terima kasih.”“Aku, sudah menolaknya. Menurutku hadiah itu terlalu mewah, tapi Bu Ena memaksaku.”“Ya, sudahlah, itu urusanmu dengan Bu Ena. Mudah-mudahan Pak Haris tidak keberatan istrinya memberikan hadiah semewah itu,” ujar Keysha dengan melangkah lebar menuju mobilnya. Yudistira mengangkat
Di Hospital Healty, Nana mulai membuka matanya, di sana ada seorang dokter dan perawat yang sedang memeriksa.“Dokter, bagaimana keadaan anak saya?” tanya Ena, dengan raut wajah penuh kecemasan.“Keadaan pasien sudah membaik dan anak ibu sudah sadar. Pelan-pelan ajaklah untuk berkomunikasi.” Dokter menjelaskan pada Ena, sembari memeriksa keadaan Nana.Setelah dokter keluar dari kamar, Ena duduk di sebelah putrinya, mereka saling tatap.“Nana, bisa dengarkan Mamah,” ucap Ena pelan.“Iya, Mah,” jawab Nana lirih dan lemah.Mendengar ucapan Nana, Ena merasa lega. Kini kondisi putrinya sudah membaik dan sadar dari komanya selama 4 hari.“Nana, maafkan Papah ya. Papah baru bisa datang menjenguk Nana.” Haris berbicara, seraya mengusap lembut kening Nana. Dan Nana hanya membalas dengan senyum di bibirnya.***Keysha mendesah kesal, ketika melihat Rendi masuk ke ruangannya tanpa mengetuk terlebih dahulu. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa karena Rendi adalah atasannya.“Ada apa Pak Rendi?” ta
Satu bulan berlalu, Yudistira dan Dania resmi bercerai. Yudistira resign dari CEO Agratama Corp.Yudistira, mengemasi barang-barangnya dan memasukkanya didalam kardus, meja kerja yang selalu menemaninya selama hampir 5 tahun, ini, kini nampak kosong. Terlihat Ena muncul di balik pintu, ia tersenyum getir ketika menatap Yudistira.“Aku, menyesal, dengan keputusan kalian untuk bercerai. Aku tahu kamu tidak mencintai Dania, walaupun Dania berusaha menjadi istri yang baik untukmu. Kamu tahu, aku merasa ini tidak adil untuk Dania, salah putriku apa? Hingga ia mengalami luka yang dalam seperti ini,” ucap Ena, ada gurat kesedihan di wajahnya, memikirkan nasib Dania.“Maafkan aku Bu Ena, ini juga diluar kuasaku, aku pun berniat mempertahankan pernikahanku dengan Dania, tapi ia sendiri yang memutuskan bercerai,” balas Yudistira.“Kamu akan menikahi Keysha?” tanya Ena, tatapannya nanar ke arah Yudistira.“Aku dan Keysha, memang tak seharusnya berpisah, yang patut di salahkan atas kekacauan ini
Di malam tanpa bintang, di tempat berbeda, Dania termenung menatap halaman rumahnya dari atas balkon, bayang-bayang peristiwa tadi siang membuatnya berpikir keras untuk membuat keputusan, akhirnya ia meraih ponsel dan menghubungi seseorang. “Hallo, selamat malam, Pak Satria. Tolong siapkan berkas gugatan ceraiku terhadap Yudistira.” Tak biasanya pagi ini, sinar mentari seakan enggan bersinar. Awan hitam mengantung di langit, mewakili tiga hati yang sedang galau, terbelenggu dalam sebuah cinta segi tiga yang begitu rumit. Dania berjalan pelan, menuruni anak tangga, setelah di beritahu Bi Marni, jika Pak Satria sudah menunggu di ruang tamu. Kedua matanya yang sembab hanya di sapu dengan bedak tipis, supaya menyamarkan, jika dia semalaman habis menangis. “Pagi, Pak Satria,” sapa Dania begitu melihat tamunya sudah duduk di sofa tamu. “Pagi, Bu Dania,” jawab Pak Satria, pengacara keluarga Ena. “Bagaimana Pak, apa berkas gugatan perceraian sudah disiapkan.” “Sudah Bu, ini beberapa b
Keesokan harinya, Dania pergi menemui Tiara di sekolahnya. Dania ingin meminta maaf atas kejadian kemarin, yang membuat Tiara di marahi oleh Keysha. Langkahnya terhenti di pintu masuk kelas Tiara. Bu lastri menghentikan Dania. “Maaf Bu Dania, Bunda Tiara yaitu Ibu Keysha, melarang Bu Dania menemui Tiara,” ucap Bu Lastri. “Iya, saya tahu, saya ke sini ingin meminta maaf pada Tiara, sebentar saja,” pinta Dania, netranya berkaca-kaca membuat Bu Lastri tidak tega. Akhirnya dengan berat hati Bu Lastri menginizikan Dania menemui Tiara. Lalu Dania mengajak Tiara ke taman sekolah, mereka duduk di bangku taman. “Bu Nia, Bunda melarang Tiara berteman dengan Ibu. Tiara tidak tahu kenapa Bunda marah pada Bu Nia,” ucap polos gadis yang belum genap berusia 5 tahun itu. “Nggak apa-apa, Bunda marah, karena Bunda takut kehilangan Tiara. Bunda sangat sayang pada Tiara. Bu Nia, ke sini ingin meminta maaf atas kejadian kemarin, jangan hiraukan pertengkaran kami kemarin, karena orang dewasa kadang jug
Dret...dret...bunyi getar ponsel milik Keysha. Sejenak mata Keysha beralih dari laptop dan menatap ponselnya, kiriman chat dari nomor tidak di kenal, lalu di bukanya isi chat tersebut. Deg.. Jantungnya terasa berhenti berdetak, ketika melihat gambar seorang wanita, yang sangat di kenalnya nampak akrab dengan Tiara. “Dania,” desah kesal Keysha, seraya bangkit dari kursi kerjanya, lalu meraih tas kecilnya dan melangkah lebar keluar butik, wajahnya nampak tegang menahan marah. Dalam dada bergemuruh rasa kecewa pada Yudistira karena merasa di khianati. “Kamu bohong Mas, Kamu tidak menepati janjimu, kenapa sekarang Tiara ada di rumahmu,” gerutu Keysha, sambil menyetir mobil dengan kecepatan tinggi. Membelah jalanan ibukota yang semakin siang semakin panas. Seperti hati Keysha saat ini, panas terbakar melihat keakraban Tiara dan Dania. Beberapa menit kemudian mobil Keysha memasuki halaman rumah milik Dania,. Mata Keysha menyapu ke sekeliling rumah, dan terlihat Dania dan Tiara sedang bers
Yudistira kaget mendengar tuduhan yang di layangkan Keysha pada dirinya, ia merasa tidak pernah sedikitpun mempengaruhi Tiara untuk tinggal bersamanya. Yudistira mendesah pelan, Lalu menatap datar Keysha yang masih menunggu jawabannya.“Sha, aku tidak pernah mempengaruhi, Tiara untuk tinggal bersamaku. Aku juga memikirkan perasaan Dania, aku tidak mungkin, mengajak Tiara tinggal bersamaku, tanpa seizin Dania,” jelas Yudistira, sambil memegang bahu Keysha.Keysha menepis tangan Yudistira yang memegang bahunya, lalu ia bangkit berdiri, sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.“Dengar, ya Mas! aku tidak akan mengizinkan Tiara tinggal bersamamu, walaupun Dania mengizinkannya. Aku tidak mau berbagi kasih sayang Tiara dengan Dania. Tiara anakku. Istrimu tidak boleh sedikitpun menyayangi Tiara,” ucap Keysha dengan bibir bergetar menahan tangis.Yudistira, bangkit dari tempat duduknya, refleks ditariknya tubuh Keysha ke dalam pelukannya. ”Sha, aku berjanji, semua akan terjadi sesuai keing
Dania melangkah mendekat ke arah Tiara, ia sedikit berjongkok dan berucap, ”Siapa namamu gadis cantik?”“Tiara,” jawab Tiara dengan bersemangat dan tersenyum kecil.“Nama yang bagus,” ucap Dania, sambil mengusap pipi Tiara dengan lembut.Setelah perkenalan usai. Dania berpamitan, dan akan kembali esok pagi sesuai jadwal yang telah di tetapkan. Dengan fokus menyetir mobilnya Dania tersenyum puas, rencana hari ini sesuai dengan kemauannya. Mobil melaju cepat ke arah klinik, sesampainya di sana ia membuat proposal kerja untuk Tk. Pelita Hati. Konsentrasinya buyar ketika Ena, mengetuk pintu ruang dan masuk ke dalam.“Mama,” sapa Dania pada Ena.“Dania, mama mau bertanya, apa kamu ada masalah dengan Yudistira, Mama kepikiran dengan kata-kata Rendi. Dan Mama lihat semalam Yudistira pergi dengan membawa travel bag, ada apa sayang?” tanya Ena yang nampak cemas.Dania menarik napas panjang, kemudian di lepas pelan, sebenarnya ia berat membagi masalah ini, tapi karena Mamanya bertanya, akhirny
Yudistira terdiam, ia terkejut. Kenapa Dania harus tahu, sebelum ia bercerita tentang semua yang terjadi. Kini tenggorokannya terasa tercekat, Yudistira tidak tahu harus mulai darimana, dilihatnya Dania menangis, ia berjalan menuju ranjang, kemudian menghempaskan tubuhnya di tepi ranjang, kedua telapak tangannya terus mengusap air mata yang menganak sungai.“Jawab Mas! Kamu berhubungan lagi dengan Keysha. Dan siapa anak yang bersama kalian?” tanya Dania dengan menatap tajam Yudistira dan suara yang tinggi.Berlahan Yudistira berjalan mendekati Dania, kemudian duduk di sebelah Dania, dan mengenggam tangan Dania, dengan kasar Dania mengibaskan tangan Yudistira.“Aku, bertemu Keysha, waktu di Karimun Jawa. Dan aku baru tahu, jika kepergian Keysha beberapa tahun yang lalu, ternyata dia hamil. Keysha mengira anak yang di kandungnya adalah anak Rendi, makanya Ia memilih pergi. Lalu waktu aku sampai di Karimun Jawa, aku mendonorkan darahku pada anak kecil, dan ternyata anak kecil itu adalah
Setelah melihat Keysha, turun dari mobil Yudistira, Dania nampak geram sekaligus sedih, tapi juga penasaran dengan anak kecil yang bersama Keysha dan Yudistira. Ia pun berniat untuk membuntuti mereka bertiga. “Pak, tunggu saya di sini,” pinta Dania pada sopir taxi. “Baik Bu,” jawab Sopir taxi singkat. Dania turun dari taxi. Hatinya terasa di tusuk ribuan pisau, kebohongan Yudistira yang membuat sakit, beribu pertanyaan tersimpan di dalam dada. Dari jauh Dania melihat kebersamaan, Yudistira dengan mantan istrinya. Dalam hati, Dania mempertanyakan, siapa gadis kecil yang bersama mereka? Yudistira dan Keysha seperti keluarga yang lengkap, tangan mereka menggandeng gadis kecil. Titik embun menggenang di sudut netra Dania, ia berjalan mengikuti Yudistira dan Keysha, yang tengah tertawa bahagia bersama gadis kecil itu. Hingga Dania merasa tidak kuat, melihat pemandangan yang begitu sempurna, oleh karena itu, Dania memutuskan untuk pulang. Dengan menaiki taxi yang menunggunya di tempat p
Malam semakin larut, Dania semakin gelisah memikirkan Yudistira, perkataan Nana terus terngiang di telinganya. Benarkah suaminya pergi ke arena bermain, dan hanya melihat sekumpulan anak-anak bermain. Dania menyibukkan dirinya menyiapkan makan malam untuk Yudistira, walau hati gundah, ia tetap menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri. Pukul 10 malam, mobil Yudistira memasuki garasi mobil, kemudian ia melangkah masuk ke dalam rumah. Di lihatnya Dania duduk di kursi ruang makan, Dania menatap kosong, menu yang ada di depan meja makan, semua makanan itu disiapkan Dania untuk suaminya. Yudistira merasa bersalah, di dekatinya Dania. “Dania, maaf aku terlambat pulang,” ucap Yudistira, membuat Dania terjingkat karena kaget. “Mas.. baru pulang, kemana saja pulang selarut ini?” tanya Dania pelan sambil mengamati suaminya, yang berdiri di samping kursi, kemeja warna biru muda, dengan lengan dilinting sampai siku dan jam tangan warna hitam, persis yang dikatakan Nana barusan. “Aku,