Rani terus mengikuti Rendi. Sampai memasuki lift dan berhenti di lantai 10. Rendi tetap berjalan tanpa ada rasa curiga kalau Rani mengikutinya. Hingga langkah Rendi terhenti di kamar nomer 122 dan masuk ke dalam kamar. Lorong rumah sakit nampak sepi. Kini Rani berdiri tepat di pintu rumah sakit, dari balik kaca ia melihat Rendi sedang berbincang-bincang dengan seorang wanita. Tidak terlihat wajah wanita itu, rambut hitam sebahu dengan sedikit uban. Rani juga melihat seorang gadis terbaring lemah dengan berbagai alat kesehatan menempel di tubuhnya. Rani masih berdiri di depan kamar mendengarkan percakapan mereka.“Ren, apa Papah, memang belum bisa kembali ke Jakarta?” tanya Ena pada Rendi.“Belum, Mah. Tadi Papah chat Rendi mungkin lusa Papah akan pulang,” balas Rendi.“Kasihan adikmu, Nana. Untungkah Yudistira, karyawan Mamah mendonorkan darahnya pada Nana. Darah Nana tergolong langka. Papahmu yang punya darah sama seperti Nana, malah dia tidak berada di sini saat Nana membutuhkan
Dania dan Yudistira menuju tempat parkir, yang berada di depan klinik. Dania nampak heran, karena Yudistra mengajaknya naik sebuah mobil ferrari merah milik Bu Ena.“Mas, bener kita naik mobil ini?” tanya Dania penasaran. Dahinya berkerut heran.“Iya, Nia. Ini hadiah dari Bu Ena, karena aku kemarin mendonorkan darah pada Nana,” jelas Yudistira, seraya membuka pintu mobil untuk Dania. ”Ayo masuk,” sambungnya, setelah pintu mobil terbuka.Dania mengulas senyum. Ia pun masuk ke dalam mobil dan tidak lupa memasang savety belt.“Wah, enak ya Mas. Jadi orang kaya, mobil semahal ini hanya dikasihkan begitu saja.” Dania masih mengagumi mobil yang di tumpanginya.“Iya, Bu Ena, orangnya baik hati. Pertama kali bertemu denganya aku sudah merasa kalau dia orang yang baik. Makanya aku menerima tawarannya untuk bergabung di kliniknya,” ucap Yudistira, sambil melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, meluncur di jalanan yang macet.“Iya, Mas. Aku juga merasakan sesuatu yang berbeda. Ketika pert
Keysha, menghabiskan roti bakar yang ada di hadapannya, setelah itu mencium punggung tangan Yudistira, tanpa berkata apapun. Lalu melangkah ke luar rumah, kakinya terhenti ketika ia melihat mobil ferrari warna merah terparkir di sebelah mobil sedan hitam miliknya.“Mas, itu mobil siapa?” tanya Keysha.“Makanya kamu jangan jutek dong, aku mau cerita, tapi kamu masih saja marah,” ucap Yudistira sambil bangkit dari duduknya dan mendekati Keysha.Kini Yudistira berdiri sejajar dengan keysha keduanya menatap ke depan.“Itu mobilku, Bu Ena yang memberikan, sebagai ucapan terima kasih, karena aku mendonorkan darah,” jelas Yudistira.“Apa tidak berlebihan Mas. Mobil seharga ratusan juta sebagai tanda terima kasih.”“Aku, sudah menolaknya. Menurutku hadiah itu terlalu mewah, tapi Bu Ena memaksaku.”“Ya, sudahlah, itu urusanmu dengan Bu Ena. Mudah-mudahan Pak Haris tidak keberatan istrinya memberikan hadiah semewah itu,” ujar Keysha dengan melangkah lebar menuju mobilnya. Yudistira mengangkat
Di Hospital Healty, Nana mulai membuka matanya, di sana ada seorang dokter dan perawat yang sedang memeriksa.“Dokter, bagaimana keadaan anak saya?” tanya Ena, dengan raut wajah penuh kecemasan.“Keadaan pasien sudah membaik dan anak ibu sudah sadar. Pelan-pelan ajaklah untuk berkomunikasi.” Dokter menjelaskan pada Ena, sembari memeriksa keadaan Nana.Setelah dokter keluar dari kamar, Ena duduk di sebelah putrinya, mereka saling tatap.“Nana, bisa dengarkan Mamah,” ucap Ena pelan.“Iya, Mah,” jawab Nana lirih dan lemah.Mendengar ucapan Nana, Ena merasa lega. Kini kondisi putrinya sudah membaik dan sadar dari komanya selama 4 hari.“Nana, maafkan Papah ya. Papah baru bisa datang menjenguk Nana.” Haris berbicara, seraya mengusap lembut kening Nana. Dan Nana hanya membalas dengan senyum di bibirnya.***Keysha mendesah kesal, ketika melihat Rendi masuk ke ruangannya tanpa mengetuk terlebih dahulu. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa karena Rendi adalah atasannya.“Ada apa Pak Rendi?” ta
Mobil berhenti tepat di depan rumah Keysha. Terlihat Rendi keluar dari mobil dan melangkah cepat ke arah pintu depan.“Papah,” teriak Rendi, lalu membantu Papahnya berdiri.“Rendi, cepat bawa Pak Haris pergi dari sini,” ucap Keysha, dengan wajah ketakutan.“Yudistira, aku ke sini akan mengambil mobil Mamah. Dan sebagai gantinya aku berikan cek 100 juta,” ujar Rendi, sambil meraih selembar cek dari saku kemeja, dan memberikannya pada Yudistira. ”Kamu, tidak pantas menaiki mobil mewah itu, hanya seorang accounting saja, memakai mobil semewah itu,” sambung Rendi, dengan tatapan hinaan.Yudistira meraih cek itu, kemudian mengambil ponsel dari sakunya dan menghubungi Bu Ena. Yudistira sengaja menspeker suara supaya semuanya dapat mendengar.“Malam, Bu Ena,” ucap Yudistira.“Malam, Yudistira. Ada apa?“Begini Bu, apakah benar Bu Ena, ingin mengambil kembali mobilnya dan mengganti dengan uang 100 juta pada saya?”“Saya, tidak pernah meminta kembali apa yang sudah saya berikan. Mobil itu akan
Hari terus berlalu. Rani semakin berambisi untuk membalas dendam. Kini ia sudah mempunyai banyak rencana di hatinya. Salah satunya adalah membuat retak hubungan Yudistira dan Keysha. Bagaimanapun juga, Rani tidak rela jika Yudistira memberi kebahagiaan pada Keysha, putri dari Rama. Walaupun dulu Rani pernah mencintai Rama dengan sepenuh hati. Tapi setelah mengetahui, jika Rama tidak benar-benar mencintainya bahkan tidak menolongnya saat malam memilukan itu terjadi, kebencian mulai merasuki hatinya{Yudistia, nanti mampir ke rumah, sepulang kerja}Rani, mengirim sebuah chat pada Yudistira dan dalam waktu singkat chat pun dibaca dan dibalas.{Baik Bu, nanti Yudis ke rumah Ibu.}Rani, mengulas senyum. Ia pun menuju dapur dan mulai memasak, untuk makan malam nanti. Beberapa menu spesial mulai di olah, ayam kecap pedas, rendang daging dan sop buntut menjadi pilihan Rani, dan kebetulan bahan–bahan yang di perlukan ada di dalam kulkas.Siang berlalu, diganti senja yang datang dalam sekeja
Mobil berhenti tepat di depan rumah Keysha. Rumah bernuasa alam minimalis itu nampak gelap dan sepi. Mobil milik Yudistira pun tidak kelihatan terparkir di halaman maupun di garasi. Keysha turun dari mobil.“Nampak sepi dan gelap, Yudistira tidak di rumah?” tanya Rendi sambil menatap keluar mobil.“Kayaknya Mas Yudistira belum pulang,” jawab Keysha pelan, ada gurat marah dan kecewa di wajahnya.“Hati-hati Sha. Kamu mencela Papahku, berselingkuh dengan sekretarisnya, jangan-jangan suamimu berselingkuh dengan teman kerjanya.” Rendi tersenyum tipis, dan menatap Keysha. Hatinya puas membuat wajah Keysha berubah pias.“Suamiku tidak seperti Pak Haris. Dan jangan mencampuri urusanku,” ucap Keysha, segera menutup pintu mobil. Dengan kasar.Rendi membuka kaca jendela mobil dan berteriak pada Keysha. ”Aku siap meminjamkan bahuku Sha!” Rendi tertawa lepas, sambil tancap gas mobil dan meluncur ke jalanan.Keysha tidak memperdulikan ucapan Rendi, ia melangkah cepat menuju pintu dan berlahan memb
Yudistira, apa kamu selingkuh!” bentak Rama, sambil berdiri, matanya menatap tajam ke arah Yudistira.“Tidak ada yang selnigkuh Pah. Keysha hanya salah paham,” jawab Yudistira, sambil mendekat ke arah sofa.Keysha hanya terdiam, mengangkat wajah, ia berusaha menahan air matanya supaya tidak tumpah.“Keysha! Benar yang dikatakan suamimu itu,” tanya Rama, kini matanya beralih menatap Keysha.Bukannya menjawab pertanyaan Papahnya, Keysha malah memilih diam dan bulir bening yang ditahannya tumpah tanpa bisa dihentikan. Keysha menangis, ditutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Risma pun refleks memeluk putrinya. Sementara Yudistira nampak bingung dengan situasi yang menyudutkan dirinya.“Yudistira, mana janjimu untuk membuat Keysha bahagia, lihat dia menangis seperti itu.” Rama marah, ia berbicara sambil berkaca pinggang dan suaranya keras.“Pah, Mah. lebih baik kalian pulang dulu. Aku dan Keysha akan menyelesaikan masalah ini!” pinta Yudistira, raut mukanya terlihat cemas karena situasi