Tiba-tiba hujan campur angin turun dengan deras pagi itu, seakan mewakili kekacauan yang berkecamuk di dalam hati Dikri. "Bagaimana tanggapan Mbak Indah, Mas?""Kami sempat bertengkar tadi malam.""Karena apa?"Irwan menceritakan perselisihannya dengan sang istri. Kemudian Dikri beranjak dan masuk ke dalam untuk mengambil sertifikat tanah yang disembunyikan di laci kamarnya. Lahan itu cukup untuk mengganti uang Dikri dan papanya.Namun alangkah terkejutnya, ketika tidak menemukan apa yang dicarinya. Di ubek-ubek seluruh kamar, ruang kerja, kamar papanya, tapi tetap tidak ketemu. Tidak mungkin dia salah menyimpan."Cari apa, Dik?" tanya sang mama."Mama, tahu sertifikat tanah di Gondang, nggak?""Dibawa papamu seminggu yang lalu."Dikri langsung lemas. "Bagaimana Mama bisa tahu di mana aku menyimpan sertifikat itu?""Maafkan mama. Waktu mama masuk kamarmu, mama melihat sertifikat itu. Kalau tahu bakalan begini, mama nggak akan memberikan sertifikat pada papamu." Bu Maksum sangat meny
Puspa tersenyum. Ini kode dari suaminya. Bram sering mengirimkan pesan demikian ketika tidak ada di rumah. Biar Puspa bisa menyambutnya dengan istimewa di peraduan mereka.Obat dari segala rasa letih dan stres karena berbagai permasalahan seorang suami adalah istri dan anak-anaknya. Jadi bagi Puspa, hal ini bukan sesuatu yang berlebihan diminta oleh suaminya. Toh, dirinya tidak disuruh banting tulang membantu mencari nafkah. Hanya ingin dilayani saja. Mendengar dia bercerita dan menghabiskan beberapa waktu untuk bercinta. Apa itu memberatkan? Tidak. Karena itu juga kewajibannya sebagai seorang istri.Lagi pula Bram juga tidak banyak permintaan. Hanya sesekali saja mengirimkan pesan demikian. Biasanya dilakukan kalau dia sangat sibuk dengan pekerjaan."Sudah pas, Bun." Vanya muncul dan Puspa meletakkan kembali ponselnya.Gadis itu menunjukkan gamis yang dikenakannya. Sambil berputar-putar di depan Puspa. Wajahnya begitu ceria. Ternyata Puspa semenyenangkan itu. Dia tidak hanya sebagai
PERNIKAHAN - Kecewa "Kenapa kamu diam? Jawab siapa laki-laki itu?" Suara Bram begitu dingin. Namun tatapannya tajam, bak mata elang yang sedang mengintai mangsa. Bram yang tidak banyak bicara terlihat sangat marah karena sang istri tidak mau jujur. Puspa membeku menatap keluar jendela kamar yang terbuka. Angin malam berembus masuk. Jemarinya yang bertaut di atas pangkuan terasa dingin dan gemetar. Apa ia harus menceritakan kelamnya peristiwa itu? Dia pikir, Bram tidak akan mempermasalahkannya. Kemarin malam usai momen sakral itu hingga sore tadi sang suami diam saja. Puspa tenang. Dipikirnya Bram bisa menerima apa adanya. Tapi malam ini, sang suami mengajaknya bicara di kamar. "Kenapa kamu tidak mau mengatakan sejak awal? Kamu sengaja ingin menjebakku?" Hening. "Kamu memang mau menipuku." Bram bangkit dari duduknya. Berdiri tegak di hadapan Puspa dengan tangan dimasukkan ke dalam saku celana. Tatapan penuh kemarahan tak beralih dari wanita cantik yang memucat itu. "Aku mema
PERNIKAHAN - Kecewa Vanya memberengut. Mak Sri yang melihat dari dapur tergesa menghampiri dan membantu Puspa memunguti nasi. Vanya memang tidak menyukai Puspa. Semenjak mereka dipertemukan pertama kali dan dikenalkan sebagai calon istri papanya., Vanya sudah menunjukkan kebenciannya. Berbeda dengan Sonny. Sekarang sang adik yang duduk di kelas empat SD sudah mulai dekat dengan ibu tirinya. "Bunda, untuk acara Parents Day besok. Bunda, saja yang datang ke sekolah, ya. Teman-teman Sonny juga mamanya yang datang. Biasanya kan Mbak Tika yang dampingi Sonny. Sekarang Bunda saja, ya." Sambil makan bocah lelaki itu memandang Puspa. Puspa tidak langsung menjawab. Dia memandang Bram yang tengah makan. Namun suaminya diam saja. "Biar Mbak Tika saja, Dek. Dia sudah biasa dampingi kamu," jawab Vanya. Tika ini salah satu staf di gudang. Sudah bekerja lama dengan papa mereka. "Kan kita sudah punya Bunda, Kak. Sonny juga ingin didampingi seorang ibu. Mau kan, Bun?" Tatapan Sonny pada Pus
PERNIKAHAN - Keguguran "Kamu tunggu di sini dan jangan sentuh apapun," ucap Bram kemudian meninggalkan Puspa di ruang kerja. Menemui staf yang membutuhkan tanda tangannya.Meski tertunda, Puspa tidak bisa bernapas lega. Justru debaran di dadanya semakin hebat. Apa yang akan terjadi setelah ini. Jika sampai Bram memberitahu ayah dan ibunya lantas sang suami menceraikannya, keluarga akan menjadi bahan pergunjingan di masyarakat. Apalagi ayahnya sangat dihormati oleh warga desa. Menjabat kepala desa dua periode, karena Pak Fathir sangat baik dan amanah.Puspa akan mencoreng nama baik keluarganya yang terjaga dengan baik selama ini, karena pernikahannya yang hanya seumur jagung. Takut sekali Puspa menghadapinya.Air mata kembali menetes. Mengingat peristiwa kelam yang mati-matian ingin dikuburnya. Semakin ingin dilupakan, semakin segar dalam ingatan.Berulang kali ia menarik nafas dalam-dalam. Pandangannya terpaku pada meja sudut ruangan. Ada foto seorang perempuan yang terjaga rapi. Ca
Puspa pucat dan berkeringat. Padahal suhu dalam ruangan cukup dingin. Bahkan ia hanya sanggup menunduk dan tidak berani memandang sang suami dan kedua orang tuanya yang tengah berbincang. Sore itu Pak Fathir dan istrinya menyambangi Bu Dewi setelah dikabari oleh Puspa siang tadi.Ia khawatir kalau Bram akan mengungkapkan amarahnya. Walaupun jelas itu tidak mungkin dilakukan dihadapan mamanya yang tengah sakit. Nyatanya sampai kedua orang tuanya pamitan, Bram tidak membahasnya. Puspa lega, meski semua ini hanya sementara sampai mama mertuanya kembali pulih. ***L***"Mas, ini baju ganti untukmu." Puspa menggeser ransel berisi pakaian suaminya.Bram yang tengah fokus di layar laptop, hanya melirik sekilas. Puspa menghampiri ibu mertuanya yang tengah mendengarkan cerita Sony. Tadi dari sekolah, Puspa langsung mengajak anak tirinya ke rumah sakit."Seneng ya didampingi Bunda?" Bu Dewi mengusap pipi sang cucu."Seneng dong, Uti. Semua teman-teman Sony didampingi ibunya. Selama ini Sony ka
PERNIKAHAN - Puspa Keguguran? Puspa tidak tahu harus bahagia atau bersedih. Dua hari yang lalu dia kebingungan saat tahu positif hamil. Bagaimana cara memberitahu suaminya? Sedangkan Bram sangat dingin dan mendiamkannya. Kalau diberitahu apakah Bram percaya kalau itu anaknya? Harusnya Bram percaya. Sebab di hari pernikahan mereka Puspa sedang haid dan suaminya tahu hal itu. Kemudian Bram ke Semarang selama lima hari. Setelah pulang Sony sakit typus dan mesti opname. Setelah suasana stabil, suatu malam menjadi milik mereka. Dirinya memang salah. Tapi Puspa hanya berusaha menutup aibnya sendiri. Luka yang pernah membuatnya putus asa dan putus harapan. Berharap mendapatkan sandaran, tapi suami yang berpengalaman tahu dan tidak bisa terima. "Kenapa tadi kamu nggak cerita kalau lagi hamil?" tanya Pipit yang membantunya minum air putih. Puspa tidak harus di kuret karena janinnya yang baru berumur sekitar empat minggu sudah luruh semua. Dia hanya perlu minum obat dan istirahat. "Ma
Ponsel Pipit berdering dan gadis itu keluar dari kamar perawatan. Air mata Puspa kembali tumpah. Sesalnya begitu dalam. Seharusnya dia jujur saja sejak awal. Kehilangan Bram sebelum pernikahan terjadi, tentu lebih baik daripada menjalani keadaan seperti ini. Dirinya serasa sangat tidak berharga di hadapan lelaki rupawan itu. Tentu Bram menyesal. Kenapa setelah kehilangan bidadari, sekarang mendapatkan perempuan sehina dirinya. Malam sebelum keberangkatan Bram ke Surabaya, ia mendapati lelaki itu termenung di ruang kerja. Menghadap foto keluarganya yang masih tergantung di dinding. Foto-foto mantan istrinya masih terpasang rapi di kamar anak-anak dan ruang kerjanya. Kalau di dinding ruang keluarga sudah diturunkan semua. Dirinya bukan pengganti wanita itu. Karena selamanya Sandra tidak akan pernah tergantikan. Istilahnya sekarang, Bram hanya melanjutkan hidup dengan menikahinya. Semua sudah habis untuk orang lama. Kalimat yang pernah seliweran dan ia baca di beranda akun media so