Share

132. Amarah 2

Author: Lis Susanawati
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Dikrii sudah kehilangan segalanya, In," kata Irwan pelan, mencoba mengurangi ketegangan di antara mereka. "Dia sudah jatuh dalam-dalam. Kalah dalam pemilihan legislatif, papanya di penjara, Tante Ira terpuruk, Denik hamil tanpa suami. Sekarang seluruh hidupnya berantakan. Keluarganya hancur. Aku kasihan padanya." Irwan tidak berani menatap mata istrinya yang penuh amarah dan kekecewaan.

Indah mendengkus pelan. "Apa yang ditabur itu yang dituai, Mas. Dan Mas kasihan padanya? Dikri sudah menghancurkan hidup adikku dan Mas masih bisa bilang kasihan pada sepupumu yang hidupnya berantakan karena ambisinya sendiri?" Indah merasa dunia terbalik. Bagaimana mungkin suaminya bisa lebih bersimpati pada sepupunya yang melakukan kesalahan sebesar itu.

Air mata yang dia coba tahan akhirnya mengalir di pipi. Indah hanya ingin suaminya mengerti betapa dalam rasa sakit yang keluarganya rasakan. Tapi sikap Irwan sungguh menyakitkan.

Seharian tadi ke mana dia? Kalau dilihat dari caranya bicara, Irwan t
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
gregetan deh sama Irwan.. masih mikirin Dikri teruss.. Dikri udah besar pasti tahulah ngurus dirinya sendiri.. pikirkan rumah tanggamu sama Indah..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • PERNIKAHAN (Rahasia Kelam Seorang Istri)   133. Amarah 3

    "Jadi Mbak Indah bergaduh dengan Mas Irwan karenaku?" tanya Puspa saat dia ke rumah ibunya dan bertemu Indah siang itu."Bukan karenamu. Kamu nggak salah, Pus. Dasar Mas Irwan saja yang nggak tegas. Yang bikin aku tambah jengkel, bisa-bisanya dia nyurigai ayah karena Dikri nggak mendapatkan satu suara pun di desa kita. Di desa lain pun hanya dapat di bawah angka lima.""Karena masalahku, Mbak Indah jadi berselisih sama Mas Irwan." Puspa merasa bersalah."Jangan kamu pikirkan hal itu." Indah juga menceritakan tentang sejumlah uang pribadi Irwan yang digunakan untuk berkampanye membantu sepupunya." Indah diam sejenak, kemudian kembali memandang sang adik. "Beneran Dikri pernah mengutarakan perasaannya padamu?"Puspa mengangguk. "Kamu tolak?""Ya iyalah, Mbak. Dia sudah bertunangan, aku sendiri menyukai Rayyan. Kami hampir jadian dan Dikri menghancurkan kehormatanku." Puspa selalu sesak mengingat peristiwa itu. "Tapi Mbak, janganlah sampai pisah sama Mas Irwan. Kasihan Naina. Aku yakin,

  • PERNIKAHAN (Rahasia Kelam Seorang Istri)   134. Cinta Sejati 1

    PERNIKAHAN - Cinta Sejati "Maafkan papa, Dik," ucap Pak Maksum pelan tanpa berani memandang putranya, setelah mereka terdiam beberapa saat. Duduk berhadapan yang dibatasi dengan meja.Dikri menghela nafas panjang. Perasaannya antara kasihan dan marah. Lihatlah laki-laki yang selalu berkuasa, angkuh, senantiasa bersikap arogan dan percaya diri itu terlihat sangat tidak berdaya. Wajah papanya pucat, mata yang dulu penuh kekuasaan dan otoritas kini tampak layu, seolah-olah dunia telah menghisap habis sisa-sisa kebanggaannya. Dikri merasa bagaikan melihat orang asing di hadapannya. Sang papa yang dulu selalu tampak kuat dan berkuasa, kini hanyalah bayangan dari sosok yang dulu. Padahal baru tiga hari ini dia mendekam di tahanan."Bagaimana kabar mama?" tanya Pak Maksum pelan."Mama nggak baik-baik saja, Pa," jawab Dikri datar dan dingin.Sejak kecil, ia selalu mengagumi sosok papanya. Papa yang selalu tampak superior, selalu mengatur semua hal di rumah dengan otoritas yang tak terbantah

  • PERNIKAHAN (Rahasia Kelam Seorang Istri)   135. Cinta Sejati 2

    "Rumah yang mana, Pa? Mungkin kita nggak akan tinggal di rumah itu lagi, bahkan rumah yang lainnya. Cepat atau lambat, aset akan disita oleh pihak yang berwenang. Papa, juga harus siap menanggalkan jabatan."Pak Maksum pias dan lemas. Benar-benar hancur sudah.Dikri berdiri karena waktu sudah habis. Pertemuan singkat yang hanya menambah hatinya terasa sesak, penuh dengan perasaan kecewa dan marah yang sulit dijelaskan. Ia sudah berusaha keras untuk tidak membiarkan emosinya meledak, tapi ia juga tahu bahwa tidak ada gunanya lagi berdialog dengan papanya yang kini hanya bisa meminta maaf tanpa solusi.Sejenak Dikri menatap sang papa dengan penuh kekecewaan. Di depannya sekarang hanyalah seorang lelaki yang kehilangan segalanya, termasuk kehormatan dan martabatnya sendiri. Sang papa yang selalu bersikap arogan, memandang rendah orang lain, dan selalu merasa bahwa ia bisa mengendalikan segalanya. Kini segala kontrol itu hilang bahkan bayangannya pun sirna juga."Aku pulang, Pa.""Kamu ng

  • PERNIKAHAN (Rahasia Kelam Seorang Istri)   136. Cinta Sejati 3

    "Mas, kita nggak nganterin Vanya dan Sony untuk menjenguk neneknya yang sakit?" tanya Puspa setelah duduk di depan suaminya siang itu. Di ruang kerja Bram."Tidak usah. Bu Harso tidak sakit," jawab Bram mengalihkan perhatian dari laptop kepada istrinya. Begitulah Bram, selalu menghargai orang yang mengajaknya bicara."Kok Mas tahu?""Mas nyari tahu, Sayang. Beliau memang tidak sakit." Bram tidak heran dengan peristiwa seperti ini. Dulu kalau Sandra agak kendor memberikan perhatian pada ibu atau adiknya, pasti ada saja cara mereka supaya Sandra terburu-buru ke sana."Nggak sakit kok bilang sakit. Apa nggak takut kalau dikasih ganjaran sakit betulan."Bram hanya menjawab perkataan istrinya dengan senyuman. "Mas, mau kubikinkan kopi apa teh?""Nanti saja.""Oke. Aku terusin jahit dulu." "Jangan ditutup pintunya," ujar Bram saat Puspa melangkah meninggalkannya.Wanita itu duduk di kursi mesin jahit untuk menyelesaikan gamis milik ibunya. Bulan depan ada kerabat mereka yang nikahan. Bra

  • PERNIKAHAN (Rahasia Kelam Seorang Istri)   137. Harga Diri 1

    PERNIKAHAN - Harga Diri "Jelas maksudku, Mas. Sebenarnya mempunyai permasalahan pribadi yang harus kita selesaikan." Indah memasukkan baju Naina ke dalam tas.Irwan berkeringat dingin. Raut wajahnya pias dan kebingungan. Dia tidak mengira kalau Indah benar-benar mengembalikan uang yang sudah dikeluarkannya. Seminggu istrinya tampak anteng, tapi sore ini membuat kejutan."Aku paham kok, Mas. Kalau Dikri itu saudaramu. Dalam keadaan terpuruk, wajar sebagai saudara saling membantu dan menguatkan. Tapi kamu nggak bisa menempatkan dirimu, Mas. Nggak bisa bersikap netral."Kamu nggak ada empati sama sekali terhadap adikku dan yang paling menyakitkan lagi, tuduhan terhadap ayahku. Ini bukan cuma tentang uang, Mas. Ini soal kepercayaan. Kamu nggak percaya sama keluargaku, nggak percaya sama aku. Kamu lebih percaya sepupu kamu yang sudah merusak hidup adikku dan sekarang kamu malah nuduh ayahku. Aku nggak ngerti lagi bagaimana kamu bisa berpikir seperti ini."" Indah menarik napas panjang, me

  • PERNIKAHAN (Rahasia Kelam Seorang Istri)   138. Harga Diri 2

    "Dikri benar-benar tersudut dan harus menghadapi semuanya sendirian. Aku tahu dia salah, tapi dia sekarang butuh dukungan.""Oke. Dukung saja dia. Dikri bukan hanya salah, tapi biadab. Mas, bisa membedakan antara salah dan biadab, kan?" Indah menarik napas panjang. "Sudahlah, Mas cerna sendiri apa yang terjadi. Seminggu ini kamu lebih mementingkan mereka daripada membujukku dan Naina kembali ke rumah. Terkadang perempuan nih, membutuhkan effort lebih dari pasangannya. Tapi melihat cara Mas, sepertinya aku dan Naina bukan prioritas utama."Irwan membeku di tempatnya. Sedangkan Indah membuang pandang. "Andai sejak awal Mas bisa menjaga ucapanmu, mungkin aku nggak akan sekecewa ini. Kalau Mas curiga pada ayahku, selidikilah dulu. Benar nggak ayahku nilep uangmu. Kalau ada bukti, silakan tanyakan. Bukan main tuduh begitu saja. Ternyata ayahku begitu rendah bagimu, Mas. Dan untuk ini yang nggak bisa aku dan Puspa terima."Bahkan kamu nggak peduli sama perasaan keluargaku. Kamu lebih memil

  • PERNIKAHAN (Rahasia Kelam Seorang Istri)   139. Harga Diri 3

    Bram mengusap pelan rambut Naina, kemudian mengikuti langkah istrinya ke dalam. Ternyata di dapur ada Pak Lurah juga yang sedang menikmati kopi di cangkir kesayangannya. Mereka bertiga langsung berhenti bicara karena kaget melihat kedatangan Bram dan Puspa."Cicipi kukis pandan ini, Pus. Mbak bikin dengan resep baru." Indah menggeser toples ke depan adiknya. Mereka memang sibuk membuat kue kering untuk acara nikahan saudara dari Pak Lurah."Hmm, gurih, Mbak," ujar Puspa setelah mencomot satu kukis."Mas Bram, mau kopi apa teh. Biar kubikinkan." Indah beranjak berdiri, tapi Bram menolaknya. "Nggak usah, Mbak. Saya sudah ngopi tadi. Saya ke sini ada perlu dengan ayah."Tanpa basa-basi, Bram membahas soal lahan yang digadaikan ayah mertuanya. Puspa minta maaf kalau terpaksa memberitahu sang suami, karena Bram pun awalnya tahu dari Pak Carik sendiri. "Nggak usah, Nak Bram. Ayah rela kok. Lagian masih ada beberapa sawah dan kebun yang bisa digarap," tolak Pak Lurah saat Bram mengutarakan

  • PERNIKAHAN (Rahasia Kelam Seorang Istri)   140. Suasana Menegangkan 1

    PERNIKAHAN - Suasana Menegangkan Beberapa jam sebelumnya ...."Bagaimana keadaan Tante Ira?" tanya Irwan pada Dikri yang menemuinya pagi itu di rumah. Terlihat Dikri yang kusut begitu hancur."Mama sudah mau makan. Beberapa hari ini susah sekali disuruh makan. Denik juga nelepon tadi pagi. Nangis dan makin membuatku bingung. Aku ada rencana mengasingkan mama ke tempat Denik, tapi aku khawatir kalau membuat Denik makin terbebani karena posisi mama yang nggak stabil emosinya. Mana Denik lagi hamil pula."Irwan melihat kebingungan yang nyata di wajah sepupunya. Dia benar-benar bisa merasakan kemelut yang dialami Dikri. Namun rumah tangganya sendiri ibaratnya berada di ujung tanduk. "Orang-orang yang kemarin beriya sangat mendukungmu, sekarang bagaimana?"Dikri menghela nafas berat. "Politik itu kejam, Mas. Nggak kenal yang namanya teman. Yang ada hanya lawan. Mereka bisa akrab jika memiliki kepentingan. Selain itu kembali seperti orang asing, jika nggak menguntungkan."Mendengar ucapa

Latest chapter

  • PERNIKAHAN (Rahasia Kelam Seorang Istri)   197. Nikah Yuk! 1

    PERNIKAHAN - Nikah, yuk!Dikri memperhatikan seorang perempuan yang memakai setelan kantoran warna abu-abu berdiri di seberang jalan. Segera disusulnya Maya untuk diseberangkan. Karena lalu lintas sangat ramai."Kamu istirahat sampai jam berapa?" tanya Dikri saat mereka berjalan beriringan masuk ke rumah makan."Jam satu lebih tiga puluh lima menit. Tapi aku harus salat zhuhur juga."Mereka duduk dan langsung memesan makanan. "Kamu biasa makan siang di sini?" tanya Dikri."Nggak. Biasanya aku bawa bekal atau makan di kantin. Kebetulan hari ini aku nggak bawa karena tadi aku dan mama bangun kesiangan. Siang ini pas banget dapat traktiran." Maya terkekeh. Dia terlihat ceria daripada saat bertemu Dikri beberapa waktu yang lalu. "Oh ya, tadi kamu bertemu klien di mana?""Di Kertosono.""Setelah ini nanti langsung kembali ke kantor?""Iya. Kamu pulang jam berapa?""Jam empat. Kalau banyak kerjaan, kadang jam tujuh malam baru nyampe rumah.""Makan dulu, May." Dikri mempersilakan saat pra

  • PERNIKAHAN (Rahasia Kelam Seorang Istri)   196. Teman Lama 3

    Mereka berdua terdiam, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Maya memandangi suasana alun-alun yang selalu ramai di Minggu pagi.Meski mereka sudah berbincang-bincang, tapi Dikri tidak memberitahu bahwa ia pernah melihat mantan suami Maya bersama wanita lain di dalam mobil."Oh ya, kamu belum punya anak?""Pernikahanku sebenarnya dibilang baik-baik saja hanya dua bulan, Dik. Selebihnya kami pisah rumah hingga bercerai. Dia sudah membawa wanita lain ke rumah semenjak ketahuan selingkuh. Mungkin ini balasanku karena ninggalin kamu disaat sedang butuh dukungan.""Nggak, May. Jangan punya pikiran seperti itu. Anggap semuanya takdir." Dikri tidak ingin Maya punya pikiran demikian, karena dirinya juga bukan tunangan yang baik. "Nomer teleponmu masih sama?""Aku sudah ganti nomer semenjak menikah.""Boleh minta?""Iya."Keduanya menyimpan nomer masing-masing. Dilanjut berbincang hingga hari beranjak siang. "Sudah siang, aku mau pulang dulu, Dik. Kapan-kapan ketemuan lagi.""Kamu naik apa?"

  • PERNIKAHAN (Rahasia Kelam Seorang Istri)   195. Teman Lama 2

    Maya diam sejenak. Ada jeda yang panjang, Maya tidak tahu harus mulai dari mana. Wajah Maya tertunduk. Sejujurnya, sejak ia bercerai, ia kerap membayangkan jika takdir membawanya bertemu Dikri lagi. Namun itu sungguh tidak tahu diri. Dia yang tega memutuskan pertunangan mereka disaat Dikri sedang terpuruk."Dikri, aku …" Maya menarik napas dalam-dalam. "Aku tidak tahu harus mulai dari mana. Banyak hal yang terjadi dalam hidupku setelah kita ....""Setelah kamu menikah?" potong Dikri seolah tidak ada beban. Dia sudah melupakan dan tidak pernah dendam pada Maya setelah ditinggalkan.Maya mengangguk, menahan air mata yang mulai menggenang di pelupuknya. "Iya. Pernikahan itu nggak seperti yang kubayangkan. Setelah beberapa bulan, suamiku mulai berubah. Dia kasar, dan ternyata dia juga selingkuh. Aku malu cerita seperti ini sama kamu. Aku merasa sangat bersalah telah meninggalkanmu di saat-saat sulit demi menuruti keinginan orang tuaku."Kami memutuskan hubungan pertunangan waktu itu juga

  • PERNIKAHAN (Rahasia Kelam Seorang Istri)   194. Teman Lama 1

    PERNIKAHAN- Teman Lama"Kamu pakai baju seperti itu?" seloroh Bu Ira saat melihat Dikri keluar kamar hanya memakai kaus dan celana pendek."Iya, Ma. Memangnya kenapa?"Bu Ira tampak termangu sejenak. Kalau sang anak memakai baju seperti itu, berarti dia tidak sedang janjian sama cewek. "Oh, nggak apa-apa. Hati-hati di jalan. Kamu mau ketemuan sama temanmu di mana?""Di car free day, Ma.""Jam segini car free day sudah buyar, Dik." Bu Ira memandang jam dinding yang menunjukkan pukul setengah sembilan."Kami cuman mau ngopi sama ngobrol. Siapa tahu ada prospek bisnis yang bisa kujadikan sampingan.""Ya sudah.""Aku pergi dulu, Ma. Motornya kubawa. Assalamu'alaikum.""Iya, hati-hati. Wa'alaikumsalam," jawab Bu Ira seraya membereskan meja makan. Kecewa. Ternyata belum ada tanda-tanda Dikri dekat dengan perempuan.Motor Dikri melaju pelan di jalan desa pinggir sawah. Sinar matahari semakin terang, membuat embun di dedaunan perlahan-lahan menguap dan menghilang. Namun, kesejukan pagi masih

  • PERNIKAHAN (Rahasia Kelam Seorang Istri)   193. Masih Normal 3

    "Semoga kamu selalu sehat sampai lahiran. Mbak ikut bahagia, Pus." Netra Indah berkaca-kaca. "Aamiin." Puspa merangkul sang kakak. Sekali pun sudah ikhlas menerima kondisinya, tapi dalam hati Indah, pasti berharap bisa hamil lagi. Untung ada Denny yang sangat menghiburnya.Dalam kesempatan itu, mereka foto bersama-sama dengan seluruh keluarga. Bram menggendong A'im seraya memeluk pinggang sang istri. Di samping kiri dan kanan berdiri Vanya, Sony, orang tua mereka dan kerabat yang lain. Angin yang semilir dan bulan purnama di angkasa sana, seolah menjadi saksi kebagian Bram dan keluarganya.***L***"Siapa yang ngasih lapis Surabaya ini, Ma?" tanya Dikri yang baru keluar dari kamarnya. Mencomot satu potong kue dan memakannya. Biasa kalau libur kerja, habis salat subuh kembali tidur dan bangun sekitar jam delapan pagi."Jiya yang ngasih. Semalam baru datang. Tadi Rayyan juga mencarimu ke sini. Mama bilang kalau kamu belum bangun.""Dia masih di sini?" Bram melihat ke luar lewat pintu.

  • PERNIKAHAN (Rahasia Kelam Seorang Istri)   192. Masih Normal 2

    Rayyan mengangguk. "Jiya juga asli sini, Mas. Cuman kerjanya di Kediri. Kantornya bersebelahan dengan kantor saya." Rayyan mengulas sedikit kedekatan mereka, juga menyebutkan tempat tinggal Najiya. Bram yang asli kota angin, tahu desa tempat tinggal gadis itu.Pesanan mereka datang dan langsung makan sambil berbincang. Puspa lega, Rayyan sudah menemukan tambatan hatinya. Tidak terbelenggu lagi oleh kisah mereka yang tidak pernah kesampaian.Puspa menghindari bertemu pandang dengan lelaki itu. Karena binarnya masih terlihat ada cinta untuknya. Bram bisa membawa keadaan menjadi sangat nyaman dan hangat. Dia bertanya, juga menceritakan tentang kondisi perekonomian sekarang ini. Berbagi pendapat dengan Rayyan. Bram yang disangkanya kaku oleh Rayyan, bisa seramah itu dan cukup enak diajak berbincang.Tentu saja. Sebab Bram seorang wirausaha yang sering berhadapan dengan banyak orang dari berbagai kalangan. Tentang cemburu, bukan tidak ada lagi rasa itu. Namun dia tahu bagaimana cara menge

  • PERNIKAHAN (Rahasia Kelam Seorang Istri)   191. Masih Normal 1

    PERNIKAHAN- Masih Normal "Kenapa Mbak Santi itu nggak pernah bersikap ramah sedikit saja sama aku ya, Mas?" Puspa penasaran. Saat itu mereka sudah di perjalanan."Kamu kepikiran tentang hal itu?" "Nggak, sih. Heran saja.""Nggak usah heran. Memang ada orang yang seperti itu. Sudah tabiatnya. Jika nasehat manusia tidak bisa menyadarkannya, biar Allah saja yang menegur dengan cara-Nya."Puspa merinding mendengar ucapan suaminya. Pak Maksum, istrinya, dan Dikri saja bisa menyadari kesalahannya dan berusaha untuk berubah menjadi lebih baik. Kenapa Santi yang tidak separah mereka, tidak juga mau berubah.Mungkin dia menganggap sikapnya itu hal yang wajar. Jadi tidak pernah merasa keliru. Kalau terlalu fatal seperti keluarga Pak Maksum, sangat kentara dan akhirnya membuat mereka bisa instrospeksi diri.Bram pun sudah tidak mempermasalahkan keluarga mertuanya hendak seperti apa. Bukan urusannya lagi, selagi mereka tidak menghasut Vanya dan Sony. Anak-anak pun sekarang sudah mengerti, mana

  • PERNIKAHAN (Rahasia Kelam Seorang Istri)   190. Kebesaran Hati 3

    "Nggak apa-apa, Pa. Aku sudah bisa menerima semuanya. Setahun ini, aku merasa hidupku jauh lebih tenang. Aku sekarang lebih fokus ke Dikri, memastikan dia segera menikah. Usianya sudah tiga puluh satu tahun.""Papa juga mengingatkan Dikri untuk segera berumahtangga."Kembali keheningan menerpa. Dikri yang diam-diam menajamkan pendengaran dari balik pintu kamar, cukup geram. Kedua orang tuanya masih juga berbelit-belit seperti anak muda."Kalau Papa ingin menikah lagi, monggo. Di usia tua, perlu juga pendamping hidup supaya ada teman. Tapi selesaikan dulu urusan di antara kita." Bu Ira bicara dengan pembawaan yang kalem. Tidak ada amarah dan emosi seperti dulu.Pak Maksum menghela nafas panjang. "Apa papa sudah nggak diberikan kesempatan lagi untuk kembali bersama kalian, Ma? Papa tahu terlalu sering menyakiti. Namun papa sudah menyadari kesalahan itu."Papa ingin menghabiskan masa tua dengan keluarga kita. Biar Dikri tenang dan bisa memikirkan untuk masa depannya."Bu Ira memandang l

  • PERNIKAHAN (Rahasia Kelam Seorang Istri)   189. Kebesaran Hati 2

    Ponsel Bram di atas meja kecil berdering. Puspa melihat siapa yang menelepon. "Mas, ada telepon dari Bu Harso.""Angkat saja.""Halo, Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam." Bukan suara Bu Harso, tapi suaranya Santi."Ada apa, Mbak?""Aku mau bicara sama Mas Bram.""Mas Bram lagi sibuk, Mbak. Ada pesan apa nanti saya sampaikan.""Sebentar saja. Bisa nggak?" Wanita di seberang memaksa."Nggak bisa diganggu Mas Bram-nya, Mbak. Jangan khawatir, nanti pasti saya sampaikan." Puspa jadi geram. Memangnya mau bicara apa. Bram pun sudah memberitahu Santi atau Bu Harso, kalau ada urusan yang mungkin perlu disampaikan ke Vanya dan Sony, bisa bicara langsung pada Puspa. Tapi wanita itu sepertinya tidak percaya padanya."Besok malam, ada acara arisan keluarga di rumah mama. Vanya dan Sony disuruh datang atau biar aku yang jemput mereka.""Oke. Nanti aku kasih tahu ke Mas Bram."Panggilan langsung ditutup begitu saja tanpa mengucapkan salam. Bram mendekat sambil mengendong A'im. "Ada apa?""Mbak Sant

DMCA.com Protection Status