Pagi, ketika aku membuka mata. Lampu kamar sudah menyala. Aku mengernyit silau. Di depan netraku ini ada seperti bulu-bulu hitam. Baunya aneh. Aku menjauhkan muka demi melihat lebih jelas. Astaga! Bulu ketek. “Aaaaa! Kak Daffaaa!” “Hahaha gimana ketek gue, enak, gak?” Aku mengambil bantal memuk
“Betul kalian belum ngapa-ngapain?” Kak Mandala bertanya saat kami hendak masuk mobil. Kakakku itu sedang memakai sarung tangan dan helm untuk segera berangkat juga. “Udah.” Kak Daffa bicara santai. “Udah gelut terus tiap hari.” Kak Mandala naik motor. “Ya udah, gue duluan.” “Oke, Bro.” Motor it
BAB 24 Aku memeluk lutut di atas permadani. Sepasang pakaian berwarna mocca itu teronggok di depan mata. “Pikir makanya!” Gak enak banget denger Kak Daffa bilang gitu tadi. Berasa dimarahi. Aku bukan anti kerudung, tapi kalau pakai baju begitu, kan, malu. Sadar, ilmu agama gak ada apa-apanya. Ap
“Cantik gak aku?” Aku bergaya di depan Kak Daffa. “Lumayan.” Pria yang duduk di sofa itu melempar muka dengan senyum yang tertahan. Aku ke samping Kak Daffa. Mengambil bantal sofa dan hendak menutup mukanya, tapi dia tahan dengan menangkap pergelanganku. “Bilang cantik aja gengsi banget. Orang ke
Pertama kalinya aku datang ke kampus menggunakan pakaian seperti ini. Sejak turun dari mobil, banyak pasang mata yang menatap. Aku gak peduli, yang penting gak dihaluin macem-macem. “Perasaan kemaren bukan beli yang kek gini, deh,” ucap Mita saat aku bergabung. “Ini dari Kak Daffa.” “Pantesan mau
Sepanjang pemasangan gips, aku menangis menahan nyeri. Kak Daffa duduk di dekatku. Memeluk. Aku menyembunyikan muka ke dadanya sambil mencengkeram kuat-kuat. Pulang dari rumah sakit, aku memakai roda. Lengkap dengan membawa tongkat juga. Turun dari mobil, Kak Daffa menggendongku sampai naik kamar.
BAB 26 Aku memutar roda. Mengikuti arah lelaki yang mungkin sedang tidak baik-baik saja itu. Kak Daffa terlihat bertumpu tangan pada pagar balkon. Melihat taman rumah dengan raut yang tak dapat kuperhatikan jelas dari sisi sini. Lama dia terdiam. “Kak ....” Kak Daffa mendongak. Membuang nafas k
Aku memilihkan pakaian saat Kak Daffa masih di kamar mandi. Hari ini dia harus kerja karena kemarin baru meninggalkan rapat penting. Kemeja hitam, dasi biru bergaris ungu, dan celana panjang hitam menjadi pilihan. Kak Daffa masuk ruang pakaian dengan lilitan handuk. “Bajunya udah Risa siapin, Kak