Ada yang berbeda ketika aku bangun pagi ini. Saat alarm mulai terdengar, suara gerakan di dalam kamar ini pun turut mengisi telinga. Dalam gelapnya kamar, Kak Daffa baru saja keluar dari kamar mandi. Tubuhnya tanpa pakaian, hanya dililit handuk. Bau sabun menguar bersama langkahnya ke tengah kamar.
BAB 22 Kendaraan melaju santai membelah kota. Padatnya jalanan membuat laju mobil tersendat-sendat. Aku menatap kaca sambil sesekali meraba pipi. Bibir Kak Daffa terasa masih menempel di sisi kanan wajahku ini. Bekasnya berasa gak ilang-ilang. Keterlaluan tu orang, katanya gak bakal ngapa-ngapain.
Tiga kali lima puluh menit sudah terlewat. Ms Iren meninggalkan kelas. Kami berbenah. Ada yang langsung pergi, ada yang melihat isi HP terlebih dahulu. Yang kedua itu aku. Ada lima panggilan dan beberapa chat dari Kak Daffa. [Cium pipi doang gak berbekas kali, Sa.] [Masa suami gak boleh gitu doan
Pagi, ketika aku membuka mata. Lampu kamar sudah menyala. Aku mengernyit silau. Di depan netraku ini ada seperti bulu-bulu hitam. Baunya aneh. Aku menjauhkan muka demi melihat lebih jelas. Astaga! Bulu ketek. “Aaaaa! Kak Daffaaa!” “Hahaha gimana ketek gue, enak, gak?” Aku mengambil bantal memuk
“Betul kalian belum ngapa-ngapain?” Kak Mandala bertanya saat kami hendak masuk mobil. Kakakku itu sedang memakai sarung tangan dan helm untuk segera berangkat juga. “Udah.” Kak Daffa bicara santai. “Udah gelut terus tiap hari.” Kak Mandala naik motor. “Ya udah, gue duluan.” “Oke, Bro.” Motor it
BAB 24 Aku memeluk lutut di atas permadani. Sepasang pakaian berwarna mocca itu teronggok di depan mata. “Pikir makanya!” Gak enak banget denger Kak Daffa bilang gitu tadi. Berasa dimarahi. Aku bukan anti kerudung, tapi kalau pakai baju begitu, kan, malu. Sadar, ilmu agama gak ada apa-apanya. Ap
“Cantik gak aku?” Aku bergaya di depan Kak Daffa. “Lumayan.” Pria yang duduk di sofa itu melempar muka dengan senyum yang tertahan. Aku ke samping Kak Daffa. Mengambil bantal sofa dan hendak menutup mukanya, tapi dia tahan dengan menangkap pergelanganku. “Bilang cantik aja gengsi banget. Orang ke
Pertama kalinya aku datang ke kampus menggunakan pakaian seperti ini. Sejak turun dari mobil, banyak pasang mata yang menatap. Aku gak peduli, yang penting gak dihaluin macem-macem. “Perasaan kemaren bukan beli yang kek gini, deh,” ucap Mita saat aku bergabung. “Ini dari Kak Daffa.” “Pantesan mau
“Kamu kalau senyum jangan manis-manis, Sa,” ucap Daffa.Kening Klarisa mengernyit bingung. “Kenapa? Kamu gak mau aku senyum? Aku harus cemberut terus gitu?” protes Klarisa.Daffa terkekeh. “Gak gitu, Sayang. Tapi kalau kamu senyum, kamu jadi tambah cantik. Aku takut kalau orang-orang bakal suka sama
PGK BAB 105[Hukuman Dijatuhkan! Keluarga Mengabulkan Permintaan Keringatan, Sovia yang Merupakan Pelaku Pembunuhan Berencana pada Klarisa Kini Dijatuhi Hukuman Seumur Hidup!]Kira-kira itulah judul berita yang menjadi pembicaraan hangat di media sosial sekarang. Bujukan Klarisa malam itu berhasil m
“Di lihat dari kondisi Ibu Risa yang sudah sangat membaik, jadi saya memutuskan untuk memulangkan Ibu Risa hari ini juga,” ucap dokter yang disambut senyum bahagia oleh yang lain.“Alhamdulillah,” ucap Daffa dan Mandala bersamaan.Dokter menatap Daffa dan Klarisa bergantian. “Tapi perlu diingat ya,
PGK BAB 104Hari-hari semakin membaik bagi keluarga kecil Daffa, setiap hari Daffa selalu mengunjungi istrinya dan menemaninya dengan sangat sabar.“Sayang, ayo buka mulutnya dulu. Pesawat datang aakk,” canda Daffa seraya menyuapkan sesendok nasi dan lauk untuk istrinya.Dengan senyum malu-malu Klar
“Hadirin diharapkan tenang, putusan akan segera dibacakan,” ucap hakim sembari mengetuk palunya.Mendadak ruang sidang menjadi hening. Para wartawan telah menyiapkan kameranya untuk merekam. Sementara keluarga Klarisa yang menemaninya kini tengah khusyuk memanjatkan doa, berharap keinginan mereka di
BAB 103“Apa? Gak bisa gitu dong! Istri gue masih dirawat di rumah sakit, kalau kondisinya jadi drop lagi gimana?!”Daffa menggeram kesal, meremas telepon di genggamannya. Pagi ini Daffa benar-benar dibuat kesal dengan kabar yang dibawa oleh pengacarannya.Persidangan yang telah berlangsung sejak be
Setelah diizinkan dokter untuk mengonsumsi makanan langsung, Klarisa hanya bisa diberikan makanan dengan tekstur yang lembut seperti bubur. Otot rahangnya yang belum berfungsi benar membuat Klarisa akan kesulitan jika diberikan makanan berat.“I-ibu ... maaf ngerepotin,” ucap Klarisa terbata-bata.M
BAB 102Tubuh Daffa seketika membeku. Seperti ada bongkahan batu yang menghantam dadanya.“S-sayang? Arsyla... dia anak kita, masa kamu gak ingat?” ucap Daffa terbata-bata saking terkejutnya.Seketika Daffa berpikir keras, apa istrinya mengalami lupa ingatan atau amnesia seperti di film-film? Kenapa
BAB 101Sebulan sudah berlalu, tetapi masih belum ada tanda-tanda Klarisa akan sadar dari komanya. Bahkan untuk perkembangan kecil pun tubuh Klarisa tak menunjukkan reaksi apapun.Dokter dan tim medis telah melakukan berbagai cara, tetapi belum juga membuahkan hasil. Mereka hanya meminta kepasrahan