“Sugur, apa kita jadi memberi kejutan pada Li Wei malam ini?” tanya salah seorang lelaki dari suku serigala. “Tentu saja, aku tidak pernah bertarung dengannya di medan perang, aku jadi ingin tahu seberapa hebat dia. Suruh salah satu orang kita yang berani mati di garis depan untuk bertarung dengan Li Wei.” Sugur berbicara sambil mengambil air. Ia dan beberapa bawahan lelakinya berhasil menyamar menjadi pelayan di istana Putra Mahkota. Mereka sering bertemu sambil membicarakan rencana penyerangan tanpa ketahuan sebab pergerakannya gesit seperti serigala. “Baik, Sugur, tunggu saja kabar beritanya malam ini.” Lelaki itu pergi dan Sugur kembali menjalani pekerjaannya sehari-hari. Terkadang Sugur mendapat jatah mengisi air di bak mandi Pangeran Li Zu Min. Sering kali ia ingin menikam putra mahkota, tetapi ia tidak diperintahkan untuk itu. Tugasnya hanya mengawasi jalannya istana bagian dalam dan melaporkannya pada Tugur. Dari istana naga emas juga Sugur jadi tahu bahwa putra mahkota b
Dua hari sudah Su Yin dan Cang He bertukar peran. Risih polisi wanita itu menggunakan hanfu transparan milik seorang penyanyi dari rumah bordil. Cantik memang, tapi terlihat murahan sekali. Li Wei baru saja kembali setelah memeriksa persediaan untuk ekspedisi ke utara. Ia terlihat lelah dan merengut. Keduanya makan dalam diam tanpa berbicara seolah-olah memiliki beban yang begitu berat. “Aku ada janji dengan kakakku, kau tidur saja duluan,” ucap Li Wei ketika mengganti bajunya. “Bukannya istana ada jam malam dan tak boleh keluar?” tanya Su Yin sambil memainkan kaki. “Aku lelaki sudah biasa bergerak tanpa batasan. Jangan tinggalkan kamar ini tanpa perintah dariku.” “Hmmm.” Su Yin menjawab singkat saja. Hidupnya terasa membosankan di dalam istana. Ia susah berbaur dengan para putri karena kegiatan mereka melukis, merajut, dan membaca puisi. Satu pun tidak ada yang Su Yin sukai. Malam hari terus beranjak. Permaisuri Yin tak bisa tidur karena rasa panas yang menjalar dari kaki dan
Su Yin menghindar dengan memanjat dinding istana ketika manusia dengan wujud setengah serigala itu nyaris mencakarnya. Wajah yang menyerang tidak ketahuan sama sekali, semua tertutup bulu yang lebat. Pertarungan itu tidak seimbang, lelaki dengan cakar dan taring yang tajam tersebut bahkan telah merobek hanfu tipis sang permaisuri hingga penampilan Su Yin terlihat setengah tak berbaju. “Kenapa zaman dulu banyak sekali mahkluk-mahkluk aneh.” Su Yin duduk sambil mengatur napas. Ingin ia berlari tapi mahluk di depannya mengeluarkan sepuluh jari dengan kuku tajam. Pertarungan tidak dapat dihindari. Polisi wanita itu melawan dengan tangan kosong dan mengandalkan tendangan serta pukulan saja. Su Yin berhasil menghantam uluhati lelaki itu hingga mundur beberapa langkah. Namun, bukannya mengaku kalah, mahluk tersebut mundur untuk mengumpulkan kekuatan. Manusia dengan bulu-bulu lebat itu berlari menggunakan dua tangan serta kaki persis seperti binatang. Su Yin menganga sesaat tetapi ia lek
Aligur tinggal di dalam rumah bordil. Ia bisa mencium dari jarak jauh kedatangan Selir Agung ke tempat yang dijanjikan. Dukun sakti itu kemudian duduk bersila sambil memejamkan mata dan tak lupa membaca mantera. Secara ajaib kepalanya berputar dari depan ke belakang tanpa ada tulang yang patah sama sekali. Lalu karena cepatnya perputaran itu arwahnya pun keluar dan berubah menjadi seringan selendang merah yang ia gunakan. Aligur terbang menyusuri tempat-tempat gelap agar tak terkena cahaya matahari dan bersembunyi di balik kereta bangsawan dan sampai di rumah singgah Tugur. “Tuanku,” bisiknya di telinga Tugur yang sedang tidur. Lelaki dengan tubuh kekar itu langsung bangun. “Ada apa?” “Dia akan datang, untuk menyempurnakan rencanamu, kau siap? Anak itu akan jadi milik orang lain, jika kau tak siap aku bisa menghentikannya.” “Lalukan sesuai rencana, aku masih bisa membuat anak yang lain.” “Baik, Tuanku.” Aligur kemudian melesat terbang lagi seperti tadi dan langsung memasuki tub
Pagi harinya Ming Hua sudah membaik, setelah mandi dan mengganti baju serta berdandan ia menuju istana naga emas sambil pelayannya membawakan kudapan yang masih hangat. Kedatangannya diumumkan, kebetulan Bai Jing dan Putra Mahkota akan sarapan bersama. Sekalian saja mereka mengajak ibunda yang terlihat sibuk belakangan ini. “Kau terlihat pucat akhir-akhir ini, anakku, apa kau menjaganya dengan baik?” Ming Hua memegang tangan Bai Jing sambil menatap putranya. Sang permaisuri di istana bunga emas masih terkejut dan ketika dirinya hampir dilecehkan hingga terlihat tak sehat. “Tentu saja, Ibunda, Putra Mahkota menjagaku dengan baik. Nuyi (sebulan pelayan istana di dalam lingkungan istana) bawakan teh kesukaan ibuku, sekarang.” Perintah Bai Jing dan segera dilaksanakan oleh pelayannya. “Tidak perlu repot-repot, Ibu ke sini karena merindukan kalian. Lihat, ini kudapan kesukaanmu, ayo dimakan. Kau harus sehat agar bisa menjadi ibu,” ucap Ming Hua tanpa sadar hingga membuat senyum pangera
Malam hari ketika Su Yin sudah istirahat lebih dahulu, Li Wei masih memeriksa peta Dinasti Tang di mana kota Chang An sebagai pusat kota dengan beberapa kota besar dan desa yang masih baru. Beberapa di antara penduduk merupakan pelarian dari dinasti atau peradaban lain. Mereka mencari suaka dan perlindungan agar hidup aman. Tak bisa dipungkiri, selain Tang, masih banyak peradaban lain yang masih suka berperang. Suku Serigala hanya salah satu contoh. Desa bebatuan merupakan desa yang berada di luar pemerintah Tang dan pendudukan sangat primitif. Mereka masih memegang tradisi memakan daging manusia, yang mana korbannya ditunjuk oleh tetua desa. Bagi mereka yang masih patuh akan suka rela menumbalkan orang tersayang demi keberlangsungan adat istiadat. Bagi yang ingin meraih harapan hidup lebih baik akan kabur dari desa diam-diam. Ada yang berhasil ada yang tidak. Yang tidak berhasil kebanyakan dibunuh serigala jadi-jadian, yang berhasil kabur umumnya mengalami kesulitan beradaptasi de
Pelayan dan para penjaga sudah bersiap untuk berangkat. Namun, ada seseorang yang terlihat berlari menuju kereta iring-iringan pangeran. Su Yin mengenal gadis itu. Ru Yi datang membawa beberapa barang yang dibungkus menggunakan kain. “Pemaisuri, andai boleh, aku akan memilih ikut sebagai tabib dalam perjalanan kali ini,” ucap Ru Yi sambil mengatur napas. “Tidak usah, lanjutkan saja belajarmu, aku baik-baik saja, aku juga dokter, tapi ini apa?” tanya Su Yin sambil menimbang-nimbang. “Ada cream siang, cream malam, cream anti matahari dan cream awet muda, hi hi hi.” Ru Yi tersenyum kecil. Begitu yang ia pelajari dari buku yang dituliskan oleh Permaisuri Yin. “Oh, jadi dokter kecantikan rupanya.” Su Yin melirik Ru Yi dari ujung rambut sampai kaki. Gadis itu mengenakan baju tabib yang dari kualitas kain yang bagus dan membuatnya terlihat cantik. “Kau di sini tidak ada niat menikah?” Tiba-tiba aja pertanyaan sang permaisuri ke sana. “Ehm, malu, Permaisuri, umur hamba sudah 24 tahun. S
Ming Hua memijit kepalanya yang terasa pusing. Kemudian ia memanggil Gui Mama dan meminta benda yang ia perintahkan untuk dibeli, walau dengan harga yang mahal. “Tapi, Nyonya, ini tak baik bagi kesehatan.” Ragu-ragu pelayan dengan gigi emas itu memberikannya. “Sekali saja, aku tidak bisa tidur nyenyak belakangan ini.” Selir Agung mengambil cerutu panjang dan mengisap opium. Pertama kali ia batuk dan lama-lama terbiasa. Guna opium sebenarnya untuk pengobatan dan mengurangi sakit perut hebat. Tetapi terkadang pemakaiannya sering disalah gunakan untuk merasa terbang ke langit ketujuh. Ming Hua merasa tenang sekali walau pandangannya mengabur. Ia pun tertidur dan opium jatuh ke lantai. Teler karena pertama kali menggunakan opium. Gui Mama membersihkan jejak penggunaan benda itu dan mengasapi ruangan agar wangi bunga seperti biasa. Tiba-tiba saja tanpa pemberitahuan sebelumnya, Kaisar datang ke istana bunga perak. Para pelayan memberi hormat. Gui Mama sudah mencoba membangunkan Selir
Su Yin dan An Ama terkejut ketika sampai di kapal perang, beberapa prajurit Tang melawan serigala dengan ragam warna. Ya, pasukan Yi Gur sebagian bisa mengubah wujud, begitu pula dengan pemimpinnya. “Nyonya, hati-hati,” ucap An Mama ketika dua serigala memandang ke arah mereka. “Tebas langsung ke kepala saja, hiaaat!” Sang permaisuri melompat dan melayangkan pedang ke arah serigala hingga lepas. An Mama mendorong dan membuang binatang itu ke laut. Hal yang sama kemudian dilakukan oleh prajurit Tang yang lain. “Kenapa dia ada di sini?” Perhatian Li Wei teralihkan. Pada saat yang sama Yigur menodongkan belati ke lehernya. “Enak saja, hanya aku yang boleh menyakiti suamiku, hiaaat!” Su Yin berlari dan menghalangi belati Yigur dengan pedangnya. “Kita jumpa lagi, kau datang juga.” Yigur tersenyum. “Kenapa kau tidak menuruti kata-kataku!” Li Wei masih sempat bertanya. “Kita bahas hal itu nanti, selesaikan yang di depan dulu.” Su Yin dan Li Wei bekerja sama melawan Yi
Li Wei berdiri di atas benteng pertahanan. Pangeran Kedua sedang memantau para prajurit yang berlatih. Ia meraih teropong di pingang, lalu melihat ke arah yang jauh sampai ke tepi pantai. Armada angkatan laut yang dipimpin oleh menhan langsung sedang mengisi amunisi. Sebuah anak panah menancap di sebelah Li Wei. Di anak panah itu terikat sebuah surat. Ia membuka dan membacanya dengan perlahan lalu meremas dan membuangnya. “Suku serigala sedang mempersiapkan serangan untuk kita. Kapal mereka mulai berjalan. Sampaikan pesanku pada menhan agar mempercepat persiapan. Sampaikan diam-diam jangan sampai ada yang tahu, mengerti!” perintah Li Wei. “Baik, Pangeran.” Furong melompat dari benteng dan berlari ke kandang kuda lalu segera ke pelabuhan. Tersisa Pangeran Kedua dengan beberapa pasukan elitenya. Lelaki itu mengembuskan napas dalam. Ia boleh mati tapi Permaisuri Yin harus selamat apa pun caranya. Li Wei pergi menemui An Mama secara pribadi. Sang guru yang sedang mengasah pedang berd
Ibu Suri duduk di kamarnya. Ia menatap ke depan dengan kekosongan. Sejak ditinggal Gui Mama tak ada lagi pelayan lain yang cakap dalam bekerja. Termasuk mengurus opium yang telah menjadi candunya. Ming Hua seperti orang gila yang terlihat baik-baik saja. “Pelayaaan!” teriak Ibu Suri. Semua berbaris dengan teratur memenuhi panggilannya. “Tolol. Aku hukum mati kalian semua baru tahu rasa!” “Jangan, Ibu Suri, ampuni kami yang datang terlambat.” Para pelayan bersujud di depan wanita angkuh itu. “Bantu aku berkemas. Aku ingin mengunjungi kaisar. Ada yang harus aku bicarakan.” Tiga orang pelayan wanita datang mendekatinya. “Tunggu, kalian semua keluar, dan kau tetap di sini.” Ming Hua meminta satu orang saja yang menemaninya. “Berikan aku opium.” “Ibu Suri, tapi opiumnya sudah habis sejak tadi malam.” Pelayan itu menjawab dengan takut. “Kurang ajar!” Ming Hua melayangkan tamparan. “Kenapa tidak dibeli lagi.” “Hamba tidak tahu, Ibu Suri, hamba tidak tahu harus mencarinya di mana.”
Tangan Su Yin berlumuran darah. Sudah banyak prajurit yang ia bunuh demi menyelamatkan diri. Namun, jelas polisi wanita itu kalah jumlah. Sekarang ia bersembunyi di departemen sihir dan perbintangan. Satu-satunya tempat yang bisa Su Yin tuju.“Siapa di sana?” Su Yin memegang pedang dengan tangan gemetar. Perkelahian sengit itu membuatnya kehilangan banyak tenaga. Shen Du muncul sambil membawa pedang kayunya. “Kau ternyata. Oh iya aku lupa kau orangnya Ibu Suri. Majulah kalau ingin membunuhku.” “Tidak, Permaisuri Yin. Aku hanya ingin memberitahu, ke depannya nanti jalanmu tidak akan mudah dan umurmu tidak akan panjang.” “Aku bisa menanggung semua derita, ini sudah pilihanku.” Su Yin menarik napas panjang. Ia lelah, haus, juga lapar. Shen Du menyembunyikan pedang kayunya. Lalu ia menoleh ke belakang. Pengawal pribadi kaisar datang dengan dua orang prajurit kepercayaannya. “Bawa Permaisuri Yin pergi dari sini. Lewat danau belakang ada jalan rahasia tempat para pelayan kabur. Jangan
Ibu Suri duduk di singgasananya dengan angkuh. Gui Mama tersenyum melihat tuannya. Mata licik ibu suri memindai seluruh kediaman baru yang lebih besar dan mewah. Ia pun menarik napas dalam-dalam. “Lega sekali tanpa kehadiran Li Wei di istana ini,” ucapnya congkak. “Nyonya, satu pengganggu sudah hilang, hamba yakin perang di selatan akan menewaskan Pangeran Kedua.” “Gui Mama, jangan bicara terlalu kencang, dinding istana juga punya kuping.” Ming Hua memejamkan mata. Ia senang dengan harapan pelayannya tapi ia juga harus berhati-hati. “Maafkah hambamu yang bodoh ini, Nyonya.” “Dimaafkan, karena kau terlalu bahagia melihatku bahagia, sudah sepantasnya pelayan harus begitu, ah ha ha ha.” Ming Hua merasa sebagai penguasa istana. “Bagaimana kalau kita jalan-jalan, Nyonya?” “Apa yang harus dilihat, istana begitu-begitu saja sejak pertama kali aku datang, tidak ada bedanya. Hanya saja sekarang aku lebih bebas sebagai ibu suri, bahkan kaisar tidak akan berani menegurku.” Ibu Suri berdi
“Aku hanya ingin kemenangan untuk Tang, Yang Mulia.” “Aku mengenalmu cukup baik, ada yang kau sembunyikan dariku, katakan.” Perintah Kaisar dengan tegas. “Yang Mulia, izinkan hamba berangkat ke kaisar dan setelahnya akan hamba persembahkan kemenangan untuk Tang.” “Itu saja?” Kaisar tahu adiknya belum mau jujur sepenuhnya. “Juga, jika hamba memperoleh kemenangan izinkan hamba tinggal di selatan dan memerintah daerah itu dengan tradisi dan kebijakan Dinasti Tang.” Jujur juga Li Wei akhirnya. “Jadi kau ingin meninggalkan Chang An.” Kaisar memerintahkan Li Wei bangun dari sujudnya. “Benar.” “Kenapa?” “Terlalu banyak kenangan pahit di sini.” “Pahit?” “Salah satunya kematian ibuku juga istriku sempat mati kemarin. Aku hanya ingin menyelamatkan keluargaku.” “Sekarang aku sudah menjadi kaisar, tidak akan ada orang yang berani menyakitimu.” “Aku khawatir bukan orang lain yang menyakitiku, justru …” “Maksudmu, Ibu Suri?” tebak Kaisar. Li Wei diam saja. “Pergilah, akan aku pertimban
Tubuh Kaisar diawetkan selama beberapa hari sebelum disemayamkan di sebuah kuburan yang luas. Sejak saat itu takhta kosong dan sudah jelas siapa yang akan mendudukinya meski belum dinobatkan secara resmi. Putra Mahkota mengambil alis tugas ayahnya yang mangkat dengan penyakit misterius. Masa berkabung dimulai sejak saat itu dan belum diakhiri hingga sebuah kuburan yang luas dan megah selesai. Satu demi satu perhiasan kesukaan kaisar diletakkan di dalam. Termasuk emas dan perak, juga baju-baju sutra yang dulu pernah dikenakan.Dalam kuburan kuno itu dibangun beberapa perangkap. Apabila ada yang mencuri perhiasan milik Kaisar akan mati dan terkubur di sana. Para selir kaisar yang tidak memiliki anak secara jelas diusir oleh Selir Agung. Permaisuri Utama dan Selir Cun masih tinggal karena telah memiliki anak. Ming Hua mencapai tujuannya untuk menjadi ibu suri. Hari ini tubuh Kaisar yang sudah diberikan pakaian terbaik diletakkan di dalam peti. Satu demi satu putra, putri, selir, pej
Di luar istana para suami menjalankan tugas negara dengan berat. Li Wei sampai membuka pakaian agungnya sebagai pangeran demi membantu pekerja tambang bijih besi membuat senjata tajam. Tubuhnya yang kekar menjadi semakin keras. Ia memukul-mukul besi panas hingga dibentuk menjadi pedang kemudian dicelupkan ke air. Begitu pula dengan Putra Mahkota. Ia turun tangan sendiri merekrut para tentara baru. Termasuk ikut serta membantu para tentara baru berlatih kungfu dasar. Hal demikian berlangsung tidak selama satu atau dua bulan. Dan kini sudah memasuki bulan ketiga para suami jauh dari istrinya demi menunaikan tugas negara. Di dalam istana para istri terus mendoakan kebaikan untuk suaminya termasuk Bai Jing juga Su Yin. Permaisuri Yin bersungguh-sungguh dalam merajut. Ia membuat pola rajutan naga memeluk bulan dengan benang perak yang amat sangat indah. Saking rumitnya rajutan itu, baru bisa selesai pada bulan ketiga dan tak terhitung sudah berapa banyak jarum yang menusuk tangannya.
Aligur mengobati luka di betis Tugur dengan darah segar. Tugur menutup mata karena menahan pedih di kaki. Dengan beberapa kali pengobatan luka itu tertutup sempurna juga. “Wanita itu memang malaikat maut,” ucap Aligur sembari membasuh keringat yang bercucuran. “Seharusnya kita bunuh dulu wanita itu baru bisa menyerang istana dengan mudah,” sahut Tugur. “Tapi wanita itu bukanlah tujuan utama kita, Tuan.” “Aku tahu, tapi dia penghalang yang mematikan.” “Tidak juga!” “Maksudmu?” “Tidak lama lagi dia akan meninggalkan istana, setelah itu Tuan bisa melancarkan aksi. Enam bulan lagi anakmu akan lahir, Tuan. Dia akan menjadi penerus takhta Tang yang agung, anakmu akan jadi raja di generasi berikutnya,” bisik Aligur. “Selama enam bulan itu aku harus tetap bersabar, bukan?” “Benar, Tuan, tapi jika diperbolehkan aku ingin melakukan balas dendam, bukan pada wanita itu tapi untuk orang lain. Untuk memuluskan takhta anakmu nanti, kita harus membuat istana dalam keadaan huru-hara.” “Renca