Li Wei memeluk istrinya sangat erat hingga dua orang itu jatuh di ranjang yang sama. Tak peduli Pangeran Kedua walau pinggangnya sakit, selagi ada kesempatan bersama dijalani saja walau bahaya menghadang. “Akhirnya kita sedekat ini lagi,” ucap pangeran dengan tersenyum lebar. Ia jadi teringat dengan malam pertama yang sangat berkesan dengan rasa yang lebih manis dari madu. “Kau itu sakit, tapi otakmu mesum.” Dengan santai Su Yin menekan jidat pangeran pakai telunjuknya. “Lepaskan, aku harus melihat lukamu.” Polisi wanita itu memberontak. “Di sini jauh lebih sakit sejak berpisah denganmu.” Semakin mendalam sang pangeran menekan di bagian dadanya dengan tangan Su Yin. “Bocah kalau jatuh cinta memang manis sekali mulutnya,” gumam polisi wanita yang umur aslinya sudah 38 tahun. “Bocah mana? Umurku 20 tahun, kau sudah 17 tahun, kita sudah menjadi calon orang tua, tugasku sekarang membuatmu hamil.” Ucapan Li Wei membuat Su Yin merasa seperti dipecundangi dan dilucuti bajunya habis-hab
“Kenapa harus pakai baju cantik malam hari begini,” ucap Su Yin usah selesai mandi air hangat. Xu Chan memberinya sutera berwarna biru muda. Namun, yang jadi masalah, pakaian bagian atasnya tipis serta menerawang. Siapa pun lelaki yang melihat sang permaisuri pasti tergoda. Ya memang tujuannya untuk membuat sang pangeran tergoda. “Permaisuri, sekarang Pangeran sudah datang, jadi tampillah lebih cantik setiap hari di depannya. Agar kalau beliau misalnya mengambil selir, tetap engkau yang paling dicintainya.” “Halah, aku tidak peduli, mau dia punya sejuta selir aku tidak akan cemburu. Aku hanya ingin pulang. Bibiku yang sudah tua dan sebatang kara tinggal sendirian di apartement.” Su Yin menghela napas pendek. Wanita tua itu yang merawatnya sejak kedua orang tua Su Yin meninggal karena kecelakaan. “Sudah cantik, ayo, Permaisuri.” Xu Chan memberikan satu buah mantel yang di bagian lehernya ada hiasan bulu putih halus sekali. “Wah, ini kalau di Shanghai mahal sekali harganya. Hmm hal
Seorang pelayan senior telah kembali dari sebuah kuil usai mendoakan majikannya yang telah mangkat. Inginnya ia ada di sana selamanya, tetapi panggilan dari Selir Agung membuat Gui Mama terpaksa meninggalkan tempat sembahyangnya. Dengan langkah penuh percaya diri meski rambut sudah banyak yang putih wanita tua itu memasuki Istana Bunga Perak—tempat kediaman Ming Hua sejak dinikahi Kaisar. Senyumnya terkembang sempurna dengan garis kerutan di tepi bibir. “Hamba memberi hormat pada Selir Agung.” Gui Mama bersujud dengan penuh rasa khidmat pada tuannya yang baru. “Bangunlah, tidak usah sungkan. Aku yang memanggilmu berarti aku yang membutuhkanmu.” Ming Hua membantu Gui Mama bangkit dan memegang tangannya yang telah keriput. Meski demikian Gui Mama terhitung sebagai salah satu pelayan tingkat tinggi yang bahkan disegani oleh para pejabat, bangsawan dan kaum cendekiawan. Pengalaman membersamai Ibu Suri dari kecil sampai tiada membuat isi kepala Gui Mama tidak seperti hamba sahaya lainn
Empat orang lelaki telah berkumpul di danau bagian belakang istana. Tempat itu indah, ada taman bunga, banyak kupu-kupu datang juga burung berkicauan. Sayang, letaknya cukup jauh hingga enggan dikunjungi para putri. Pangeran Kedua duduk sambil menyibak jubah warna abu-abunya. Ia menatap empat lelaki yang kini wajahnya penuh ketakutan. Begitulah menjadi bawahan, harus selalu siap menanggung kesalahan tuannya. Li Wei memberikan tanda dengan lirikan matanya, Fu Rong sudah mengerti kemudian menyodorkan potongan kain itu. Ia pun bertanya baik-baik terlebih dahulu. “Kami tidak tahu.” Kompak orang itu bertanya. Menurut perhitungan Su Yin pelaku pembunuhan Menteri Zhang ada lebih dari satu orang. Merekalah semua yang terlibat. Malas mendengar omong kosong dan bualan apa pun, Pangeran Kedua menarik pedang di pinggang Fu Rong dan menghunuskan pada salah satu dari keempatnya. Orang itu lalu roboh di lantai dengan darah merembes dari perut. “Buang mayatnya ke dalam danau, tidak akan ada yan
Pada pagi hari ketika matahari bersinar dengan cerah dan Permaisuri Yin ingin mengajar para pelayan, Fu Rong datang dan memintanya agar segera menghadap pangeran. “Astaga, pagi ini aku belum menghadap dan memberi hormat. Pantas saja lelaki itu tantrum, cih!” umpat Su Yin perlahan. “Xu Chan, ganti baju Permaisuri yang lebih indah dengan warna cerah.” Instruksi dari Fu Rong segera dikerjakan para hamba. Su Yin sampai heran kenapa harus ganti baju lagi padahal belum ada satu jam dia pakai gaun halus tipis berlapis-lapis mana tidak bebas untuk bergerak pula. ‘Dia pasti ingin macam-macam denganku,’ ucap polisi wanita di dalam hati. Sambil menunggu gaun terbaik dipilihkan, ia pun merencanakan diri untuk kabur walau rasanya tidak mungkin, sebab tembok istana sangat tinggi dan pengamanannya berlapis-lapis. “Waaah, cantik sekali aku,” ucap sang permaisuri ketika selesai didandani. Perhiasan yang dikenakan di kepalanya jauh lebih banyak. “Ini lisptick zaman dulu tidak ada yang
Kepala Departemen Sihir dan Perbintangan menyalakan asap wewangian dan meletakkan dalam wadah besi berwarna kuning yang bisa digantung. Lalu setelah itu Shen Du berkeliling di seluruh bagian pinggir istana. Guna asap itu untuk menjauhkan istana dari mara bahaya baik dari dalam atau luar. Namun, walau demikian kejahatan tetap saja ada, karena asap tidak bisa mencegah niat jahat manusia. Tak henti-henti Shen Du merapal mantera agar niat jahat siapa pun sirna dan mereka hidup damai saling menerima satu sama lain. Shen Du berharap sekali hidup di bumi seperti di surga yang tak ada lagi rasa benci dan cemburu. “Pergilah, iblis dari setiap sudut hati manusia. Jangan biarkan ada darah yang tumpah lagi di istana,” ucapnya di antara mantra yang dirapal. Seketika gantungan berisikan asap itu jatuh ke tanah. Pertanda mantranya gagal lagi. Dalam waktu sekejap saja awan mendung bergerak menutupi istana dan sekitarnya. “Aku sudah berusaha, aku bukan dewa yang bisa mencegah kematian..” Shen Du
Shen Du sampai di taman bagian belakang istana tepat waktu. Lelaki dengan ilmu spiritual tinggi itu melihat Su Yin tercebur ke danau dan dalam waktu yang sama Permaisuri A Yin juga melakukan hal yang sama. Segera Shen Du menarik pedang kayunya. Ia sudah bisa menebak apa yang akan terjadi. Jika Su Yin tutup usia karena meninggal di danau maka A Yin akan memasuki raganya di waktu yang tidak tepat hingga merusak keseimbangan Yin dan Yang, dan membuat tubuh kasar itu menjadi mayat hidup tanpa hati dan perasaan. Demikian pula Li Wei yang ikut menceburkan diri sebab yang ia tahu istrinya tidak bisa berenang sama sekali. Di dalam danau Su Yin menendang sesuatu yang menarik kakinya. Wajah A Yin berubah menjadi hantu menyeramkan karena dikuasai oleh dendam dan Su Yin melihatnya. Kemudian polisi wanita itu tertelan air begitu banyak hingga menyebabkan paru-parunya panas dan ia tak kuat lagi hingga menyerah begitu saja. A Yin menarik kaki Su Yin hingga terus tenggelam ke bawah. Namun, tak l
“Tenanglah di sana, jangan keluar atau Permaisuri akan terbakar panasnya matahari. Untung tadi mendung pekat menutupi langit.” Shen Du mengembalikan arwah Li A Yin ke dalam kuilnya. Permaisuri yang asli mulai tenang dan wajah menyeramkannya telah hilang. Meski demikian raut muka sedihnya terlihat lagi. Li Wei ada di depan matanya dan sulit untuk digapai. “Aku hanya meminta Permaisuri bersabar. Sekarang namamu sudah bersih dari tuduhan pembunuh dan …” Shen Du menjeda ucapannya terlihat Li A Yin menaruh harapan padanya. “Dan aku perkirakan jika tidak ada halangan, akan ada gerhana bulan tiga bulan lagi. Saat itulah Permaisuri memiliki kesempatan untuk kembali ke tubuhmu dengan catatan permaisuri yang sekarang secara suka rela meninggalkan tubuh yang ia pakai sekarang.” Mendengar perkataan demikian, Li A Yin tersenyum bahagia. Tiga bulan lagi tidaklah lama untuk bersabar dan bersatu dengan Li Wei. Satu tahun lebih saja ia tahan dalam kerinduan. “Pokok permasalahannya apakah permaisu
Dengan langkah penuh percaya diri walau lelah dan berkeringat, Su Yin bergerak terus menuju Istana Naga Emas yang ukurannya jauh lebih besar daripada Istana Naga Perak. “Heeei, kenapa aku tidak minta naik kereta saja, ya. Ini sih jaraknya lebih jauh ari apartmenku ke kantor.” Su Yin menyeka keringatnya. Sinar matahari juga naik semakin tinggi. “Pemaisuri, apa hamba perlu ambilkan tandu agar tidak kelelahan?” tanya Xu Chan. “Masih jauh tidak istananya?” tanya polisi wanita itu. “Tidak terlalu jauh, Nyonya, sebentar lagi juga sampai,” jawab pelayan dengan pipi tembem tersebut. “Ya sudah lanjut jalan kaki saja sampati betisku sebesar betis pemain bola, huuuh, haaah, yang kuat semangaaaat.” Berada di dalam tubuh gadis yang lemah membuat Su Yin harus banyak beradaptasi. Mulai dari olahraga angkat beban air dalam ember kayu yang ia lakukan sebelum mandi, rutin di pagi hari agar tubuh Permaisuri Li A Yin menjadi lebih kokoh. Perubahan itu mulai terasa ketika di malam hari ia tak
Li Wei mengabaikan urusan dengan permaisurinya terlebih dahulu. Soal cemburu, biarlah. Mungkin dari sana A Yin sadar bahwa ia harus mencintai dan berlaku baik dengan suaminya. Ada urusan lain yang jauh lebih penting. “Duduk,” ucap Li Wei pada Chang Mi ketika mereka sampai di kamar. Chang Mi duduk di tepi ranjang milik sang pangeran. Sesuai titah Selir Agung, ia harus merayu, menggoda dan membuat Li Wei penasaran dan mencintainya setengah mati. Hal demikian sudah dipelajari oleh Chang Mi di rumah bordil. Yang ia takutkan hanya ketika dapat perlakuan tak baik dari lelaki yang menginginkan tubuhnya. Chang Mi membuka satu demi satu hiasan kemudian merapikan rambutnya. Lapisan luar hanfu yang cerah juga mulai gadis itu longgarkan ikatannya. Ia menunggu dengan sabar sampai Li Wei mendatanginya. Sedangkan sang pangeran mengaduk air putih di dalam cangkir untuk diberikan pada gadis pemberian Selir Agung. Kemudian lelaki itu membuka tempat penyimpanan barang-barang berbahaya. Salah satu
Selir Agung mondar-mandir di kediamannya. Hati wanita cantik tapi berhati bengis itu tak tenang. Ming Hua tahu bagaimana Putra Makhkota begitu dekat dengan adik seayahnya. Itu tidak baik menurutnya. “Nyonya, sudahlah. Apa tidak lelah dari tadi mondar-mandir terus.” Gui Mama juga pusing melihat tuannya tak tenang. “Pangeran Kedua semakin kuat, kedudukannya bisa saja menggeser putraku sewaktu-waktu.” Wanita itu bahkan mencopot hiasan kuku panjang di kelingkingnya. “Nyonya, izinkan hamba pergi sebentar dan membawa satu cara untuk menundukkan Pangeran Kedua.” Sebagai senior, Gui Mama sudah sangat hapal trik-trik di dalam istana. “Oh, Gui Mama kau memang diutus dewa untuk menyelamatkanku. Pergilah dan kembali dengan membuatku tersenyum.” Selir Agung duduk dan memperhatikan kepergian Gui Mama. Bahkan ia melewatkan jam makan siang ketika pelayannya itu belum juga kembali. Sampai hari berganti sore dan ia sudah berganti baju baru bahkan senja telah turun baru Gui Mama kembali. Tidak se
“Kau mau apa, tetap di sana dan jangan mendekat!” Su Yin menghalangi Li Wei yang terus berjalan mendekat ke arahnya. Di luar sana semakin malam suasana terdengar semakin ramai dan memacu adrenalin. “Diam, atau aku bunuh kau!” Reflesk polisi wanita itu memegang pinggang mencari pistol. Namun, tak ada apa pun di sana. Li Wei terus berjalan maju, Su Yin terus berjalan mundur, hingga kedua orang itu terpaku di dinding kayu dan saling menatap sejenak. “Aku hanya ingin tutup pintu, takut ada yang iseng masuk dan mengacaukan istirahat kita.” Li Wei menghela napas kasar. Sebenarnya ingin tapi mau bagaimana lagi Su Yin menolak terus. “Cis! Gayanya seperti orang sudah naik libido.” Benar apa kata Permaisuri tapi Pangeran Kedua masih menahan diri. “Tidurlah, aku tidak akan mengganggumu. Kita harus bangun di pagi buta agar sampai di istana tepat waktu. Tidak ada yang tahu aku pergi. Semoga saja ayahanda tidak mengunjungiku malam ini.” “Benar aku boleh tidur, nanti kau …” “Kalau mau sudah d
Li Wei berhasil membawa Su Yin selamat sampai ke luar dinding. Mereka kini berada di bagian luar istana. Namun, lebih dekat dengan wilayah umum seperti rumah makan, penginapan, dan pasar. “Jalan ke rumah Hakim Chao Da ke sini. Pegang yang erat.” Pangeran Kedua terus memacu kudanya. Sedangkan Su Yin yang sudah biasa ke mana-mana naik MRT atau bus kota mulai merasakan sakit di punggung serta pinggangnya. Juga ia berkeringat sangat banyak. “Aduh patah pinggangku.” Suara polisi wanita itu tertelan angin. Li Wei menarik tali kekang kuda dan membawa tunggangannya menjauh sedikit dan ia melompat turun. Tangannya terulur membantu Su Yin turun. “Astaga, bagaimana cara orang-orang di masa lalu hidup seperti ini.” Dokter forensik itu melakukan stretching ringan untuk meredakan nyeri, encok, serta pegal linu. “Kau baik-baik saja?” Rasanya dalam sehari itu sudah beberapa kali Li Wei bertanya. “Sedikit. Kita di mana?” “Itu rumah hakim. Lihat prajurit sudah ada di depan. Kita lewat jalan bel
“Tenanglah di sana, jangan keluar atau Permaisuri akan terbakar panasnya matahari. Untung tadi mendung pekat menutupi langit.” Shen Du mengembalikan arwah Li A Yin ke dalam kuilnya. Permaisuri yang asli mulai tenang dan wajah menyeramkannya telah hilang. Meski demikian raut muka sedihnya terlihat lagi. Li Wei ada di depan matanya dan sulit untuk digapai. “Aku hanya meminta Permaisuri bersabar. Sekarang namamu sudah bersih dari tuduhan pembunuh dan …” Shen Du menjeda ucapannya terlihat Li A Yin menaruh harapan padanya. “Dan aku perkirakan jika tidak ada halangan, akan ada gerhana bulan tiga bulan lagi. Saat itulah Permaisuri memiliki kesempatan untuk kembali ke tubuhmu dengan catatan permaisuri yang sekarang secara suka rela meninggalkan tubuh yang ia pakai sekarang.” Mendengar perkataan demikian, Li A Yin tersenyum bahagia. Tiga bulan lagi tidaklah lama untuk bersabar dan bersatu dengan Li Wei. Satu tahun lebih saja ia tahan dalam kerinduan. “Pokok permasalahannya apakah permaisu
Shen Du sampai di taman bagian belakang istana tepat waktu. Lelaki dengan ilmu spiritual tinggi itu melihat Su Yin tercebur ke danau dan dalam waktu yang sama Permaisuri A Yin juga melakukan hal yang sama. Segera Shen Du menarik pedang kayunya. Ia sudah bisa menebak apa yang akan terjadi. Jika Su Yin tutup usia karena meninggal di danau maka A Yin akan memasuki raganya di waktu yang tidak tepat hingga merusak keseimbangan Yin dan Yang, dan membuat tubuh kasar itu menjadi mayat hidup tanpa hati dan perasaan. Demikian pula Li Wei yang ikut menceburkan diri sebab yang ia tahu istrinya tidak bisa berenang sama sekali. Di dalam danau Su Yin menendang sesuatu yang menarik kakinya. Wajah A Yin berubah menjadi hantu menyeramkan karena dikuasai oleh dendam dan Su Yin melihatnya. Kemudian polisi wanita itu tertelan air begitu banyak hingga menyebabkan paru-parunya panas dan ia tak kuat lagi hingga menyerah begitu saja. A Yin menarik kaki Su Yin hingga terus tenggelam ke bawah. Namun, tak l
Kepala Departemen Sihir dan Perbintangan menyalakan asap wewangian dan meletakkan dalam wadah besi berwarna kuning yang bisa digantung. Lalu setelah itu Shen Du berkeliling di seluruh bagian pinggir istana. Guna asap itu untuk menjauhkan istana dari mara bahaya baik dari dalam atau luar. Namun, walau demikian kejahatan tetap saja ada, karena asap tidak bisa mencegah niat jahat manusia. Tak henti-henti Shen Du merapal mantera agar niat jahat siapa pun sirna dan mereka hidup damai saling menerima satu sama lain. Shen Du berharap sekali hidup di bumi seperti di surga yang tak ada lagi rasa benci dan cemburu. “Pergilah, iblis dari setiap sudut hati manusia. Jangan biarkan ada darah yang tumpah lagi di istana,” ucapnya di antara mantra yang dirapal. Seketika gantungan berisikan asap itu jatuh ke tanah. Pertanda mantranya gagal lagi. Dalam waktu sekejap saja awan mendung bergerak menutupi istana dan sekitarnya. “Aku sudah berusaha, aku bukan dewa yang bisa mencegah kematian..” Shen Du
Pada pagi hari ketika matahari bersinar dengan cerah dan Permaisuri Yin ingin mengajar para pelayan, Fu Rong datang dan memintanya agar segera menghadap pangeran. “Astaga, pagi ini aku belum menghadap dan memberi hormat. Pantas saja lelaki itu tantrum, cih!” umpat Su Yin perlahan. “Xu Chan, ganti baju Permaisuri yang lebih indah dengan warna cerah.” Instruksi dari Fu Rong segera dikerjakan para hamba. Su Yin sampai heran kenapa harus ganti baju lagi padahal belum ada satu jam dia pakai gaun halus tipis berlapis-lapis mana tidak bebas untuk bergerak pula. ‘Dia pasti ingin macam-macam denganku,’ ucap polisi wanita di dalam hati. Sambil menunggu gaun terbaik dipilihkan, ia pun merencanakan diri untuk kabur walau rasanya tidak mungkin, sebab tembok istana sangat tinggi dan pengamanannya berlapis-lapis. “Waaah, cantik sekali aku,” ucap sang permaisuri ketika selesai didandani. Perhiasan yang dikenakan di kepalanya jauh lebih banyak. “Ini lisptick zaman dulu tidak ada yang