Part 76Aku melaju mobil secepatnya pulang. Rasanya aku tidak sabaran ingin minta tolong kepada orang yang telah menyelamatkanku, aku tidak bisa bergerak sendiri mencari keberadaan Ayah, kota ini sangat besar, aku juga takut kalau Ayah di bunuh atau di asingkan di tempat lain, entah kenapa pemikiranku jadi sangat buruk terhadap Dona karena mengingat kejadianku dulu dan sedikit cerita masa lalunya dengan orang yang menyelamatkanku. Mudah-mudahan Ayahku masih dalam keadaan baik-baik saja. Aku menyesal, kenapa aku membiarkan Ayah tetap bersama Dona, padahal aku tahu dia bukan manusia yang baik. Ayah ....Setelah memakir mobil, aku secepatnya masuk ke dalam rumah. Aku tidak melihat keberadaannya di rumah, bahkan kamarnya juga kosong, di mana dia? Aku sangat membutuhkan pertolongannya.“Non Lani cari apa?” tanya pembantu kepadaku saat aku sibuk memeriksa semua ruangan di kamar.“Nyonya Mana?” tanyaku.“Nyonya barusan pergi, tapi tidak bilang ke mana,” jawab pembantu rumah ini.Kemana dia p
Part 77“Ayah, jangan sedih, aku janji akan mencari Luna. Sekarang izinkan aku merawat Ayah di rumah ini,” ucapku menggusuk punggung Ayah yang sedang menangis.“Terimakasi, Nak, terimakasih. Kalau tidak ada kamu dan Tantemu, mungkin aku sudah hidup di jalanan,” kata Ayah menyeka lagi air matanya dengan sapu tangan.Ayah, maafkan aku belum bisa jujur, aku janji, setelah dendamku ke Dona terbalaskan, akan kubawa Ayah jauh dan kita bisa hidup tenang. Awas kamu Dona, akan kubalas setiap tetesan air mata Ayahku. Bukan hanya aku yang menjadi korban kejahatanmu, ayahku juga, setelah semua harta Ayahku terjual, kamu mencampakkan Ayahku seperti sampah.“Ayah, selama tinggal di sini, Ayah tutup pintu dan jangan ke luar. Aku akan mengunjungi Ayah setiap hari membawakan makanan dan kebutuhan Ayah lainnya.”“Ayah tidak enak merepotkan kamu dan Tantemu, Lani.”“Ayah tidak merepotkan aku, anggap saja aku Luna putri Ayah.”“Lani, kenapa kalian menolongku, padahal aku bukan siapa-siapa kalian.”“Kena
Part 78Rencanaku berhasil. Aku telah membuat Dona malu di depan pelanggan salonku yang mayoritas ibu-ibu berduit. Wajah Dona tegang mendengar kalau suami bu Jovi adalah salah satu pejabat polisi di kota ini. Aku akan melanjutkan permainan ini.“Ini salahku juga karena mengatakan akan membayarkan Tante di acar arisan itu, maksudku hanya ingin membuat Tante bisa bergaul dengan kalangan atas, serta apa yang dialami Tante sekarang bisa terobati.” Aku memasang wajah sedih.“Kamu tdiak salah Lani, maksudmu baik mau meberiku uang, tapi mereka saja yang sok dan menghinaku,” jawab Dona.“Sekarang, apa yang akan kita lakukan? Aku tidak mau Tante di penjara gara-gara menampar Bu Jovi.”“Dia menghinaku, Lani. Aku reflek menamparnya, aku sangat kesal,” ucap Dona belum bisa menerimanya.“Baiklah, aku akan meminta maaf atas nama Tante, mudah-mudahan tidak di kasuskan Bu Jovi,” ucapku dan ingin melangkah ke dalam salon.“Tunggu Lani!” Dona memegang tanganku mengehentikan aku.“Ini bukan salahmu kena
Part 79Pov Dona.“Awas kamu Jovi, Mimi. Akan aku perlihatkan bagaimana seorang Dona. Aku juga bisa ikut arisan itu seperti kalian, dan kamu harus tau, aku bisa dapatkan apa yang aku inginkan, akan kubuat mulut kalian terdiam melihat aku bukan pengemis seperti yang kalian katakan,” gumamku sambil menyetir.Aku sudah tidak sabar ingin melihat uang yang akan aku cairkan. Setelah uang ini aku cairkan aku akan membuat Lani menikah dengan Rio secepatnya agar aku bisa memperoleh sertifikat rumahku lagi.“Permisi, Mbak. Aku mau mencairkan cek tunai ini,” ucapku menyodorkan cek itu ke teller bank.“Sebentar ya, Bu. Di cek dulu,” jawab teller bank itu dan matanya langsung menatap layar komputernya dengan jari-jarinya sibuk mengetik.“Maaf, ini rekening bank yang di maksud tidak punya saldo sebanyak ini, Bu,” kata teller bank dan mengembalikan lagi daun cek tunai yang kuberikan tadi.“Apa!? Tolong cek lagi, mana tau salah nomor rekening,” ucapku terkejut.“Sebentar.” Teller bank itu mencoba sib
Part 80“Lani, kamu jadi antarkan Tante ke rumah Bu Jovi?” tanya Dona di ponsel.“Jadi, Tante. Aku jemput sebentar lagi, ya,” jawabku.“Tidak usah, biar Tante jemput saja kamu, lagian Tante tidak ingin Rio tau, dia pasti tidak suka.”“Kenapa tidak jujur saja, Tante. Rio putra Tante, kalau dia tidak suka kenapa Tante tetap ikut,” ucapku menanggapi.“Nanti juga akan Tante beri tau, Lani. Tapi bukan sekarang.”Aku menutup pembicaraan di ponsel setelah selesai berbicara dengan Dona. Dona tampak bersemangat ikut arisan Bu Jovi, ternyata dia belum tahu siapa Bu Jovi. Bu Jovi punya hobi berjudi sesama anggota arisannya, jumlah yang dipertaruhkan tidak sedikit, mereka tante-tante berduit dan punya bisnis, aku rasa Dona salah ikut kali ini, aku yakin dia tidak akan sanggup menyeimbangi pergaulan Bu Jovi. Aku saja hanya kenal Bu Jovi sekedar pelanggan tetap salon, mereka juga sangat memperhatikan penampilan. Mungkin inilah kehidupan sosialita yang mereka sebut.Sesuai janji, Dona menjemputku ja
Part 81Pov Dona.“Sial!” Aku melempar kartuku ke meja.Aku kalah lagi. Sekarang uangku sudah habis, mobilku juga sudah di pertaruhkan. Sepertinya aku harus minta uang ke Lani, aku mau main lagi dan mendapatkan uangku kembali. Uh! Kenapa aku tidak berhenti main setelah aku menang.“Tenang Bu Dona, aku masih bisa meminjamkan uang padamu,” kata Bu Jovi.“Betulkah, Bu? Sekarang pinjamkan aku tiga ratus juta, setelah aku menang akan kuganti.”“Tapi ada syaratnya, aku butuh sesuatu yang bisa jadi jaminan.”“Loh, itu bukan meminjamkan namanya?!”“Bu Dona, zaman sekarang mana ada orang yang mau meminjamkan secara cuma-cuma.”Aku masih punya sertifikat bekas kebakaran gudang perusahaan Rio. Aku akan mengambil surat itu pulang dan ikut bermain lagi, aku yakin aku pasti menang. Atau ... Lani, dia pasti mau memberikan uang padaku karena sebelumnya dia pernah mengatakan akan membayarkan seratus juta untuk ikut arisan. Ya, Lani solusiku sekarang, tapi di mana Lani? Kenapa aku tidak meihatnya?“Bu
Part 83Pov Lani.Aku merasa puas melihat reaksi Dona. Apa yang dialami Dona tidak sebanding dengan apa yang aku dan Ayahku alami. Mungkin Dona mengira aku adalah sumber keuangannya yang bisa di manfaatkan semata-mata karena aku mencintai putranya. Rio, maaf aku melakukan ini terhadap Ibumu, meskipun kamu terluka nantinya ulah dariku, lukamu tidak seberapa dengan apa yang aku alami. Maafkan aku Rio ....Aku melaju mobilku ingin menemui Caca. Sudah beberapa hari aku tidak menemuinya, aku terlalu sibuk mengurus Ayah dan salon. Bayu sering menghubungiku dan aku terus menghindar untuk bertemu. Hatiku sudah hambar sebelum berasa, itulah yang kurasakan terhadap Bayu.“Non Lani,” sapa Mbok Siti membukakan pintu.“Caca ada Mbok?” tanyaku melangkah masuk.“Ada di kamarnya, semenjak Non Mila di penjara, dia terlihat murung, bahkan ke sekolahpun tidak mau,” cerita Mbok Siti.“Oh gitu, biar aku ke kamarnya, Mbok,” ucapku melangkah ke kamar Caca sambil membawa boneka dan es krim.Begitu sayangkah
Part 85Pov Rio.“Ayo pergi dari sini, Mi!” Aku menarik tangan Mimi meninggalkan toko tersebut. Aku malu dilihat orang yang lalu lalang menyaksikan Mimiku berteriak-teriak marah ke Lani.“Lepaskan Rio! Lepaskan Mimi, biar Mimi hajar wanita yang telah mempermainkan kita, Mimi tidak bisa terima penghinaan dan kekalahan ini!” Mimi berusaha agar aku melepaskannya. Aku sekuat tenaga menarik Mimi menjauh dari Lani.Sampai di dekat mobil, aku melepaskan Mimi, “Cukup Mi! Cukup!” Mimi terdiam mendengar suara kerasku.“Aku mohon, tolong jangan perpanjang masalah ini, Kalau Lani lebih memilih Bayu, itu wajar karena Bayu lelaki mampan dan tidak sepertiku!” Aku menyatukan telapak taganku memohon agar Mimi tidak berteriak lagi.“Rio, kamu lihat wanita itu, dia telah mempermainkan kita, dia selingkuh darimu.”“Aku pantas mendapatkannya, Mi. Aku tidak bisa membahagiakan Lani dengan kondisiku sekarang.” Aku masih berusaha tenang dan sabar.Mimi terpana diam.“Lihat aku, Mi. Aku lelaki yang tidak punya
part 112Pov Bayu"Luna! Luna!" teriakku memanggilnya saat dibawa menuju ruangan operasi."Bunda, Bunda mm." Caca menangis melangkah di sampingku."Tolong tunggu di luar, Pak," ucap dokter sambil menutup pintu ruangan operasi.Aku terdiam menatapnya hilang di balik pintu. Rasanya aku menyesal, aku salah. Ya Tuhan tolong maafkan aku."Tenang Bayu, Luna pasti sembuh, dia pernah mengalami yang lebih parah dari ini, dia pasti kuat." Mis Riya menyentuh lenganku."Ini salahmu! Kamu seharusnya melundungi putriku, tapi apa? Demi putrimu yang gila itu, Caca hampir jadi korban, dan sekarang Luna, Luna pasti ...." Tak sanggup kuungkapkan. Membayangkannya saja hatiku pilu."Papa, ini salahku, Bunda ingin menolongku, Pa ...." Caca menangis, aku memeluknya. "Aku menyesal tidak dengarkan Bunda, aku menyesal, Pa." Dalam pelukkan pun Caca masih menangis."Sebaiknya selidiki kasus ini. Rumah sakit yang penjagaanya ketat, kenapa pasien bisa memiliki pisau, ini sangat aneh," ucap teman Rio. Kalau bukan k
part 111Pov Mis RiyaAstaga, kenapa Mila bisa punya pisau. Ini rumah sakit dan ada penjagaan. Tidak mungkin ini kebetulan. Kulihat Mila juga mengamuk seakan takut Caca direbut, ini seperti ketakutan Bayu direbut Luna."Mama Mila ..., jangan lukai aku." Caca menangis ketakutan. Pisau sangat dekat di lehernya, melawan sedikit saja, dia pasti terluka, atau bahkan bisa mati. Mila tidak terkendali."Tenang lah Caca sayang, Mama Mila sayang Caca ..., Mama Mila tidak mau Caca direbut wanita itu." Mila memeluk Caca meskipun pisau tetap ditodongkan. Sesekali dia juga mengecup kepala Caca. Mungkinkah ini bentuk sayang tak wajar."Tolong lakukan sesuatu! Jangan sampai Caca terluka." Aku gemetar. Aku takut Caca terluka."Tunggu, Bu. Dokter yang biasa menangani sedang menuju ke sini," jawab seorang perawat."Kenapa lama sekali?""Sabar, Bu. Sebentar lagi juga datang."Sabar? Ini keadaan darurat. Caca bisa terluka, orang gila tak akan dihukum. Bayu, aku akan menghubunginya.Aku beranjak dari kama
part 110"Aku akan masuk bersama Caca, aku harap kamu tidak keberatan menunggu di luar," ucap mis Riya menatapku di spion tengah depan setelah mobil di parkir.Aku membuang nafas besar dan berkata, "Boleh aku masuk melihat Mila?"Mis Riya memalingkan wajah ke belakang. Aku menyambutnya dengan menatap."Kamu, kamu tidak serius 'kan?" Mis Riya tampak ragu."Apakah aku sedang bercanda?" tanyaku balik."Bunda samaku aja menemui Mama Mila," timpa Caca terlihat senang dengan niatku."Kamu tahu pemicu Mila sakit? Tentunya melihatmu, Luna.""Lihat Caca, dia mirip denganku.""Sebaiknya tidak usah, lagian ini proses penyembuhan. Maafkan aku Lun, aku tidak bisa menuruti kemauanmu.""Ya sudah, aku akan menunggu di luar."Kami ke luar dari mobil. Sampai di depan rumah sakit, aku memilih duduk di ruang tunggu. Mis Riya dan Caca masuk ke dalam mengunjungi Mila.Aku bermain ponsel menunggu. Duduk sendiri, hari ini pengunjung rumah sakit tampak sepi. Entah kenapa teringat Rio. Dia melamarku tapi belum
part 108 PERMAINAN SUAMI DAN IBU TIRI "Bayu! Kamu harus ingat kalau sekarang kamu suami Mila, aku ingin kamu sepenuhnya membuat Mila sembuh!" Mis Riya berteriak hingga suara lelakinya keluar. Dia tidak suka saat Bayu masih mengharapkanku. Aku tidak peduli. Bagiku Caca yang terpenting. "Luna, sebelum terlanjur, mari kita menikah lagi," ajak Bayu, tangaku belum juga dilepas. "Lepaskan aku, Mas." "Tidak, aku tidak akan biarkan kamu bersamanya! Kamu harus ingat, Rio putra kandung Dona." "Bayu! Kamu lupa dengan kesepakatan kita?" Mendadak Bayu melepaskan tanganku setelah Mis Riya berucap. Dia menatap seperti enggan jauh dariku. "Kamu ingat saat mempermainkan hidupku dulu. Kamu membeliku agar bisa rujuk dengan Mila dan mendapatkan sepenuhnya warisan ibumu. Sekarang, sekarang kamu menjual dirimu sendiri. Dunia berputar, karma lambat laun akan terjadi." Bayu diam dan terus menatapku. Kupalingkan muka ke mis Riya, lalu aku berkata, "Mis Riya, mungkin kamu berhasil mempermainkan hidup
part 107Pov Rio"Kamu kenapa, Rio?" tanya nenek terkejut melihat cangkir pecah di dekat kaki Rio."Oh, maaf, Nek, aku tidak sengaja," jawabku berusaha memungut kepingan cangkir."Tidak usah, Rio, biar nanti pembantu yang membersihkan, sekarang kita duduk di teras belakang aja, biar bisa memanjakan mata melihat taman," ucap Nenek."Luna, ayo," ajak nenek ke Luna."Iya Nek," jawab Luna lalu melangkah di hadapanku. Sekilas dia melempar senyum padaku. Hati ini berdetak tidak karuan."Kapan datang, Bro?" tanya Jovi merangkul pundakku. Kami melangkah ke teras belakang."Barusan, aku mau bicarakan masalah proyek pembangunan sepuluh ruko itu. Ini aku bawakan anggaran biayanya," jawabku sambil membuka file di ponsel."Udah, nanti aja, kita minum kopi dulu."Di teras belakang kami duduk sambil menikmati kopi hangat. Luna terlihat sangat akrab dengan nenek Jovi. Sepertinya nenek sangat menyukai Luna. Kelembutan tutur katanya dan caranya membawakan diri sangat mudah mendapatkan teman. Rasanya ak
part 106Pov BayuAku sudah dibutakan cinta dan hasrat. Aku tidak terima jika Luna menjadi milik lelaki lain. Dia harus jadi milikku! Akulah lelaki yang pertama menikahinya serta yang pertama menyentuhnya."Kamu tidak pernah berubah, Mas," ucap Luna berlalu masuk ke kamar.Aku meratapi diriku. Baru kali ini aku merasakan cinta teramat dalam pada seorang wanita. Aku dipermainkan oleh hasil permainanku sendiri. Usahaku selama ini tidak bisa meluluhkan hatinya. Justru kesalahan dan pemaksaan yang kuhadirkan. Apakah ini yang dinamakan gila karena cinta? Bodohnya aku.Aku kembali duduk di sofa. Nafasku besar dan perasaanku tidak karuan. Luna menolakku, Luna menjauhiku, Luna tidak mencintaiku. Sakitnya ....***"Papa, Papa bangun."Terdengar suara Caca membangunkanku. Aku berusaha membuka mata. Kulihat Caca berdiri di sampingku."Apa, Sayang," jawabku menyeringit."Aku mau ke rumah sakit."Aku bangkit dan duduk. Ternyata aku tertidur di sofa. Kulihat Caca menyandang tas dan sudah siap-siap
Part 105Pov RioHati ini berdetak kencang melihat mata itu menatapku. Rindu menggebu tapi aku terpaksa kutahan, aku belum punya nyali sebelum dia kuhalalkan. Sebentar lagi, ya, sebentar lagi aku akan melamarnya."Luna, kamu ...." Mas Bayu gugup karena tiba-tiba Luna muncul dari pintu. Tadinya dia bilang Luna di desa. Apakah ini akal-akalan Mas Bayu karena menyadari kami sekarang saingan. Lucu juga, aku bersaing dengan mantan suaminya."Ada apa, Rio?" tanya Luna kepadaku."Aku ... aku ingin bertemu untuk menanyakan kabar Ayah," jawabku mencari alasan."Untuk apa kamu menanyakan Ayah Luna? Ada urusan apa? Bukankah ibumu sudah mencampakkan Ayah Luna!" Mas Bayu terlihat sangat kesal.Aku melangkah mendekati Luna. Posisiku sekarang di depan Luna, sedangkan Mas Bayu di samping di antara kami."Mas Bayu, aku pernah hidup bersama Ayah, dan sampai sekarang hubungan kami baik-baik saja, apakah ini masalah bagimu, Mas?" Aku berusaha mencari kata-kata agar mas Bayu mati kutu. Aku tidak suka dia
part 104Kenapa aku berjumpa lagi dengan lelaki norak ini. Aku tidak ingin berdebat ataupun meladaninya. Hatiku sedang kacau, aku merasa ini tidak adil. Bapak kandung anakku sangat tega melukai hatiku hanya demi uang agar bisnisnya lancar. Dan putriku juga menginkan wanita yang ingin membunuhku beberapa tahun yang silam. Aku merasa takdir tidak adil padaku. Apa salahku? Aku dipermainkan. Tidak adakah pertolongan yang ikhlas? Aku selalu di tekan karena hutang nyawa. Aku harus bertindak."Kamu sendirian?" tanya lelaki norak ini ikut duduk di bangku di dekatku.Aku diam tidak memperdulikannya. Lagian aku tidak tertarik untuk basa basi."Wanita galak, selain sombong kamu juga wanita yang tidak bisa menghargai orang."Aku memalingkan mata menatapnya. "Urus urusanmu, jangan ganggu aku." Aku bangkit melangkah dan ingin menjauh. Padahal aku sudah berpindah duduk, dia masih juga menggangguku."Ok ok, padahal aku hanya ingin berteman dengan wanita sombong sepertimu. Jarang-jarang loh, aku yang
part 102Pov Rio.Aku tidak menyangka melihat Luna di sini. Dia sendirian duduk seperti memikirkan sesuatu, kulihat Caca tidak bersamanya. Kapan dia balik ke kota ini? setahuku dia menetap di desa."Luna," ucapku tetap menatapnya."Hey, Bro! Kamu kenal dengan wanita sombong ini?" tanya Jovi kepadaku."Apa Jov? dia bernama Luna," jawabku, lalu melangkah mendekati Luna.Jantungku berdetak kencang. Mata itu menatapku hingga sulit bagiku menahan rasa di dada. Jujur, aku sangat merindukannya, tapi aku belum berani melamarnya karena aku masih mempersiapkan diri menata masa depanku. Semua semangat dan tujuanku juga untuknya, hanya untuk Luna."Hay Rio," sapa Luna lembut, lalu berdiri.Sebenarnya aku ingin memeluknya melampiaskan kerinduanku. Tapi aku takut dia menolak dan tidak menyukainya, dengan melihatnya saja itu sudah cukup."Hey, Bro! Kamu kenapa seperti terhipnotis dengan wanita sombong ini?" Jovi mendekat dan menepuk pundakku."Rio, siapa pria sombong ini? Tolong bilang padanya, jadi