Part 43“Ada apa Lan?” tanya Rio saat aku memperhatikannya menyetir mobil.“Oh, tidak ada,” jawabku dan langsung memalingkan wajah ke luar jendela mobil.“Aku suka melihatmu dengan muka malu merah seperti sekarang ini.”Aku melirik Rio sesaat, dia tersenyum melihatku, ternyata dia bisa membaca rona mukaku. Kenapa aku merasakan seperti ini? aku malu dan seperti pertama kali jatuh cinta. Tidak! Aku tidak boleh jatuh cinta dengan putra Dona, tujuanku hanya ingin membalaskan dendam kepada Ibunya, bukan ikut dalam permainan dan jatuh cinta.Mobil memasuki area parkiran disebuah mal. Setelah mobil diparkir, aku dan Rio melangkah masuk dan meuju sebuah restoran di mal ini. keramaian pengunjung mal membuat Rio terus memegang tanganku di setiap langkah. Entah kenapa rasa nyaman ini selalu bertambah.“Kita makan di sana saja, Lan,” ucap Rio menunjuk sebuah restoran.“Terserah kamu, Rio,” jawabku menyetujuinya.Kami masuk ke restoran itu dan duduk di kursi meja di pojok kanan. Di restoran ini ti
part 45Mbok Siti meletakkan secangkir kopi di meja depan Lani duduk. Caca duduk di antara Lani dan Bayu, Ibu Bayu juga duduk di samping Lani meskipun masih di kursi roda, sementara itu Mila mengintip dibalik lemari melihat dan berharap Lani meminum kopi tersebut dan membuatnya lumpuh. Mbok Siti akan menjadi tersangka karena dia yang menyuguhi secangkir kopi untuk Lani, itulah rencana Mila.“Ini Minumnya, Non Lani,” ucap Mbok Siti dan berlalu ke dapur.“Terimakasih Mbok,” jawab Lani.“Kamu suka minum kopi, Lan?” tanya Bayu kepada Lani.“Iya, Mas. Aku suka kopi hangat sedikit gula,” jawab Lani dan mengambil secangkir kopi di meja ingin meminumnya.“Sama seperti ....” Bayu terdiam dan tidak melanjutkan kata-katanya.“Sama seperti siapa Mas?” tanya Lani tetap memegang secangkir kopi tapi belum diminumnya.“Maaf, aku ... aku salah bicara,” jawab Bayu berusaha tidak menyinggung Lani karena kopi itu minuman kesukaan Luna. Ingatan tentang Luna masih di dalam kepala Bayu karena dulu dia juga
Part 46Ternyata pikiranku benar, minuman kopiku itu pasti dicampur racun oleh Mila, mungkin Ibu Bayu berusaha menyelamatkan aku dari minuman beracun itu. Apakah Ibu Bayu tahu kalau Mila membeli racun itu? Bagaimana cara Mila memasukan racun ke minuman kopiku padahal yang membuatkan adalah Mbok Siti. Banyak pertanyaan yang belum terjawab dan aku akan mencari tahu tentang semua ini. Aku harus lebih hati-hati dengan Mila. Mila bisa melakukan senekad apapun demi apa yang diinginkannya, termasuk apa yang dilakukannya beberapa tahun yang silam.“Mas, aku mau buatkan Ibumu bubur. Masalah minumanku yang dibuang Ibu, bisa aku buat lagi nanti,” kataku kepada Bayu.“Maafkan Ibuku, Lani,” ucap Bayu merasa tidak enak.“Mas, Ibumu tidak salah, justru aku berterimakasih karena telah diselamatkan.”“Diselamatkan? Maksudmu apa lan?” tanya Mas Bayu.“Mungkin aku harus mengurangi minum kopi, aku ada riwayat sakit magh,” ucapku mencari alasan, yang sebenarnya aku tahu maksud Ibu Bayu sebenarnya.“Syukur
Part 47Saat aku menerima berbicara di ponsel, mataku menangkap bayangan seseorang di balik dinding menguping pembicaraanku. Aku melangkah mendekat ingin melihat siapa sosok yang di balik dinding, sinar matahari membuat bayangannya jelas di mataku. Aku yakin sosok di balik dinding bukan Caca, karena terlihat di bayangan dia bertubuh setinggi orang dewasa.“Halo! Halo!” suaranya di ponsel karena aku terdiam sejenak.“Halo Tante, maaf ya, aku terpaksa memecat Dona karena kerjanya tidak becus, dia sudah bikin pelanggan salonku kecewa dengan hasil kerjanya,” ucapku mengalihkan pembicaraan.“Kamu bicara apa?” tanyanya di ponsel.“Aku mau Tante mengerti, salonku bukan salon kalangan bawah,” Aku melanjutkan pembicaraan yang tidak nyambung sambil melangkah mendekati dinding dimana ada sosok yang menguping.“Apakah ada orang lain di dekatmu sehingga membuatmu bicara tidak nyambung denganku?”“Iya,” jawabku singkat.“Oke, nanti aku sambung lagi.”Aku segera menutup ponsel dan melangkah mendekat
Part 49.“Dengar semuanya! Wanita ini adalah pelakor, dia telah merebut suamiku!” kata Mila dengan suara lantang menunjukku di depan orang-orang yang ada di mini market ini.Semua orang yang menyaksikan memandang sinis kepadaku. Aku tersudutkan, beberapa Ibu-Ibu berbisik-bisik dan bahkan ada yang tidak segan berkata, “Cantik-cantik kerjanya pelakor!” sebuah kalimat yang membuat darahku mendidih ke ubun-ubun.“Halo! Halo!” sapanya di ponsel yang belum aku tutup.“Ya,” jawabku dengan mata terus melihat ke sekitar.“Pergi dari sana. Jangan biarkan Mila semakin mempermalukanmu!” titahnya kepadaku di ponsel.“Baiklah,” jawabku dan langsung meletakkan keranjang belanja di lantai tempat aku berdiri serta melangkah menjauhi Mila dan kerumunan beberapa orang.“Mau kemana kamu Pelakor!” teriak Mila saat aku melangkah menjauhinya.Aku tidak ambil pusing teriakan Mila. Lebih baik aku menghindar dari pada beradu mulut seperti orang kampung, membela diri pun percuma karena pandangan miring orang-o
Part 50Bagaimana mungkin Mbok Siti yang meracuni Ibu Bayu. Selama ini aku kenal Mbok Siti, dia sangat baik dan setia, tidak ada tanda-tanda kalau dia akan tega meracuni Nyonyanya sendiri. Ini pasti perbuatan Mila, karena aku pernah melihat Mila membeli racun kepada seseorang lelaki di dekat pasar. Mbok Siti sudah dikambing hitamkan oleh Mila, kasihan sekali Mbok Siti, aku akan berusaha menolong Mbok Siti. Yang salah harus mendapat hukumannya.“Sekarang Mamamu di rumah sakit mana, Mas?” tanyaku kepada Bayu di ponsel.“Di rumah sakit Pelita,” jawab Bayu.“Oke, aku kesana sekarang,” ucapku dan menutup pembicaraan di ponsel.Aku mengambil tasku dan segera ingin pergi dari rumah ke rumah sakit. Sebelum langkahku sampai di pintu keluar, dan masih di dekat meja tamu, dia menghentikan langkahku memanggil.“Kamu mau kemana?” tanyanya kepadaku.“Aku mau ke rumah sakit, Ibu Bayu sudah diracuni Mila,” jawabku.“Ibu Bayu diracuni Mila?” Dia tekejut mendengar perkataanku. “Ternyata dia mewarisi si
Part 51“Kenapa kamu diam, Tante?” tanyaku saat Mila masih diam dengan perkataanku. Wajahnya tegang terkejut.“A-apa maksudmu?” tanya Mila gugup.“Aku rasa kamu tau maksudku, Tante. Aku yang baru masuk ke rumah itu sedikit banyaknya sudah mengerti sifat semua orang yang ada di sana, termasuk sifatmu yang tidak menyukai Ibu Mas Bayu.” Aku menekan Mila dengan kata-kataku.“Kamu kira aku minantu yang jahat, gitu?”“Aku tidak bilang, loh. Tapi kamu sendiri yang mengatakannya,” ucapku dan terus menatap mata Mila.Mila tersenyum sinis, “Kamu menuduhku yang telah meracuni Ibu Mas Bayu?” Mila berusaha tenang dan santai menanggapi perkataanku.“Ops!” Aku meletakkan telapak tanganku di mulut seperti terkejut, “Tante meracuni Ibu Mas Bayu?!” Suaraku sedikit dikeraskan.Mila menarik tanganku menjauhi pintu, “Jangan macam-macam denganku! Kamu kira merasa menang berbicara dengan lantang hingga semua orang mendengarnya dan menudingku yang telah meracuni mertuaku sendiri?!” Tanganku dipegang erat ole
Part 52Aku menyetir mobil ke rumah Dona, aku ingin menemui Rio. Rasa rinduku ingin bertemu Rio semakin besar, meskipun aku tidak tahu seperti apa hubungan ini nantinya. Aku jatuh cinta kepada anak musuh besarku.Saat mobil sudah kuparkir di halama rumah Dona, aku melangkah ke pintu dan ingin mengetok. Sebelum aku menegtok pintu, pintu sudah dibukakan, sepertinya suara mobilku sudah diketahui kalau aku datang.“Lani.” Dona menyambut kedatanganku membukakan pintu.“Halo Tante,” sapaku, “Ini Aku bawakan sedikit buah-buahan.” Aku menyodorkan satu kantong besar penuh dengan macam buah-buahan.“Terima kasih, lain kali tidak usah repot-repot, Lani,” jawab Dona menerima buah-buahan yang aku sodorkan.“Untuk Tante apapun akan aku lakukan,” jawabku dengan seuntai senyum.“Kamu sangat pintar mengambil hatiku,” jawab Dona dengan raut wajah senang. “Ayo masuk,” ajak Dona. Dan kami duduk di ruang tengah depan televisi seperti biasa. Buah-buahan di tangan Doan diletakkan di atas meja.Kulihat di se
part 112Pov Bayu"Luna! Luna!" teriakku memanggilnya saat dibawa menuju ruangan operasi."Bunda, Bunda mm." Caca menangis melangkah di sampingku."Tolong tunggu di luar, Pak," ucap dokter sambil menutup pintu ruangan operasi.Aku terdiam menatapnya hilang di balik pintu. Rasanya aku menyesal, aku salah. Ya Tuhan tolong maafkan aku."Tenang Bayu, Luna pasti sembuh, dia pernah mengalami yang lebih parah dari ini, dia pasti kuat." Mis Riya menyentuh lenganku."Ini salahmu! Kamu seharusnya melundungi putriku, tapi apa? Demi putrimu yang gila itu, Caca hampir jadi korban, dan sekarang Luna, Luna pasti ...." Tak sanggup kuungkapkan. Membayangkannya saja hatiku pilu."Papa, ini salahku, Bunda ingin menolongku, Pa ...." Caca menangis, aku memeluknya. "Aku menyesal tidak dengarkan Bunda, aku menyesal, Pa." Dalam pelukkan pun Caca masih menangis."Sebaiknya selidiki kasus ini. Rumah sakit yang penjagaanya ketat, kenapa pasien bisa memiliki pisau, ini sangat aneh," ucap teman Rio. Kalau bukan k
part 111Pov Mis RiyaAstaga, kenapa Mila bisa punya pisau. Ini rumah sakit dan ada penjagaan. Tidak mungkin ini kebetulan. Kulihat Mila juga mengamuk seakan takut Caca direbut, ini seperti ketakutan Bayu direbut Luna."Mama Mila ..., jangan lukai aku." Caca menangis ketakutan. Pisau sangat dekat di lehernya, melawan sedikit saja, dia pasti terluka, atau bahkan bisa mati. Mila tidak terkendali."Tenang lah Caca sayang, Mama Mila sayang Caca ..., Mama Mila tidak mau Caca direbut wanita itu." Mila memeluk Caca meskipun pisau tetap ditodongkan. Sesekali dia juga mengecup kepala Caca. Mungkinkah ini bentuk sayang tak wajar."Tolong lakukan sesuatu! Jangan sampai Caca terluka." Aku gemetar. Aku takut Caca terluka."Tunggu, Bu. Dokter yang biasa menangani sedang menuju ke sini," jawab seorang perawat."Kenapa lama sekali?""Sabar, Bu. Sebentar lagi juga datang."Sabar? Ini keadaan darurat. Caca bisa terluka, orang gila tak akan dihukum. Bayu, aku akan menghubunginya.Aku beranjak dari kama
part 110"Aku akan masuk bersama Caca, aku harap kamu tidak keberatan menunggu di luar," ucap mis Riya menatapku di spion tengah depan setelah mobil di parkir.Aku membuang nafas besar dan berkata, "Boleh aku masuk melihat Mila?"Mis Riya memalingkan wajah ke belakang. Aku menyambutnya dengan menatap."Kamu, kamu tidak serius 'kan?" Mis Riya tampak ragu."Apakah aku sedang bercanda?" tanyaku balik."Bunda samaku aja menemui Mama Mila," timpa Caca terlihat senang dengan niatku."Kamu tahu pemicu Mila sakit? Tentunya melihatmu, Luna.""Lihat Caca, dia mirip denganku.""Sebaiknya tidak usah, lagian ini proses penyembuhan. Maafkan aku Lun, aku tidak bisa menuruti kemauanmu.""Ya sudah, aku akan menunggu di luar."Kami ke luar dari mobil. Sampai di depan rumah sakit, aku memilih duduk di ruang tunggu. Mis Riya dan Caca masuk ke dalam mengunjungi Mila.Aku bermain ponsel menunggu. Duduk sendiri, hari ini pengunjung rumah sakit tampak sepi. Entah kenapa teringat Rio. Dia melamarku tapi belum
part 108 PERMAINAN SUAMI DAN IBU TIRI "Bayu! Kamu harus ingat kalau sekarang kamu suami Mila, aku ingin kamu sepenuhnya membuat Mila sembuh!" Mis Riya berteriak hingga suara lelakinya keluar. Dia tidak suka saat Bayu masih mengharapkanku. Aku tidak peduli. Bagiku Caca yang terpenting. "Luna, sebelum terlanjur, mari kita menikah lagi," ajak Bayu, tangaku belum juga dilepas. "Lepaskan aku, Mas." "Tidak, aku tidak akan biarkan kamu bersamanya! Kamu harus ingat, Rio putra kandung Dona." "Bayu! Kamu lupa dengan kesepakatan kita?" Mendadak Bayu melepaskan tanganku setelah Mis Riya berucap. Dia menatap seperti enggan jauh dariku. "Kamu ingat saat mempermainkan hidupku dulu. Kamu membeliku agar bisa rujuk dengan Mila dan mendapatkan sepenuhnya warisan ibumu. Sekarang, sekarang kamu menjual dirimu sendiri. Dunia berputar, karma lambat laun akan terjadi." Bayu diam dan terus menatapku. Kupalingkan muka ke mis Riya, lalu aku berkata, "Mis Riya, mungkin kamu berhasil mempermainkan hidup
part 107Pov Rio"Kamu kenapa, Rio?" tanya nenek terkejut melihat cangkir pecah di dekat kaki Rio."Oh, maaf, Nek, aku tidak sengaja," jawabku berusaha memungut kepingan cangkir."Tidak usah, Rio, biar nanti pembantu yang membersihkan, sekarang kita duduk di teras belakang aja, biar bisa memanjakan mata melihat taman," ucap Nenek."Luna, ayo," ajak nenek ke Luna."Iya Nek," jawab Luna lalu melangkah di hadapanku. Sekilas dia melempar senyum padaku. Hati ini berdetak tidak karuan."Kapan datang, Bro?" tanya Jovi merangkul pundakku. Kami melangkah ke teras belakang."Barusan, aku mau bicarakan masalah proyek pembangunan sepuluh ruko itu. Ini aku bawakan anggaran biayanya," jawabku sambil membuka file di ponsel."Udah, nanti aja, kita minum kopi dulu."Di teras belakang kami duduk sambil menikmati kopi hangat. Luna terlihat sangat akrab dengan nenek Jovi. Sepertinya nenek sangat menyukai Luna. Kelembutan tutur katanya dan caranya membawakan diri sangat mudah mendapatkan teman. Rasanya ak
part 106Pov BayuAku sudah dibutakan cinta dan hasrat. Aku tidak terima jika Luna menjadi milik lelaki lain. Dia harus jadi milikku! Akulah lelaki yang pertama menikahinya serta yang pertama menyentuhnya."Kamu tidak pernah berubah, Mas," ucap Luna berlalu masuk ke kamar.Aku meratapi diriku. Baru kali ini aku merasakan cinta teramat dalam pada seorang wanita. Aku dipermainkan oleh hasil permainanku sendiri. Usahaku selama ini tidak bisa meluluhkan hatinya. Justru kesalahan dan pemaksaan yang kuhadirkan. Apakah ini yang dinamakan gila karena cinta? Bodohnya aku.Aku kembali duduk di sofa. Nafasku besar dan perasaanku tidak karuan. Luna menolakku, Luna menjauhiku, Luna tidak mencintaiku. Sakitnya ....***"Papa, Papa bangun."Terdengar suara Caca membangunkanku. Aku berusaha membuka mata. Kulihat Caca berdiri di sampingku."Apa, Sayang," jawabku menyeringit."Aku mau ke rumah sakit."Aku bangkit dan duduk. Ternyata aku tertidur di sofa. Kulihat Caca menyandang tas dan sudah siap-siap
Part 105Pov RioHati ini berdetak kencang melihat mata itu menatapku. Rindu menggebu tapi aku terpaksa kutahan, aku belum punya nyali sebelum dia kuhalalkan. Sebentar lagi, ya, sebentar lagi aku akan melamarnya."Luna, kamu ...." Mas Bayu gugup karena tiba-tiba Luna muncul dari pintu. Tadinya dia bilang Luna di desa. Apakah ini akal-akalan Mas Bayu karena menyadari kami sekarang saingan. Lucu juga, aku bersaing dengan mantan suaminya."Ada apa, Rio?" tanya Luna kepadaku."Aku ... aku ingin bertemu untuk menanyakan kabar Ayah," jawabku mencari alasan."Untuk apa kamu menanyakan Ayah Luna? Ada urusan apa? Bukankah ibumu sudah mencampakkan Ayah Luna!" Mas Bayu terlihat sangat kesal.Aku melangkah mendekati Luna. Posisiku sekarang di depan Luna, sedangkan Mas Bayu di samping di antara kami."Mas Bayu, aku pernah hidup bersama Ayah, dan sampai sekarang hubungan kami baik-baik saja, apakah ini masalah bagimu, Mas?" Aku berusaha mencari kata-kata agar mas Bayu mati kutu. Aku tidak suka dia
part 104Kenapa aku berjumpa lagi dengan lelaki norak ini. Aku tidak ingin berdebat ataupun meladaninya. Hatiku sedang kacau, aku merasa ini tidak adil. Bapak kandung anakku sangat tega melukai hatiku hanya demi uang agar bisnisnya lancar. Dan putriku juga menginkan wanita yang ingin membunuhku beberapa tahun yang silam. Aku merasa takdir tidak adil padaku. Apa salahku? Aku dipermainkan. Tidak adakah pertolongan yang ikhlas? Aku selalu di tekan karena hutang nyawa. Aku harus bertindak."Kamu sendirian?" tanya lelaki norak ini ikut duduk di bangku di dekatku.Aku diam tidak memperdulikannya. Lagian aku tidak tertarik untuk basa basi."Wanita galak, selain sombong kamu juga wanita yang tidak bisa menghargai orang."Aku memalingkan mata menatapnya. "Urus urusanmu, jangan ganggu aku." Aku bangkit melangkah dan ingin menjauh. Padahal aku sudah berpindah duduk, dia masih juga menggangguku."Ok ok, padahal aku hanya ingin berteman dengan wanita sombong sepertimu. Jarang-jarang loh, aku yang
part 102Pov Rio.Aku tidak menyangka melihat Luna di sini. Dia sendirian duduk seperti memikirkan sesuatu, kulihat Caca tidak bersamanya. Kapan dia balik ke kota ini? setahuku dia menetap di desa."Luna," ucapku tetap menatapnya."Hey, Bro! Kamu kenal dengan wanita sombong ini?" tanya Jovi kepadaku."Apa Jov? dia bernama Luna," jawabku, lalu melangkah mendekati Luna.Jantungku berdetak kencang. Mata itu menatapku hingga sulit bagiku menahan rasa di dada. Jujur, aku sangat merindukannya, tapi aku belum berani melamarnya karena aku masih mempersiapkan diri menata masa depanku. Semua semangat dan tujuanku juga untuknya, hanya untuk Luna."Hay Rio," sapa Luna lembut, lalu berdiri.Sebenarnya aku ingin memeluknya melampiaskan kerinduanku. Tapi aku takut dia menolak dan tidak menyukainya, dengan melihatnya saja itu sudah cukup."Hey, Bro! Kamu kenapa seperti terhipnotis dengan wanita sombong ini?" Jovi mendekat dan menepuk pundakku."Rio, siapa pria sombong ini? Tolong bilang padanya, jadi