Part 52Aku menyetir mobil ke rumah Dona, aku ingin menemui Rio. Rasa rinduku ingin bertemu Rio semakin besar, meskipun aku tidak tahu seperti apa hubungan ini nantinya. Aku jatuh cinta kepada anak musuh besarku.Saat mobil sudah kuparkir di halama rumah Dona, aku melangkah ke pintu dan ingin mengetok. Sebelum aku menegtok pintu, pintu sudah dibukakan, sepertinya suara mobilku sudah diketahui kalau aku datang.“Lani.” Dona menyambut kedatanganku membukakan pintu.“Halo Tante,” sapaku, “Ini Aku bawakan sedikit buah-buahan.” Aku menyodorkan satu kantong besar penuh dengan macam buah-buahan.“Terima kasih, lain kali tidak usah repot-repot, Lani,” jawab Dona menerima buah-buahan yang aku sodorkan.“Untuk Tante apapun akan aku lakukan,” jawabku dengan seuntai senyum.“Kamu sangat pintar mengambil hatiku,” jawab Dona dengan raut wajah senang. “Ayo masuk,” ajak Dona. Dan kami duduk di ruang tengah depan televisi seperti biasa. Buah-buahan di tangan Doan diletakkan di atas meja.Kulihat di se
Part 53Dona menyetir mobilnya menuju ke penjara. Pertanyaan besar yang belum terjawab dan membuatnya tidak tenang. Semenjak dua pesan dengan tinta darah itu, dia semakin tidak tenang dan merasa takut kejadian beberapa tahun yang silam akan mempengaruhi kehidupannya sekarang.Ponsel Dona berbunyi, ada panggilan dari nomor yang tidak dikenal, dan nomor tersebut masih sama dengan nomor yang menghubunginya waktu masih di rumahnya. Dengan mengaktifkan speaker ponsel, Dona menjawab panggilan tersebut dan tetap menyetir mobilnya.“Halo,” jawab Dona di ponsel.“Kamu mau kemana Dona?” tanya suara di ponsel.Mendengar perkataan seorang wanita di ponsel, Dona langsung menghentikan mobilnya dan parkir di tepi jalan. Wanita yang menelpon Dona tahu kalau Dona sedang dalam perjalanan menyetir mobil.“Siapa kamu?” tanya Dona.“Ha ha ha, kamu lupa denganku Dona?”“Siapa kamu?!!” Suara Dona lebih kencang dari sebelumnya.“Sabar Dona, kebiasaan marahmu masih sama seperti dulu. Sepertinya kamu tidak ber
Part 54Kali ini aku tidak akan memberi ampun Mila. Mbok Siti harus bebas dan Mila juga harus mendapat hukuman atas apa yang dilakukannya.“Lani! Lani! Kamu tidak bisa menang dariku, aku akan tunjukkan siapa Mila sebenarnya!” teriak Mila saat aku melangkah menuju ke mobil dan ingin meninggalkan rumah itu. Aku tidak peduli sekeras apa teriakan Mila atau ancaman apa yang keluar dari mulutnya, yang jelas aku melihat Mila tertekan dengan ancamanku, dia berusaha terlihat menang meskipun akan kalah. Permainan Mila kali ini ada kuncinya olehku.Aku menyetir mobil meninggalkan rumah yang pernah aku tempati dulu. Masih teringat di benakku kalau rumah itu hadiah pernikahan dari Bayu. Meskipun seumur jagung pernikahanku dulunya, dan semua itu permainan dari Ibu tiriku dan Bayu serta Mila, aku tidak pernah menyesal karena aku bisa memiliki Caca meskipun masih terhalang Mila dan statusku. Menunggu waktu, aku akan merebut kembali punyaku yang telah dirampas.Aku pergi menemui Mbok Siti di penjara.
Part 55Seorang Mila mau berlutut di depanku? Rasanya aku tidak percaya karena dia bukan tipe manusia yang mau mengalah dan dengan segala cara akan dilakukannya demi mencapai tujuannya. Dia tidak jauh berbeda dengan Dona karena dia tumbuh dari didikan Ibu tiriku itu.Aku melangkah menuju kamar rawat Ibu Bayu. Aku mau mengatakan kepada Bayu tentang semua kejahatan Mila, kasihan Mbok Siti jika berlama-lama di penjara yang bukan kesalahannya.“Mas Bayu,” sapaku masuk ke kamar rawat Ibunya.“Lani, aku senang kamu datang,” kata Bayu menyambutku.“Bagaimana keadaan Mamamu Mas?” tanyaku berdiri di samping tempat tidur melihat Ibu Bayu terbaring dan masih tidak sadarkan diri.“Masih belum ada perkembangan baik, Lan.” Wajah Bayu terlihat sangat sedih.“Mas, aku mau bicara,” ucapku dan kami duduk di kursi yang sudah tersedia di kamar itu.“Ada apa Lani?” tanya Bayu menatapku.“Sebenarnya aku ....” Perkataanku terputus karena ponselku berdering. “Sebentar Mas, aku mau jawab panggilan dari rekan
Part 56“Apa yang kamu fkirkan?” tanyanya tetap menyetir mobil.“Aku teringat anakku, tadi dia menelponku ketakutan tinggal sendiri di rumah,” jawabku.Dia tersentum sungging mendengar perkataanku, “Kamu sudah diperdaya Mila,” ucapnya.“Apa?” tanyaku kurang yakin.“Ternyata dia betul-betul memiliki sifat Dona.”Aku diam berfikir, siapa sosok yang ada di sampingku ini? dia sangat dendam dengan Dona akan sesuatu hal, tapi apa?“Apa yang kamu pikirkan?” tanyanya yang membuatku sedikit tersentak.“Oh, aku memikirkan ....” Aku tidak melanjutkan kata-kataku.“Kamu memikirkan aku dan Dona?”Hebat, dia bisa membaca pikiranku.“Kamu sudah tau jawabannya,” tanggapanku.Mobil melaju menuju ke pinggir kota, aku diam melihat ke luar jendela mobil karena ini bukan menuju pulang ke rumah. Tidak ada kata-kata diantara kami, dia terus menyetir hingga memasuki hutan lindung dan tidak ada seorangpun yang melewati jalan yang kami tempuh.“Mau apa kita kesini?” tanyaku saat dia menghentikan mobilnya di te
Part 57Dia sama sekali tidak menunjukkan keraguan ingin bertemu atau bekunjung ke rumah Dona. Selama ini dia terus menghindar yang tidak kumengerti maksudnya, apa tujuannya kali ini? permainan apa yang akan diperankannya. Kali ini dia memperkenalkan diri sebagai tanteku yang bernama Maria kepada Rio.“Ayah, perkenalkan ini tanteku.” Aku menujuk kepadanya untuk memperkenalkannya kepada Ayahku.“Halo Pak, aku Mariya tantenya Lani,” ucapnya bersalaman dengan Ayahku.“Aku Ayahnya Rio,” jawab Ayah dengan senyum.“Siapa yang datang Rio?” Dona masih berteriak dari dalam kamarnya.“Lani Mi,” jawab Rio di depan pintu kamar Ibunya. “Silahkan duduk Tante,” kata Rio kepada Maria sebagai Tanteku.“Terimakasih Rio,” jawabnya dan langsung duduk dengan sangat tenang. Aku juga ikut duduk disampingnya menunggu apa yang akan terjadi bila dia bertatap muka dengan Dona yang selama ini dihindarinya.Tidak lama kemudian, Dona keluar dari kamarnya dan menghampiri kami di kursi ruang tengah. Dona terpana mel
Part 58Kali ini dia berusaha membuatku lebih tenang. Tadinya aku berfikir akan melakukan sebuah permainan yang akan membuat lama untuk menghukum Mila, dan tentunya ide darinya. Masalah Dona, aku tidak bisa bergerak sendiri. Mila akan aku penjarakan, apa yang dilakukannya kepadaku menunjukkan tidak ada itikad baik atas pengakuannya berlutut dengan penuh penyesalan. Aku ingin Mbok Siti bebas secepatnya.“Kenapa kamu berubah fikiran?” tanyaku.“Aku melihat dirimu semakin lemah, kelemahan akan membuat semuanya akan berjalan sia-sia,” jawabnya.Apakah aku selemah itu? Dia seperti tahu diriku melebihi diriku sendiri.“Aku hanya lelah dengan semua ini yang belum juga ada akhirnya.” Aku memalingkan muka menatap keluar jendela.“Aku tau yang kamu fikirkan. Rasa cinta mulai tumbuh di hatimu kepada putra Dona.”Aku terpana dan diam mendengar kata-katanya. Apakah itu benar? Aku mulai mencintai Rio sehingga aku lupa dengan apa yang dilakukan Dona kepadaku. Namun yang aku rasakan adalah, aku mulai
Part 59“Mau kemana kamu?!” tanya Mila saat aku mencoba lewat ke halaman samping.“Bukan urusanmu, sebaiknya persiapkan dirimu untuk menghuni rumah barumu nanti,” jawabku mengingatkannya kalau sebentar lagi dia akan aku penjarakan.Mila terdiam lagi, kali ini dia terlihat lebih tegang dari tadi. Ancamanku bukan sekedar ancaman yang keluar dari mulutku. Permainan ini harus diselesaikan secara bertahap. Aku bosan main-main dan mengulur waktu seperti aktingku selama ini. Bukan aku tidak mau bergerak cepat, tapi aku dibawah kendali orang yang menyelamatkanku.Aku melangkah cepat ke halaman samping agar Dona dan Rio tidak melihatku. Setelah aku bersembunyi dari mereka, baru aku keluar dari rumah ini dan melaju mobilku ke penjara melaporkan perbuatan Mila. Inilah rencanaku sekarang.Setelah aku pastikan Mila tidak memperhatikanku lagi, aku berdiri di balik pohon hias sambil melihat Dona dan Rio semakin mendekati Mila berdiri dengan keterpakuan setelah mendengar ancamanku.***Pov Dona.Kala
part 112Pov Bayu"Luna! Luna!" teriakku memanggilnya saat dibawa menuju ruangan operasi."Bunda, Bunda mm." Caca menangis melangkah di sampingku."Tolong tunggu di luar, Pak," ucap dokter sambil menutup pintu ruangan operasi.Aku terdiam menatapnya hilang di balik pintu. Rasanya aku menyesal, aku salah. Ya Tuhan tolong maafkan aku."Tenang Bayu, Luna pasti sembuh, dia pernah mengalami yang lebih parah dari ini, dia pasti kuat." Mis Riya menyentuh lenganku."Ini salahmu! Kamu seharusnya melundungi putriku, tapi apa? Demi putrimu yang gila itu, Caca hampir jadi korban, dan sekarang Luna, Luna pasti ...." Tak sanggup kuungkapkan. Membayangkannya saja hatiku pilu."Papa, ini salahku, Bunda ingin menolongku, Pa ...." Caca menangis, aku memeluknya. "Aku menyesal tidak dengarkan Bunda, aku menyesal, Pa." Dalam pelukkan pun Caca masih menangis."Sebaiknya selidiki kasus ini. Rumah sakit yang penjagaanya ketat, kenapa pasien bisa memiliki pisau, ini sangat aneh," ucap teman Rio. Kalau bukan k
part 111Pov Mis RiyaAstaga, kenapa Mila bisa punya pisau. Ini rumah sakit dan ada penjagaan. Tidak mungkin ini kebetulan. Kulihat Mila juga mengamuk seakan takut Caca direbut, ini seperti ketakutan Bayu direbut Luna."Mama Mila ..., jangan lukai aku." Caca menangis ketakutan. Pisau sangat dekat di lehernya, melawan sedikit saja, dia pasti terluka, atau bahkan bisa mati. Mila tidak terkendali."Tenang lah Caca sayang, Mama Mila sayang Caca ..., Mama Mila tidak mau Caca direbut wanita itu." Mila memeluk Caca meskipun pisau tetap ditodongkan. Sesekali dia juga mengecup kepala Caca. Mungkinkah ini bentuk sayang tak wajar."Tolong lakukan sesuatu! Jangan sampai Caca terluka." Aku gemetar. Aku takut Caca terluka."Tunggu, Bu. Dokter yang biasa menangani sedang menuju ke sini," jawab seorang perawat."Kenapa lama sekali?""Sabar, Bu. Sebentar lagi juga datang."Sabar? Ini keadaan darurat. Caca bisa terluka, orang gila tak akan dihukum. Bayu, aku akan menghubunginya.Aku beranjak dari kama
part 110"Aku akan masuk bersama Caca, aku harap kamu tidak keberatan menunggu di luar," ucap mis Riya menatapku di spion tengah depan setelah mobil di parkir.Aku membuang nafas besar dan berkata, "Boleh aku masuk melihat Mila?"Mis Riya memalingkan wajah ke belakang. Aku menyambutnya dengan menatap."Kamu, kamu tidak serius 'kan?" Mis Riya tampak ragu."Apakah aku sedang bercanda?" tanyaku balik."Bunda samaku aja menemui Mama Mila," timpa Caca terlihat senang dengan niatku."Kamu tahu pemicu Mila sakit? Tentunya melihatmu, Luna.""Lihat Caca, dia mirip denganku.""Sebaiknya tidak usah, lagian ini proses penyembuhan. Maafkan aku Lun, aku tidak bisa menuruti kemauanmu.""Ya sudah, aku akan menunggu di luar."Kami ke luar dari mobil. Sampai di depan rumah sakit, aku memilih duduk di ruang tunggu. Mis Riya dan Caca masuk ke dalam mengunjungi Mila.Aku bermain ponsel menunggu. Duduk sendiri, hari ini pengunjung rumah sakit tampak sepi. Entah kenapa teringat Rio. Dia melamarku tapi belum
part 108 PERMAINAN SUAMI DAN IBU TIRI "Bayu! Kamu harus ingat kalau sekarang kamu suami Mila, aku ingin kamu sepenuhnya membuat Mila sembuh!" Mis Riya berteriak hingga suara lelakinya keluar. Dia tidak suka saat Bayu masih mengharapkanku. Aku tidak peduli. Bagiku Caca yang terpenting. "Luna, sebelum terlanjur, mari kita menikah lagi," ajak Bayu, tangaku belum juga dilepas. "Lepaskan aku, Mas." "Tidak, aku tidak akan biarkan kamu bersamanya! Kamu harus ingat, Rio putra kandung Dona." "Bayu! Kamu lupa dengan kesepakatan kita?" Mendadak Bayu melepaskan tanganku setelah Mis Riya berucap. Dia menatap seperti enggan jauh dariku. "Kamu ingat saat mempermainkan hidupku dulu. Kamu membeliku agar bisa rujuk dengan Mila dan mendapatkan sepenuhnya warisan ibumu. Sekarang, sekarang kamu menjual dirimu sendiri. Dunia berputar, karma lambat laun akan terjadi." Bayu diam dan terus menatapku. Kupalingkan muka ke mis Riya, lalu aku berkata, "Mis Riya, mungkin kamu berhasil mempermainkan hidup
part 107Pov Rio"Kamu kenapa, Rio?" tanya nenek terkejut melihat cangkir pecah di dekat kaki Rio."Oh, maaf, Nek, aku tidak sengaja," jawabku berusaha memungut kepingan cangkir."Tidak usah, Rio, biar nanti pembantu yang membersihkan, sekarang kita duduk di teras belakang aja, biar bisa memanjakan mata melihat taman," ucap Nenek."Luna, ayo," ajak nenek ke Luna."Iya Nek," jawab Luna lalu melangkah di hadapanku. Sekilas dia melempar senyum padaku. Hati ini berdetak tidak karuan."Kapan datang, Bro?" tanya Jovi merangkul pundakku. Kami melangkah ke teras belakang."Barusan, aku mau bicarakan masalah proyek pembangunan sepuluh ruko itu. Ini aku bawakan anggaran biayanya," jawabku sambil membuka file di ponsel."Udah, nanti aja, kita minum kopi dulu."Di teras belakang kami duduk sambil menikmati kopi hangat. Luna terlihat sangat akrab dengan nenek Jovi. Sepertinya nenek sangat menyukai Luna. Kelembutan tutur katanya dan caranya membawakan diri sangat mudah mendapatkan teman. Rasanya ak
part 106Pov BayuAku sudah dibutakan cinta dan hasrat. Aku tidak terima jika Luna menjadi milik lelaki lain. Dia harus jadi milikku! Akulah lelaki yang pertama menikahinya serta yang pertama menyentuhnya."Kamu tidak pernah berubah, Mas," ucap Luna berlalu masuk ke kamar.Aku meratapi diriku. Baru kali ini aku merasakan cinta teramat dalam pada seorang wanita. Aku dipermainkan oleh hasil permainanku sendiri. Usahaku selama ini tidak bisa meluluhkan hatinya. Justru kesalahan dan pemaksaan yang kuhadirkan. Apakah ini yang dinamakan gila karena cinta? Bodohnya aku.Aku kembali duduk di sofa. Nafasku besar dan perasaanku tidak karuan. Luna menolakku, Luna menjauhiku, Luna tidak mencintaiku. Sakitnya ....***"Papa, Papa bangun."Terdengar suara Caca membangunkanku. Aku berusaha membuka mata. Kulihat Caca berdiri di sampingku."Apa, Sayang," jawabku menyeringit."Aku mau ke rumah sakit."Aku bangkit dan duduk. Ternyata aku tertidur di sofa. Kulihat Caca menyandang tas dan sudah siap-siap
Part 105Pov RioHati ini berdetak kencang melihat mata itu menatapku. Rindu menggebu tapi aku terpaksa kutahan, aku belum punya nyali sebelum dia kuhalalkan. Sebentar lagi, ya, sebentar lagi aku akan melamarnya."Luna, kamu ...." Mas Bayu gugup karena tiba-tiba Luna muncul dari pintu. Tadinya dia bilang Luna di desa. Apakah ini akal-akalan Mas Bayu karena menyadari kami sekarang saingan. Lucu juga, aku bersaing dengan mantan suaminya."Ada apa, Rio?" tanya Luna kepadaku."Aku ... aku ingin bertemu untuk menanyakan kabar Ayah," jawabku mencari alasan."Untuk apa kamu menanyakan Ayah Luna? Ada urusan apa? Bukankah ibumu sudah mencampakkan Ayah Luna!" Mas Bayu terlihat sangat kesal.Aku melangkah mendekati Luna. Posisiku sekarang di depan Luna, sedangkan Mas Bayu di samping di antara kami."Mas Bayu, aku pernah hidup bersama Ayah, dan sampai sekarang hubungan kami baik-baik saja, apakah ini masalah bagimu, Mas?" Aku berusaha mencari kata-kata agar mas Bayu mati kutu. Aku tidak suka dia
part 104Kenapa aku berjumpa lagi dengan lelaki norak ini. Aku tidak ingin berdebat ataupun meladaninya. Hatiku sedang kacau, aku merasa ini tidak adil. Bapak kandung anakku sangat tega melukai hatiku hanya demi uang agar bisnisnya lancar. Dan putriku juga menginkan wanita yang ingin membunuhku beberapa tahun yang silam. Aku merasa takdir tidak adil padaku. Apa salahku? Aku dipermainkan. Tidak adakah pertolongan yang ikhlas? Aku selalu di tekan karena hutang nyawa. Aku harus bertindak."Kamu sendirian?" tanya lelaki norak ini ikut duduk di bangku di dekatku.Aku diam tidak memperdulikannya. Lagian aku tidak tertarik untuk basa basi."Wanita galak, selain sombong kamu juga wanita yang tidak bisa menghargai orang."Aku memalingkan mata menatapnya. "Urus urusanmu, jangan ganggu aku." Aku bangkit melangkah dan ingin menjauh. Padahal aku sudah berpindah duduk, dia masih juga menggangguku."Ok ok, padahal aku hanya ingin berteman dengan wanita sombong sepertimu. Jarang-jarang loh, aku yang
part 102Pov Rio.Aku tidak menyangka melihat Luna di sini. Dia sendirian duduk seperti memikirkan sesuatu, kulihat Caca tidak bersamanya. Kapan dia balik ke kota ini? setahuku dia menetap di desa."Luna," ucapku tetap menatapnya."Hey, Bro! Kamu kenal dengan wanita sombong ini?" tanya Jovi kepadaku."Apa Jov? dia bernama Luna," jawabku, lalu melangkah mendekati Luna.Jantungku berdetak kencang. Mata itu menatapku hingga sulit bagiku menahan rasa di dada. Jujur, aku sangat merindukannya, tapi aku belum berani melamarnya karena aku masih mempersiapkan diri menata masa depanku. Semua semangat dan tujuanku juga untuknya, hanya untuk Luna."Hay Rio," sapa Luna lembut, lalu berdiri.Sebenarnya aku ingin memeluknya melampiaskan kerinduanku. Tapi aku takut dia menolak dan tidak menyukainya, dengan melihatnya saja itu sudah cukup."Hey, Bro! Kamu kenapa seperti terhipnotis dengan wanita sombong ini?" Jovi mendekat dan menepuk pundakku."Rio, siapa pria sombong ini? Tolong bilang padanya, jadi