Part 1
"Duh... Males banget. Sekarang jadwalnya mas Feri pulang. Aku kudu siapin segala sesuatu untuk menyambutnya"bisikku menggerutu bangun dari tidurku dan bersiap mandi. Karna memang tadi sebelum tidur siang aku masak dulu."Layani suami, ciuman, pelukan iss jijik. "bisikku menggerutu sembari membasahi tubuhku dengan air. Setelah selesai mandi aku bersolek dan memakai wangi-wangian. Tak lupa sambil manyun dan menggurutu. Aku harus lakukan ini karna pernah pengalaman. Mas Feri marah banget liat aku kucel bauk dan jelek banget karna keringat saat dia datangi. Bukan apa-apa selama yang aku tau tentang sex, aku sama sekali tidak bisa menikmati kebersama'an bersama mas Feri kadang bingung juga pernah cerita sama teman-teman sebaya katanya itu hubungan badan itu enak banget. Bisa-bisa kayak melayang-layang di udara. Tapi sumpah demi apapun aku hanya bisa merasakan jijik dan sakit. Aku tidak mengerti kenapa bisa suamiku menganggap ini penting. Padahal bagiku untuk tidak melakukan itu adalah anugrah. Aku sangattersiksa sekali sungguh. Apa yang harus aku lakukan., bahkan aku pernah terfikir untuk menyuruh mas Feri menikah saja dengan yang lain saking terbebaninya dengan tanggun jawab batin untuk suamiku ini.Drrrrrt Drrrrt..Bunyi ponselku berdering reflek aku melirik ponsel disamping lacu itu dan mengangkat panggilan itu."Ya mas? ""Ina, Mas Otw nih. Kamu dah dandan yang cantik belom? Mas kangen. "ucapnya yang membuat aku males."Ya udah, ""Ina, mas Yakin kamu pasti bisa sembuh. Traumamu akan pulih dan kamu gak perlu tersiksa lagi saat berhubungan sama mas. "ujarnya. Aku menghela nafas berat dan berkata."Aku harap itu bisa terjadi mas. "Lirihku."Baiklah kamu tunggu dirumah. "ujarnya aku mendegup dan kembali meletakkan ponsel seketika aku gemetar membayangkan saat Mas Feri mendatangiku dengan hasratnya entah kenapa itu begitu menyiksa bagiku. Aku bahkan tidak bisa menerima setiap sentuhannya. Yang aku bayangkan hanya sakit."Arggghh.. "teriakku pelan menutup telingaku. Desahan dan deru nafas mas Feri saat berhubungan itu terdengar menjijikan. Kenapa ini begitu menyiksa sekali. Aku tidak bisa hidup dengan tenang jika seperti ini.Dua tahun lamanya kami berumah tangga dan mas Feri mencoba membantu dan meyakinkanku kalau aku berbeda. Semua wanita mengingankan ini. Belaian kasih sayang sentuhan dan yang terpenting keperkasa'an tapi ada apa denganku. Aku bahkan ingin bebas darinya. Andai mas Feri bersedia menceraikanku dan meninggalkanku untuk wanita lain. Aku pasti senang sekali. Karna tak sanggup dengan beban batin yang menyiksa ini. Aku sama sekali tidak menyukai ini. Aku benci sex, aku jijik. Dan ini menyakitkan.
TraktBunyi pintu kamar terbuka tanpa aku sadar ternyata mas Feri sudah sampai di rumah. Aku berdiri dengan mata terbelalak dan coba berdiri bertopang pada meja karna gemetar. Melihat ekpresiku mas Feri reflek mendekat dan memeluk."Tidak apa-apa sayang, mas tidak ingin apa-apa sekarang mas. Cuman mau ketemu kamu aja. "bisiknya. Aku coba mengatur nafas dan coba melihat matanya."Kamu dah makan? Kita makan dulu yuk?"bisiknya, aku coba beranjak dan menjauh dainya keluar kamar menuju ruang makan. Jikalah dalam Film-film yang sering ku tonton pria seperti mas Feri adalah idola setiap wanita. Tapi kenapa aku tidak bisa dapatkan sensai yang sama seperti wanita pada umumnya. Priaku itu tampan dengan kulit sawo matang dan tubuh kekarnya yang keras dan berotot. Dua bola mata elang dengan Sentuhan alis mata tebal dan bibir sexinya. Wajah persegi ditambah aksen hidung mancung dan lesung di pipinya. Itu sudah kriteria cowo tampan pada umumnya. Tapi sungguh sama sekali aku tidak bisa rasakan. Eksotisnya cinta yang pernah aku lihat bahkan aku baca-baca di kisah cinta romantis sekalipun. Ada apa denganku, apa aku benar-benar kelainan seks permanen. Mas Feri sudah sangat sabar menghadapi tingkahku yang selalu menangis dan beronta saat ia setubuhi. Bahkan dia memilih tak menyentuhku karna takut moodku terganggu."Mas... Mungkin kamu harus cari istri lain."ujarku saat kami menikmati makan malam kami. Seketika mas Feri menghentikan gerak tangannya memegangi sendok."Aku tidak bisa... "singkatnya aku mendegup dan berkata."Mas, aku terbebani dengan semua ini! Aku tersiksa mas. Aku tidak bisa penuhi tanggung jawabku. Kamu mengerti donk"ujarku. Mas Feri menatapku datar da berkata."Kamu pasti sembuh... Jadi jangan bahas ini lagi, kamu sudah terlalu sering minta cerai."gerutunya ."Tapi ini demi aku mas? Perlukah aku memohon padamu. Kamu tidak rasakan jadi aku makanya kamu gak paham! "bentakku. Mas Feri membanting sendok sedikit pelan dan berkata.Prang..."Kamu juga gak paham bagaimana aku Ina? Ini juga gak mudah, bahkan aku yang sangat tersiksa disini. Kamu taukan aku normal? Kamu hanya Trauma sayang. Itu pasti bisa sembuh? "jelasnya aku bungkam dan coba melirik manik matanya."Dua tahun bukanlah waktu yang sebentar mas, bukannya sembuh aku malah makin Trauma. Aku lebih senang dengan kebebasanku sebelum menikah. Tidak ada seks dan tidak ada beban. Aku jauh lebih bahagia mas. "ujarku. Sejenak mas Feri memandangiku dengan miris."Aku tidak bisa menduakanmu. "ujarnya. Aku menghela nafas dan coba menegaskan."Siap suruh kamu poligami mas. Kamu bisa lepaskan aku? "ucapku dengan binar mata harap.Prang..Sendok makan melayang kedinding. Aku sedikit terperanjat melihat mas Feri ngamuk"Berhenti bicara omong kosong Ina!"bentaknya. Aku meghela nafas dan coba menjahit bibirku untuk tidak bicara lagi.Dua jam berlalu setelah makan malam, aku berbaring di kasur sedangkan mas Feri membersihkan dirinya di kamar mandi. Aku deg-degan menunggu dia datang, habis ini dia pasti memintaku untuk melayaninya. Entah kenapa darahku berdesir dan dadaku terasa berkecamuk.TraktBunyi pintu kamar mandi terbuka, seketika au terperanjat karna memang dari tadi rasa takut menjalar di otakku. Melihat reaksiku itu mas Feri hanya geleng-geleng. Ia mendekat dan menghenyakan badannya di atas kasur tepat disampingku. Aku bungkam sembari gemetar. Dia coba raba tubuhku dengan selembut mungkin yang ada aku hanya risih dan berusaha menepis tangannya."Mas... Aku gak bisa! "ujarku. Mas Feri sedikit beringsut dan melihat wajahku dalam-dalam."Tidak akan terjadi apa-apa seperti yang sudah-sudah. Tidak ada hal buruk menimpamu? Perlahan kamu pasti bisa hilangkan Traumamu jika kamu berushaa? Jangan menolak. Biarkan waktu mengalir."bisiknya ditelingaku sedikit aku mengeliat karna geli. Reflek aku dorong tubuh kekar itu dan berkata."Aku tidak bisa.... "singkatku. Namun mas Feri masih tetap ingin melaampiaskan hasratnya. Aku jadi takut dan beronta. Entah Apa yang ada dalam fikiran pria ini. Mungkin dia berfikir bahwa aku ini istrinya yang memilik hak penuh untuknya. Hingga dia tak pedulikan aku yang beronta dan berteriak karna tak ingin di setubuhi.Hingga satu jam berlalu. Aku menangis merintih disudut kamar, setelah semua itu. Aku menangis tersedu-sedu layaknya wanita yang baru saja di setubuhi secara paksa."Ina... Sudah sayang sini? "pinta mas Feri berdiri mendekat padaku. Aku kesal dan menangis melempar semua yang ada didekatku."Jangan dekati aku! Aku sudah tak sanggup lagi mas! Aku mau kita cerai. Kamu paham gak sih aku tersiksa. Aku tidak bisa melayanimu. "bentakku mas Feri terdengar diam tak bergeming."Aku tak sanggup, tolong kasihani aku. "lirihku dengan tubuh yang gemetar. Mas feri mendekat dan berkata padaku."Okey... Aku akan menikah lagi, tapi dengan satu syarat? Aku tidak akan pernah menceraiakanmu? "tegasnya. Seketika nafasku tersengal dan berdiri melihatnya datar. Tubuh indahku masih dibalut seprey putih. Aku berdiri dengan air mata mengucur."Apa maksudmu?, jika kamu menikah buat apa lagi aku. Aku bisa kembali pulang"lirihku."Itu keputusannya?, tetaplah disini. Atau layani aku selamanya? "ucapnya."Gak, aku gak mau hidup seperti neraka selamanya. Baiklah. Aku akan tinggal bersamamu disini bersama istri barumu. Jelaskan padanya tentangku supaya kami bisa akur"tegasku dengan nafas sedikit lega. Mas Feri tampak menghela nafas sesak dengan mengusap wajahnya menghenyak di tepi ranjang...Seminggu tlah berlalu , semenjak hari itu mas Feri tak mau lagi menyentuh bahkan enggan bicara padaku. Aku merasa begitu lega karna aku tak perlu lagi memikirkan beban batin yang berkecamuk didadaku. Setidaknya sekarang aku bisa menjalani hari-hari dengan tenang tanpa ketakutan,walau sepertinya mas Feri tlah lupakan kesepakatan tentang dia menikah lagi. Aku tidak peduli yang terpenting sekarang mas Feri tidak menuntut hak ranjangnya aku sudah sangat bersyukur sekali Di sore hari ini saat aku menyiapkan makanan untuk makan malam kami, aku mendengar mobil mas Feri datang, aku menunggu dia didalam sembari tetap fokus pada menu hidangan. Namun sedikit aku teranyuh melihat mas Feri masuk kerumah dengan seorang wanita cantik, sontak aku melihatnya degan seksama dia begitu cantik dan elegant aku memperhatikannya dari ujung kaki sampai ujung kepala dia terlihat sangat sempurna dan tentunya dia normal. Dia pasti bisa menjadi istri yang baik untuk mas Feri, sedikit aku
Dua hari beralalu, aku dan Rara sudah semakin akrab, namun mereka berdua terlihat begitu sibuk karna mempersiapkan hari resepsi untuk pernikahan Rara dan mas Feri di bandung. Malam ini saat aku beberes di kamar, mas Feri datang bersama Rara aku tidak tau mereka dari mana, aku menghela nafas dan coba beranjak ke depan membukakan pintu untuk mereka karna memang aku belum mau menyewa pembantu, karna aku rasa merawat mas Feri itu tidak susah. Yang susah itu hanya melayaninya lebih intim, mungkin mulai dari sekarang aku harus fikirkan lagi untuk menyewa pembantu karna, aku gak mau jadi babunya Rara. “ kalian dari mana saja , “ tanyaku. “Aku dan Rara habis pesan catring, kita mau kasih yang speesial buat tamu dari bandung,”ujarnya. aku menghela nafas sedikit ,dan berkata. “Oh, sibuk banget berarti?”lirihku dengan nada sedikit meledek “Iya, dan ya. Mungkin besok aku akan berangkat, karna acaranyakan tinggal beberapa h
Dua hari beralalu, aku dan Rara sudah semakin akrab, namun mereka berdua terlihat begitu sibuk karna mempersiapkan hari resepsi untuk pernikahan Rara dan mas Feri di bandung. Malam ini saat aku beberes di kamar, mas Feri datang bersama Rara aku tidak tau mereka dari mana, aku menghela nafas dan coba beranjak ke depan membukakan pintu untuk mereka karna memang aku belum mau menyewa pembantu, karna aku rasa merawat mas Feri itu tidak susah. Yang susah itu hanya melayaninya lebih intim, mungkin mulai dari sekarang aku harus fikirkan lagi untuk menyewa pembantu karna, aku gak mau jadi babunya Rara. “ kalian dari mana saja , “ tanyaku. “Aku dan Rara habis pesan catring, kita mau kasih yang speesial buat tamu dari bandung,”ujarnya. aku menghela nafas sedikit ,dan berkata. “Oh, sibuk banget berarti?”lirihku dengan nada sedikit meledek “Iya, dan ya. Mungkin besok aku akan berangkat, karna acaranyakan tinggal beberapa hari lagi. Rara mau mengah
Malam yang dingin di balut selendang sutra berwarna hitam, aku tatap langit malam dengan ribuan bintang bertebaran, sejenak terfikir di benakku kenapa aku tidak ikut saja dengan mas Feri dan Rara tadi, ternyata tidak menyenangkan sekali sendirian begini, jujur kehadiran mas Feri sangatlah berarti untukku terlepas dari hubungan badan aku sangat nyaman bersamanya tapi sepertinya sekarang dia di sibukkan oleh Rara, sejenak aku merasa keputusan aku salah menyuruh mas Feri menikah lagi, tapi jujur aku tidak sanggup harus melayaninya lebih intim Drrrrrt… Bunyi ponselku berdering reflek aku meraba saku piyamaku dan melihat siapa yang telpon, mataku sedikit terbuka melihat mas Feri yang telpon, “Ya mas?”ucapku saat menempelkan ponsel kedaun telingaku. “Sayang kamu dah makan?”tanyanya. “Udah mas.”singkatku, “Oh, ya sudah mas udah kirim lastri kesana buat nemenin kamu, kebetulan di rumah mama. Ada pembantu baru. Gak apa kan b
Di ruangan pribadi mas Feri di ruangannya, aku dan Rara tampak menunggu mas Feri, karna tak ada kesibukan aku mengotak atik ponselku sedangkan Rara, tampak sibuk dengan laptopnya karna semenjak menikah dengan mas Feri dia sekarang menjabat jadi asistennya suamiku.. “Mba dapat salam dari keluargaku di bandung,”ujar Rara memecahkan sennyap tadi. “Hmmm”desisku tanpa menoleh “Mba, gak suka ya sama Rara .”ujarnya aku sedikit melirik dan berkata, “Kok nanyanya gitu? “Ya sepertinya semenjak kami pulang dari bandung, mba suka diemin Rara,”ketusnya dengan manyun, aku menghela nafas dan berkata, “Kamu gak usah kayak gitu, kalo ada yang beda Ya karna itu masalahku, kamu gak usah baperan gak jelas banget sih” “Tu kan marah,”aku menautkan alisk makin heran. “Aku beneran gak apa, udah dehh jangan di permasalahkan.”gerutuku. “Iya mba maaf.” Kembali kami berdua diam-diaman hingga terlintas sesuatu di fikiranku
Di ruangan pribadi mas Feri di ruangannya, aku dan Rara tampak menunggu mas Feri, karna tak ada kesibukan aku mengotak atik ponselku sedangkan Rara, tampak sibuk dengan laptopnya karna semenjak menikah dengan mas Feri dia sekarang menjabat jadi asistennya suamiku.. “Mba dapat salam dari keluargaku di bandung,”ujar Rara memecahkan sennyap tadi. “Hmmm”desisku tanpa menoleh “Mba, gak suka ya sama Rara .”ujarnya aku sedikit melirik dan berkata, “Kok nanyanya gitu? “Ya sepertinya semenjak kami pulang dari bandung, mba suka diemin Rara,”ketusnya dengan manyun, aku menghela nafas dan berkata, “Kamu gak usah kayak gitu, kalo ada yang beda Ya karna itu masalahku, kamu gak usah baperan gak jelas banget sih” “Tu kan marah,”aku menautkan alisk makin heran. “Aku beneran gak apa, udah dehh jangan di permasalahkan.”gerutuku. “Iya mba maaf.” Kembali kami berdua diam-diaman hingga terlintas sesuatu di fikiranku
Pagi berkunjung shubuh-Shubuh sekali aku datangi kamar Rara sebelum nanti Ina tau kalalu aku tidur di kamar tamu. ToK Tok Tok “Rara “Panggilku dengan sedikit berbisik melirik kamar Ina yang sudah terdengar sibuk dengan kran airnya, “Ya mas, maaf. Aku masih ngantuk”lirihya membuka pintu “Kamu ini gimana sih kalau Ina melihat aku dari kamar tamu tadi dia bisa curiga. “gerutuku. “Ya mas, ayo buruan masuk. Aku mau mandi dulu.”ujarnya aku masuk dan menghenyak di sofa didepan ranjang tidurnya Rara. Bunyi kran air mulai menyala. Aku kembali rebahan karna masih ngantuk, tak butuh waktu lama terdengar pintu kamar mandi terbuka. Aku menoleh pada Rara yang handukan dengan rambut basah, aku mendegup dan coba mengalihkan pandanganku kelain arah, Rara berjalan ke arah lemari dengan sesekali melirikku yang tampak kikuk, “Maaf mungkin aku bisa keluar sebentar.”ujarku. sejenak Rara menatap dengan wajah
Setelah mama berlalu sejenak kami bertiga terdiam, aku mendekat pada mas Feri dan reflek mengelus pipinya. “Mas maafkan mama ya?’’lirihku mas Feri mengangguk dan berusaha menyunggingkan senyum hangatnya padaku. Setelah itu kami menoleh kepada Rara yang tampak berdiri mematung. “Ra tolong ma-“ucapanku terhenti saat Rara membalik dan beranjak kekamar, aku dan mas Feri saling menatap seakan fikiran kami tengah sama, yakni Rara sangat tersinggung dengan perkataan mama tadi. “Mas, aku temui Rara dulu ya.”lirihku, mas Feri hanya mengangguk, dengan pasti aku melangkahkan kakiku menuju kamar Rara. Tok Tok ToK Aku mengetuk pelan pintu kamar Rara , Dia menoleh dan menatap aku datar, “Boleh aku masuk?’’tanyaku, Rara mengangguk pelan. “Hari ini terlalu banyak cekcok, jujur aku belum memaafkanmu dengan sikapmu tadi padaku di dapur, tapi sekarang aku minta maaf untuk perlakuan mama,”ujarku, Rara berdiri dan mendek
POV AZZAM“ Pihak Shanum sama sekali tidak mengubris.” Ucap Naira melempar ponselnya ke atas ranjang, sejenak aku abaikan itu dan mencari pakaianku di lemari. Naira terus saja mendumel.“Udah ya Nai, jangan terlalu di pikirkan, ngabisin tenaga tau lebih baik kita bahas yang lain.’’“Tapi Kak,kayaknya kakak itu jauh lebih santai menghadapi ini?’’ Ucapnya tak habis pikir, sedikit aku menoleh pada Naira dan mengenakan piyama tidur.“Ya ampun Nai, kamu juga ngapain terlalu di pikirin? Lagi pula ini bisa di selesaikan, tanpa harus kamu buang-buang tenaga, karna kan kenyataannya, bayi itu bukan tanggung jawabku.’’ Geramku tak habis pikir, Naira terdiam sejenak dan tertunduk dengan manyun, aku menghela nafas panjang dan membuangnya, melihat istriku terdiam begitu aku mendekat padanya dan duduk di sampingnya.“Aku ak
POV INA.“Papa…,” panggilku saat mencari mas Feri di kamar, karna sibuk dengan urusan rumah, aku jadi sedikit mengabaikannya, aku melihat berkas dan laptop mas Feri di atas kasur namun bunyi mobilnya terdengar melaju keluar pagar.“Loh mas Feri mau kemana?’’ bisikku membuka jendela aku menoleh ke barang-barangnya di kasur mendekat dan menghenyak di kasur,“Mungkin mas Feri keluar sebentar, kalau ke kantor gak mungkin dia tinggalkan barang-barangnya.” Bisikku, aku memeriksa tas dan dan dompetnya, sedikit aku menautkan alis melihat ada kartu nama dokter spesialis,“Mas Feri, konsul pada dokter spesialis penyakit dalam buat apa?’’ bisikku coba mengotak atik semua berkas dan tasnya, namun aku tidak temukan apa-apa selain kartu nama itu, aku mulai cemas dan coba menghubunginya.Tuuuuuuut…..Panggilan itu tersambung dan
POV AZZAM.Ting nong…Bunyi bel bergema, Aku yang tengah menunggu Naira di ruang keluarga itu sedikit beringsut dan menoleh kea rah pintu, bisa aku lihat Art bergegas membukakan pintu. Aku juga menyusul karna aku tau itu papa, mama dan yang lainnya.“Siang papa..” sambutku pada keluargaku, dengan girang dua adik gadisku mengejar, akupun bersimpuh mendekap keduannya, mungkin mereka sangat merindukannku karna sudah beberapa minggu tidak bertemu.“Bang Azzam, Tata sangat merindukan bang Azzam.’’ Ucap bibir mungil salah satu dari mereka. Aku tersenyum manis dan mengacak rambut keduanya.“Abang Azzam, juga sangat merindukan kalian.”“Papa mama, ayo semua masuk.” Ajak Naira yang telaah turun dari kamarnya, aku berdiri dan mengajak mama masuk.“Ayo pa..”
POV RARA.Dengan langkah gontai aku temui mas Bagas di kliniknya, semenjak pertikaian itu dia tidak pernnah menemuiku kerumah tidak mau bicara denganku atau bahkan mengusirku, langkahku terhenti saat mendengar chanel televise yang di tonton mas Bagas adalah berita terbaru tentang Shanum, tampak media mengkrumini apartemen anakku itu, aku mendegup dan berniat hendak kembali mas Bagas pasti tidak senang dengan berita ini.“Kamu lihat, anak yang besar karna asuhanmu.”ucapnya tanpa menoleh akupun menghentikan langkahku dan menoleh padanya.“Dia hanya bisa buat malu keluarga.”geramnya, aku menghela nafas dan bersiap hendak pergi lagi, mengajak bicara mas Bagas dalam kondisi seperti ini juga tampaknya sia-sia lebih baik aku pergi sekarang.“ Kamu mau kemana?” cegatnya, langkahku kembali terhenti dan enggan menoleh.“
POV INA.Aku sangat di buat sibuk dengan acara yang akan mendatang, tapi tak mengapa demi Azzura aku harus lakukan semua ini, pesta pernikahan yang terbaik yang sesuai dengan impiannya."Mama sayang, mama dari mana sih."sambut putriku itu mendekap dan mencium pipi, sedikit aku berdengus dan tersenyum hangat."Mama habis dari gedung, dan kamu tau semua gedung itu bagus-bagus, mama jadi bingung mau sewa yang mana." ucapku, Zura sedikit manyun dan menghenyak di sofa."Kok mama gak ngajak?" aku menggeleng dan ikut juga menghenyak."Memang harus ya bawa kamu?""Ya iyalah, oh iya, mama tadi kekantor papa, papa mana?" tanyaku, aku sedikit melapas blezer dan meletakkan tas. 'papa lagi sibuk jadi mama pulang duluan oh iya, aanak-anak mana. Mama capek mau langsung istiraahat.""Ya udah mama istirahat aja, ma kalau baju pengantinyaya boleh gak Zura aja yang pilih bareng Vano?"tanya anakku, aku te
POV AZZAMPagi hari ini, kami tegah bersantai di ruang keluarga, selain menghibur mbak natsya yang tengah bersedih karna pengkhianatan Arga, Naira juga sedikit kurang enak badan, dan aku tak bisa kekantor melihat kondisinya."Selamat siang tuan nyonya." ucap Art, kemi semua menoleh."Ya ijah?""Itu nyonya, aden Arga pulang, dan dia-"ucapan Inem berhenti karna mbak Natsya berdiri, Naira yang tiduran di pahaku dari tadi juga beringsut untuk duduk"Apa mas Arga, membawa wanita itu?"bisiknya aku juga penasaran dan menoleh ke pintu, papa dan mama mertua juga tampak menyimak, hingga tak butuh waktu lama mereka bertiga masuk, dan tentunya bersama Shanum. Aku mendegup. Naira menggertakkan rahangnya dan berdiri, namun aku cegat dengan mencengkram lengannya."Sayang, jangan. Kita cukup nyimak saja."bisikku."Berani sekali dia, d
POV NAIRA.Kak Azzam tega sekali padaku, dia menyalahkan sikapku dan memperdulikan Shanum. Apa aku salah kalau aku menamparnya,“Ah sudahlah, aku bisa setres. Lebih baik sekarang aku temui mbak Natsya dulu di kamar.”bisikku sembari berjalan kekamar mbak natsya walau kesal dengan tingak dua pria dirumah ini yakni kak Azzam dan mas Arga, aku harus kasih perhatian pada mbakku, bagaimanapun sekarang dia sangat terpuruk sekali“Mbak….,’’ panggilku saat sudah sampai di pintu kamarnya, sedikit aku terheran karna kamarnya sunyi, aku mengerinyitkan dahi dan coba berfikir.“Apa mbak Nats, menemui mas Arga sekarang?”bisikku, aku membalik bergegas menuruni anak tangga dan berpapasan dengan papa dan mama di bawah.“Nai, kamu bukannya baru pulang ya kok pergi lagi?” tanya mama, aku sedikit menghela nafas dan berkata.
POV RARA.Sudah lelah aku mencari Shanum kemanapun, semalam dia pergi dari rumah karna marah padaku dan sekarang ini sudah hendak malam lagi,, nomornya belum lagi aktif aku sangat bingung sekali. Mana sekarang papinya sudah tidak peduli lagi padanya aku harus cari anakku kemana bahkan aku gak tau sekarang dia diimana, terkahir yang aku tau dia dekat dengan seorang pengusaha iparnya nya Azzam, mungkin aku bisa menghubungi Azzam?“Semoga saja aku masih punya kontaknya.”bisikku mengotak atik ponsel, namun aku kesal karna aku tidak punya kontak Azzam selain mas Feri.“Apa aku hubungi mas Feri? Tapikan nanti aku tanya apa? Mungkin aku bisa tanyakan nomor Azzam? Tapi apa nanti aku tidak dianggap sok akrab? Ah sialan sekali..”gerutuku sendiri akhirnya dengan ragu aku menghubungi juga nomor iitu.Tuuuuuuut.Aku gemetar saat panggilan itu tersambung
POV INA.Bahagia tak terhingga saat mas Feri rangkul dan peluk aku, menyaksikan kebahagian putrinya setelah sekian lama ia tampak merelakan Zura dengan orang yang tepat.“Akhirnya Zura menemukan seseorang yang sangat mencintainya,”lirihnya, bisa aku lihat ada yang terbendung di sudut matanya, aku terharu bersandar di bahu bidang suamiku itu.“Semoga selamanya kita akan tetap dapatkan kebahagiaan, jangan ada kesedihan lagi pah.”lirihku, mas Feri mengusap kepalaku dan mengecup keningku.“Hidup akan terus berjalan mama, suka duka itu pasti ada, hanya saja bagaimana kita menghadapinya.’’tuturnya aku tersenyum simpul dan berkata.“Dan aku ingin menjalani suka duka itu bersama Papa selamanya.’’ujarku mas Feri terkekeh kembali mendekapku erat.“Jangan manja, kamu ini tidak muda lagi. coba biasakan tanpa diriku.&rsq